Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN TERMOREGULASI (HIPERTERMI)


PADA PASIEN DEMAM TIFOID
DI RUANG ROSELLA I RSUD Dr. SOETOMO – SURABAYA

Oleh :

Dhian Tiara Sari (P27820716033)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

SURABAYA TAHUN 2017

i
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia (KDM) pada tanggal


10 September 2016 s.d 23 September 2016 pada klien dengan diagnosa Demam Tifoid
di Ruang Rosella I RSUD Dr. Soetomo sebagai laporan praktek klinik keperawatan
semester III atas nama DHIAN TIARA SARI (P27820715033).

Surabaya, 13 September 2016

Pembimbing Ruangan Pembimbing Pendidikan

Yayuk Sri Setia U, Amd.Kep Adin Mu’afiro, S.ST,M.Kes

NIP 19720808199703004 NIP. 197012171994032002

Mengetahui

Kepala Ruangan

Dolaji

NIP. 196907231989031004

ii
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyanyang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang laporan pendahuluan asuhan keperawatan
pada pasienTifoid di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang laporan


pendahuluan dan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tifoid di RS Dr.
Soetomo Surabaya ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.

Surabaya, 13 September 2016

Penyusun

iii
Daftar Isi
Halaman Judu

l...........................................................................................................................................i
Lembar Pengesahan...........................................................................................................ii
Kata Pengantar.................................................................................................................iii
BAB 1 Pendahuluan..........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................5
1.3 Tujuan.............................................................................................................5
BAB 2 Tinjauan Pustaka...................................................................................................6
2.1 Konsep kebutuhan dasar manusia (hipertermi)
………………………………………………………
2.2 Konsep diagnosa ............................................................................................7
2.3 Konsep penyakit.............................................................................................7
2.4 Konsep Askep Hipertermi pada pasien Tifoid...............................................8
BAB 3 Penutup................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan....................................................................................................22
3.2 Saran..............................................................................................................22
Daftar Pustaka.................................................................................................................23

4
BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit demam tipoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan
olehinfeksi kuman Salmonella typhi. Kejadian demam tipoid di dunia sekitar 16
juta kasus setiap tahunnya. Tujuh juta kasus terjadi di Asia Tenggara dengan angka
kematian 600.000. Di Belanda kejadian demam tipoid hanya 0,4-0,7 per 100.000
per tahun. Di Indonesia sekitar 760-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun
dengan angka kematian 3,1-10,4%.
Beberapa faktor ikut berpengaruh terhadap kejadian kematian penyakit demam
tifoid, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal termasuk virulensi
kuman, mutasi genetik sehingga kuman menjadi lebih virulen, kesehatan
lingkungan yang belum memenuhi syarat kesehatan, kebersihan individu,
persediaan air bersih yang belum memadai. Faktor internal adalah menurunnya
sistem kekebalan tubuh penderita. Faktor lain yang perlu mendapat perhatian serius
adalah mengenai penatalaksanaan yang terkadang masih belum tepat. Masalah
besar yang sedang dihadapi dalam pengobatan demam tifoid adalah meluasnya
resistensi. Berbagai cara diusahakn untuk menghindari terjadinya resistensi, antara
lain memperpendek masa pengobatan, pemilihan obat yang mempunyai konsentrasi
tinggi dari kadar hambat minimal kuman, dan mampu beredar lama di dalam tubuh.

5
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Konsep Kebutuhan Dasar manusia (hipertermi)
1.2.2 Konsep Diagnosa
1.2.3 Konsep penyakit tifoid
1.2.4 Konsep Askep hipertermi pada pasien tifoid

1.3 Tujuan Umum


Untuk mengetahui dan memahami tentang demam tifoid dan dapat pula
memahami permasalahan yang terjadi di dalamnya.

Tujuan Khusus

1.3.1 Untuk Mengetahui Konsep Daras Manusia tentang Gangguan


Termoregulasi
1.3.2 Uuntuk Mengetahui Diagnosa Penyakit
1.3.3 Untuk Mengetahui Konsep Penyakit Tifoid
1.3.4 Untuk mengetahui Konsep Askep

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Hipertermi)

2.11 Definisi Termoregulasi

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang di butuhkan oleh manusia


dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun pisikologis, yang tentunya
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar manusia
menurut Abraham Maslow mengatakan bahwa setiap manusia lima kebutuhan dasar
yaitu kebutuhan fisiologis (oksigenasi, cairan, nutrisi, temperature, eliminasi, tempat
tinggal, istirahat, dan seks), keamanan dan keselamatan, cinta dan rasa memiliki, harga
diri, dan aktualisasi diri (Potter & Perry, 2006).

