Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN

PENGUJIAN AKTIVITAS INFLAMASI

Dosen Pengampu :

Apt. Nur Rahayuningsih, M.Si

Apt. Anisa Pebiansyah, M.Si

UNIVERSITAS BTH

Disusun Oleh :

Kelompok : 3 (Tiga)
Kelas : 2C
Anggota :
Sofyan Supriatna 31120131
Siska Nurgifani 31120140

Vina Audina 31120141


Putri Nita S.M 31120142

Trianti Nur A 31120143

Ahmad Fauzi 31120170

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS BAKTI TUNAS HUSADA
2022/2023
PERCOBAAN VIII
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIINFLAMASI

I. Tujuan

 Mempelajari daya antiinflamasi obat pada hewan uji yang diinduksi


radang buatan
 Memahami prinsip kerja obat antiinflamasi dan mampu
menerapkannya
 Mampu mengevaluasi potensi obat antiinflamasi

II. Prinsip Percobaan


 Semakin tinggi kemampuan antiinflamasi suatu obat, semakin
berkurang jumlah volume udema pada hewan uji yang diakibatkan
induksi dengan karagenan 1%.
 Suntikan Intraplantar karagenan pada telapak kaki belakang hewan
uji menyebabkan udema yang didapat oleh obat antiinflamasi yang
diberikan sebelumnya dengan cara mengukur telapak kaki hewan
uji.
 Aktivitas antiinflamasi obat uji ditunjukan oleh kemampuan
mengurangi udema yang diinduksikan pada kaki hewan uji tersebut
 Hukum Archimides “Penambahan volume Air Raksa sebanding
dengan volume kaki hewan uji yang dimasukan.”

III. Dasar Teori


Karagenan merupakans enyawa yang dapat menginduksi cedera sel
dengan melepaskan mediator yang mengawali proses inflamasi. Udema
yang terjadi akibat terlepasnya mediator inflamasi seperti: Histamin,
serotine, bradikinin dan prostaglandin. Udema yang disebabkan oleh
injeksi karagenan diperkuat oleh mediator inflamasi terutama PGE 1 dan
PGE 2 dengan cara menurunkan permeabilitas vaskuler. Apabila
permenabilitas vaskuler turun maka protein – protein plasma dapat menuju
ke jaringan yang luka sehingga terjadi udema. (Gryglewski, 1997)
Disamping itu, karagenan tidak menimbulkan kerusakan jaringan,
tidak menimbulkan bekas, serta menimbulkan respon yang paling peka
terhadap obat antiinflamasi dibandingkan dengan senyawa iritan lainnya.
Pada proses pembentukan udema, karagenan akan menginduksi cedera sel
dengan dilepasnya mediator yang mengawali proses inflamasi. Udema
yang disebabkan induksi karagenan dapat bertahan selama 6 jam dan
berangsur – angsur berkurang dalam waktu 24 jam. Karagenan disini juga
bias dikategorikan sebagai inducer enzim. (Sumarni dan Rahayu, 1998)

