Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan suhu merupakan manifestasi klinis yang sering dijumpai pada pasien
dengan penyakit malaria. Peningkatan suhu tubuh pada pasien dengan penyakit malaria
terjadi akibat efek plasmodium yang mempengarui pusat pengaturan panas di otak.
Peningkatan suhu tubuh ini, bila tidak ditangani maka akan menimbulkan dampak kematian sel
dan kekurangan volume cairan akibat penguapan yang berlebihan. Ada beberapa cara klasik
untuk menurunkan suhu tubuh, diantanya kompres hangat basah dan kompres dingin. Kedua
metode klasik ini terbukti dapat menurunkan suhu tubuh pada pasien dengan masalah
peningkatan suhu tubuh seperti malaria.
Kompres dingin merupakan cara yang paling klasik dan paling sering dilakukan
masyarakat untuk menurunkan suhu tubuh. Melalui mekanisme ini, panas tubuh akan
dikeluarkan secara evaporasi. Sedangkan dengan cara kompres dingin, panas tubuh akan
dikeluarkan melalui mekanisme konduksi. Kedua cara sangat terbukti dapat menurunkan suhu
tubuh. Namun, bagaimana efektivitas antara kompres basah hangat dan kompres dingin belum
diketahui secara pasti. Kompres basah hangat dapat menurunkan suhu tubuh (hasil penelitian
Sukawana,2001)
Data yang diperoleh di bagian medcial record RSU Prof Dr. W. Z. Johannes Kupang,
diketahui bahwa selama tahun 2003 terdapat 232 kasus malaria ( 3,62%). Dari semua kasus
ini, gejala yang paling awal terdeteksi adalah demam, dimana terjadi peningkatan suhu tubuh
secara nyata. Berdasarkan pengalaman peneliti sewaktu melaksanakan praktek, diketahui
bahwa pada pasien dengan penyakit malaria disertai mainfestasi peningkatan suhu tubuh,
pada umumnya diberikan therapi antipiuretik disertai disertai pemberian kompres. Kompres
yang diberikan bervariasi dari dua metode yang disebutkan diatas. Efektifiitas kedua metode
ini, masih diragukan karena pelaksanakan kompres disertai pemberian antipeuretik. Dalam
hubungan dengan efektivitas pemberian kompres basah hangat dan kompres dingin pada
umumnya belum diketahui secara pasti.
Berdasarkan uraian diatas dan sebagai salah satu langkah awal untuk memantapkan
intervensi keperawatan dalam menurunkan suhu tubuh, maka penulis tertarik untuk melakukan
pengkajian lebih mendalam melalui suatu penelitian dengan judul : ‘Efektifitas Penggunaan
Kompres Hangat Basah Dan Kompres Dingin Untuk Menurunkan Suhu Pada Pasien Dengan
Malaria Di Ruang Perawatan Kelas II dan III laki – Laki serta Ruang Perawatan kelas III Wanita
RSUD Prof Dr. W. Z. Johannes Kupang.
2

B. Rumusan Masalah :
a. Pernyataan Masalah
Penyakit malaria sering meningkatkan suhu tubuh, peningkatan suhu tubuh pada
penyakit infeksi bakteri dan parasit akan berdampak pada kematian sel dan kehilangan
cairan. ada banyak cara menurunkan suhu tubuh antara lain dengan menggunakan
kompres hangat basah dan kompres dingin.
b. Pertanyaan Masalah
Bagaimana efektifitas antara Kompres hangat basah dan kompres dingin dalam
menurunkan suhu tubuh ?
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas kompres hangat basah dan kompres dingin.
b. Tujuan khusus
 Untuk mengetahui efektifitas kompres hangat basah.
 Untuk mengetahui efektifitas kompres dingin
 Untuk mengetahui perbedaan kompres hangat basah dan kompres dingin.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dapat digunakan sebagai masukan atau informasi penting bagi :
1. Peneliti : hasil penelitian ini sangat besar manfaatnya selain
untuk memenuhi tuntutan akdemik dalam proses belajar mengajar, juga untuk
meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien .
2. Institusi Rumah sakit: sebagai bahan masukan dalam
meningkatakan mutu pelayanan kususnya dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien.
3

TINJAUN PUSTAKA
A. SUHU TUBUH
A.1. Pengertian
Suhu tubuh adalah tingkat suhu yang dihasilkan dan diatur oleh proses-proses tubuh.
Manusiah adalah hewan berdarah panas, yang bisah mengatur suhu tubuhnya secara bebas
sesuai dengan lingkungan hidupnya. Bila dalam kondisi sehat jarinagn-jaringan dn sel-sel
tubuh berfungsi dengan sangat baik dalam rentangan suhu yang relatif kecil. Meskipun terjadi
hal-hal ekstrem karena kondisi lingkungan dan aktivitas psikis, mekanisme pengontrolan suhu
tetap menjaga temparatur tubuh yang utama atau suhu jaringan-jaringan dalam tubuh relatif
tetap ( Gambar 15-1 ). Bagi orang dewasa yang sehat, suhu rata-rata adalah 37 0 C ( 38,60 F )
yang diukur melalui mulut dengan fluktuasi normal ± 0,6 0 C ( 1,00 F ). Bila tergantung pada
lokasi pengukuran suhu ( melalui mulut, dubur, aksial, selaput anak telinga, kerongkongan, urat
nadi yang berhubungan dengan paru-paru atau bahkan melalui kantung kemih ) rata-rata suhu
normalnya berbeda-beda.
Pengukuran suhu tubuh bertujuan untuk mendapat suhu rata-rata yang representatif
dari jarinagn-jaringan utama tubuh. Urat nadi yang berhubungan dengan paru- paru
memberikan catatan suhu yang akurat disebabkan oleh campuran darah dari semua daerah
dalam tubuh. Keakuratan tempat pengukuran tergantung pada sensifitas terhadap pengukuran
suhu utama. Dalam praktek klinis, para perawat mempelajari rentangan temperatur tubuh klien
secara individual. Tak ada satupun suhu normal bagi semua orang.