Menurut Potter dan Perry (2005) selama hidup yang dialami manusia, kebutuhan dasar
manusia seorang individu mungkin tidak terpenuhi, terpenuhi sebagian, atau terpenuhi
semuanya. Seseorang yang seluruh kebutuhanya kebutuhanya terpenuhi merupakan
orang yang sehat, dan seseorang dengan satu atau lebih kebutuhan yang tidak terpenuhi
merupakan orang yang sehat, dan seseorang dengan satu atau lebuh kebutuhanya tidak
terpenuhi merupakan orang yang beresiko untuk sakit atau mingkin tidak sehat pada satu
atau lebih dimensi manusia, kebutuhan manusia yang harus di penuhi dan harus
dipertahankan oleh manusuia salah satunya adalah kebutuhan fisiologis yang mencakup
termoregulasi.

Mekanisme fisiologis dan perilaku mengatur keseimbangan antara panas yang hilang dan
dihasilkan atau lebih sering disebut sebagai termoregulasi. Mekanisme tubuh harus
mempertahankan hubungan antara produksi panas dan kehilangan panas agar suhu tubuh
tetap konstan dan normal. Hubungan ini diatur oleh mekanisme neurologis dan
kardiovaskuler. (Potter dan Perry, 2010)

Hipertermi merupakan kondisi dimana tubuh mengalami peningkatan suhu diatas


normal, kondisi ini terjadi karena memberikan reaksi terhadap serang racun yang masuk
dalam tubuh secara alami apabila jumlah toksik yang masuk tidak banyak tubuh akan
menetralisir secara normal pula. Namun apabila racun atau toksik yang ada dlam tubuh
sudah melebihi ambang batas, maka akan secara alami pula tubuh akan memberikan
reaksi yang setara (Asmadi, 2008).

7
2.1.2 Etiologi

1. stimulasi pusat termoregulasi hipotalamus

2. fluktuasi suhu lingkungan

3. proses penyakit (mis:infeksi)

4. proses penuaan

5. dehidrasi

6. ketidak sesuaian pakaian untuk suhu lingkungan

7. peningkatan kebutuhan oksigen

8. perubahan laju metabolisme

9. suhu lingkungan ekstrem

10. ketidakadekuatan suplai lemak subkutan

11. berat badan ekstrem

12. efek agen famakologis

( Buku SDKI Edisi 1 )

2.1.3 Manifestasi klinis

Tanda mayor : (objektif)

1. kulit dingin / hangat


2. menggigil
3. suhu tubuh fluktuatif

Tanda minor : ( objektif)

1. piloereksi
2. pengisisan kapiler >3 detik
3. tekanan darah meningkat
4. pucat
5. frekuensi nafas meningkat
6. takikardia
7. kejang
8. kulit kemerahan
9. dasar kuku sianotik

8
2.1.4 Fakor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh

       Menurut Potter dan Perry (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh
antara lain:

1.       Usia

Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan suhu sehingga
dapat terjadi perubahan suhu tubuh yang drastis terhadap lingkungan. Regulasi suhu
tubuh baru mencapai kestabilan saat pubertas. Suhu normal akan terus menurun saat
seseorang semakin tua. Mereka lebih sensitif terhadap suhu yang ekstrem karena
perburukan mekanisme pengaturan, terutama pengaturan vasomotor (vasokonstriksi dan
vasodilatasi) yang buruk, berkurangnya jaringan subkutan, berkurangnya aktivitas kelenjar
keringat, dan metabolisme menurun.

2.      Olahraga

Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan pemecahan


karbohidrat dan lemak. Berbagai bentuk olahraga meningkatkan metabolisme dan dapat
meningkatkan produksi panas terjadi peningkatan  suhu tubuh.

