Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN

GANGGUAN TERMOREGULASI

Disusun Oleh:

1. Elsa rahmadi januastuti


2. Muhammad fauzan ali fikri
3. Niken apriani
4. Rani renata dya

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


MATARAM
TA. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terucap hanya pada Allah SWT yang Maha Esa atas Ridhanya, akhirnya
kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang asuhan keperawatan gerontik
dengan gangguan termoregulasi.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarga dan sahabatnya, serta seluruh umat yang senantiasa taat dalam
menjalankan syariatnya.

Kami mengucapkan terima kasih yang tiada tara kepada seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak. Bila
dalam penyampaian makalah ini ditemukan hal-hal yang tidak berkenan bagi pembaca, dengan
segala kerendahan hati saya mohon maaf yang setulusnya.

Kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi sangat kami harapkan untuk perbaikan
makalah ini kedepan. Semoga taufik, hidayah dan rahmat senantiasa menyertai kita semua
menuju terciptanya keridhaan Allah SWT.


DAFTAR ISI

COUVER…………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang………………………………………………………...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi Termoregulasi…………………………………………………….
b. Etiologi……………………………………………………………………………..
c. Gangguan Termogulasi…………………………………………………………
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh………………………………..
e. Manifestasi klinis………………………………………………………
f. Patofisiologi…………………………………………………………………………
g. Manifestasi klinik…………………………………………………………………..
h. Pemeriksaan penunjang…………………………………………………
i. Penatalaksaan medis……………………………………………………

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian…………………………………………………………….
b. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul…………………………………...
c. Intervensi…………………………………………………………………………….
BAB IV PENUTUP
a. Kesimpulan…………………………………………………………………………
b. Saran………………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Manusia memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh yang


relative konstan walaupun kondisi lingkungan sangat beragam. Sebagai amkhluk
homeoterm atau makhluk berdarah panas, menusia memiliki kemampuan adaptasi
yang tinggi, baik untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan maupun untuk
mengubah lingkungan mereka. Perubahan suhu tubuh merupakan maslah
keseimbangan suhu tubuh, dengan faktor fisik, serta kemampuan fisioligis, yang
memengaruhi produksi atau kehilangan panas. Dinamika perubahan suhu tubuh
harus benar-benar dipahami untuk merencanakan perawatan yang efektif untuk
semua kelompok usia. Namun, penuaan dapat merubah beberaoa dinamika ini.
Kemampuan termoregulasi berubah sepanjang hidup, sebagai fungsi maturasi, laju
metabolik, dan kesehatan relatif system peredaran darah dan sistem saraf. Lajiu
metabolik yang lambat dan insiden penyakit yang lebih tinggi pada usia lanjut
meningkatkan risiko perubahan suhu inti tubuh. Ketidakcakapan fisik dan perilaku
juga dapat menimbulkan perubahan suhu pada lansia, yaitu dengan membatasi
kedali pribadi terhadap lingkungan mereka. Akibatnya, sekuela kegagalan
mekanisme termoregulasi pada lansia dapat secara serius memengaruhi hasil pada
pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Termoregulasi
Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan
produksi panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan, termoregulasi
manusia berpusat pada hipotalamus anterior. Terdapat 3 komponen atau penyusunan sistem
pengaturan panas. Suhu atau termoregulasi merupakan suatu perbedaan antara jumlah suhu
yang dihasilkan oleh tubuh dengan jumlah panas yang hilang pada lingkungan eksternal /
substansi panas dingin / permukaan kulit tubuh.
1. Hipertermia
Hipertermia atau peningkatan suhu tubuh merupakan keadaan dimana seorang individu
mengalami kenaikan suhu tubuh diatas 37o C.
2. Hipotermia
Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu
kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin. Dimana suhu dalam tubuh dibawah 35 o C.