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap


luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang
merusak atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk
mengaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan
zat iritan dan mengatur derajat perbaikan jaringan (Mycek, 2001:404).
Ditinjau dari waktu terjadinya inflamasi dibagi menjadi dua
yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut adalah
inflamasi yang disebabkan oleh rangsangan yang berlangsung
sesaat/mendaak (akut). Inflamasi ini ditandai dengan perubahan
makroskopik local yaitu dengan adanya tumor (pembengkakan), rubor
(kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri) dan functiolesia )gangguan
fungsi) (sander, 2010:14). Inflamasi kronis adalah inflamasi yang
disebabkan oleh luka yang berlangsung beberapa minggu, bulan atau
bersifat menetap dan merupakan kelanjutan dari inflamasi akut. Tipe ini
disebut inflamasi fibroblastic karena selalu diikuti dengan terjadinya
proliferasi fibroblast (jaringan ikat) (sander,2010:15).
Apabila jaringan cedera seperti Karena terbakar, teriris atau
Karena terinfeksi kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian
reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang
mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi – reaksi ini kemudian juga
menyebabkan jaringan yang cedera diperbaik iatau diganti dengan
jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang. (Rukmono, 2020)
Secara skematis dibedakan 4 fasa gejala-gejala inflamasi :
1. Eritema : vasodilatasi pembuluh darah yang menyebabkan
tertahannya darah oleh perubahan permeabilitas pembuluh darah
2. Ekstravasasi : keluarnya plasma melalui dinding pembuluh darah
dan menyebabkan udem
3. Suppurasi dan nekrosis : pembentukan nanah dan kematian jaringan
yang disebabkan oleh penimbunan leukosit-leukosit di daerah
inflamasi
4. Degenerasi jaringan : tidak terdapat pembentukan sel-sel baru untuk
pembentukan pembuluh dan makin bertambahnya serat-serat
kolagen yang tidak berfungsi
Masing-masing tahap diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor
humoral seperti histamine, serotonin, bradikinin, dan prostaglandin.
Suntikan subkutan karagenan pada telapak kaki belakang tikus
menyebabkan udem yang dapat diinhibisi oleh obat antiinflamasi yang
diberikan sebelumnya. Volume udem diukur dengan alat
plethysmometer dan dibandingkan terhadap udem yang tidak diberikan
obat. Aktivasi obat antiinflamasi dinilai dari persentase proteksi yang
diberikan terhadap pembentukan udem.
Antiinflamasi adalah sebutan untuk agen/obat yang bekerja
melawan atau menekan proses perdangan (Dorland,
2002:68).Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat – obat atau golongan
obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan.
Radang atau inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan yang
mencakup luka – luka fisik, infeksi, panas dan interaksi antigen –
antibody. (Hougkum, 2005)
Berdasarkan mekanime obat – obat antiinflamasi terbagi dalam
dua golongan, yaitu obat antiinflamasi golongan steroid dan nonsteroid
terutama bekerja menghambat pelepasan prostaglandin kejaringan yang
mengalami cedera. (Gunawan, 2003)
Pengobatan inflamasi mencakup dua aspek, yang pertama adalah
meredakan nyeri yang seringkali menjadi gejala dan yang kedua adalah
upaya penghentian proses kerusakan jaringan. Pengurangan peradangan
atau respon inflamasi menggunakan obat golongan steroid dan
antiinflamasi non steroid (AINS) sebenarnya dapat meredakan reaksi
inflamasi dengan baik tetapi penggunaan dalam jangka waktu lama
dapat memberikan efek samping. Penggunaan obat golongan steroid
secara sistemik sebagai antiinflamasi dalam waktu yang lama justru
memberikan efek samping berupa penurunan sintesis glukokortikoid
endogen, menurunkan respon imun tubuh terhadap infeksi, osteoporosis,
moonface dan hipertensi. Penggunaan obat antiinflamasi non steroid
(AINS) secara sistemik dalam jangka waktu yang lama juga dapat
memberikan efek samping berupa gangguan saluran pencernaan seperti
ulkus, analgesik nephropathy, mengganggu fungsi platelet dan
menghambat induksi kehamilan (Goodman, 2003).
Golonganobatantiinflamasiinimenghambatenzimsiklooksigenase
sehinggakonversiasammenjadi PGG2 terganggu. Setiap obat
menghambat siklooksigenase dengan cara yang berbeda. (Rukmono,
2000).