3.       Kadar Hormon

Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar. Hal ini karena ada
variasi hormonal saat siklus menstruasi. Kadar progesteron naik dan turun sesuai siklus
menstruasi. Variasi suhu ini dapat membantu mendeteksi masa subur seorang wanita.
Perubahan suhu tubuh juga terjadi pada wanita saat menopause. Mereka biasanya
mengalami periode panas tubuh yang intens dan perspirasi selama 30 detik sampai 5
menit. Pada periode ini terjadi peningkatan suhu tubuh sementara sebanyak 40C, yang
sering disebut hot flashes. Hal ini diakibatkan ketidakstabilan pengaturan vasomotor.

4.      Irama Sirkadian

Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 10C selama periode 24 jam. Suhu
terendah berada diantara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada siang hari, suhu tubuh meningkat
dan mencapai maksimum pada pukul 6 sore, lalu menurun lagi sampai pagi hari. Pola suhu
ini tidak mengalami perubahan pada individu yang bekerja di malam hari dan tidur di
siang hari.

5.       Stress

Stress fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal
dan saraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan metabolisme, yang akan meningkatkan
produksi panas.

9
6.       Lingkungan

Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi yang tepat,


suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu lingkungan.

Selain itu sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap produksi panas tubuh yang lain
menurut Kozier, et al., (2011) antara lain :

1.       Laju Metabolisme Basal (BMR)

Laju metabolisme basal (BMR) merupakan lagi penggunaan energi yang diperlukan
tubuh untuk mempertahankan aktivitas penting seperti bernapas. Laju metabolisme akan
meningkat seiring dengan peningkatan usia. Pada umumnya, semakin muda usia individu,
semakin tinggi BMR-nya.

2.      Aktivitas otot

Aktivitas otot , termasuk menggigil akan meningkatkan laju metabolisme.

3.       Sekresi tiroksin

Peningkatan sekresi tiroksin akan meningkatkan laju metabolisme sel di seluruh tubuh.
Efek ini biasanya disebut sebagai termogenesis kimiawi, yaitu stimulasi untuk
menghasilkan panas di seluruh tubuh melalui peningkatan metabolisme seluler.

4.      Stimulasi epinefrin, norepinefrin, dan simpatis.

Hormon ini segera bekerja meningkatkan laju metabolisme seluler di banyak jaringan
tubuh. Epinefrin dan norepinefrin langsung bekerja mempengaruhi sel hati dan sel otot,
yang kemudian akan meningkatkan laju metabolisme seluler.

5.       Demam

Demam dapat meningkatkan laju metabolisme dan kemudian akan meningkatkan suhu
tubuh.

10
2.1.5 Gangguan Termoregulasi

       Menurut Potter dan Perry (2005), gangguan pada termoregulasi antara lain sebagai
berikut:

1.       Kelelahan akibat panas

Terjadi bila diaphoresis yang banyak mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit
secara berlebihan. Disebabkan oleh lingkungan yang terpejan panas. Tanda dan gejala
kurang volume caiaran adalah hal yang umum selama kelelahan akibat panas. Tindakan
pertama yaitu memindahkan klien kelingkungan yang lebih dingin serta memperbaiki
keseimbangan cairan dan elektrolit.

2.      Hipertermia

Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk


meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah hipertermi.

3.       Heatstroke

Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi dapat
mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heatstroke,
kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas yang tinggi. Heatstroke
dengan suhu lebih besar dari 40,50C mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari
semua organ tubuh.

4.      Hipotermia

Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus trehadap dingin mempengaruhi


kemampuan tubuh untuk memproduksi panas., mengakibatkan hipotermi. Dalam kasus
hipotermi berat, klien menunjukkan tanda klinis yang mirip dengan orang mati (misal
tidak ada respon terhadap stimulus dan nadi serta pernapasan sangat lemah).

5.       Radang beku (frosbite)

Terjadi bila tubuh terpapar pada suhu dibawah normal. Kristal es yang terbentuk di
dalam sel dapat mengakibatkan kerusakan sirkulasi dan jaringan secara permanen.
Intervensi termasuk tindakan memanaskan secara bertahap, analgesik dan perlindungan
area yang terkena.