B. Etiologi
1. Pengeluaran Panas
Menurut Potter dan Perry (2005), pengeluaran dan produksi panas terjadi secara
konstan, pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi, konveksi, dan
evaporasi.
a. Radiasi
Adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek lain
tanpa keduanya bersentuhan. Panas berpindah melalui gelombang elektromagnetik.
Aliran darah dari organ internal inti membawa panas ke kulit dan ke pembuluh darah
permukaan. Jumlah panas yang dibawa ke permukaan tergantung dari tingkat
vasokonstriksi dan vasodilatasi yang diatur oleh hipotalamus. Panas menyebar dari
kulit ke setiap objek yang lebih dingi disekelilingnya. Penyebaran meningkat bila
perbedaan suhu antara objek juga meningkat.
b. Konduksi
Adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek lain dengan kontak langsung.
Ketika kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin, panas hilang. Ketika suhu dua
objek sama, kehilangan panas konduktif terhenti. Panas berkonduksi melalui benda
padat, gas, cair.
c. Konveksi
Adalah perpindahan panas karena gerakan udara. Panas dikonduksi pertama kali
pada molekul udara secara langsung dalam kontak dengan  kulit. Arus udara membawa
udara hangat. Pada saat kecepatan arus udara meningkat, kehilangan panas konvektif
meningkat.
d. Evaporasi
Adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah menjadi gas. Selama
evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang menguap. Ketika
suhu tubuh meningkat, hipotalamus anterior member signal kelenjar keringat untuk
melepaskan keringat. Selama latihan dan stress emosi atau mental, berkeringat adalah
salah satu cara untuk menghilangkan kelebihan panas yang dibuat melalui peningkatan
laju metabolik. Evaporasi berlebihan dapat menyebabkan kulit gatal dan bersisik, serta
hidung dan faring kering.
e. Diaforesis
Adalah prespirasi visual dahi dan toraks atas. Kelenjar keringat berada dibawah
dermis kulit. Kelenjar mensekresi keringat, larutan berair yang mengandung natrium
dan klorida, yang melewati duktus kecil pada permukaan kulit. Kelenjar dikontrol oleh
sistem saraf simpatis. Bila suhu tubuh meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan
keringat, yang menguap dari kulit untuk meningkatkan kehilangan panas. Diaphoresis
kurang efisien bila gerakan udara minimal atau bila kelembaban udara tinggi.

C. Gangguan termoregulasi
Menurut Potter dan Perry (2005), gangguan pada termoregulasi antara lain sebagai
berikut:
1. Kelelahan akibat panas
Terjadi bila diaphoresis yang banyak mengakibatkan kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan. Disebabkan oleh lingkungan yang terpejan panas. Tanda dan
gejala kurang volume caiaran adalah hal yang umum selama kelelahan akibat panas.
Tindakan pertama yaitu memindahkan klien kelingkungan yang lebih dingin serta
memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah hipertermi.
3. Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi
dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heatstroke,
kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas yang tinggi. Heatstroke
dengan suhu lebih besar dari 40,50C mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari
semua organ tubuh.
4. Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus trehadap dingin mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk memproduksi panas., mengakibatkan hipotermi. Dalam kasus
hipotermi berat, klien menunjukkan tanda klinis yang mirip dengan orang mati (misal
tidak ada respon terhadap stimulus dan nadi serta pernapasan sangat lemah).
5. Radang beku (frosbite)
Terjadi bila tubuh terpapar pada suhu dibawah normal. Kristal es yang terbentuk di
dalam sel dapat mengakibatkan kerusakan sirkulasi dan jaringan secara permanen.
Intervensi termasuk tindakan memanaskan secara bertahap, analgesik dan perlindungan
area yang terkena.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh


Banyak faktor yang mempengaruhi suhu tubuh.Perubahan pada suhu tubuh dalam
rentang normal terjadi ketika hubungan antara produksi panas dan kehilangan panas
diganggu oleh variabel fisiologis atau prilaku. Berikut adalah faktor yang mempengarui suhu
tubuh :
1. Usia
Pada saat lahir, bayi meninggalkan lingkungan yang hangat, yang relatif konstan,
masuk dalam lingkungan yang suhunya berfluktuasi dengan cepat.suhu tubuh bayi dapat
berespon secara drastis terhadap perubahan suhu lingkungan.Bayi baru lahir mengeluaran
lebih dari 30% panas tubuhnya melalui kepala oleh karena itu perlu menggunakan penutup
kepala untuk mencegah pengeluaran panas. Bila terlindung dari ingkungan yang ektrem,
suhu tubuh bayi dipertahankan pada 35,5 ºC sampai 39,5ºC. Produksi panas akan
meningkat seiring dengan pertumbuhan bayi memasuki anak-anak. Perbedaan secara
individu 0,25ºC sampai 0,55 ºC adalah normal (Whaley and Wong, 1995).
2. Regulasi suhu tidak stabil sampai pubertas
Rentang suhu normal turun secara berangsur sanpai seseorang mendekati masa
lansia.Lansia mempunyai rentang suhu tubuh lebih sempit daripada dewasa awal.Suhu
oral 35 ºC tidak lazim pada lansia dalam cuaca dingin.Nmun rentang shu tubuh pada
lansia sekitar 36 ºC. Lansia terutama sensitif terhadap suhu yang ektrem karena
kemunduran mekanisme kontrol, terutama pada kontrol vasomotor ( kontrol
vasokonstriksi dan vasodilatasi), penurunan jumlah jaringan subkutan, penurunan aktivitas
kelenjr keringat dan penurunan metabolisme.
3. Olahraga
Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dalam pemecahan karbohidrat
dan lemak.Hal ini menyebabkan peningkatan metabolisme dan produksi panas.Segala
jenis olahraga dapat meningkatkan produksi panas akibatnya meningkatkan suhu
tubuh.Olahraga berat yang lama, seperti lari jaak jauh, dapat meningatkan suhu tubuh
untuk sementara sampai 41 ºC.
4. Kadar hormone
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar dibandingkan
pria.Variasi hormonal selama siklus menstruasi menyebabkan fluktuasi suhu
tubuh.Kadarprogesteron meningkat dan menurun secara bertahap selama siklus
menstruasi. Bila kadar progesteron rendah, suhu tubuh beberapa derajat dibawah kadar
batas. Suhu tubuh yang rendah berlangsung sampai terjadi ovulasi.Perubahan suhu juga
terjadi pada wanita menopause.Wanita yang sudah berhenti mentruasi dapat mengalami
periode panas tubuh dan berkeringat banyak, 30 detik sampai 5 menit. Hal tersebut karena
kontrol vasomotor yang tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokontriksi
(Bobak, 1993)
5. Irama Sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,5 ºC sampai 1 ºC selama periode 24 jam.
Bagaimanapun, suhumerupakan irama stabil pada manusia.Suhu tubuh paling rendah
biasanya antara pukul 1:00 dan 4:00 dini hari.Sepanjang hari suhu tubuh naik, sampai
seitar pukul 18:00 dan kemudian turun seperti pada dini hari.Penting diketahui, pola suhu
tidak secara otomatis pada orang yang bekerja pada malam hari dan tidur di siang
hari.Perlu waktu 1-3 minggu untuk perputaran itu berubah. Secara umum, irama suhu
sirkadian tidak berubah sesuai usia. Penelitian menunjukkan, puncak suhu tubuh adalah
dini hari pada lansia (lenz,1984)
6. Stres
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan
persarafan.Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan panas.Klien yang cemas saat masuk
rumah sakit atau tempat praktik dokter, suhu tubuhnya dapat lebih tinggi dari normal.
7. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji dalam ruangan yang sangat
hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui mekanisme
pengluaran-panas dan suhu tubuh akan naik. Jika kien berada di lingkungan tanpa baju
hangat, suhu tubh mungkin rendah karena penyebaran yang efektif dan pengeluaran panas
yang konduktif.Bayi dan lansia paling sering dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena
mekaisme suhu mereka kurang efisien.
8. Demam
Terjadi karena mekanisme pengeluaran panas tidak mampu untuk mempertahankan
kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas yang mengakiatkan peningkatan suhu
abnormal. Demam biasanya tidak berbahaya jika <39o C. Demam terjadi akibat perubahan