IV. Alat dan Bahan


Alat:
 Plethysmometer
 Jangka sorong
 Spuit 1ml
 Spidol
 Stopwatch
 Sonde oral
 Timbangan
Bahan:
 Tikus
 Karagen 1%
 PGA 3%
 Na.diklofenak 50mg
 NaCl fisiologis
V. Prosedur
1. Sebelum memulai percobaan, masing-masing tikus dikelompokkan dan
ditimbang berat badannya, kemudian diberikan tanda pengenal untuk
setiap tikus dalam kelompok.
2. Dengan bantuan spidol berikan tanda batas kaki belakang kiri untuk
setiap tikus agar pemasukan kaki ke dalam air raksa setiap kali selalu
sama.
3. Pada tahap pendahuluan volume kaki tikus diukur dan dinyatakan
sebagai volume dasar untuk setiap tikus. Pada setiap kali pengukuran
volume supaya diperiksa tinggi cairan pada alat dan dicatat sebelum
dan sesudah pengukuran, usahakan jangan sampai ada air raksa yang
tumpah. Volume dan diameter awal (Vo dan Do) yaitu volume kaki
sebelum diberi obat dan diinduksi dengan larutan karagenan.
4. Masing-masing kelompok diberikan sediaan uji secara per oral satu
jam kemudian kepada masing-masing kelompok perlakuan diinduksi
secara subplantar dengan 0,1ml larutan karagenan 1%, setelah 30
menit dilakukan pengukuran dengan pletismometer dan jangka sorong.
5. Catat volume dan diameter kaki tikus (Vt dan Dt) sebagai volume dan
diameter kaki setelah diberi obat dan diinduksi dengan larutan
karagenan. Pengukuran dilakukan setiap 1 jam, 1 ½ jam, 2 jam, 3 jam
dan 3 ½ jam. Catat perbedaan volume kaki untuk setiap jam
pengukuran.
6. Hasil-hasil pengamatan supaya dimuat dalam tabel untuk setiap
kelompok. Tabel harus memuat persentase kenaikan volume kaki
setiap jam untuk masing-masing tikus. Perhitungan persentase
kenaikan volume kaki dilakukan dengan membandingkan terhadap
volume dasar sebelum penyuntikan.
7. Selanjutnya untuk setiap kelompok dihitung persentase rata-rata dan
bandingkan persentasi yang diperoleh kelompok yang diberi obat
terhadap kelompok kontrol pada jam yang sama.
8. Perhitungan dilakukan untuk pengukuran-pengukuran setelah 1 jam, 2
jam, 3 jam setelah penyuntikan karagenan.
9. Aktivitas antiinflamasi ditunjukkan oleh kemampuan mengurangi
udem yang diinduksi pada telapak kaki hewan percobaan. Presentase
radang yang terjadi diukur menggunakan rumus:
Vt−Vo
%radang= ×100 %
Vo
Keterangan:
Vt = Volume telapak kaki pada waktu t
Vo = Volume telapak kaki pada waktu o

Efek antiinflamasi di evaluasi berdasarkan rumus sebagai berikut:


