Mengenal metode pengujian antipiretika dan dapat menerapkannya
Mengenal obat antipiretika dan cara kerjanya Mempelajari pengelolaan data hasil percobaan Menganalisis efek antipiretik pada hewan uji
II. Prinsip Percobaan
Efek antipiretik diamati dengan terjadinya penurunan suhu tubuh hewan uji yang diinduksi dengan inductor demam setelah pemberian obat antipiretik. Dengan mengukur kemampuannya untuk menurunkan panas yang diciptakan secara esperimental pada hewan uji. III. Dasar Teori Antipiretika adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam. Antipiretik mempunyai suatu efek pada thermostat hipotalamus yang berlawanan dengan zat pyrogen. Penurunan demam oleh antipiretik seringkali melalui pengurangan pembuangan panas daripada pengurangan produksi panas. Mekanisme kerja antipiretika adalah dengan mengembalikan fungsi thermostat di hipotalamus ke posisi normal dengan cara pembuangan panas melalui bertambahnya aliran darah ke perifer disertai dengan keluarnya keringat. Atau singkatnya yaitu dengan merangsang pusat pengaturan panas di hipotalamus sehingga pembentukan panas yang tinggi akan dihambat dengan cara memperbesar pengeluaran panas yaitu dengan menambah aliran darah ke perifer dan memperbanyak pengeluaran keringat. Zat antipiretik dapat mengikat enzim siklooksigenase yang memicu pembentukan prostaglandin, sehingga kadar prostaglandin menurun kadarnya di daerah thermostat dan menurunkan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh tersebut adalah hasil dari kerja obat pada system saraf pusat yang melibatkan pusat control suhu di hipotalamus. (Tjay, 2007) Demam adalah regulasi panas pada suatu tingkat suhu yang lebih tinggi. Demam adalah gejala yang menyertai hamper semua infeksi, tapi juga terdapat pada penyakit penyakit lain seperti beberapa bentuk tumor. (Mutscheter, 1986) Mekanisme terjadinya demam merupakan mekanisme fisiologi sebagai respon terhadap rangsangan pyrogen endogen yang bekerja pada pusat hipotalamus. Hipotalamus sebagai pengatur suhu (thermostat tubuh) terdapat reseptor yang peka terhadap suhu tubuh dan dikenal sebagai termo reseptor. Adanya termo reseptor ini dapat mempertahankan suhu tubuh normal. (Emest Mutscler, 2006) Pada keadaan panas dan demam, mekanisme sentral di hipotalamus untuk mengatur suhu tubuh yang sering diumpamakan seperti suatu thermostat, seolah – olah distel pada suhu yang lebih tinggi. Keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran panas tetap terpelihara, hanya kini untuk menjaga suhu tubuh tetap pada yang lebih tinggi, atau mungkin juga produksi panas meningkat tanpa ada peningkatan panas dalam pengeluaran panas. Suhu oral normal adalah 35,8˚ - 37,3˚C (96,5˚ - 99,2˚F). Suhu rektal lebih tinggi sekitar 0,3˚ - 0,5˚C (0,5˚ - 1˚F). Beberapa tipe demam yang mungkin dijumpai, antara lain : 1. Demam Septik Pada tipe demam septic, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai dengan keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. 2. Demam Remiten Pada demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dalam demam ini dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septic. 3. Demam Intermiten Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. 4. Demam Kontinu Pada tipe demam kontinu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat 5. Demam Siklik Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti lagi oleh kenaikan suhu seperti semula. (Nelwan, 1987) Demam pada dasarnya adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh dari infeksi oleh zat tasing. Tetapi demam juga mengakibatkan kerusakan sel – sel tubuh terutama sel – sel otak dan kerusakan ini harus diperbaiki. Selain kerusakan sel otak, demam juga dapat menyebabkan kerusakan pada organ tubuh lain seperti hati dan ginjal. Dimana kerusakan ini dapat menyebabkan kematian. (Amila, 2008) Penyebab utama demam adalah infeksi oleh bakteri dan virus, meskipun ada beberapa jenis demam yang tidak disebabkan oleh infeksi melaikan oleh kondisi patologis lain seperti serangan jantung, tumor, kerusakan jaringan yang disebabkan oleh Sinar X, efek pembedahan dan respon dari pemberian vaksin. (Amila, 2008) Obat – obatan yang tergolong antipiretik primer tidak menghilangkan stimulus yang merugikan ini, tetapi bekerja sentral pada hipotalamus untuk menstel “thermostat” tubuh pada suhu yang lebih rendah melalui peningkatan pengeluaran panas karena vasodilatasi pembuluh primer, meskipun dalam seadaan suhu normal, obat – obatan ini dapat pula untuk menurunkan suhu tubuh. Acetaminophen adalah jenis obat yang masuk ke dalam golongan obat antipiretik dan analgesik yang biasanya dipakai untuk mengobati rasa nyeri dan demam. Acetaminophen atau paracetamol (N- acetyl-paraaminophenol atau APAP) merupakan jenis obat – obatan golongan antipiretik yang paling luas digunakan di seluruh dunia. Obat ini termasuk jenis obat bebas sehingga bisa didapatkan di apotik tanpa harus dengan resep dokter. (Irma, 2021) IV. Alat dan Bahan
a. Sebelum diberi perlakuan, tikus dipuasakan 12 jam dengan
tetap diberi minum secukupnya. Suhu tubuh awal diukur untuk memperoleh data sebagai base line, dengan memasukkan termometer ke dalam rektum pada menit ke-40 dan menit ke- 10 sebelum penyuntikan induktor panas. Suhu rektal normal dari masing masing tikus dicatat sebelum pemberian obat. b. Mencit di diamkan selama 5 menit kemudian diinjeksi vaksin DTP-HB-Hib Pentabio dengan dosis 0,4 ml/200 g BB secara subkutan pada tengkuk tikus. c. Setelah injeksi, tengkuk diurut untuk memicu penyebaran vaksin dalam kulit. Suhu ruangan saat penelitian dijaga 22-24 °C. 4. Dua jam setelah pemberian vaksin dilakukan pengukuran suhu tubuh mencit selama 3 jam dengan interval 30 menit. d. Termometer digital atau alat telettermometer dimasukkan ke dalam rektum tikus dan dicatat suhunya. Data yang diperoleh berupa data numerik rata – rata perubahan suhu tubuh tikus pada waktu pengukuran tertentu.