A.2. Pengaturan Suhu Tubuh


Keseimbangan suhu tubuh secara persis diatur oleh mekanisme fisiologis dan tingkah
laku. Untuk menjaga suhu tubuh secara tetap, suhu yang dihasilkan dalam tubuh harus sama
dengan suhu yang hilang. Seorang perawat menerapak pengetahuan mekanisme
pengontrolan suhu untuk mengembangkan pengaturan suhu.
Kontrol syaraf ( Ncural contral ). Hypothalamus, yang terletak antara daerah belahan
otak, menagtur suhu tubuh sama sama seperti cara kerja sebuah alat pengatur suhu yang ada
dirumah. Sebuah suhu yang nyaman merupakan “set point” ( titik bidang ) dimana sebuah
sistim pemanasan bekerja. Di rumah turunnya temperatur akan meng aktifkan pemanasan,
sementara meningkatnya suhu akan menghentikan sistem. Hypothalamus merasakn
4

perubahan kecil pada suhu tubuh. Hypothalamus bagian depan mengontrol suhu yang hilang
hypothalamus bagian belakang mengontrol konservasi suhu.
Ketika sel-sel saraf dalam hypothalamus menjadi panas, implusnya dikirim keluar
untuk mengurangi suhu tubuh (gambar 14-2 ). Mekanisme kkurangan atau kehilangan suhu
tubuh termasuk saat berkeringat , pembesaran pembuluh darah, dnagn adanya produksi
suhu. Jika hypothalamus menaglami suhu tubuh terlalu rendah maka dikirim sinyal untuk
meningkatkan produksi suhu dan penyimpanan ( konsrvation ) melalui vasokontriksi, getaran
otot, pilocreksi, luka atau trauma terhadap hypothalamu atau urat saraf tulang belakang yang
membawa pesan hypothalamik dapat menimbulkan perubahan besar dalam pengontrolan
suhu.

A.1.1. PRODUKSI PANAS


Pengaturan suhu membutuhkan fungsi normal dari poses-proses penghasil suhu.
1. panas dihasilkan oleh sebuah produksi tambahan metabolisme. Ketika metabolisme
meningkat panas dihasilkan lebih besar. Bila metabolisme menurun maka panas
yang dihasilkan lebih sedikit.
2. Aktfitas otot berupa latihan akan meningkatkan metabolisme. Tingkat metabolik
dasar atau basal metabolik rate (BMR) yaitu pengukuran tingkat penggunaan
energi dalam tubuh selama tubuh dalam keadaan istirahat penuh, meningkat empat
sampai delapan kali saat latihan.
3. Getaran otot tulang meningkatkan panas tubuh. Ketika panas tubuh menjadi terlalu
rendah, getaran merupakn sebuah respon awal untuk pengaturan suhu.
4. Hormon –hormon thyroid, thyroxin dan triidothyronine meningkatakan metabolisma
dasar dengan memperbaiki gangguan/kerusakan glukosa dan lemak. Hormon-
hormon thyroid harus ada untuk mengatur peningkatan produksi panas secara
normal dibawah kondisi-kondisi suhu normal. Dalam suhu yang dingin, tak ada
stupun hormon yang membantu dalam proses pengaturan suhu(Thermoregulation).
5. Stimulasi sistem syaraf yang menarik oleh perantara (mediator) kimia
noeepnephrine dan epinephrine, memperbesar tingkat metabolisme tubuh sebagai
akibat menurunnya tingkat glukosa tubuh.