set point hipotalamus.
Pola demam :
a. Terus menerus : tingginya menetap >24 jam, bervariasi (1-2)oC.
b. Intermitten : demam memuncak secara berseling dengan suhu normal.
c. Remitten  : demam memuncak dan turun tanpa kembali ke tingkat suhu
normal.
d. Relaps : periode episode demam diselingi dengan tingkat suhu normal,
episode    demam dengan normotermia dapat memanjang lebih dari 24 jam.
9. Kelelahan akibat panas
Terjadi bila diaphoresis yang banyak menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit
secara berlebihan.Juga disebabkan olehlingkungan yang panas.
10. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas.Setiap penyakit atau
trauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas.
11. Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi
dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas.Kondisi ini disebut heatstroke,
kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas yg tinggi.Klien berisiko
termasuk yang masih sangat muda atau sangat tua, yang memiliki penyakit
kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik.Yang juga termasuk beresiko
adalah orang yang mengkonsumsi obat yang menurunkan kemampuan tubuh untuk
mengeluarkan panas (mis.Fenotiasin, antikolinergik, diuretik, amfetamin, dan antagonis
reseptor beta- adrenergik) dan mereka yang menjalani latihan olahraga atau kerja yang
berat (mis.Atlet, pekerja kontruksi dan petani).Tanda dan gejala heatstroke termasuk
gamang, konfusi, delirium, sangat haus, mual, kram otot, gangguan visual, dan bahkan
inkotinensia.Tanda yang paling dari heatstroke adalah kulit yang hangat dan kering.
Penderita heatstroke tidak berkeringat karena kehilangn elektrolit sangat berat dan
malfungsi hipotalamus. Heatstroke dengan suhu lebih besar dari 40,5 ºC mengakibatkan
kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh. Tanda vital menyatakan suhu tubuh
kadang-kadang setinggi 45 ºC, takikardia dan hipotensi.
12. Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk memproduksi panas, mengakibatkan hipotermia.Hipotermia
diklasifikasikan melalui pengukuran suhu inti.Hal tersebut dapat terjadi kebetulan atau
tidak sengaja selama prosedur bedah untuk mengurangi kebutuhan metabolik dan
kebutuhan tubuh terhada oksigen.
Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak diketahui selama
beberapa jam.Ketika suhu tubuh turun menjadi 35 ºC, klien menglami gemetar yang
tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menila. Jika suhu tubuh turun
di bawah 34,4 ºC, frekuensi jantung, pernafasan, dan tekanan darah turun. kulit menjadi
sianotik.
E. Menifestasi klinis
1. Hipertermia
Keadaan dimana ketika seorang individu mengalami atau 37,8oC peroral atau 38,8oC per
rectal karena factor eksternal.
Pola hipertermi:
a. Terus – menerus
Merupakan pola demam yang tingginya menetap lebih dari 24 jam, bervariasi 1 oC –
2oC.
b. Intermiten
Demam secara berseling dengan suhu normal, suhu akan kembali normal paling
sedikit sekali 24 jam.
c. Remiten
Demam memuncak dan turun tanpa kembali kesuhu normal.
2. Hipotermia
Suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu, kesulitan mengatasi
suhu normal ketika suhunya berada dibawah 35oC (suhu dingin)
Gejala :
a. Penderita berbicara nglantur
b. Kulit sedikit berwarna abu – abu (pucat)
c. Detak jantung lemah
d. Tekanan darah menurun dan terjadi kontraksi otot sebagai usaha untuk menghasilkan
panas
e. Demam (hiperpireksia)
f. Demam (hiperpireksia) adalah kegagalan mekanisme pengeluaran panas untuk
mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas.
g. Kelelahan akibat panas
h. Terjadi bila diaphoresis yang banyak mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit
secara berlebihan, disebabkan oleh lingkunang yang terpapar oleh panas.
3. Heat stroke
Paparan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi dapat
mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas . kondisi ini disebut heat stroke.
Tanda dan gejala :
a. Konvulsi, kram otot, inkontinensia
b. Delirium ( gangguan mentaql yang berlangsung singkat, biasanya mencerminkan
keadaan toksik yang ditandai oleh halusinasi,dll.
c. Sangat haus
d. Kulit sangat hangat dan kering