e. Tabel pengamatan :
Kelompok Suhu Suhu Selisih Suhu Selisih Suhu Selisih
Perlakuan Pada TI Suhu T2 Suhu dst Suhu dst
TO Kontrol
Negatif Kontrol
Positif Dosis Uji 1 Dosis Uji 2 Dosis Uji 3
f. Tabelkan hasil pengamtan yang diperoleh, suhu tubuh
sebelum dan sesudah pemberian antipiretik dikaitkan dengan waktu setelah pemberian obat. g. Buatkan kurva suhu tubuh tikus dari hasil pengamatan dan data yang diperoleh diolah secara statistik. VI. Perhitungan Dosis 1. Pepton 12,5% dibuat 50 ml dalam NaCl 12,5 x 50 ml=6,25 gr /50 ml 100 2. PGA 1% (kontorl negatif) dibuat 10 ml 1 x 10 ml=0,1 gr /10 ml 100 3. Kontrol Positif/Dosis Pembanding (500mg) Berat rata-rata tablet 597mg a. Konversi dosis tikus 200gr = 500mgx0,018 = 9mg/200gr BB tikus b. Berat tablet yang diserbukan = 9 mg x 597 mg=10,746 mg/200 gr BB tikus 500 mg 10 ml c. Larutan stok 10ml = x 10,746 mg=107,46 mg/10 ml 1ml 107,46 mg d. Banyak tablet yang digunakan= =0,18tablet 587 mg 4. Dosis Uji 1 (250mg) a. Konversi dosis tikus 200gr = 250mgx0,018 = 4,5mg/200gr BB tikus b. Berat tablet yang diserbukan = 4,5 mg x 597 mg=5,373 mg /200 gr BBtikus 500 mg 10 ml c. Larutan stok 10ml = x 5,373mg=53,73 mg/10 ml 1ml 53,73mg d. Banyak tablet yang digunakan= =0,09 tablet 587 mg 5. Dosis Uji 2 (750mg) a. Konversi dosis tikus 200gr = 750mgx0,018 = 13,5mg/200gr BB tikus b. Berat tablet yang diserbukan = 13,5 mg x 597 mg=16,119 mg/200 gr BB tikus 500 mg 10 ml c. Larutan stok 10ml = x 16,119mg=161,19 mg/10 ml 1ml 161,19mg d. Banyak tablet yang digunakan= =0,27 tablet 587 mg 6. Dosis Uji 3 (1000mg) a. Konversi dosis tikus 200gr = 1000mgx0,018 = 18mg/200gr BB tikus b. Berat tablet yang diserbukan = 18 mg x 597 mg=21,492 mg/200 gr BBtikus 500 mg 10 ml c. Larutan stok 10ml = x 21,492mg=214,92mg/ 10 ml 1ml 214,92mg d. Banyak tablet yang digunakan= =0,36 tablet 587 mg VII. Data Hasil Pengamatan 1. Perhitungan banyaknya volume sediaan yang diberikan terhadap hewan uji Kelompok 3, perlakuan dosis 1 a. Tikus 1 BB 130,02gr 130,02 gr Dosis 1 = x 1 ml=0,65 ml 200 gr 130,02 gr Pepton = x 2ml=1,3 ml 200 gr b. Tikus 2 BB 143,25gr 143,25 gr Dosis 1 = x 1ml=0,7 ml 200 gr 143,25 gr Pepton = x 2 ml=1,4 ml 200 gr 2. Tabel hasil pengamatan
Kel. Tikus Suhu t0 t30 t60 % Penurunan Rata – rata
Perlakuan Awal Demam % t30 t60 penurunan
K.Negatif 1 32,4 35,8 36 36,2 0,5% 1,1% 0,8 %
2 30,4 36,0 36,2 36,4 0,5% 1,1%
K.Positif 1 36,3 36,4 36,3 36,2 0,27% 0,54%
0,75 % 2 35,7 35,9 36,6 35,4 0,83% 1,39%
Dosis 1 1 34,6 36,0 35,5 35,0 1,38% 2,7%
2,3 % 2 33,2 35,0 34,4 33,8 1,71% 3,42%
Dosis 2 1 36 37,2 36,3 35,4 2,41% 4,83%
3,62 % 2 35,7 36,2 35,3 34,3 2,48% 5,24%
Dosis 3 1 32,3 33,1 31,6 30,4 4,5% 8,15%
4,94 % 2 31,1 32,0 31,4 30,3 1,8% 5,31%
3. Perhitungan Persentase Penurunan Demam
