Anda di halaman 1dari 11

PERCOBAAN IX

PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIPIRETIKA


I. Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu :

 Mengenal metode pengujian antipiretika dan dapat menerapkannya


 Mengenal obat antipiretika dan cara kerjanya
 Mempelajari pengelolaan data hasil percobaan
 Menganalisis efek antipiretik pada hewan uji

II. Prinsip Percobaan


 Efek antipiretik diamati dengan terjadinya penurunan suhu tubuh
hewan uji yang diinduksi dengan inductor demam setelah pemberian
obat antipiretik.
 Dengan mengukur kemampuannya untuk menurunkan panas yang
diciptakan secara esperimental pada hewan uji.
III. Dasar Teori
Antipiretika adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh
pada keadaan demam. Antipiretik mempunyai suatu efek pada
thermostat hipotalamus yang berlawanan dengan zat pyrogen.
Penurunan demam oleh antipiretik seringkali melalui pengurangan
pembuangan panas daripada pengurangan produksi panas.
Mekanisme kerja antipiretika adalah dengan mengembalikan
fungsi thermostat di hipotalamus ke posisi normal dengan cara
pembuangan panas melalui bertambahnya aliran darah ke perifer disertai
dengan keluarnya keringat. Atau singkatnya yaitu dengan merangsang
pusat pengaturan panas di hipotalamus sehingga pembentukan panas
yang tinggi akan dihambat dengan cara memperbesar pengeluaran panas
yaitu dengan menambah aliran darah ke perifer dan memperbanyak
pengeluaran keringat. Zat antipiretik dapat mengikat enzim
siklooksigenase yang memicu pembentukan prostaglandin, sehingga
kadar prostaglandin menurun kadarnya di daerah thermostat dan
menurunkan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh tersebut adalah hasil
dari kerja obat pada system saraf pusat yang melibatkan pusat control
suhu di hipotalamus. (Tjay, 2007)
Demam adalah regulasi panas pada suatu tingkat suhu yang lebih
tinggi. Demam adalah gejala yang menyertai hamper semua infeksi, tapi
juga terdapat pada penyakit penyakit lain seperti beberapa bentuk tumor.
(Mutscheter, 1986)
Mekanisme terjadinya demam merupakan mekanisme fisiologi
sebagai respon terhadap rangsangan pyrogen endogen yang bekerja pada
pusat hipotalamus. Hipotalamus sebagai pengatur suhu (thermostat
tubuh) terdapat reseptor yang peka terhadap suhu tubuh dan dikenal
sebagai termo reseptor. Adanya termo reseptor ini dapat
mempertahankan suhu tubuh normal. (Emest Mutscler, 2006)
Pada keadaan panas dan demam, mekanisme sentral di
hipotalamus untuk mengatur suhu tubuh yang sering diumpamakan
seperti suatu thermostat, seolah – olah distel pada suhu yang lebih
tinggi. Keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran panas
tetap terpelihara, hanya kini untuk menjaga suhu tubuh tetap pada yang
lebih tinggi, atau mungkin juga produksi panas meningkat tanpa ada
peningkatan panas dalam pengeluaran panas.
Suhu oral normal adalah 35,8˚ - 37,3˚C (96,5˚ - 99,2˚F). Suhu
rektal lebih tinggi sekitar 0,3˚ - 0,5˚C (0,5˚ - 1˚F). Beberapa tipe demam
yang mungkin dijumpai, antara lain :
1. Demam Septik
Pada tipe demam septic, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas
normal pada pagi hari. Sering disertai dengan keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam Remiten
Pada demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin
tercatat dalam demam ini dapat mencapai dua derajat dan tidak
sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septic.
3. Demam Intermiten
Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat normal
selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi
setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas
demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
4. Demam Kontinu
Pada tipe demam kontinu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
lebih dari satu derajat
5. Demam Siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama
beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk
beberapa hari yang kemudian diikuti lagi oleh kenaikan suhu seperti
semula. (Nelwan, 1987)
Demam pada dasarnya adalah salah satu mekanisme pertahanan
tubuh dari infeksi oleh zat tasing. Tetapi demam juga mengakibatkan
kerusakan sel – sel tubuh terutama sel – sel otak dan kerusakan ini harus
diperbaiki. Selain kerusakan sel otak, demam juga dapat menyebabkan
kerusakan pada organ tubuh lain seperti hati dan ginjal. Dimana
kerusakan ini dapat menyebabkan kematian. (Amila, 2008)
Penyebab utama demam adalah infeksi oleh bakteri dan virus,
meskipun ada beberapa jenis demam yang tidak disebabkan oleh infeksi
melaikan oleh kondisi patologis lain seperti serangan jantung, tumor,
kerusakan jaringan yang disebabkan oleh Sinar X, efek pembedahan dan
respon dari pemberian vaksin. (Amila, 2008)
Obat – obatan yang tergolong antipiretik primer tidak
menghilangkan stimulus yang merugikan ini, tetapi bekerja sentral pada
hipotalamus untuk menstel “thermostat” tubuh pada suhu yang lebih
rendah melalui peningkatan pengeluaran panas karena vasodilatasi
pembuluh primer, meskipun dalam seadaan suhu normal, obat – obatan
ini dapat pula untuk menurunkan suhu tubuh.
Acetaminophen adalah jenis obat yang masuk ke dalam
golongan obat antipiretik dan analgesik yang biasanya dipakai untuk
mengobati rasa nyeri dan demam. Acetaminophen atau paracetamol (N-
acetyl-paraaminophenol atau APAP) merupakan jenis obat – obatan
golongan antipiretik yang paling luas digunakan di seluruh dunia. Obat
ini termasuk jenis obat bebas sehingga bisa didapatkan di apotik tanpa
harus dengan resep dokter. (Irma, 2021)
IV. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan :

a. Spuit 3 ml

b. Sonde oral

c. Stopwatch

d. Timbangan mencit

e. Wadah penyimpanan mencit

f. Ram kawat

2. Bahan yang digunakan :

a. Acetaminofen dosis 250 mg, 500 mg, 750 mg, 1000 mg

b. Pepton 12,5 %

c. PGA 1%

d. Aquadest

e. NaCl fisiologis
V. Prosedur

a. Sebelum diberi perlakuan, tikus dipuasakan 12 jam dengan


tetap diberi minum secukupnya. Suhu tubuh awal diukur
untuk memperoleh data sebagai base line, dengan
memasukkan termometer ke dalam rektum pada menit ke-40
dan menit ke- 10 sebelum penyuntikan induktor panas. Suhu
rektal normal dari masing masing tikus dicatat sebelum
pemberian obat.
b. Mencit di diamkan selama 5 menit kemudian diinjeksi vaksin
DTP-HB-Hib Pentabio dengan dosis 0,4 ml/200 g BB secara
subkutan pada tengkuk tikus.
c. Setelah injeksi, tengkuk diurut untuk memicu penyebaran
vaksin dalam kulit. Suhu ruangan saat penelitian dijaga 22-24
°C. 4. Dua jam setelah pemberian vaksin dilakukan
pengukuran suhu tubuh mencit selama 3 jam dengan interval
30 menit.
d. Termometer digital atau alat telettermometer dimasukkan ke
dalam rektum tikus dan dicatat suhunya. Data yang diperoleh
berupa data numerik rata – rata perubahan suhu tubuh tikus
pada waktu pengukuran tertentu.

e. Tabel pengamatan :