F. Patofisiologi
Suhu tubuh kita dalam keadaan normal dipertahankan dikisarkan 36,8oC oleh pusat
pengatur suhu didalam otak yaitu hipotalamus. Dalam pengatauransuhu tersebut selalu
menjaga keseimbangan antara jumlah panas yang diproduksi tubuh dari metabolism dengan
panas yang dilepas melalui kulit dan paru – paru sehingga suhu tubuh dapat mempertahankan
dalam kisaran normal. Walaupun demikian, suhu tubuh dapat memiliki fluktuasi harian ,
yaitu sedikit lebih tinggi pada sore hari jika dibandingkan pagi harinya.
Demam merupakan suatu kedaan dimana terdapat peningkatan pengaturan dipusat
pengatur suhu diotak. Hal ini sama dengan pengaturan set point ( derajat celcius ) pada
remote AC yang bilamana set point tersebut dinaikkan maka temperature, ruangan akan
menjadi lebih hangat, maka nilai suhu tubuh dikatakan demam jika melebihi 37,2oC pada
pengukuran dipagi hari dan atau melebihi 37,7oC pada pengukuran sore hari dengan
menggunakan thermometer mulut.

G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan darah perifer lengkap
3. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
4. Pemeriksaan widal
5. Pemeriksan urin
H. Penatalaksanaan medis
1. Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi pemberian parachetamol tiap 4 – 6 jam 3 x1
bila panas. Diberikan infuse RL 20 tetes / menit dan untuk membantu mencukupi
kebutuhan cairan dan membantu jalur masu obat parachetamol – cefotaxime sebagai
antibiotic diberikan secara intravena dengan dosis 2x 1 g/hari.diberikan makanan
rendah serat dan memperbaiki gizi pasien.
2. Perawatan
Tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam / kurang lebih selama 14
hari.
3. Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus
4. Mobilisasi sesuai kondisi
5. Diet
6. Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakit, makanan
mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak
serat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Riwayat keperawatan
3. Keluhan utama
4. Riwayat penyakit sekarang
5. Riwayat penyakit dahulu
6. Riwayat penyakit keluarga
7. Pola fungsi kesehatan
8. Pola persepsi dan pelaksana kesehatan
9. Pola nutrisi dan metabolism
10. Pola aktivitas dan latihan
11. Pola eliminasi
12. Pola istirahat dan tidur
13. Pola persepsi dan konsep diri
14. Pola sensori koknitif
15. Pola hubungan dan peran
16. Pola reproduksi dan seksual
17. Pola penanggulangan stress
18. Pola nilaqi dan kepercayaan
19. Pemeriksaan Fisik
20. Keadaan umum
21. Tingkat kesadaran
22. Pemeriksaan kepala
23. System respirasi
24. System kardiovaskuler
25. System integumen
26. System muskuluskeletal
27. System gastrointestinal
28. System abdomen
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Hipertermi
Faktor yang berhubungan:
a. Agens farmaseutical
b. Aktivitas berlebihan
c. dehidrasi
d. iskemia
e. pakaian yang tidak sesuai
f. peningkatan laju metabolism
g. penurunan perspirasi
h. penyakit
Ditandai dengan:
a. apnea
b. gelisah
c. stupor
d. takipnea
e. kulit terasa hangat
f. vasodilatasi
g. kulit kemerahan
2. Hipotermia
Berhubungan dengan:
 Agens farmaseutical
 Kurang suplai lemak subkutan
 Trauma
 Pemakaian pakaian yang tidak adekuat
 Terapi radiasi
Ditandai dengan :
 kulit dingin
 menggigil
 peningkatan konsumsi oksigen
 vasokonstriksi perifer

C. Intervensi

Diagnosa Keperawatan NOC NIC

(00006) Hipotermi Setelah dilakukan Perawatan Hipotermia (3786)


Domain 11 : Keamanan / tindakan Aktivitas – aktivitas :
perlindungan
Kelas 6 : Termoregulasi keperawatan 2x24  Memonitor tanda tanda vital
Halaman : 458 jam, diharapkan :  Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Definisi :
Kontrol Resiko :  Hentikan aktivitas fisik
Suhu inti tubuh dibawah kisaran
normal diurnal karena Hipotermi (1923)  Monitor suhu tubuh menggunakan
kegagalan termoregulasi. Halaman : 255 alat yang sesuai
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil : (misalnya:pemeriksaan rectal atau
 Dasar kuku sianotik (192320) esophagus)
 Hipertensi Mengidentifikasi  Instruksi pasien mengenai tindakan
 Hipoglikemia
factor resiko untuk mencegah kondisi sakit yang
 Hipoksia
 kulit dingin hipotermia berhubungan dengan panas.
 menggigil (192302)
 Instruksi pasien mengenai tanda dan
 peningkatan konsumsi Mengidentifikasi
gejala awal dari kondisi sakit yang
oksigen
tanda dan gejala
 penurunan kadar glukosa berhubungan dengan panas dan kapan
darah hipotermia
mencari bantuan petugas kesehatan.
(192314)
Faktor berhubungan : Pengaturan Suhu (3900)
Memodifikasi
 Kurang pengetahuan Aktivitas – aktivitas :
pemberi asuhan tentang asupan cairan
 Monitor suhu paling tidak setiap 2
pencegahan hipotermia sesuai kebutuhan jam sesuai kebutuhan.
 Kerusakan hipotalamus (192317)  Memonitor TTV
 Agens farmaseutikal  Monitor suhu dan warna kulit
Mengenali obat
 Penurunan laju  Monitor dan laporkan adanya
metabolisma obat yang berefek
tanda dan gejala dari hipotermia
pada suhu tubuh dan hipertermia
(192318)  Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi adekuat
Memfasilitasi
penyesuaian untuk
penurunan suhu
tubuh