A.1.2. KEHILANGAN PANAS


5

Saat tubuh menghasilkan panas, ia juga kehilangan panas. Struktur kulit dan keadaan yang
terbuka terhadap lingkungan mengakibatkan hilangnya panas secara normaldan tetap melalui;
Radiasi,Konduksi,Konveksi dan Evaporasi (penguapan).
Radiasi adalah pemindahan panas oleh gelombang-gelombang elektromanetik.
Obyek-obyek saling memancarkan panas satu dengan yang lain tanpa kontak antara
keduanya.(Thobodeau,1987).Panas dipancarkan dari tubuh kessuatu disekitarnya yang lebih
dingin. Hilangnya suhu melalui radiasi akan meningkat bila suhu sekitarnya berkurang
(Guyton,1986). Jumlah panas yang hilang oleh adanya radiasi dari kulit yang bervariasi
berdasarkan ukuran pembuluh darahluar.Dengan vasodilatasi panas mengalami transfer dari
darah melalui dinding pembuluh kepermukaan kulit dan beradiasi keluarkelinkungan. Dengan
Vasokontriksi ,aliran darah kekulitberkurang, jadi meminimalisir kehilangan panas . akan tetpi
jika lingkungan disekitar lebih panas dari pada kulit maka tubuh memperoleh panas melalui
radiasi.
Konduksi adalah aliran panas dari dua obyek yang saling kontak satu sama lain.
Konduksi terjad karena kecilnya jumlah kehilngan panas dari tubuh. Panas mengalami
konduksi melalui sat-sat padat,gas dan cair. Terpaparnya kulit terhadap sebungkus es atau
kamar mandi yang dingin merupakan contoh-contoh hilangnya suhu melalui proses konduksi.
Konveksi adalah perpindahan panas keluar dari suatu permukaan (misalnya
permukaan kulit) karena gerakan udara yang terkena panas atau partikel-partikel
cair(Thibodeau,1987).Biasanya suuatu lapisan udara yang panas terdapat didekat permukaan
kulit. Udara yang panas muncul dari klit dan melewati udara yang lebih dingin melalui arus
konveksi. Kehilangan panas terkonveksi mengalamipeningkatan ketika kulit yang
lembab(basah) mengalami kontak dengan udara yang bergerak sepintas.
Dalam penguapan energi panas mengubah air dari cair menjadi uap. Selama penguapan kira-
kira 0,6 kalori panas mengalami kehilangan setiap gram airyang menguapan
(Guyton,1986).Tubuh selalu kehingan panas oleh adanya penguapan.kehilangan air yang tidak
terasa terjadi terus-menerus dari tubuh dan paru-paru pada rentangan sekitar 600 sampai
900mililiter,yang menyebabkan kehilangan sebanyak 210 sampai 380 kalori setiap
harinya.kehilangan tak tampak terjadi pada suhu tubuh apapun dan karena itu tidak
mempunyai peran yang besar dalam pengaturan suhu. Akan tetapi pengaturan keringat dapat
mengontrolkehilangan panas tambahan akibat penguapan.
Keringat mengotrol suhu tubuh melalui penguapan. Jutaan kelenjar keringat yang terletak di
dermis kulit mengeluarkan keringat melalui pembuluh kecil pada permkaan kulit.ketika suhu
tubuh naik, kelenjar keringat melepaskan keringat yang mengalami evaporasi dari permukaan
6

untuk mengatur kehilangan panas. Latihan dan sters mental atau emosional dapat
memperbesar keringat.ketika suhu tubuh berkurang,sekresi kelenjar keringat terhalang.

A.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh


1. Umur ;
 Suhu biasa berad pada rentangan dari 35,5º sampai 37,5º
 Pengaturan suhu labil selama kanak-kanak disebabkan oleh mekanisme
fisiologisyang belum matang ini akan berlanjut sampai dengan masa puber.
 Bagi yang berusia tua suhu mean normal lebih rendah.
 Variasih suhu tubuh harian cendrung menjadi kurang pada orang dewasa
yang lebih tua(64 sampai 88 tahun) dibandingkan orang dewasa yang lebih
mudah.
 Untuk yang usia lanjut, sensifitas terhadap ekstrem-ekstrem suhu berkembang
disebabkan oleh mekanisme kontrol yang rusak.
2. Latihan/gerak badan
 Latihan/gerak badan apapun daat meningkatakan suhu tubuh.
 Latihan yang lama dan berat dapat meningkatkan suhu mencapai 41ºC
3. Hormone
 Wanita umumnya mempunyai variasi suhu tubuh yang lebih besar dari pada
laki-laki.
 Perubahan hormon selama ovulasi dan menstruasi menyabakan fluktuasi
suhu tubuh.
4. Variasi diurnal
 Suhu tubuh umumnya berubah dari 0.5ºC sampai 1ºC diatas 24 jam.
 Secara umum siklus cirkardian tidak berubah karena usia ,tetapi penelitian
menujukan adanya masa suhu cirkardian yang dini memuncak pada usia
dewasa plus.
5. Stress
 Karena emosi dan pengaruh psikis seprti kegelisahan dapat meningkatkan
suhu tubuh .
6. Lingkungan
7

 Perbedaan temperatur dapat meningkatkan dan menurunkan suhu tubuh,


perubahan itu tergantung pada sejauh mana tubuh mengalami
panas ,kelembab udara,dan keberadaan arus konveksi.
7. Ingesti CairanPanas /dingin
 Meminum cairan panas atau dingin menyebabkan sedikit variasi dalam
catatan suhu lewat mulut.( ± 0,2ºC sampai 1,6ºC)
8. Merokok ; Mengisap rokok dapat meningkatkan suhu tubuh.

A.4. Perubahan suhu


Suhu tubuh mengalami perubahan akibat dari suatu perubahan dalam mekanisme
pengaturan suhu atau temperatur lingkungan. Sifat dai perubahan itu berakibat pada jenis
masalah klinis yang dialami seorang klien.Demam atau Pyrexia adalah suatu elevasi abnormal
dalam suhu tubuh yang disebabkan oleh penyakit.

