Anda di halaman 1dari 111

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia sejak tahun 1998 terjadi gejolak krisis multidimensi yang

telah berdampak banyak terhadap segi kehidupan masyarakat Indonesia,

termasuk krisis ekonomi yang mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap

kebutuhan sandang dan pangan sangat rendah. Hal ini memberikan kontribusi

yang sangat besar terhadap tingginya angka kejadian penyakit diantaranya

adalah tuberkulosis (TB). Apabila penyakit ini tidak diobati sampai tuntas

akan menimbulkan berbagai komplikasi, salah satu komplikasi dari infeksi TB

ini yang paling berbahaya apabila menyerang pada susunan saraf pusat atau

yang biasa disebut meningitis tuberkulosis.

Meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan

serebro spinal, dan spinal kolumna yang menyebabkan proses peradangan

pada sistem saraf pusat (Suriadi, 2001 : 89) merupakan salah satu manifestasi

dari penyakit TB yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis

yang menyerang sistem saraf pusat. Meningitis pun harus diwaspadai

insidensinya seiring dengan meningkatnya angka penderita tuberkulosis.

Karena diperkirakan sekitar 1 sampai 10% dari seluruh kejadian infeksi

tuberkulosis mengenai susunan saraf pusat (SSP), baik berupa tuberkuloma

pada parenkim otak maupun sebagai meningitis (Arvanitaksis, 1998).

Sedangkan menurut Lindsay (1997 : 474) angka kejadian meningitis adalah

10% dari jumlah penderita.

1
2

Data yang diperoleh dari Rekam Medik Ruang 19 A Perawatan Penyakit

Saraf Wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung dapat dilihat

pada tabel 1 dibawah ini.

TABEL 1
Profil Penyakit Di Ruang 19 A Perawatan Penyakit Saraf Wanita Perjan
RS.Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari - Juli 2005

Angka Angka
No Penyakit % %
kejadian kematian
1 Stroke 176 57,32 38 21,59
2 SOL 46 14,98 4 8,69
3 Meningitis 23 7,49 9 39,13
4 Myelo radikulopati 21 6,84 0 0
5 Radikulopati 17 5,53 0 0
6 Epilepsi 16 5,21 2 12,5
7 Tetanus 3 0,97 3 100
8 Ensepalopati 2 0,65 0 0
9 Ensepalitis 2 0,65 2 100
10 Miastenia Gravis 1 0,32 1 100
Jumlah 307 100%

Sumber : Rekam Medik Ruang 19 A Perawatan Penyakit Saraf Wanita


Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

Menurut tabel diatas penyakit meningitis berada pada urutan ke 3 setelah

stroke dan SOL (space occupying lession). Dengan jumlah penderita 23 orang

(7,49%) yang menderita meningitis. Walaupun persentasinya tidak sebanyak

stroke 57,32% namun angka ini terus menunjukan peningkatan dengan

persentase kematian yang paling tinggi yaitu mencapai 39,13% (Medical

Record Ruang 19A RSHS. Bandung).

Selain itu penyakit meningitis dapat menimbulkan gangguan yang

kompleks terhadap sistem tubuh yang lain, misalnya pada sistem pernafasan,

kardivaskuler, pencernaan, perkemihan dan muskuloskeletal, yang dapat pula

menimbulkan komplikasi akut dan resiko kematian. Disamping dampak


3

terhadap sistem tubuh meningitis pun dapat merubah pola hidup seseorang

karena tidak jarang kasus meningitis meninggalkan gejala sisa berupa

kecacatan seperti : ketulian, gangguan penglihatan, dan kelumpuhan.

Berdasarkan angka kejadian dan dampak penyakit meningitis tuberkulosis

sebagai konsekuensi dari meningkatnya angka penderita TB dan kompleknya

masalah yang ditimbulkan akibat infeksi meningitis tuberkulosis, serta

dampaknya terhadap kehidupan baik fisik, sosial, dan ekonomi klien, maka

penulis merasa tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien

dengan meningitis tuberkulosis, untuk dijadikan sebagai bahan penulisan

karya tulis ilmiah dengan judul " ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN NY. A DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN :

MENINGITIS TUBERKULOSIS DI RUANG 19 A PERAWATAN

PENYAKIT SARAF WANITA PERJAN RUMAH SAKIT DR. HASAN

SADIKIN BANDUNG".

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Memperoleh pengalaman secara nyata dan mampu melaksanakan asuhan

keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-

sosio-spiritual pada klien dengan gangguan sistem persarafan : meningitis

tuberkulosis melalui pendekatan proses keperawatan.


4

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penyusunan karya tulis ilmiah ini bertujuan agar penulis

dapat :

a. Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan sistem persarafan

akibat meningitis tuberkulosis.

b. Membuat perencanaan pada klien dengan gangguan sistem persarafan

akibat meningitis tuberkulosis.

c. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem persarafan akibat meningitis tuberkulosis.

d. Menilai keberhasilan atau evaluasi dari hasil asuhan keperawatan yang

telah diberikan.

e. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem persarafan : meningitis tuberkulosis.

C. METODE PENULISAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA

1. Metode

Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode

deskriptif analitik dalam bentuk studi kasus melalui pendekatan proses

keperawatan.

2. Tehnik Pengumpulan Data

Sedangkan tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah :


5

a. Wawancara.

Menggunakan komunikasi lisan meliputi auto anamnesa yang didapat

langsung dari klien atau allo anamnesa yang didapat dari keluarga

klien.

b. Observasi.

Dilakukan dengan melihat kondisi klien secara fisik, mengamati klien

baik dari sikap secara psikologis.

c. Pemeriksaan Fisik.

Dilakukan secara “ head to toe ” meliputi teknik inspeksi, palpasi,

perkusi, dan auskultasi.

d. Studi Dokumentasi.

Dengan melihat hasil laboratorium dan terapi, serta melihat catatan

perkembangan kesehatan klien selama dirawat di rumah sakit yang

terlampir dalam status klien.

e. Studi Kepustakaan.

Dengan melihat konsep dan teori yang berhubungan dengan asuhan

keperawatan klien dengan meningitis tuberkulosis.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah meningitis

tuberkulosis, tujuan, metode dan sistematika penulisan


BAB II : Tinjauan Teori, terdiri dari konsep dasar penyakit yang berisi

pengertian, anatomi dan fisiologi selaput otak , etiologi,

manifestasi klinik, patofisiologi, klasifikasi meningitis, dampak


6

terhadap sistem tubuh lain, pemeriksaan penunjang, dan

penatalaksanaan medik. konsep dasar proses keperawatan

meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi.


BAB III : Tinjauan Kasus dan Pembahasan, terdiri dari asuhan

keperawatan pada Ny. A dengan Gangguan Sistem Persarafan :

Meningitis Tuberkulosis di Ruang 19A Perawatan Penyakit

Saraf Wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung,

meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Selain itu juga berisi tentang pembahasan masalah dan

kesenjangan yang dihadapi selama melakukan asuhan

keperawatan serta alternatif pemecahan masalah.


BAB IV : Kesimpulan dan Rekomendasi, berisi uraian-uraian kesimpulan

dari penerapan langkah-langkah proses keperawatan yang

terdiri dari pengkajian hingga evaluasi

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
7

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

a. Meningitis Tuberkulosis

Meningitis tuberkulosis adalah infeksi pada meningen yang

disebabkan oleh basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis (Gilroy,

2000).

Suriadi (2001: 89) mengatakan meningitis tuberkulosis adalah

peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal

kolumna yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.

Menurut Arief Mansyur, dkk (2000 : 11) meningitis tuberkulosis

adalah penyebaran tuberkulosis primer dengan fokus infeksi ditempat

lain.

Sedangkan pengertian meningitis tuberkulosis menurut

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi, 1996 : 181)

adalah komplikasi infeksi primer dengan atau tanpa penyebaran milier.

Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa meningitis

tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang mengenai selaput otak,

parenkim otak dan pembuluh darah otak, disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis dan merupakan infeksi sekunder sebagai

akibat penyebaran infeksi tuberkulosis ditempat lain umumnya paru-

paru.

b. Tuberkulosis (TB)
8

TB adalah penyakit infeksi menular dan menahun yang disebabkan

oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, kuman tersebut biasanya

masuk kedalam tubuh manusia melalui udara (pernafasan) kedalam

paru-paru, kemudian kuman tersebut menyebar dari paru-paru ke organ

tubuh yang lain melalui penyebaran darah, kelenjar limfe, saluran

pernafasan, penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Sylvia Anderson

1995 : 753)

2. Anatomi Fisiologi

a. Meningen

Meningen adalah ketiga lapisan jaringan ikat non neural yang

menyelubungi otak dan medulaspinalis, berindak sebagai peredam syok

atau “syok absosber” dan berisikan cairan serebrospinalis. Cairan

serebospinalis ditemukan pada sistem ventrikel dan rongga sub

arakhnoid. Ketiga lapisan meningen terdiri dari :

1) Duramater atau Dura (pakimenings)

Duramater merupakan lapisan terluar meningen, berupa

membran yang padat, kuat dan tidak lentur. Berlapis dua sekitar

otak dan berlapis satu sekitar medulla spinalis. Lapisan luar

bertindak sebagai periosteum dan terikat kuat pada tulang. Lapisan

dalam terdapat dalam rongga subdural. Lapisan dalam duramater

terpisah dari lapisan luar tempat terbentuknya sinus dura.

2) Arakhnoid
9

Arakhnoid adalah lapisan tengah dari meningen yang

avaskular, rapuh, tipis dan transparan. Seperti halnya dengan

duramater, menyebrangi sulki dan hanya menuju kedalam fisura-

fisura utama saja. Dari membran arakhnoid banyak trabekula halus

menjurus kearah pia sehingga memberi gambaran sebagai sarang

laba-laba.

Lapisan luar arakhnoid terdiri dari sel yang menyerupai

endotel disebut sebagai meningotelial atau sel arakhnoid. Inti sel-

sel tersebut tersusun dalam lapisan tunggal, ganda atau multipel

menghadap kearah rongga sub dural. Lapisan dalam arakhnoid dan

trabekula ditutup oleh sel mesotelial yang dapat memberikan

respon terhadap berbagai rangsangan dan dapat membentuk

fagosit.

Granulasi arakhnoid adalah proyeksi pia-arakhnoid yang

masuk kedalam sinus sagitalis superior. Granulasi ini disebut juga

badan pacchioni, masing-masing terdiri dari sejumlah villi

arakhnoid yang berfungsi sebagai katup satu arah yang

melewatkan bahan-bahan dari cairan serebrospinal masuk kedalam

sinus-sinus.

3) Piamater atau Pia (Leptomenings)

Piamater adalah lapisan meningen terdalam yang melekat erat

dengan jaringan otak dan medulla spinalis, yang mengikuti setiap


10

kontur (sulki dan fisura) sambil membawa pembuluh darah kecil

yang memberi makanan pada jaringan saraf dibawahnya.

Membran pia-glial dibentuk oleh eritrosit “end feet” yang

berakhir di pia. Piamater nampaknya berperan sebagai barrier atau

penghalang masuknya benda-benda dan organisme yang dapat

merusak.

Gambar 1. Anatomi meningen otak


Sumber : Van de Graff, Kent. M. (1984)

b. Rongga Sub Arakhnoid

Rongga sub arakhnoid merupakan rongga leptomeningeal yang

terisi cairan serebrospinal. Semua pembuluh darah, saraf otak serta

medulla spinalis melewati cairan tersebut, sehingga bilamana terjadi

infeksi pada rongga ini, maka pembuluh darah dan saraf dapat terkena

proses peradangan. Arteritis dan flebitis dapat menyebabkan iskemi

atau nekrosis jaringan otak.