Intoleransi aktivitas (000920) Setelah dilakukan Pengaturan suhu : perioperatif


tindakan (3902), hal 309
Domain 4.aktivitas/istirahat
keperawatan 2x24  Mengidentifikasi pada
Kelas 4.respon
jam, diharapkan : pasien adanya faktor resiko
kardiovaskuler/pulmonal.
Intoleransi mengalami suhu tubuh yang
Halaman : 241 terhadap abnormal
Difinis : ketidak cukupan energi aktivitas(0005)  Sesuaikan suhu di sekitar
psikilogis atau fisiologis untuk Kriteria hasil : ruangan untuk
mempertahankan atau (000501)saturasi meminimalkan resiko
menyelesaikan aktivitas oksigen ketika hipotermia
kehidupan sehari-hari yang beraktivitas  Monitor TTV
harus atau ingin dilakukan. (000503)frekuens  Monitor peningkatan atau
i pernafasan penurunan suhu tubuh yang
Batasan karakteristik :
ketika beraktivitas abnormal atau yang tidak
 Ketidak nyamanan (000504)tekanan disengajah
setelah beraktivitas darah sistolik  Monitor hasil EKG
 Keletihan ketika beraktivitas
 Monitor hasil laboratorium
 Dsipnea setelah (000505) tekanan
beraktivitas darah diastolik
 Respon tekanan darah setelah
abnormal terhadap beraktivitas
aktivitas
Faktor yang berhubungan :
 Gaya hidup kurang
gerak
 Imobilitas
 Ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan
oksigen
 Tirah baring
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses penuaan epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit seiring
penuaan sesorang. Namun, terdapat perlambatan dalam proses perbaikan sel, jumlah sel
basal yang lebih sedikit, dan penurunan jumlah dan kedalaman rete ridge. Rete ritge
dibentuk oleh penonjolan epidermal dari lapisan basal yang mengarah kebawah kedalam
dermis. Pendataran dari rete ridge tersebut mengurangi area kontak antara epidermis dan
dermis, menyebabkan mudah terjadi pemisahan antara lapisan-lapisan kulit ini.
Akibatnya adalah proses penyembuhan kulit yang rusak ini lambat dan merupakan
predisposisi infeksi bagi individu tersebut. Kulit dapat mengelupas akibat penggunaan
plester atau zat lain yang dapat menimbulkan gesekan. Oleh karena itu, penting untuk
menggunakan suatu perekat yang tidak lebih kuat dari taut epidermal-dermal itu sendiri
untuk mencegah atau meminimalkan cedera akibat penggunaan plester.
Pada saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami penurunan,
dermis menjadi tipis, dan jumlah sel biasanya menurun. Konsekuensi fisiologis dari
perubahan ini termasuk penundaan atau penekanan timbulnya penyakit pada kulit,
penutupan dan penyembuhan luka lambat, penurunan termoregulasi, penurunan respon
inflamasi, dan penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topical.
Perubahan degeneratif dalam jaringan elastis dimulai sekitar usia 30 tahun.
Serabut elastis dan jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan oleh enzim-enzim,
menghasilkan perubahan dalam penglihatan karena adanya kantung dan pengeriputan
pada daerah sekitar mata. Pada saat elastisitas menurun, dermis meningkatkan kekuatan
peregangannya; hasilnya adalah lebih sedikit ‘’melentur’’ ketika kulit mengalami
tekanan. Organisasi kolagen menjadi tidak teratur, dan turgor kulit hilang.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. 2006. Pengantar kebutuhan dasar manusia : aplikasi konsep dan proses keperawatan.
Buku 2, Surabaya : Salemba Medika
Potter, perry, 2005. Fundamental Keperawatan. Hal, 2. Jakarta : EGC
NANDA 2015-2017.
NIC 2015-2017
NOC 2015-2017

Anda mungkin juga menyukai