B. KONSEP DASAR PENYAKIT MALARIA


C. DEFENISI
Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa dari genus
plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati. Sampai saat ini dikenal
cukup banyak spesies dari plasmodia yang terdapat pada burung, monyet, kerbau, sapi,
binatang melata.
C.1. Agen (parasit/Plasmodium)
Agen penyebab malaria dari genus Plasmodium, Familia Plasmodiidae, dari ordo
Coccidiidae. Penyebab malaria pada manusia di Indonesia sampai saat ini empat spesies
plasmodium yaitu Plasmodium falciparum sebagai penyebab malaria tropika, Plasmodium
vivax sebagai penyebab malaria tertiana, Plasmodium malarie sebagai penyebab malaria
kuartana dan Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika.
(Pampana E.J. 1969; Gunawan S. 2000). Jenis Plasmodium yang sering menyebabkan
kekambuhan adalah P. vivax dan P. ovale (Benenson, A.S., 1990; Crewe W., 1985).
Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis Plasmodium, biasanya
infeksi semacam ini disebut infeksi camopuran. Tapi umumnya paling banyak hanya dua jenis
parasit, yaitu campuran antara P. falcifarum denganP. vivax atau P. ovale. Campuran tiga jenis
parasit jarang sekali terjadi (Departemen Kesehatan RI, 1999).

C.2. Cara Penularan


8

C.2.1. Penularan secara alamiah (natural infection)


Penularan secara alamiah dari nyamuk anopheles ke tubuh manusia hingga sakit
dapat dilihat pada gambar 2.1. brikut (Depkes. RI., 1999)

Orang sakit malaria Digigit Nyamuk malaria


(belum terinfeksi parasit)
Menjadi Menjadi

Menggigil
Orang sakit Nyamuk malaria terinfeksi
(mengandung sporozoit)

Gambar 2.1. Penularan Penyakit Malaria Secara Alamiah

C.2.2. Penularan yang tidak alamiah


Penularan yang tidak alamiah ada 3 macam (Knight R., 1985, Russel P.F., 1963), yaitu
Malaria bawaan (congenital).
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularan
biasanya melalui tali pusat.
C.2.3.1. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui tranfusi darah atau melalui jarum suntuk. Penularan melalui
jarum suntik banyak terjadi pada para morfinis yang menggunakan jarum suntik yang tidak
steril lagi, cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi di salah satu rumah sakit di bandung
pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan suntikan intravena dengan
menggunakan alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat
suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai/disposible (Departemen Kesehatan RI., 1999).
C.2.3.2. Secara oral
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam, dan monyet.

C.3. Penegakan diagnosa


Diagnosa malaria didasarkan atas manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji
imunoserologis dan menemukan parasit (Plasmodium) malaria dalam darah penderita.
9

Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium memerlukan persyaratan tertentu agar


mempunyai nilai diagnostik yang tinggi yaitu : waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu
pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat, karena pada periode ini jumlah
trophozoite dalam sirkulasi mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan
identifikasi spesies parasit. Volume darah yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah
kapiler. Kualitas preparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies Plasmodium yang
tepat (Purwaningsih, 2000). Diagnosa malaria dibagi dua (Departemen Kesehatan RI., 1999),
yaitu :
C.3.1. Secara Klinis (Tanpa Pemeriksaan Laboratorium)
Yaitu diagnosis berdasarkan gejala-gejala klinis malaria, yang gejala umumnya
ditandai dengan “ Trias Malaria”, yaitu demam, menggigil dan sakit kepala.
C.3.2. Secara laboratorium (Dengan Pemeriksaan Sediaan Darah)
Selain berdasarkan gejala-gejala klinis, juga dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan
SD tetes tebal. Apabila hasil pemeriksaan SD tetes tebal selama 3 kali berturut-turut negatif,
diagnosa malaria dapat disingkirkan. Bila dihitung parasit > 5% atau 5000 parasit/200 lekosit,
maka didiagnosa sebagai malaria berat. Di daerah yang tidak ada sarana laboratorium dan
mikroskop, diagnosa malaria ditegakkan hanya berdasarkan pemeriksaan klinis tanpa
pemeriksaan laboratorium (anamnese dan pemeriksaan fisik saja).

C.4. Gejala klinis


Gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval
tertentu (parokisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) dimana penderita bebas
sama sekali dari demam. Jadi gejala klinis utama
dari penyakit malaria adalah demam, menggigil secara berkala dan sakit kepala disebut “Trias
Malaria” (Malaria paroxysm). Secara berurutan. Kadang-kadang menunjukkan gejala klinis lain
seperti : badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan sel darah merah dan berkeringat,
napsu makan menurun, mual-mual, kadang-kadang diikuti muntah, sakit kepala dengan rasa
berat yang terus menerus, khususnya pada infeksi dengan falsiparum. Dalam keadaan
menahun (kronis) gejala tersebut diatas disertai dengan pembesaran limpa. Pada malaria
berat, gejala-gejala tersebut diatas disertai kejang-kejang dan penurunan kesadaran sampai
koma. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya, tetapi yang menonjol
adalah diare dan anemia serta adanya riwayat kunjungan atau berasal dari daerah malaria.
C.4.1. Stadium menggigil
10

Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, nadi cepat lemah, bibir dan jari
pucat/kebiruan. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium
ini berlangsung antara 15 sampai 1 jam.

C.4.2. Stadium demam


Setelah merasa kedinginan penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit kering,
dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, nadi lebih kuat. Penderita merasa
sangat haus dan suhu tubuh bisa mencapai 41 ºC. Stadium ini berlangsungantara 2-4 jam.
C.4.3. Stadium berkeringat
Penderita berkeringat banyak, suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang
samapai di bawah suhu normal, dapat tidur nyenyak dan setelah bangun tidur badan terasa
lelah tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini berlangsung antara 2-4 jam. Beberapa keadaan
klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah : (Harijanto P.N.2000: Departemen Kesehatan,
1999; Pampana F.J., 1969; Russel P.F., 1963).
1). Serangan primer
Yaitu keadaan ulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksismal
yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat
pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita.
2). Periode latent
Periode ini ditandai dengan tanpa gejala dan tanpa parasetemia selama terjadinya
infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal. Periode latent dapat terjadi
sebelum serangan primer atau sesudah serangan primer dimana parasit sudah tidak ada di
peredaran darah tepi tetapi infeksi masih berlangsung.
3.) Rekrudensi (Recrudescense)
Berulangnya gejala klinik dan parasetemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya
serangan primer. Recrudescense dapat terjadi sesudah periode latent dari serangan primer.
4.) Rekurensi (Recurrence)
Yaitu berulangnya gejala klinik atau parasetemia sesudah 24 minggu berakhirnya
serangan primer. Keadaan ini juga menerangkan apakah gejala klinik disebabkan oleh
kehidupan parasit berasal dari bentuk di luar eritrosit (hipnosist) atau parasit dari bentuk
eritrosit.
5.) Kambuh (Relaps atau “Rechute”)
Ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara
serangan periodek dari infeksi primer. Istilah relaps dipakai untuk menyatakan berulangnya
11

gejala klinik setelah periode yang lama dari masa latent, samapai 5 tahun, biasanya terjadi
karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati). Kekambuhan (relaps)
malaria dapat digolongkan pada kekambuhan klinis atau kekambuhan parasit. Kekambuhan
klinis adalah adanya serangan klinis, terjadi tanpa disertai adanya reinfeksi. Sedangkan
kekambuhan parasit adalah timbul kembali atau terjadinya peningkatan jumlah parasit, yang
terjadi sesudah periode sub-patency atau parasetemia (Russel, 1963).
C.5. Masa Inkubasi
Masa inkubasi penyakit malaria dibedakan atas masa inkubasi ekstrinsik (= stadium
sporogani) dan masa inkubasi intrinsik. Masa inkubasi ekstrinsik adalah mulai saat masuknya
gametosit ke dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sporogani dalam tubuh nyamuk
yaitu terbentuknya sporozoit yang kemudian masuk ke dalam ke lenjar air liur. Masa inkubasi
ekstrinsik dipengaruhi oleh suhu udara. Pada suhu 26C, untuk setiap species adalah sebagai
berikut : P. falcifarum 10-12 hari (15), P. vivaks : 8 – 11 hari, P. ovale 15 hari (Departemen
Kesehatan RI, 1999).
Masa inkubasi intrinsik adalah waktu mulai saat masuknya sporozoit ke dalam darah
samapai timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah. Masa inkubasi
intrinsik berbeda tiap spesies ; P. falcifarum 9-14 hari (12), P. vivaks : 12 – 17 (15) hari, P.
ovale 16 – 18 (17) hari (Russel P.F., 1963).
Masa inkubasi intrinsik berbeda dengan masa prepaten yang menggambarkan jarak
waktu antara masuknya sporozoit dan pemunculan parasit saat pertama kali ada di darah tepi.
Masa subpaten merupakan masa dimana jumlah parasit yang ada pada darah tepi sangat
sedikit sehingga belum bisa ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik, masa ini biasanya
disebut subpaten parasitemia. Masa prepaten dan subpaten parasitemia selanjutnya diikuti
oleh adanya gejala klinis yang biasanya disertai oleh paten parasitemia (adanya parasit di
darah tepi yang sudah bisa ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik). Serangan pertama
terdiri dari beberapa parokisme (serangan demam dengan interval waktu tertentu, tergantung
pada lamanya siklus sisogoni darah setiap spesies). Bila serangan pertama ini tidak diobati
dengan sempurna mungkin timbul rekrudensi atau rekurensi. Serangan klinis selanjutnya akan
dipengaruhi oleh imunitas penderita yang kemudian timbul. Kekambuhan atau relapse
(rekrudensi/rekurensi) tanpa disaertai gejala klinis relapse parasit. Interval antara waktu dua
relaps disebut masa/periode laten (WHO, 1981).