A−B
%inhibisi radang= × 100 %
B
Keterangan:
A = % radang rata-rata kelompok kontrol
B = % radang rata-rata kelompok zat uji
VI. Perhitungan Dosis
a) Na.Diklofenak - Dosis 1 (25 mg)
 Konversi dosis dewasa ke dosis mencit 20gram
25 mg × 0,0026 = 0,065 mg/20 gr bb mencit
 Berat serbuk yang harus diambil
0,065 mg
× 237,09 mg = 0,308 mg/20 gr bb mencit
50 mg
 Membuat larutan stok sebanyak 5 ml
5 ml
× 0,308 mg = 7,7 mg/ 5 ml
0,2 ml
 Banyak tablet yang digunakan
7,7 mg
= 0,032 tablet
237,09 mg
b) Na.Diklofenak – Kontrol positif (50 mg)
 Konversi dosis dewasa ke dosis mencit 20gram
50 mg × 0,0026 = 0,13 mg/20 gr bb mencit
 Berat serbuk yang harus diambil
0,13 mg
× 237,09 mg = 0,616 mg/20 gr bb mencit
50 mg
 Membuat larutan stok sebanyak 5 ml
5 ml
× 0,616 mg = 15,4 mg/ 5 ml
0,2 ml
 Banyak tablet yang digunakan
15,4 mg
= 0,064 tablet
237,09 mg
c) Na.Diklofenak – Dosis 2 (100 mg)
 Konversi dosis dewasa ke dosis mencit 20gram
100 mg × 0,0026 = 0,26 mg/20 gr bb mencit
 Berat serbuk yang harus diambil
0,26 mg
× 237,09 mg = 1,232 mg/20 gr bb mencit
50 mg
 Membuat larutan stok sebanyak 5 ml
5 ml
× 1,232 mg = 30,8 mg/ 5 ml
0,2 ml
 Banyak tablet yang digunakan
30,8 mg
= 0,129 tablet
237,09 mg
d) Na.Diklofenak – Dosis 3 ( 200 mg)
 Konversi dosis dewasa ke dosis mencit 20gram
200 mg × 0,0026 = 0,52 mg/20 gr bb mencit
 Berat serbuk yang harus diambil
0,52 mg
× 237,09 mg = 2,465 mg/20 gr bb mencit
50 mg
 Membuat larutan stok sebanyak 5 ml
5 ml
× 2,465 mg = 61,625 mg/ 5 ml
0,2 ml
 Banyak tablet yang digunakan
61,625 mg
= 0,259 tablet
237,09 mg
e) Karagenan 1%
1
x 5 ml=0,05 gram/ 5 ml
100
f) Kontrol Negatif (PGA 3%)
3
x 5 ml=0,15 gram/ 5 ml
100

VII. Data Hasil Pengamatan


1. Perhitungan banyaknya volume sediaan yang diberikan terhadap
hewan uji
Kelompok 3, perlakuan dosis III
Berat badan mencit 1 25,78gr dan mencit 2 24,34gr.
Perhitungan
25,78 gr
Mencit 1 = × 0,2 ml=0,2578 ml ≈ 0,26 ml
20 gr

24,34 gr
Mencit 2 = ×0,2 ml=0,2434 ml ≈ 0,24 ml
20 gr
2. Tabel hasil pengamatan
do dt 30 dt 60
Perlakuan Mencit Vertika Rata”
Horizontal Vertikal Horizontal Vertikal Horizontal
l
1 3,1 3,02 3,12 4,3 3,3 4,28 3,21
Dosis 1
2 3,03 4,01 4,39 5,92 4,92 5,95 4,6
1 2,1 3,14 2,44 3,21 2,58 3,36 2,51
Dosis 2
2 2,34 2,32 3 2,42 3,1 3,51 3,05
1 2,9 3,3 3,5 3,9 3,2 3,5 3,35
Dosis 3
2 2,1 3,1 2,7 3,8 2,4 3,4 2,55
1 3,02 2,16 4,37 4,22 6,72 4,9 5,5
Negatif
2 2,76 2,06 4,12 6,1 6,41 6,34 5,2
1 2,3 3,7 3,2 4,15 4,15 4,4 3,6
Positif
2 2,65 3,9 3,7 4,2 4,65 4,33 4,17

3. Perhitungan persentase radang


Vt−Vo
%radang= ×100 %
Vo

5,5−3,02
 (K.negatif mencit 1) %radang = × 100 %=82,119 %
3,02
5,2−2,76
(K.negatif mencit 2) %radang = × 100 %=88,405 %
2,76
3,6−2,3
 (K.positif mencit 1) %radang = ×100 %=56,521 %
2,3
4,17−2,65
(K.positif mencit 2) %radang = ×100 %=57,358 %
2,65
3,21−3,1
 (Dosis 1 mencit 1) %radang = ×100 %=3,548 %
3,1
4,6−3,03
(Dosis 1 mencit 2) %radang = ×100 %=51,815 %
3,03
2,5−2,1
 (Dosis 2 mencit 1) %radang = × 100 %=19,523 %
2,1
3,05−2,34
(Dosis 2 mencit 2) %radang = ×100 %=30,341 %
2,34
3,35−2,9
 (Dosis 3 mencit 1) %radang = ×100 %=15,517 %
2,9
2,55−2,1
(Dosis 3 mencit 2) %radang = × 100 %=21,448 %
2,1