Kelompok Suhu Suhu Selisih Suhu Selisih Suhu Selisih

Perlakuan Pada TI Suhu T2 Suhu dst Suhu dst


TO
Kontrol

Negatif
Kontrol

Positif
Dosis Uji 1
Dosis Uji 2
Dosis Uji 3

f. Tabelkan hasil pengamtan yang diperoleh, suhu tubuh


sebelum dan sesudah pemberian antipiretik dikaitkan dengan
waktu setelah pemberian obat.
g. Buatkan kurva suhu tubuh tikus dari hasil pengamatan dan
data yang diperoleh diolah secara statistik.
VI. Perhitungan Dosis
1. Pepton 12,5% dibuat 50 ml dalam NaCl
12,5
x 50 ml=6,25 gr /50 ml
100
2. PGA 1% (kontorl negatif) dibuat 10 ml
1
x 10 ml=0,1 gr /10 ml
100
3. Kontrol Positif/Dosis Pembanding (500mg)
Berat rata-rata tablet 597mg
a. Konversi dosis tikus 200gr = 500mgx0,018 = 9mg/200gr BB tikus
b. Berat tablet yang diserbukan =
9 mg
x 597 mg=10,746 mg/200 gr BB tikus
500 mg
10 ml
c. Larutan stok 10ml = x 10,746 mg=107,46 mg/10 ml
1ml
107,46 mg
d. Banyak tablet yang digunakan= =0,18tablet
587 mg
4. Dosis Uji 1 (250mg)
a. Konversi dosis tikus 200gr = 250mgx0,018 = 4,5mg/200gr BB
tikus
b. Berat tablet yang diserbukan =
4,5 mg
x 597 mg=5,373 mg /200 gr BBtikus
500 mg
10 ml
c. Larutan stok 10ml = x 5,373mg=53,73 mg/10 ml
1ml
53,73mg
d. Banyak tablet yang digunakan= =0,09 tablet
587 mg
5. Dosis Uji 2 (750mg)
a. Konversi dosis tikus 200gr = 750mgx0,018 = 13,5mg/200gr BB
tikus
b. Berat tablet yang diserbukan =
13,5 mg
x 597 mg=16,119 mg/200 gr BB tikus
500 mg
10 ml
c. Larutan stok 10ml = x 16,119mg=161,19 mg/10 ml
1ml
161,19mg
d. Banyak tablet yang digunakan= =0,27 tablet
587 mg
6. Dosis Uji 3 (1000mg)
a. Konversi dosis tikus 200gr = 1000mgx0,018 = 18mg/200gr BB
tikus
b. Berat tablet yang diserbukan =
18 mg
x 597 mg=21,492 mg/200 gr BBtikus
500 mg
10 ml
c. Larutan stok 10ml = x 21,492mg=214,92mg/ 10 ml
1ml
214,92mg
d. Banyak tablet yang digunakan= =0,36 tablet
587 mg
VII. Data Hasil Pengamatan
1. Perhitungan banyaknya volume sediaan yang diberikan terhadap hewan
uji
Kelompok 3, perlakuan dosis 1
a. Tikus 1 BB 130,02gr
130,02 gr
Dosis 1 = x 1 ml=0,65 ml
200 gr
130,02 gr
Pepton = x 2ml=1,3 ml
200 gr
b. Tikus 2 BB 143,25gr
143,25 gr
Dosis 1 = x 1ml=0,7 ml
200 gr
143,25 gr
Pepton = x 2 ml=1,4 ml
200 gr
2. Tabel hasil pengamatan