11
2.2 konsep diagnosa

2.2.1 Hipertermi

A) Definisi hipertermi

Hipertermi merupakan keadaan ketika individu mengalami atau beresiko


mengalami kenaikan suhu <37,8℃ (100˚F) per oral atau 38,8℃ (101˚F) per
rektal yang sifatnya menetap karena faktor eksternal (Lynda Juall, 2012).

Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal


(NANDA,2012). Hipertermi adalah keadaan suhu tubuh seseorang yang
eningkat di atas rentang normalnya (NIC NOC,2007). Hipertermi adalah
peningkatan suhu tubuh yang lebih besardari jagkuan normal (Doenges
Marilynn E.)

B) Etiologi

1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Proses penyakit (mis:, infeksi, kanker)
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5. Peningkatan laju metabolism
6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebihan
8. Penggunaan inkubator
(Buku SDKI Edisi 1)

C) Manifestasi Klinis

Mayor : (objektif)
1. Suhu tubuh di atas normal

Minor : (objektif)
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat
(Buku SDKI Edisi 1)

12
D) Kondisi klinis terkait
1. proses infeksi
2. Hiper tiroid
3. stroke
4. dehidrasi
5. Trauma
6. prematuritas
(Buku SDKI jilid 1)

2.2 Konsep diagnosa

2.2.1

2.1 Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri gram-negatif,
bersifataerobik, bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora. Kuman ini
mempunyai 3 macam antigen :
2.1.1 Antigen O (somatik), terletak pada lapisan luar, yang mempunyai
komponen protein, lipoposakarida (LPS) dan lipid. Sering disebut
endotoksin.
2.1.2 Antigen H (flagela), terdapat pada flagela, fimbriae dan fili pada kuman,
berstruktur kimia protein.
2.1.3 Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman untuk
melindungi fagositosis dan berstruktur kimia protein.
2.2 Patofisiologi
Kuman salmonella masuk bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi,
setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus
(terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan
peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah
(bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati
dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman

13
yang tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman
kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan
sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang
selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga
usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman
mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan zat
pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang
beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang
mengakibatkan timbulnya gejala demam. Makrofag pada pasien akan
menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang menyebabkan
nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi
sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung
eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel.
Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam usus halus, jaringan
limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi
(minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding ileum
terjadi ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi intestinal. Bila
sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut.
2.3 Way of Causation

14
Kuman Salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal
Lolos dari asam lambung
Malaise, perasaan tidak enak badan, nyeri abdomen

Bakteri masuk usus halus

Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus (bag. Distal ileum), p


Pembuluh limfe Inflamasi

Masuk retikulo endothelial (RES) terutama hati dan limfa


Peredaran darah (bakteremia primer)

Inflamasi pada hati dan limfa Empedu Masuk ke aliran darah (bakteremia sekunder)

Rongga usus pada kel. Limfoid halus


Endotoksin

Terjadi kerusakan sel


Hepatomegali Pembesaran limfa

Merangsang melepas zat epirogen oleh leukosit


Nyeri tekan Nyeri Akut Splenomegali

Mempengaruhi pusat thermoregulator di hipotalamus


Lase plak peyer Penurunan mobilitas usus

Erosi Penurunan peristaltik usus


Ketidakefektifan termoregulasi

Konstipasi Peningkatan asam lambung

Resiko kekurangan volume cairan


Anoreksia mual muntah

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Perdarahan masif Nyeri

Komplikasi perforasi dan perdarahan di usus

15
2.4 Manifestasi Klinis
Demam tifoid umumnya terjadi pada kelompok umur 5-30 tahun laki-laki maupun
perempuan.
2.4.1 Anamnesis
2.4.2 Masa inkubasi umumnya 3-60 hari
2.4.3 Biasanya saat anamnesis, saat masuk rumah sakiydi dapatkan keluhan
utamanya adalah demam, yang di derita ± 6-7 hari, yang tidak berhasil di
obati dengan antipiretik. Demam bersifat bertahap dan naik setiap hari
(step ladder) di sertai dengan lemah badan, malas, nyeri kepala, nyeri otot
punggung dan sendi, perut kembung kadang-kadang nyeri, obstipasi
(kadang-kadang diare), mual, muntah, batuk.
2.4.4 Bradikardi relatif, pendengaran menurun, Tifoid tongue, rose spots,
broncitic chest, tidak enak di perut, kembung, hepatomegali, splenomegali
2.5 Pemeriksaan Penunjang
2.5.1 Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2.5.2 Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
2.5.3 Pemeriksaan Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi, Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh
Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin).
2.5.4 Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
Kultur urin : bisa positif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga

16
2.5.5 Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4
terjadinya demam.
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Medis
Obat pilihannya adalah kloramfenikol 4 x 500 mg selama 11-14 hari dengan
alternatif antibiotik :
1) Tiamfenikol 4 x 500 mg
2) Trimetripim-sulfametoksazol 2 x 2 tablet
3) Ampisilin 50-100 mg/kg BB/hari
4) Seftriakson 50-100 mg/kg BB/hari
5) Siprofloksasin 2 x 500 mg
6) Levofloxacin 1 x 500 mg
7) Fleroksasin 1 x 400 mg
8) Pefloksasin 1 x 400 mg
9) Ofloksasin 1 x 600 mg
10) Sefotaksim 2-3 x 1 g
11) Sefoperazon 100 mg/kg BB/hari
2.6.2 Keperawatan
1) Observasi dan pengobatan
2) Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau
kurang lebih dari selam 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk
mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.
3) Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien.
4) Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus
diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia dan dekubitus.
5) Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi konstipasi dan diare.

17
6) Diet
Diberikan bubur lalu nasi tergantung tingkat kesembuhan pasien. Diet
berupa makanan rendah serat.
2.7 Komplikasi
2.7.1 Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perforasi usus
3) Illeus paralitik
2.7.2 Komplikasi ekstra intestinal
1) Kardiovaskuler : syok septik, miokarditis, tromboplebitis
2) Darah : anemia hemolitik, trombositopeni dan atau DIC
(Dissaminated Intravascular Coagulation) sindroma uremia
hemolitik.
3) Paru : empyema, pleuritis
4) Hati dan kandung empedu: hepatitis dan kolesistisis
5) Ginjal: glomerulonefritis, pyelonefritis, perinefritis
6) Tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis
7) Neuropskiatri: delirium, meningismus, meningitis, polineurutus,
sindroma Guillain barre, psikosis, sindroma katatonic
2.8 Hubungan Demam Tifoid dengan Kebutuhan Dasar Manusia (Gangguan
Termoregulasi : Hipertermi)
2.8.1 Definisi
Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami  atau
berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-menerus lebih
tinggi dari 37ºC (peroral) atau 38.8ºC (perrektal) karena peningkatan
kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal (Linda Juall Corpenito).
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal (NANDA
International 2009-2011).
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan
normal (Doenges Marilynn E.).

18
2.8.2 Etiologi
1) Dehidrasi
2) Perubahan mekanisme pengaturan panas sentral yang berhubungan
dengan trauma lahir dan obat-obatan
3) Infeksi oleh bacteria, virus atau protozoa.
4) Peradangan
5) Ketidak efektifan suhu sekunder pada usia lanjut
6) Kerusakan jaringan misalnya demam rematik pada pireksia, terdapat
peningkatan produksi panas dan penurunan kehilangan panas pada suhu
febris.
2.8.3 Fase Hipertermi
1) Fase I : awal
 Peningkatan denyut jantung.
 Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan .
 Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat .
 Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi .
 Merasakan sensasi dingin .
 Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi .
 Rambut kulit berdiri .
 Peningkatan suhu tubuh.
2) Fase II : proses demam
 Proses menggigil lenyap.
 Kulit terasa hangat / panas .
 Merasa tidak panas / dingin .
 Peningkatan nadi & laju pernapasan .
 Peningkatan rasa haus .
 Dehidrasi ringan sampai berat .
 Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf .
 Lesi mulut herpetik .
 Kehilangan nafsu makan .