4. Perhitungan inhibisi radang


A−B
%inhibisi radang= × 100 %
B
 (K.negatif-K.positif) %inhibisi radang =
85,262−56,9395
× 100 %=49,741 %
56,9395
85,262−27,6815
 (Dosis 1) %inhibisi radang = × 100 %=20,01 %
27,6815
85,262−24,932
 (Dosis 2) %inhibisi radang = × 100 %=24,97 %
24,932
85,262−18,4725
 (Dosis 3) %inhibisi radang = × 100 %=36,56 %
18,4725

VIII. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian aktivitas
antiinflamasi dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas
farmakologi Na. Diklofenat dan karagenan 1% yang digunakan
sebagai inisiator terjadinya inflamasi tersebut. Mencit yang
digunakan dalam percobaan ini berjumlah tiga ekor tiap kelompok
dengan perlakuan yang masing-masing berbeda.
Percobaan ini menggunakan alat pletismograf untuk
mengidentifikasikan terjadinya inflamasi pada kaki belakang
sebelah kiri mencit, dengan pengukuran presentase besarnya
besarnya radang pembengkakan.
Na.Diklofenak merupakan obat antiinflamasi golongan
asam karboksilat derivat asam fenilasetat. Mekanisme kerja
farmakologinya adalah menginhibisi sintesis prostagladin.,
Na.diklofenat menginhibisi menginhibisi sintesis prostagladin di
dalam jaringan jaringan tubuh dengan menginhibisi
siklooksigenase: sedikitnya 2 isoenzim, siklooksigenase-1 dan
siklooksigenase-2, telah diidentifikasikan dengan
mengkatalis/memecah formasi/bentuk dari prostagladin di dalam
jalur asam arakidonat.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai
berikut:
- Pada dosis 1 diperoleh hasil persentase radang rata - rata sebesar
20,01%
- Pada dosis 2 diperoleh hasil persentase radang rata - rata sebesar
24,97 %
- Pada dosis 3 diperoleh hasil persentase radang rata - rata sebesar
36,56 %
- Pada kontrol positif-kontrol negatif diperoleh hasil persentase radang
rata - rata sebesar 49,741%

IX. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa efek
yang ditunjukan dengan penggunaan natrium diklofenak memiliki efek anti
inflamasi, yang berarti suatu sediaan yang diujikan mampu menghambat udem
yang terbentuk akibat induksi karagenan.

Hasil ini dapat dipastikan karena dilihat dari data hasil penurunan
peradangan mencit yang telah diinduksi oleh karagenan. Dimana obat yang
paling efek untuk penurunan radang adalah pada dosis I, dimana % inhibisinya
yang didapat yaitu sebesar 20,01% Hasil ini lebih kecil jika dibandingkan
dengan kontrol positif.

X. Daftar Pustaka
Anief, Moh. (1995).Prinsip Prinsip Umum dan Dasar
Farmakologi.Farmakologi. Yogyakarta : Gadjah Mada
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Pharmaceutical
Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Komunitas dan
Klinik. Jakarta.
Gunawan, G dan Sulistia. (1995).Farmakologi dan Terapi Edisi IV Jakarta:
FK-UI
Katzung, B.G.(1998).Farmakologi Dasar Jakarta: FK-UI
Katzung, B.G.(1998).Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi VI Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
XI. Lampiran

BB Mencit 1 BB Mencit 2 Penandaan Mencit 1

Penandaan Mencit 2 Pengukuran Kaki Mencit Pemberian obat Na


menggunakan jangka sorong Diklofenak secara oral

Pemberian Karagenan
secara Intraplantar pada
Mencit

Anda mungkin juga menyukai