Rongga sub arakhnoid tidak berhubungan dengan rongga sub

dural, karena itu leptomeningitis tidak menyebar kedalam rongga sub

dural kecuali pada meningitis oleh haemofilus influenza.


11

c. Sisterna Rongga Sub Araknoid

Rongga sub arakhnoid yang mengelilingi otak dan medulla

spinalis memiliki variasi-variasi setempat. Pada dasar otak dan sekitar

batang otak, pia dan arakhnoid memisah dan membentuk beberapa

rongga besar yang disebut sisterna sub araknoid.

Tiga sisterna pada aspek ventral batang otak :

 Sisterna khiasmatika yang berada didaerah khiasma optika.

 Sisterna interpendunkularis yang berada di fosa interpedunkularis

dari mesensefalon.

 Sisterna pontin yang berada pada pertemuan pons dengan medula

atau “Pons medullary junction”.

Dua sisterna di aspek posterior batang otak :

 Sisterna serebromedularis (sisterna magna) yang merupakan salah

satu sisterna terbesar, sisterna ini berada diantara pleksus khoroid

medulla dan serebelum. Foramina ventrikel IV membuka kedalam

sisterna ini.

 Sisterna superior (sisterna ambiens) sisterna ini mengelilingi

permukaan superior dan lateral mesensefalon didalam sisterna ini

ditemukan vena serebri magna, arteri serebri posterior dan serebeli

superior

d. Sistem Ventrikel
12

Sistem ventrikel merupakan suatu seri rongga-rongga di dalam

otak yang saling berhubungan, dilapisi ependima dan berisi cairan

serebrospinal yang dihasilkan dari darah oleh pleksus khoroid.

Rongga-rongga dalam sistem ini terdiri dari sepasang venterikel

lateralis (kiri dan kanan), ventrikel III dan ventrikel IV. Kedua rongga

ini dihubungkan oleh aquaduktus silvii.

Kedua ventrikel lateralis berada di dalam hemisfer serebri dan

masing-masing dihubungkan dengan ventrikel III melalui foramen

interventrikularis dari monro. Setiap ventrikel lateralis terdiri dari 4

bagian yaitu :

 Kornu anterior

 Sela media

 Kornu inferior atau temporal

 Kornu posterior

Ventrikel ventrikel III adalah suatu rongga ventrikel tipis di garis

tengah, diantara pasangan ventrikel lateralis. Ventrikel IV

berhubungan dengan rongga sub arakhnoid melalui kedua foramina

dari luscka dan foramina magendi. Kedua foramen dari luscka terletak

dalam sudut pons dan medulla. Foramen magendi terletak sebelah

belakang medulla dan menghadap sisterna magna.

Setiap ventrikel mempunyai pleksus khoroid, yang paling besar

adalah pleksus khoroid ventrikel lateralis.

e. Pleksus Khoroid dan Cairan Serebrospinal


13

1) Pleksus khoroid

Pleksus khoroid merupakan anyaman kaya dari pembuluh-

pembuluh darah piamater yang menjorok kesetiap rongga

ventrikel, membentuk filter semi permeabel antara darah arteri

dan cairan serebrospinal. Setiap pleksus khoroid diliputi oleh satu

lapisan epitel ependima.

Tela khoroidea dari ventrikel lateralis adalah suatu membran

tipis seperti jaring laba-laba yang melalui foramen

interventrikularis, berhubungan langsung dengan pleksus khoroid

ventrikel III. Tela ini dibentuk oleh invaginasi ependima oleh

lipatan-lipatan vaskular.

2) Cairan serebrospinal

Cairan serebrospinal adalah filtrat darah yang jernih tidak

berbau dan hampir bebas protein. Cairan serebrospinal dibentuk di

ventrikel-ventrikel dan beredar didalam rongga sub arakhnoid.