19
 Kelemahan , keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme
protein.
3) Fase III : pemulihan
 Kulit tampak merah dan hangat .
 Berkeringat .
 Menggigil ringan .
 Kemungkinan mengalami dehidrasi .
2.8.4 Manifestasi Klinis
1) Suhu tinggi 37.8ºC peroral
2) Takikardi
3) Kulit kemerahan
4) Hangat pada sentuhan
5) Menggigil
6) Dehidrasi
7) Kehilangan nafsu makan
2.8.5 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan SGOT & SGPT
SGOT & SGPT pada demam typoid seringkali meningkatkan tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya tipoid.
2) Uji widal
Suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody. Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasi. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
klien yang disangka menderita typhoid.
2.8.6 Penatalaksanaan
1) Non farmakologi
 Berikan pasien banyak minum
 Anjurkan pasien untuk tirah baring
 Beri kompres pada ketiak, lipatan paha dan bagian belakang leher

20
2) Farmakologi
a. Obat
b. Injeksi
2.9 Asuhan Keperawatan pada Pasien Demam Tifoid
2.9.1 Pengkajian
1) Identitas Klien
Meliputi identitas klien meliputi nama lengkap, umur, tempat tanggal
lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, No. RM, diagnosa medis, alamat dan rencana terapi.
2) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien saat masuk rumah sakit.
Biasanya klian datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan,
pusing demam, nyeri tekan pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan
kurang bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa
inkubasi).
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit Dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang
ada hubungannya dengan saluran cerna atau tidak. Kemudian kaji
tentang obat-obatan yang biasa dikonsumsi oleh klien, dan juga kaji
mengenai riwayat alergi pada klien, apakah alergi terhadap obat-
obatan atau makanan.
b. Riwayat penyakit Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang berhubungan dengan
penyakit yang dirasakan saat ini. Pada umumnya penyakit pada
pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare,
perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing,
nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa
somnolen sampai koma.
c. Riwayat penyakit Keluarga

21
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita
Thypoid atau sakit yang lainnya
d. Genogram
Dibuat sampai dengan tiga generasi.
e. Pola-pola Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Kaji kebiasan pasien tentang melaksanakan hidup sehat seperti
berolahraga, kebiasaan merokok, penggunaan tembakau,
alkohol, dsb.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama
sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat
mempengaruhi status nutrisi berubah.
3) Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila
dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan.
4) Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu
badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada
waktu tidur.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam
mengatasi masalah penyakitnya.
6) Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan
fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya.
7) Pola reproduksi sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau
sudah menikah akan terjadi perubahan.

22
8) Pola hubungan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan perannya selama sakit.
9) Pola penanggulangan stres
Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam
mengatasi masalah penyakitnya.
10) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien
akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan
ibadahnya akan terganggu.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien
akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan
ibadahnya akan terganggu.
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Per Sistem pada pasien DHF menurut Nursalam
(2001) :
1) Sistem pernapasan (B1)
Biasanya tidak ditemukan kelainan pada sistem pernafasan.
2) Sistem persyarafan (B2)
Biasanya akan ditemukan :
 Penglihatan (mata) : Gerakan bola mata dan kelopak mata
simetris, konjungtiva tampak anemis, sklera putih, pupil
bereaksi terhadap cahaya, memproduksi air mata, tidak
menggunakan alat bantu penglihatan.
 Pendengaran (telinga) : Bentuk D/S simetris, tidak ada
cairan dan serumen, tidak menggunakan alat bantu,
dapat merespon setiap pertanyaan yang diajukan dengan
tepat.

23
 Penciuman (hidung) : Penciuman dapat membedakan bau-
bauan, mukosa hidung merah muda, sekret tidak ada, tidak
ada terlihat pembesaran mukosa atau polip.
 Kesadaran : kompos mentis
3) Sistem kardiovaskuler (B3)
Biasanya akan di dapatkan penurunan tekanan darah, keringat
dingin, diaforesis sering didapatkan pada minggu pertama,
kulit pucat.
4) Sistem pencernaan (B4)
Biasanya akan ditemukan :
 Nafsu makan : anoreksia
 Porsi makan : ¼ porsi
 Mulut : Bibir tampak kering, lidah tampak
kotor (keputihan), gigi lengkap, tidak ada pembengkakan
gusi, tidak terlihat pembesaran tonsil.
 Mukosa : pucat.
5) Sistem perkemihan (B5)
Biasanya pada sistem perkemihan tidak ditemukan kelainan.
6) Sistem Muskuloskeletal (B6)
Biasanya tidak ada kelainan pada sendi dan tulang, hanya
keadaan tubuh yang melemah.
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang digunakan untuk menunjang diagnosa atau
untuk memperkuat diagnosa. Biasanya pada pasien tifoid akan
dilakukan tes pemeriksaan darah perifer lengkap, pemeriksaan
SGOT dan SGPT, Pemeriksaan Uji Widal, Pemeriksaan Kultur,
dan Pemeriksaan Anti Salmonella typhi IgM.
2.9.2 Diagnosa
1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi
2) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