Kel. Tikus Suhu t0 t30 t60 % Penurunan Rata – rata


Perlakuan Awal Demam
%
t30 t60 penurunan

K.Negatif 1 32,4 35,8 36 36,2 0,5% 1,1% 0,8 %


2 30,4 36,0 36,2 36,4 0,5% 1,1%


K.Positif 1 36,3 36,4 36,3 36,2 0,27% 0,54%



0,75 %
2 35,7 35,9 36,6 35,4 0,83% 1,39%

Dosis 1 1 34,6 36,0 35,5 35,0 1,38% 2,7%



2,3 %
2 33,2 35,0 34,4 33,8 1,71% 3,42%

Dosis 2 1 36 37,2 36,3 35,4 2,41% 4,83%



3,62 %
2 35,7 36,2 35,3 34,3 2,48% 5,24%

Dosis 3 1 32,3 33,1 31,6 30,4 4,5% 8,15%



4,94 %
2 31,1 32,0 31,4 30,3 1,8% 5,31%

3. Perhitungan Persentase Penurunan Demam


t 0−t 30
% Penurunan demam = x 100 %
t0
a. K.Negatif
-t30
35,8−36
Tikus 1 = x 100 %=0,5 %
35,8
36,0−36,2
Tikus 2 = x 100 %=0,5 %
36,2
-t60
35,8−36,2
Tikus 1 = x 100 %=1,1%
35,8
30,4−36,4
Tikus 2 = x 100 %=1,1%
30,4
b. K.Positif
-t30
36,4−36,3
Tikus 1 = x 100 %=0,27 %
36,4
35,9−35,6
Tikus 2 = x 100 %=0,83 %
35,9
-t60
36,4−36,2
Tikus 1 = x 100 %=0,54 %
36,4
35,9−35,4
Tikus 2 = x 100 %=1,39 %
35,4
c. Dosis 1
-t30
36,0−35,5
Tikus 1 = x 100 %=1,38 %
36,0
35,0−34,4
Tikus 2 = x 100 %=1,71 %
35,0
-t60
36,0−35,0
Tikus 1 = x 100 %=2,7 %
36,0
35,0−33,8
Tikus 2 = x 100 %=3,42 %
35,0
d. Dosis 2
-t30
37,2−36,3
Tikus 1 = x 100 %=2,41%
37,2
36,2−35,3
Tikus 2 = x 100 %=2,48 %
36,2
-t60
37,2−35,4
Tikus 1 = x 100 %=4,83 %
37,2
36,2−34,3
Tikus 2 = x 100 %=5,24 %
36,2
e. Dosis 3
-t30
33,1−31,6
Tikus 1 = x 100 %=4,5 %
33,1
32,0−31,4
Tikus 2 = x 100 %=1,8 %
32,0
-t60
33,1−30,4
Tikus 1 = x 100 %=8,15 %
33,1
32,0−30,3
Tikus 2 = x 100 %=5,31 %
32,0
VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan Pengijuan Aktivitas
Antipiretika dengan menggunakan Tikus sebagai hewan uji. Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengetahui efek antipiretik
Acetaminopen terhadap hewan uji. Acetaminopen merupakan
inhibitor siklooksigenase yang lemah dengan adanya peroksida
konsentrasi tinggi yang ditemukan pada lesi radang.

Setiap kelompok diberikan 2 ekor tikus untuk diberi


perlakuan sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Tikus yang
akan diujikan terlebih dahulu dipuasakan selama 12 jam sebelum
diberi perlakuan dengan tujuan agar tidak terjadi interaksi antara obat
dengan makanan dan agar efek dari obat akan maksimal. Suhu awal
tikus dicek dengan menggunakan termometer pada bagian rektal
kemudian tikus diinduksi dengan menggunakan pepton 12,5% secara
subkutan. Pepton 12,5% digunakan sebagai indikator panas untuk
tikus. Pepton akan merangsang pengeluaran prostaglandin di
hipotalamus sehingga suhu thermostat meningkat. Setelah itu, suhu
pada tikus dicek kembali secara berkala dengan jangka waktu 30
menit selama 1 jam.
Pada pengujian dosis I, tikus diberikan acitaminopen dengan dosis 250
mg dan kemudian di induksi dengan menggunakan pepton 12,5 %. Hasil
dari praktikum kali ini didapatkan % penurunan deman untuk dosisi I
pada tikus pertama 1,38 % dan untuk tikus kedua 2,48 %. Dosis yang
paling tinggi % penurunan demamnya ada pada dosis III yaitu pada
tikus 1 8,15 % dan pada tikus 2 5,31 %.
Akan tetapi pada dosis ke III di khawatirkan dosis yang
diberikan terlalu tinggi yaitu 100 mg, oleh karena itu perlu aja
percobaan lebih mendalam lagi mengenai dosis yang harus diberikan.
IX. Kesimpulan
Dosis yang paling tinggi % penurunan demam adalah ada pada
dosis III yaitu dengan % penurunan pada tikus 1 sebesar 8,15 % dan
pada tikus 2 sebesar 5,31 % akan tetapi dosis tersebut dikhawatirkan
terlalu tinggi dan membahayakan pada hewan uji.
X. Daftar Pustaka

Anief, Moh. (1995).Prinsip Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi.


Farmakologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005) Pharmaceutical Care


untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Dirktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik. Jakarta

Gunawan. G dan Sulistia (1995) Farmakologi dan Terapi Edisi IV,


Jakarta : FK-UI Katzung, B.G.(1998).Farmakologi Dasar dan
Klinik.Edisi VI. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai