Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN TERMOREGULASI

Disusun Oleh :
Az Zahra Rizqi Anisa
P27220021138

PROGRAM SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
TAHUN
2022
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Termoregulasi ialah salah satu hal yang penting dalam homeostatis. Termoregulasi
merupakan proses yang melibatkan mekanisme homeostatis yang mempertahankan suhu
tubuh dalam kisaran normal, yang dicapai dengan mempertimbangkan antara panas yang
duhasilkan di dalam tubuh dan panas yang akan dikeluarkan (Brooker, 2008). Manusia
merupaka makhluk endotermik dimana suhu tubuhnya relative konstan terhadap
perubahan suhu di sekelilingnya. Sistem termoregulasi diatur fisiologis yang terintegrasi
dari respon system efferent dan sentral. Reseptor sensitif suhu terdapat pada kulit dan
membran mukosa yang selanjutnya akan berintregasi menuju spinal cord dan berakhir di
hipotalamus anterior yang merupakan pusat control sistem termoregulasi (Fauzi, 2015).
Anestesi spinal merupakan salah satu cara untuk menghilangkan sensasi motorik
dengan jalan memasukkan obat anestesi ke ruang subarakhnoid. Pada tindakan anestesi
spinal terjadi blok pada sistem simpatis sehingga terjadi vasodilatasi yang mengakibatkan
perpindahan panas dari kompartemen sentral ke perifer, hal ini yang akan menyebabkan
hipotermi. Selain itu salah satu efek dari obat anestesi yang dapat menyebabkan
hipotermia adalah terjadinya pergeseran threshold pada termoregulasi sehingga tubuh
lebih cepat merespon penurunan suhu yang akan mengakibatkan hipotermi (Pramandu,
2010).

Pemeliharaan normotermia merupakan fungsi yang paling penting dari sistem saraf
autonom. Disfungsi sel dan jaringan dapat terjadi apabila terjadi perubahan kecil suhu inti
tubuh. Pada manusia, suhu inti tubuh dijaga dalam suhu 36,5-37,5 ºC. Apabila terjadi
perubahan suhu lingkungan tubuh akan mempertahankan suhu dengan respon fisiologis
dan juga perilaku. Dalam satu jam pertama pemberian anestesi akan terjadi penurunan
pada suhu inti tubuh sebesar 0,5-1,5 ºC. Mekanisme penurunan suhu selama anestesi
adalah kehilangan panas pada kulit akibat dari proses radiasi, konveksi, konduksi, dan
juga evaporasi yang lebih lanjut menyebabkan redistribusi dan penurunan laju
metabolisme.
Hipotermi didefinisikan keadaan suhu inti yang kurang dari 35ºC dan merupakan
suatu faktor resiko independen terjadinya mortalitas setelah trauma. Bila suhu kurang
dari 36 ºC yang dipakai sebagai patokan maka insiden hipotermia berkisar 50 – 70% dari
160 pasien yang menjalani pembedahan (Hujjatulislam, 2015).
B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada pasien Termoregulasi di Ruang Latif 2L


Rumah Sakit Umum Daerah Bung Karno?

C. Tujuan

a. Tujuan Umum

Mampu menerapkan Asuhan Keperawatan pada An. Levi Termoregulasi di


Ruang Latif 3B Rumah Sakit Umum Daerah Bung Karno
b. Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian Keperawatan Pada pasien Termoregulasi di Ruang


Latif 2L Rumah Sakit Umum Daerah Bung Karno.

2. Melaksanakan pengkajian pada pasien Termoregulasi di Ruang Latif 2L


Rumah Sakit Umum Daerah Bung Karn

3. Menetapkan diagnosa Keperawatan pada pasien Termoregulasi di Ruang


Latif 2L Rumah Sakit Umum Daerah Bung Karno

4. Menyusun perencanaan Keperawatan pada pasien Termoregulasi di Ruang


Latif 2L Rumah Sakit Umum Daerah Bung Karno

5. Melaksanakan tindakan Keperawatan pada pasien Termoregulasi di Ruang


Latif 2L Rumah Sakit Umum Daerah Bung Karno

6. Melakukan evaluasi asuhan Keperawatan pada pasien Termoregulasi di


Ruang Latif 2L Rumah Sakit Umum Daerah Bung Karno

7. Mendokumentasikan asuhan Keperawatan pada pasien Termoregulasi di


Ruang Latif 2L Rumah Sakit Umum Daerah Bung Karno
D. Manfaat
a. Teoritis

Diharapkan hasil asuhan keperawatan ini dapat memberikan wawasan sekaligus


sebagai pengetahuan bagi perkembangan ilmu keperawatan anak yang dapat
diaplikasikan dikalangan institusi terutama dalam pemberian Asuhan Keperawatan
pada pasien Termoregulasi.
b. Praktis
1. Bagi Keluarga Klien
Meningkatkan pengetahuan bagi keluarga klien tentang perawatan pada
pasien Termoregulasi.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dengan ini bisa sebagai masukan khususnya penatalaksanaan
Keperawatan pada pasien Termoregulasi.
3. Bagi Penulis
Sarana untuk meningkatkan kemampuan dalam pembuatan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Termoregulasi dalam hal pengkajian, perumusan diagnosa,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Termoregulasi adalah kemampuan sistem otonomi saraf tubuh yang vital untuk
berespon terhadap dingin dan heat stress. Suhu tubuh memiliki 2 komponen yaitu suhu
inti tubuh dan suhu perifer tubuh. Suhu inti tubuh diukur dari suhu trunkus dan kepala,
sedangkan suhu perifer tubuh diukur dari suhu ekstrimitas. Suhu inti tubuh cenderung
lebih stabil dan dalam kondisi lingkungan moderat suhu perifer lebih rendah 2-4 derajat
dibanding suhu inti tubuh.16 Termoregulasi bekerja dengan menjaga suhu inti tubuh
dalam jarak 1-2 derajat dari 37oC untuk menjaga sel berfungsi dengan normal. Panas
diproduksi dan dihilangkan dari tubuh supaya tubuh tetap berada dalam keadaan
normotermia.
B. Etiologi
1. Pengeluaran Panas
Menurut Potter dan Perry (2005), pengeluaran dan produksi panas terjadi secara
konstan, pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi, konveksi, dan
evaporasi.
a. Radiasi
Adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek lain
tanpa keduanya bersentuhan. Panas berpindah melalui gelombang elektromagnetik.
Aliran darah dari organ internal inti membawa panas ke kulit dan ke pembuluh darah
permukaan. Jumlah panas yang dibawa ke permukaan tergantung dari tingkat
vasokonstriksi dan vasodilatasi yang diatur oleh hipotalamus. Panas menyebar dari
kulit ke setiap objek yang lebih dingi disekelilingnya. Penyebaran meningkat bila
perbedaan suhu antara objek juga meningkat.
b. Konduksi
Adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek lain dengan kontak langsung.
Ketika kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin, panas hilang. Ketika suhu
dua objek sama, kehilangan panas konduktif terhenti. Panas berkonduksi melalui
benda padat, gas, cair.
c. Konveksi
Adalah perpindahan panas karena gerakan udara. Panas dikonduksi pertama kali
pada molekul udara secara langsung dalam kontak dengan kulit. Arus udara
membawa udara hangat. Pada saat kecepatan arus udara meningkat, kehilangan
panas konvektif meningkat.
d. Evaporasi
Adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah menjadi gas. Selama
evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang menguap.
Ketika suhu tubuh meningkat, hipotalamus anterior member signal kelenjar keringat
untuk melepaskan keringat. Selama latihan dan stress emosi atau mental, berkeringat
adalah salah satu cara untuk menghilangkan kelebihan panas yang dibuat melalui
peningkatan laju metabolik. Evaporasi berlebihan dapat menyebabkan kulit gatal dan
bersisik, serta hidung dan faring kering.
e. Diaforesis
Adalah prespirasi visual dahi dan toraks atas. Kelenjar keringat berada dibawah
dermis kulit. Kelenjar mensekresi keringat, larutan berair yang mengandung natrium
dan klorida, yang melewati duktus kecil pada permukaan kulit. Kelenjar dikontrol
oleh sistem saraf simpatis. Bila suhu tubuh meningkat, kelenjar keringat
mengeluarkan keringat, yang menguap dari kulit untuk meningkatkan kehilangan
panas. Diaphoresis kurang efisien bila gerakan udara minimal atau bila kelembaban
udara tinggi.
C. Klasifikasi
KURANG
D. Patofisiologi

Suhu tubuh secara normal dipertahankan di kisaran 37ºC oleh pusat pengatur suhu di
dalam otak yaitu hipotalamus. Pusat pengatur suhu tersebut selalu menjaga keseimbangan
antara jumlah panas yang diproduksi tubuh dari metabolisme dengan panas yang dilepas
melalui kulit dan paru sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan dalam kisaran normal.
Walaupun demikian, suhu tubuh memiliki fluktuasi harian yaitu sedikit lebih tinggi pada sore
hari jika dibandingkan pagi harinya.

Demam ini terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah
terangsang oleh pirogen oksigen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan
suatu hasil reaksi imunologi yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa
pirogen adalah suatu protein yang identik dengan interleukin 1. Di dalam hipotalamus zat ini
merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintetis
prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan pireksia Pengaruh autonom akan
mengakibatkan terjadinya vasokontriksi perifer sehingga pengeluaran (dissipasion) panas
menurun dan penderita merasa demam. Suhu badan dapat bertambah tinggi lagi karena
meningkatnya aktivitas metabolisme yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas
dan karena kurang adekuat penyalurannya kepermukaan, maka rasa demam bertambah pada
seorang penderita (Soeparman, 2002).