24
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
4) Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan
dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).
2.9.3 Intervensi
Perumusan rencana perawatan pada kasus Tifoid hendaknya mengacu pada
masalah diagnosa keperawatan yang dibuat. Perlu diketahui bahwa
tindakan yang bisa diberikan menurut tindakan yang bersifat mandiri dan
kolaborasi. Untuk itu penulis akan memaparkan prinsip rencana tindakan
keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan :
1. Diagnosa 1
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi
Tujuan :
Hipertermi teratasi
Kriteria Hasil :
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan
dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah
typhoid.
Intervensi :
1. Observasi suhu tubuh klien
2. Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien
3. Beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat
paha, temporal bila terjadi panas
4. Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap
keringat seperti katun
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
2. Diagnosa 2
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria Hasil :

25
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil atau ideal,
nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai
laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak
pucat.
Intervensi :
1. Kaji pola nutrisi klien
2. Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien
3. Anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut
4. Timbang berat badan tiap hari
5. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal
seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
7. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan
Albumin
8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik.
3. Diagnosa 3
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
Tujuan :
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria Hasil :
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan
kekuatan otot.
Intervensi :
1. Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung
2. Bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK
3. Bantu klien mobilisasi secara bertahap
4. Dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
4. Diagnosa 4
Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan
dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).

26
Tujuan :
Gangguan keseimbangan cairan teratasi
Kriteria Hasil :
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR)
dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada.
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit
tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh
2. Pantau intake dan output cairan dalam 24 jam
3. Ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama
4. Catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi
lambung
5. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari
6. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl)
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan
melalui parenteral sesuai indikasi.

2.9.4 Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan atau implementasi keperawatan yang
terjadi pada pasien atau klien harus disesuaikan dengan intervensi yang
telah dirancang atau disusun sebelumnya. Dan satu dengan yang lainnya
harus tepat dalam penyusunannya dan harus berpedoman dengan apa yang
sudah diujikan atau sudah diakui kebenarannya. Selain intervensi yang
harus diperhatikan ada juga diagnosanya harus tepat dan benar dengan
implementasi. (Nursalam, 2001).

2.9.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan dan
merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana tentang kesehatan
klien dengan tujuan yang telah dilakukan dengan cara melibatkan klien
dan sesama tenaga kesehatan (Nasrul F, 1995).

27
BAB 3

Penutup

3.1 Kesimpulan
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
Salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi kuman salmonella. Secara garis besar gejala yang timbul
dapat dikelompokan dalam demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran.

3.2 Saran
Sebaikanya pembaca dapat menjaga kesehatan dan lingkungan agar tidak
terkena demam tipoid ini.

28
Daftar Pustaka
Doengoes, Marilyn E. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Tujuan Perawatan Pasien, Edisi III. Jakarta :
EGC.

Tarwono, Wartonah. (2004). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.


Jakarta : Salemba Medika.

Nugroho, Susilo, (2011). Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika

Soewandojo Eddy, Suharto, dkk (Ed.). 2002. Seri Penyakit Tropik Infeksi :
Perkembangan Terkini dalam Pengelolaan Beberapa Penyakit Tropik Infeksi.
Surabaya: Airlangga University Press.

Nasronudin, dkk (Ed.). 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia: Solusi Kini dan Mendatang.
Surabaya: Airlangga University Press

Potter and Perry.2003. Fundamental of Nursing. Australia: Mosby

Alimul, A Aziz, 2006. Pengantar kebutuhan dasar manusia : aplikasi konsep dan
proses  keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Kozier, Barbara. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik Edisi 7. Jakarta : EGC

Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

Wartonah, Tarwoto. 2006.  KDM dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Carpenito, Lynda Jual. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta:
EGC. .

29

Anda mungkin juga menyukai