Fungsi cairan serebrospinal adalah menunjang dan membantali

susunan saraf pusat terhadap trauma.

f. Peredaran Darah Otak

1) Peredaran darah arterial

Suplai peredaran darah arterial kestruktur-strukur intra kranial

pada dasarnya berasal dari cabang-cabang kedua arteri karotis

interna dan kedua arteri vertebralis.

a) Arteri karotis interna


14

Arteri karotis interna keluar dari percabangan karotis

komunis leher. Pembuluh darah ini naik menuju basis kranii,

membelah sebagai suatu pembuluh bentuk sigmoid di dalam

sinus kavernosus.

Arteri karotis interna hanya memberi cabang di rongga

tengkorak, terdiri dari :

(1) Arteri optalmika

Arteri ini mempunyai cabang penting yaitu arteri

sentralis retinae yang berjalan ditengah-tengah nervus

optikus dan berakhir diretina.

(2) Arteri khoroidalis anterior

Arteri khoroidalis anterior mengikuti traktus optikus

sampai pada ketinggian korpus genikulatum lateralis dan

kemudian menjadi bagian dari pleksus khoroid ventrikel

lateralis.

Pembuluh darah ini juga memberi cabang-cabang ke

pedunkulus serebri, kapsula interna, nukleus kaudatus,

hipokampus dan traktus optikus.

(3) Arteri serebri anterior dan media

Kedua arteri ini merupakan cabang terminal dari arteri

karotis interna. Arteri serebri anterior memberi suplai darah

pada lobus frontalis. Didalam fisura longitudinalis serebri

dapat ditemukan arteri komunikans anterior. Cabang-


15

cabang arteri serebri anterior berjalan menuju sisi medial

lobus frontalis dan parietalis, substansia perforata anterior,

septum pellusidum dan sebagian dari korpus kalosum.

Arteri striata medialis memberi darah pada nukleus

kaudatus, putamen dan bagian anterior kapsula

interna.Arteri serebri media memberi cabang-cabang kesisi

lateral lobus temporal dan parietal.

Arteri striata lateralis memperdarahi ganglia basalis dan

kapsula interna. Arteri komunikans posterior bersatu dengan

ramus serebri posterior arteri basilaris. Dalam perjalanannya

memberi cabang ke kapsula interna dan talamus

b) Arteri vertebralis

Arteri vertebralis adalah cabang-cabang dari arteri sub

klavia. Cabang-cabangnya adalah arteri spinalis anterior dan

posterior serta arteriae serebelaris inferior posterior.

Arteri basilaris dibentuk oleh kedua gabungan arteri

vetrebralis, berjalan pada aspek ventral pons. Cabang-

cabangnya meliputi arteriae pontin, sereberalis inferior anterior,

labirintin, serebralis superior dan sereberalis posterior.

Arteri terakhir memperdarahi sisi medial dan inferior

lobus oksipitalis dan temporalis serta cabang-cabang khoroidal

posterior ke pleksus khoroid ventrikel III dan ventrikel

lateralis.
16

c) Sirkulus willisi

Sirkulus willisi dibentuk oleh arteri-arteri komunikan

anterior dan posterior serta bagian proksimal arteri-arteri

serebri anterior, media dan posterior.

Fungsi sirkulus willisi memungkinkan suplai darah yang

adekuat ke otak bilamana timbul oklusi arteri karotis atau

vertebralis. Banyak arteri keluar dari lingkaran ini, masuk ke

substansia otak dan arteri-arteri ini sangat penting oleh karena

selain berkaliber kecil sehingga mudah tersumbat, juga

merupakan “end artery” tanpa peredaran kolateral dan

memperdarahi daerah-daerah vital.

2) Peredaran darah vena

Peredaran darah vena tidak berperan besar dalam meningitis

tuberkulosis. Terdiri dari vena serebral internal dan eksternal.

Tempat berakhirnya vena-vena otak ini di sinus-sinus duramater.