C.6. Komplikasi
12

Gagal ginjal, Gagal hepar, Odem paru, Odem perivaskuler dan perdarahan di
korteks serebral.
C.7. Manajemen Medik
Orang yang terkena infeksi dengan P.ovale, P. vivax, dan P. malariae tanpa komplikasi
dapat berobat jalan. Pasien yang terinfeksi dengan P. falciparum harus dirawat di rumah sakit.
Medikal manajemen terdiri dari terapi obat-obatan dan manajemen umum. Terapy obat
meliputi:
1. Kloroquin phosphat (aralen) peroral 25 mg/kgBB diberikan lebih dari 3 hari; 15
mg/kgBB hari pertama (10 mg awal dan 5 mg 6 jam berikutnya), 5 mg/kg hari kedua,
dan 5 mg/kg hari ketiga. Obat ini diberikan pada infeksi semua species tanpa
komplikasi kecuali P. falciparum yang resisten terhadap kloroquin.
2. Pada pengobatan emergensi infeksi berat atau pada orang yang kemungkinan tidak
tahan minum secara oral diberikan
 Kloroquin hydrokloride (Aralen Hydrokloride), IM, 200 mg base setiap 6 jam selama 3
hari
 Quinidin dihydrochloride, 20 mg base per kg, diencerkan dalam 500 ml normal saline,
glucose, atau plasma, diberikan secara perlahan (tidak boleh didorong atau diberikan
IM); ulangi setiap 8 jam dengan dosisi 19 mg base per kg (tidak boleh lebih dari 3
dosis per 24 jam.
3. Terapi bagi infeksi P. falciparum yang resisten kloroquin adalah: Quinine sulfate,
peroral, 25-30 mg/kgBB/24 jam dibagi dalam 3 dosis selama 7-10 hari, ditambah
Tetracycline, 15 mg/kg dalam 4 dosis per hari selama 7 hari.
4. Obat yang diberikan untuk mencegah kambuh terhadap P. ovale dan P. vivax adalah:
Primaquin phosphate, peroral, 0.25 mg base/kg/hari selama 14 hari (26.3 mg/hari
untuk rata-rata orang dewasa), dilanjutkan dengan pengobatan kloroquin fosfat.
5. Kemophrofilaksis untuk mereka yang akan melakukan perjalanan ke daerah endemik,
dimulai satu minggu – 2 minggu sebelum memasuki daerah tersebut dan 4 minggu
setelah meninggalkan area endemic.
6. Orang yang pergi ke area yang beresiko mendapat P. falciparum malaria, dan yang
tidak sensitif terhadap sulfonamide atau pyrimethamine dan bukan ibu hamil, dapat
diberikan satu dosis sulfadoxine-pyrimethamine (Fansidar) bila ada gejala.
Manajemen umum meliputi:
 Pemberian cairan dan elektrolit intra vena; batasi cairan bila ada odem otak; monitor BB
dan intake dan output.
13

 Jika ada pulmonary edema dilakukan intubasi dan bantuan ventilasi


 Transfusi pack red cell bila ada anemi
 Transfusi whole blood bila ada shock
 Corticosteroid pada odem cerebral
 Heparin, low molecular wight dextran, atau fresh frozen plasma pada coagulopathy
 Peritoneal atau hemodialysis jika gagal ginjal.

D. PENGKAJIAN
Riwayat: baru saja melakukan perjalanan ke daerah endemik malaria. Darah subyektif:
myalgia, letih-lesu, sedikit menggigil, menggigil di malam hari, demam, dan berkeringat.
Fase menggigil:
dingin, kulit pucat, kuku sianosis, menggigil yang berakhir 1-2 jam
Fase demam:
Suhu tubuh: 39-410 C, berakhir 3-6 jam, menurun secara tiba-tiba karena lysis.
Tanda vital: tachicardi, tachipneu, dan hypotensi
Manifestasi sistemik: sakit kepala hebat, mual dan muntah, batuk.
Fase diaphoresis:
Berkeringat banyak, lemah sampai tertidur.
Gejala klinis antara serangan:
Perut: hepatomegali pada P. vivax dan P. falciparum; splenomegali pada P. vivax; nyeri
abdomen.
Paru: rales yang menyebar
Sistemik: pada semua infeksi kecuali P. falciparum tenaga akan pulih antara serangan
Tanda vital: tachipneu menetap antara episode demam.
Gejala tambahan pada infeksi P. falciparum:
GI: muntah berat dalam jangka lama dan diare yang mengakibatkan dehidrasi dan imbalans
elektrolit
Kulit: kuning akibat disfungsi hepar
Neurologi: delirium, kejang, koma, perubahan fungsi intelektual, perubahan perilaku, tanda-
tanda fokal neurologi, tanda-tanda babinski positif, tremor, dan hemiparesis
Pernapasan: kongesti paru dan distress pernapasan.

E. DIAGNOSA
14

1. Potensial infeksi berhubungan dengan lingkungan terpapar terhadap malaria yang


dibawa oleh nyamuk. Data pendukung: rencana akan ke area endemik malaria atau
sudah ada riwayat dari sana tanpa tindakan profilaksis.
2. Hyperthermi berhubungan dengan siklus hidup plasmodia dalam eritrosit yang ditandai
dengan: demam 39-41 0
C berakhir 3-6 jam, yang menurun secara tiba-tiba karena
lysis dan diikuti dengan berkeringat benyak dan lemah, yang menyebabkan tertidur.
3. Hypothermia berhubungan dengan diaphoresis dan hypotensi. Data pendukungnya
adalah menggigil hebat yang berakhir setelah 1-2 jam
4. Gangguan perfusi jaringan otak, kardiopulmoner, dan ginjal berhiubungan dengan
anemia dan komplikasi perdarahan yang ditandai dengan: tachicardi, tachipneu,
hypotensi, dingin, kulit pucat, ujung jari sianosis, delirium, kejang, koma, gangguan
fungsi intelektual, perubahan perilaku, tanda Babinski positif, tremor, hemiparese.
5. Potensial injuri berhubungan dengan komplikasi dan obat-obat kemoterapi. Data
pendukungnya adalah gagal ginjal, gagal hepar dan paru, CNS rusak.
6. Potensial kurang volume cairan
7. Kelebihan volume cairan pada gagal ginjal