Demam timbul sebagai respon terhadap pembentukan interleukin 1 yang disebut pirogen
endogen. Interleukin 1 disebabkan oleh neurotrofil akif, makrofag dan sel– sel yang
mengalami cidera. Interleukin 1 tampaknya menyebabkan panas dengan menghasilkan
prostaglandin yang merangsang hipotalamus. Apabila sunber interleukin 1 dihilangkan
(misalnya setelah sistem imun berhasil mengatasi mikroorganisme), maka kadarnya akan
turun. Hal ini akan mengembalikan titik patokan suhu ke normal. Untuk jangka waktu
singkat, suhu tubuh akan tertinggal dari pengembalian titik patokan tersebut dan hipotalamus
akan menganggap bahwa suhu tubuh terlalu tinggi. Sebagai responnya hipotalamus akan
merangsang berbagai respon misalnya berkeringat untuk mendinginkan tubuh (Corwin, 2001).

E. Manifestasi Klinis
Perubahan suhu tubuh di luar rentang normal mempengaruhi set point
hipotalamus. Perubahan ini dapat berhubungan dengan produksi panas yang
berlebihan, pengeluaran panas yang berlebihan, produksi panas minimal. Pengeluaran
panas minimal atau setiap gabungan dari perubahan tersebut. Sifat perubahan tersebut
mempengauhi masalah klinis yang dialami klaien :
1. Demam
Demam terjadi karena mekanisme pengeluaran panas tidak mampu untuk
mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas, yang
mengaibatkan peningkatan suhu tubuh abnormal. Demam biasanya tidak berbahaya
jika berada pada suhu dibawah 39oC. demam sebenarnya merupakan akibat dari
perubahan set point hipotalamus.
2. Kelelahan akibat panas
Kelelahan akibat panas terjadi bila diaphoresis yang banyak mengakibatkan
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebih disebabkan oleh lingkungan yang
terpajan panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan adalah hal yang umum selama
kelelahan akibat panas.
3. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah hipertermia.
Biasanya suhu tubuh mencapai >40oC.
4. Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi
dapatmempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heatstroke,
kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas uang tinggi klien yang
berisiko termasuk yang masih muda maupun sangat tua, yang memiliki penyakit
kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik, orang yang menjalankan
olahraga berat.
Tanda dan gejala heatstroke adalah delirium, sangat haus, mual, kram otot,
gangguan visual dan bahkan inkontinensia urine. Penderita heatstroke tidak
berkeringat karena kehilangan elektrolit sangat berat dan malfungsi hipotalamus.
Heatstroke dengan suhu >40,5ºC mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari
semua organ tubuh.
5. Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus menerus terhadap dingin mempengaruhi
kemempuan tubuh untuk memproduksi panas, mengakibatkan hipotermia. Ketika suhu
tubuh turun menjadi 35ºC, klien mengalami gemetar yang tidak terkontrol, hilang
ingatan, depresi, dan tidak mampu menilai. Jika suhu tubuh turun di bawah 34,4ºC
frekuensi jantung, pernapasan, dan tekanan darah turun, kulit menjadi sianosis.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan darah perifer lengkap
c. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
d. Pemeriksaan widal
e. Pemeriksan urin
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi pemberian parachetamol bila panas.
Diberikan infuse DS 1,5 Ns 7tpm 20 tetes dan untuk membantu mencukupi kebutuhan
cairan dan membantu jalur masu obat parachetamol – cefotaxime sebagai antibiotic
diberikan secara intravenai.diberikan makanan rendah serat dan memperbaiki gizi
pasien.
8. Perawatan
Tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam / kurang lebih selama 14
hari.
9. Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus
10. Mobilisasi sesuai kondisi
11. Diet
12. Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakit
Makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein, tidak boleh
mengandung banyak serat.
13. Komplikasi

Komplikasi Hipertermia
Bila tidak segera tertangani, hipertermia dapat mengakibatkan kerusakan organ penting
dalam tubuh, seperti otak. Pada kondisi lanjut tanpa penanganan yang baik, hipertermia
juga dapat berujung pada kematian.
Komplikasi Hipotermia

Penanganan perlu segera dilakukan terhadap kondisi hipotermia untuk mencegah


terjadinya komplikasi, bahkan kematian. Komplikasi yang dapat muncul adalah:

 Frostbite, yaitu cedera pada kulit dan jaringan di bawahnya karena membeku.
 Chilblains, yaitu peradangan pembuluh darah kecil dan saraf pada kulit.
 Trench foot, yaitu rusaknya pembuluh darah dan saraf pada kaki akibat terlalu lama
terendam air.

Gangrene atau kerusakan jaringan


14. Pathways

Anda mungkin juga menyukai