3. Etiologi

Penyakit meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis humanus, sedangkan menurut peneliti yang lain dalam

literatur yang berbeda meningitis Tuberkulosis disebabkan oleh dua

micobacterium yaitu Mycobacterium tubeculosis dan Mycobacterium

bovis yang biasanya menyebabkan infeksi pada sapi dan jarang pada

manusia.
17

Mycobacterium tuberculosis merupakan basil yang berbentuk batang,

berukuran 0,2-0,6m x 1,0-10m, tidak bergerak dan tidak membentuk

spora. Mycobacterium tuberculosis bersifat obligat aerob, hal ini

menerangkan predileksinya pada jaringan yang oksigenasinya tinggi

seperti apeks paru, ginjal dan otak. Mycobacterium tidak tampak dengan

pewarnaan gram tetapi tampak dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Basil ini

bersifat tahan asam, artinya tahan terhadap pewarnaan carbolfuchsin yang

menggunakan campuran asam klorida-etanol. Sifat tahan asam ini

disebabkan karena kadar lipid yang tinggi pada dinding selnya. Lipid pada

dinding sel basil Mycobacterium tuberculosis meliputi hampir 60% dari

dinding selnya, dan merupakan hidrokarbon rantai panjang yang disebut

asam mikolat. Mycobacterium tuberculosa tumbuh lambat dengan double

time dalam 18-24 jam, maka secara klinis kulturnya memerlukan waktu 8

minggu sebelum dinyatakan negatif.

4. Manifestasi Klinik

Meningitis tuberkulosis umumnya memiliki onset yang perlahan.

Terdapat riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis, biasanya memiliki

TB aktif atau riwayat batuk lama, berkeringat malam dan penurunan berat

badan beberapa hari sampai beberapa bulan sebelum gejala infeksi

susunan saraf pusat muncul.


18

Gejala meningitis tuberkulosis sangat bervariasi, gejala awal biasanya

mirip dengan infeksi umum lainnya yaitu berupa kelemahan umum

(malaise), demam yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala yang hilang

timbul dan muntah. Setelah gejala awal berlangsung selama sekitar 2

minggu timbul gejala nyeri kepala yang persisten dan nyeri tengkuk yang

berhubungan dengan rangsang meningeal, timbul tanda-tanda peningkatan

tekanan intra kranial dan defisit neurulogik fokal (parese pada nervus

kranial dan hemiparese). Inflamasi arteri pada basis kranii disertai

penyempitan dan pembentukan trombus pada lumennya menimbulkan

iskemik dan infark serebri dengan berbagai defisit neurologi sebagai

akibatnya. Saraf kranial II, III, IV, VI, VII dan VIII sering mengalami

kompresi oleh eksudat yang kental. Pada stadium lanjut terjadi gerakan

involunter, hemiplegi, kesadaran yang semakin menurun dan terjadi

hidrosefalus.

Ensefalopati tuberkulosis secara klinis memberikan sindrom berupa

kejang, stupor atau koma, gerakan involunter, paralise, deserebrasi atau

rigiditas dengan atau tanpa tanda klinis meningitis atau kelainan cairan

serebrospinalis.

5. Patofisiologi

Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksi

tuberkulosis primer ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru-

paru. Tuberkulosis secara primer merupakan penyakit pada manusia.


19

Reservoir infeksi utamanya adalah manusia, dan penyakit ini ditularkan

dari orang ke orang terutama melalui partikel droplet yang dikeluarkan

oleh penderita tuberkulosis paru pada saat batuk. Partikel-partikel yang

mengandung Mycobacterium tuberculosis ini dapat bertahan lama di udara

atau pada debu rumah dan terhirup masuk kedalam paru-paru orang sehat.

Pintu masuk infeksi ini adalah saluran nafas sehingga infeksi pertama

biasanya terjadi pada paru-paru. Transmisi melalui saluran cerna dan kulit

jarang terjadi.

Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalam

ruang alveoli, makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal dari

sirkulasi. Sejumlah kuman menyebar terutama ke kelenjar getah bening

hilus. Lesi primer pada paru-paru berupa lesi eksudatif parenkimal dan

kelenjar limfenya disebut kompleks “Ghon”. Pada fase awal kuman dari

kelenjar getah bening masuk kedalam aliran darah sehingga terjadi

penyebaran hematogen.