F. PERENCANAAN
Tujuan pasien:
1. Infeksi akan dicegah pada orang-orang yang beresiko
2. Pasien akan bebas dari infeksi dan komplikasi malaria
3. Pasien akan mempertahankan termperatur tubuh dalam rentang normal; pasien akan
tetap mempertahankan kenyamanan dan keamanan (pasien yang menggigil dan
demam)
4. Pasien akan menunjukkan perbaikan perfusi jaringan ke otak, ginjal, dan jantung paru
dan oxygen ke sel.
5. Pasien tidak akan mengalami injuri
6. Pasien akan minum obat anti infeksi sendiri sesuai resep
7. Pasien akan mempertahankan volume cairan tubuh dalam batas normal.

G. PELAKSANAAN
1. Beri obat anti infeksi sesegera mungkin sesuai resep untuk cegah komplikasi bila
tidak diobati.
2. Kaji tanda-tanda infeksi. Peningkatan temperatur tubuh merupakan akibat dari infeksi
15

3. Monitor temperatur setiap 2 jam untuk deteksi resiko berat karena temperatur.
4. Monitor tanda vita lainnya setiap 2 jam, karena HR meningkat 15 x/mnt setiap
kenaikan satu derajat Celcius.
5. Monitor tanda-tanda dehidrasi. Cairan akan hilang secara bermakna setiap kenaikan
satu derajat suhu tubuh.
6. Beri obat antipiretik atau ajarkan pasien untuk minum antipiretik sesuai resep untuk
menurunkan suhu.
7. Beri selimut dingin, kompres alkohol atau air hangat atau es pada area yang banyak
aliran darah. Tindakan ini memudahkan pelepasan panas dengan cara konveksi dan
konduksi. Air hangat lebih baik dari alkohol karena air menguap pada suhu yang paling
tinggi.
8. Modifikasi suhu lingkungan. Misalnya pasang kipas angin atau AC. Kenakan pakaian
tipis, sering ganti pakaian bila keringat. Panas tubuh akan hilang lewat konveksi dan
evaporasi keringat.
9. Monitor komplikasi neurologi (perubahan kesadaran, kejang) karena kejang demam
merupakan gejala yang lazim pada anak-anak dibawah 4 tahun.
10. Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit, intake dan out put, dan tanda vital.
Natrium dan kalium akan hilang lewat keringat, diare, dan muntah.
11. Beri cairan iv sesuai pesan atau dorong pasien minum, untuk mengganti cairan yang
hilang lewat keringat.
12. Beri diit tinggi kalori. Dan pasien harus bedrest. Metabolik rate meningkat 12% setiap
kenaikan satu derajat suhu pada demam.
13. Beri minuman panas dan selimut tebal pada hypothermi untuk memberikan
kenyamanan selama menggigil.
14. Monitor dan catat perubahan tingkat kesadaran, perilaku atau tanda-tanda neurologi.
Tindakan medik yang segera perlu dilakukan apabila ada edema cerebral dan
perdarahan.
15. Monitor pasien yang delirium secara ketat, bila perlu pasien dijaga keluarga per 24 jam
untuk menjamin kenyamanan pasien.
16. Monitor tanda-tanda kongesti paru. Batasi cairan jika perlu. Siapkan alat bantu
pernapasan jika perlu. Odem paru merupakan komplikasi malaria.
17. Monitor intake dan out put dan berat badan. Lapor kalau ada odem dan urine kurang
dari pemasukan. Gagal ginjal merupakan komplikasi malaria.
16

18. Monitor pasien yang mendapat obat IV. Bila perlu batasi intake. Untuk cegah
overhidrasi.
19. Monitor reaksi kulit yang secara potensial fatal terhadap obat Fansidar. Hentikan
segera obat bila ada reaksi.
20. Monitor tanda-tanda reaksi keracunan terhadap quinine (tinnitus, nausea, gangguan
penglihatan) dan hypersensitivity (bronchospasme, hemolytic anemia,
trombocytopenia). Untuk mendeteksi cardiotoxicity, hypotensi, dan kompleks QRS
yang melebar.
21. Hati-hati saat palpasi abdomen untuk cegah rupturnya limpa.
22. Peringatkan pasien untuk mencegah angkat barang berat. Untuk mencegah robeknya
limpa yang merupakan komplikasi malaria.