t 0−t 30 % Penurunan demam = x 100 % t0 a. K.Negatif -t30 35,8−36 Tikus 1 = x 100 %=0,5 % 35,8 36,0−36,2 Tikus 2 = x 100 %=0,5 % 36,2 -t60 35,8−36,2 Tikus 1 = x 100 %=1,1% 35,8 30,4−36,4 Tikus 2 = x 100 %=1,1% 30,4 b. K.Positif -t30 36,4−36,3 Tikus 1 = x 100 %=0,27 % 36,4 35,9−35,6 Tikus 2 = x 100 %=0,83 % 35,9 -t60 36,4−36,2 Tikus 1 = x 100 %=0,54 % 36,4 35,9−35,4 Tikus 2 = x 100 %=1,39 % 35,4 c. Dosis 1 -t30 36,0−35,5 Tikus 1 = x 100 %=1,38 % 36,0 35,0−34,4 Tikus 2 = x 100 %=1,71 % 35,0 -t60 36,0−35,0 Tikus 1 = x 100 %=2,7 % 36,0 35,0−33,8 Tikus 2 = x 100 %=3,42 % 35,0 d. Dosis 2 -t30 37,2−36,3 Tikus 1 = x 100 %=2,41% 37,2 36,2−35,3 Tikus 2 = x 100 %=2,48 % 36,2 -t60 37,2−35,4 Tikus 1 = x 100 %=4,83 % 37,2 36,2−34,3 Tikus 2 = x 100 %=5,24 % 36,2 e. Dosis 3 -t30 33,1−31,6 Tikus 1 = x 100 %=4,5 % 33,1 32,0−31,4 Tikus 2 = x 100 %=1,8 % 32,0 -t60 33,1−30,4 Tikus 1 = x 100 %=8,15 % 33,1 32,0−30,3 Tikus 2 = x 100 %=5,31 % 32,0 VIII. Pembahasan Pada praktikum kali ini dilakukan Pengijuan Aktivitas Antipiretika dengan menggunakan Tikus sebagai hewan uji. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui efek antipiretik Acetaminopen terhadap hewan uji. Acetaminopen merupakan inhibitor siklooksigenase yang lemah dengan adanya peroksida konsentrasi tinggi yang ditemukan pada lesi radang.
Setiap kelompok diberikan 2 ekor tikus untuk diberi
perlakuan sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Tikus yang akan diujikan terlebih dahulu dipuasakan selama 12 jam sebelum diberi perlakuan dengan tujuan agar tidak terjadi interaksi antara obat dengan makanan dan agar efek dari obat akan maksimal. Suhu awal tikus dicek dengan menggunakan termometer pada bagian rektal kemudian tikus diinduksi dengan menggunakan pepton 12,5% secara subkutan. Pepton 12,5% digunakan sebagai indikator panas untuk tikus. Pepton akan merangsang pengeluaran prostaglandin di hipotalamus sehingga suhu thermostat meningkat. Setelah itu, suhu pada tikus dicek kembali secara berkala dengan jangka waktu 30 menit selama 1 jam. Pada pengujian dosis I, tikus diberikan acitaminopen dengan dosis 250 mg dan kemudian di induksi dengan menggunakan pepton 12,5 %. Hasil dari praktikum kali ini didapatkan % penurunan deman untuk dosisi I pada tikus pertama 1,38 % dan untuk tikus kedua 2,48 %. Dosis yang paling tinggi % penurunan demamnya ada pada dosis III yaitu pada tikus 1 8,15 % dan pada tikus 2 5,31 %. Akan tetapi pada dosis ke III di khawatirkan dosis yang diberikan terlalu tinggi yaitu 100 mg, oleh karena itu perlu aja percobaan lebih mendalam lagi mengenai dosis yang harus diberikan. IX. Kesimpulan Dosis yang paling tinggi % penurunan demam adalah ada pada dosis III yaitu dengan % penurunan pada tikus 1 sebesar 8,15 % dan pada tikus 2 sebesar 5,31 % akan tetapi dosis tersebut dikhawatirkan terlalu tinggi dan membahayakan pada hewan uji. X. Daftar Pustaka
Anief, Moh. (1995).Prinsip Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi.
Farmakologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005) Pharmaceutical Care
untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Dirktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Jakarta
Gunawan. G dan Sulistia (1995) Farmakologi dan Terapi Edisi IV,
Jakarta : FK-UI Katzung, B.G.(1998).Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi VI. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.