Dalam waktu 2-4 minggu setelah terinfeksi, terbentuklah respon

imunitas selular terhadap infeksi tersebut. Limfosit-T distimulasi oleh

antigen basil ini untuk membentuk limfokin, yang kemudian mengaktivasi

sel fagosit mononuklear dalam aliran darah. Dalam makrofag yang

diaktivasi ini organisme dapat mati, tetapi sebaliknya banyak juga

makrofag yang mati. Kemudian terbentuklah tuberkel terdiri dari

makrofag, limfosit dan sel-sel lain mengelilingi jaringan nekrotik dan

perkijuan sebagai pusatnya.


20

Setelah infeksi pertama dapat terjadi dua kemungkinan, pada orang

yang sehat lesi akan sembuh spontan dengan meninggalkan kalsifikasi dan

jaringan fibrotik. Pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah,

penyebaran hematogen akan menyebabkan infeksi umum yang fatal, yang

disebut sebagai tuberkulosis millier diseminata. Pada keadaan dimana

respon host masih cukup efektif tetapi kurang efisien akan timbul fokus

perkijuan yang besar dan mengalami enkapsulasi fibrosa tetapi menyimpan

basil yang dorman. Klien dengan infeksi laten memiliki resiko 10% untuk

berkembang menjadi tuberkulosis aktif. Reaktivasi dari fokus perkijuan

akan terjadi bila daya tahan tubuh host menurun, maka akan terjadi

pembesaran tuberkel, pusat perkijuan akan melunak dan mengalami

pencairan, basil mengalami proliferasi, lesi akan pecah lalu melepaskan

organisme dan produk-produk antigen ke jaringan disekitarnya. Apabila

hal-hal yang dijelaskan di atas terjadi pada susunan saraf pusat maka akan

terjadi infeksi yang disebut meningitis tuberkulosis.

Fokus tuberkel yang berlokasi dipermukaan otak yang berdekatan

dengan ruang sub arakhnoid dan terletak sub ependimal disebut sebagai

“Focus Rich”. Reaktivasi dan ruptur dari fokus rich akan menyebabkan

pelepasan basil Tuberkulosis dan antigennya kedalam ruang sub arakhnoid

atau sistem ventrikel, sehingga terjadi meningitis tuberkulosis.


21

Patofisiologi Meningitis Tuberkulosis

Inhalasi kuman TB

Paru-paru

Penyebaran limfohematogen

TB paru primer Dorman di otak Organ lain

Pembentukan tuberkel-tuberkel kecil berwarna putih


pada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang

Tuberkel melunak dan pecah

Kuman masuk ke ruang sub arakhnoid dan ventrikulus

Terjadi peradangan difus pada pia, arakhnoid, LCS, ruang sub arakhnoid dan ventrikulus

Penyebaran sel-sel leukosit PMN ke dalam ruang sub arakhnoid

Terbentuk eksudat

Beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dalam minggu ke-2

Eksudat yang terbentuk terdiri dari 2 lapisan :


- lapisan luar mengandung fibrin dan leukosit PMN
- lapisan dalam mengandung makrofag

Proses radang terjadi juga pada pembuluh darah di korteks

Trombosis, infark otak, oedema otak, degenerasi neuron-neuron

Tombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrinopurulen. Kelainan nervus


kranial II, III, IV, VI, VII, VIII

Organisasi di ruang sub arakhnoid superfisial yang dapat menghambat aliran dan absorpsi
LCS

Hidrosefalus komunikan

Bagan 1
Patofisiologi
22

6. Klasifikasi

Menurut Smeltzer. S.C and Brenda. G. Bare (2001 : 2175) klasifikasi

meningitis dibagi menjadi 3 tipe utama yaitu meningitis asepsis, sepsis dan

tuberkulosis.

a. Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau

menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak,

ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah di ruang sub arakhnoid.

b. Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh

organisme bakteri seperti meningokokus,stafilokokus, atau basilus

influenza.

c. Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh bakteri mikobakterium

tuberkulosis.