H. EVALUASI
1. Infeksi dapat dicegah pada orang-orang beresiko.
2. Pasien bebas dari infeksi dan komplikasi malaria
3. Suhu tubuh dipertahankan dalam batas normal; pasien tetap nyaman dan aman
4. Pasien menunjukkan perbaikan perfusi jaringan dan osigenasi sel
5. Pasien tidak mengalami injuri
6. Pasien mengatur minum obat anti malaria sendiri sesuai resep

I. PENDIDIKAN PASIEN
1. Jelaskan pasien agar terus minum obat selama 14 hari setelah pengobatan awal dan
harus lapor bila ada tanda atau gejala kambuh. Karena, pasien yang terinfeksi P.vivax
atau ovale mungkin tetap mengidap plasmodium dalam hati setelah pengobatan,
sehingga kemungkinan besar kambuh.
2. Semua pasien harus kembali untuk pemeriksaan darah 4-5 hari setelah selesai
pengobatan
3. Jika mengalami reaksi terhadap obat segera hentikan obat dan segera ke dokter
4. Simpanlah obat malaria ditempat yang jauh dari jangkauan anak-anak karena
overdosis obat tersebut dapat fatal.
5. Jelaskan pada pasien yang tinggal di daerah endemik atau yang akan ke daerah
endemik malaria untuk:
 Minum profilaksis
 Kenakan pakaian yang menutupi kulit khususnya di sore hari dan malam
17

 Gosok kulit yang tidak tertutup dengan obat anti nyamuk (autan dll)
 Tidurlah hanya dalam area yang tertutup kelambu
 Tetaplah dalam rumah selama sepanjang sore dan malam hari ketika nyamuk
anopheles senang menggigit
 Gunakan obat semprot nyamuk pada rumah dan kamar tidur selama sore dan malam
hari.
Kerangka Konsep :

Kompres Basa Hangat Penurunan Suhu Tubuh

Peningkatan Suhu
Malaria Tubuh
Kompres Dingin Penurunan Suhu Tubuh
18

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Quas eksperimental atau Kausal komparatif
(pre – post eks perimental).
B. Populasi dan Sampel
a. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien di Kelas II dan III laki – Laki serta
Ruang Perawatan kelas III Wanita RSUD Prof Dr. W. Z. Johannes Kupang.
b. Sampelnya berjumlah 20 pasien yang terdiri dari 10 orang akan dilakukan kompres
hangat basah dan 10 orang untuk kompres dingin, dan diambil dengan nonprobability
sampling metode.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelas II dan III laki serta Ruang Perawatan kelas III Wanita
RSUD Prof Dr. W. Z. Johannes Kupang
D. Hipotesis :
1. Ho : ada perbeadaan antara pengaruh penggunaan kompres hangat basah dan
kompres dingin
2. H1 : tidak ada berbedaan antara penggunaan kompres hangat basah dan kompres
dingin.
E. Waktu Peneltian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal .
F. Variabel peneltian
Variabel Independet : Efektif kompres Hangat basa dan Kompres Dingin.
Variabel Dependent : Penurunan Suhu Tubuh
G. Defenisi Operasional
 Kompres hangat basah adalah kompres dengan menggunakan air hangat ( tidak
terlalu panas dan tidak terlalu dingin.
 Kompres dingin adalah kompres dengan menggunakan air dingin
( suhu antara 29 0 C – 32 0 C ).
 Suhu adalah keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas dari
tubuh.
H. Cara Pengumpulan Data
19

Penelitian ini dilakukan sendiri oleh peneliti utama setelah mendapat surat ijin penelitian
yang ditanda tangani oleh ketua jurusan keperawatan dan diteruskan kepada Direktur
RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang, kemudian kepada kepala Kelas II dan III laki –
Laki dan setelah itu peneliti langsung melakukan Penelitian . Proses pengumpulan data
diawali dengan menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian, kemudian langsung melakukan
Intervensi kepada pasien dengan demam akibat penyakit malaria.
Cara pengumpulan data yang melakukan observasi dan hasil observasi dicatat dalam
lembaran observasi.
Langkah-langkah pengumpulan data:
 Persiapan alat
 Persiapan pasien sebanyak 20 orang
 Jelaskan pada pasien prosedur pelaksanaan
 Ukurkan suhu pasien (pretes observasi)
 Beri kompres hangat basah masing-masing 20 menit (10 pasien)
 Setelah dikompres ukur suhu tubuh pasien ( postes observasi) dari termometer
yang dipasng diaksila pasien.
 Hasil observasi dicatat dalam lembaran observasi
 Untuk kompres dingin pasien dikompres selama 20 menit (10 pasien)
 Prosedur sama dengan prosedur kompres hangat basah
I. Instrumen penelitian
 Termomether,jam,waslap,kom,catatan,lembaran observasi
J. Analisa data
Setelah data diperoleh maka akan diolah secara komputerize program SSPS Rumus :
uji statistik chi –squre (x²) atau kai kuadrat,

N [(ad – bc) – N/2 ]2


X2 =
(a + b) (c + d) – (a + c) (b + d)

K. Rencana Anggaran
1. Penyusunan proposal Rp. 150.000.
2. Persiapan instrumen Rp. 100.000.
3. Transportasi Rp. 100.000.
20

4. Seminar proposal Rp. 150.000.+


Jumlah Rp. 500.000
L. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan ke
1 2 3 4 5 6
1. Penysunan v
proposal
2. Seminar proposal v
3. Persiapan lapangan v
4. Pengumpulan data v
5. Pengolahan data v
6. Analisa data v
7. Penyusunan v
laporan

M. Organisasi Peneliti
Peneliti ; Lambertus D. Toby
NIM : 057 KP 01-02
Pembimbing I : Sabina Gero SKp M.Sc
II : Fransiskus S.Onggang SKep.Ns

Anda mungkin juga menyukai