Sedangkan menurut Arief Mansyur (2000 : 11) berdasarkan

perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi dalam 2

golongan yaitu :

a. Meningitis serosa adalah radang selaput otak, arakhnoid, dan piamater

yang disertai cairan otak yang jernih penyebab tersering adalah

Mycobacterium tuberculosis, penyebab lain adalah virus, toxoplasma

dan ricketsia.

b. Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piamater

yang meliputi otak dan medulaspinalis. Penyebabnya antara lain :

Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis


23

(meningokok), Streptococcus haemoliticus, Staphylococcus coli,

Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.

Klasifikasi atas dasar gejala klinik yang dapat meramalkan prognosis

penyakit menurut Medical Research Council of Great Britain sebagai

berikut :

Stadium I : Klien menunjukan sedikit atau tanpa gejala klinis

meningitis, tanpa parese, dalam keadaan umum yang baik

dan kesadaran yang penuh.

Stadium II : Klien dengan keadaan diantara stadium I dan III

Stadium III : Klien tampak sakit berat, kesadaran stupor atau koma dan

terdapat parese yang berat (hemiplegi atau paraplegi).

7. Dampak Meningitis Terhadap Sistem Tubuh Lain

a. Sistem Pernafasan

Penderita meningitis dapat mengalami kerusakan saraf pengatur

pernafasan sehingga kontrol sistem pernafasan tidak adekuat. Pola nafas

berubah sehingga pengambilan oksigen dari atmosfir dapat berkurang,

yang berakhir dengan kondisi hipoksia. Kerusakan vaskular pada

jaringan susunan saraf pusat akan menghambat proses transportasi

oksigen sehingga otak kekurangan oksigen yang berdampak terjadinya

kematian sel-sel jaringan otak, distres pernafasan terjadi akibat

penekanan pusat pernafasan di medulla oblongata oleh peningkatan

tekanan intrakranial.
24

b. Sistem Kardiovaskular

Proses peradangan pada meningen menyebabkan perubahan pada

jaringan selaput otak sehingga menghambat sirkulasi darah. Gangguan

pola nafas menyebabkan kadar oksigen darah berkurang sehingga

perfusi jaringan menurun yang ditandai dengan adanya sianosis pada

beberapa bagian tubuh tekanan darah meningkat atau menurun dan

frekuensi nadi meningkat.

c. Sistem Pencernaan

Terjadi oedema serebral mengakibatkan kompensasi tubuh untuk

menangani dengan mengeluarkan steroid adrenal melalui perangsangan

dari hipotalamus. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan sekresi

asam lambung yang menyebabkan hiper asiditas yang akan

menimbulkan mual, muntah dan nafsu makan berkurang. Pada kondisi

yang kronis keadaan ini akan menimbulkan iskemi mukosa lambung

dan kerusakan barier mukosa sehingga terjadilah perdarahan lambung

(stress ulcer) maka pada kondisi tersebut asupan nutrisi klien tidak

adekuat yang menimbulkan klien kurang nutrisi.

d. Sistem Perkemihan

Pada sistem urinaria terjadi retensi urine dan inkontinensia urine. Pada

kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena proses katabolisme

terutama jika dalam kondisi kekurangan kalori protein (KKP).


25

e. Sistem Persarafan

Proses peradangan meningen dapat menimbulkan peningkatan tekanan

intrakranial, dimana akan terjadi kerusakan saraf pusat pengontrol

kesadaran yang dapat menimbulkan penurunan kesadaran dan terjadi

penekanan pada saraf pusat pernafasan yang dapat mengakibatkan pola

nafas tidak efektif. Pada saraf kranial yaitu nervus vagus yang

mengakibatkan penurunan reflek menelan, nervus optikus yang dapat

mengganggu fungsi visual, kerusakan nervus III, IV, VI yang dapat

mengganggu pergerakan bola mata, kerusakan nervus VIII yang dapat

mengganggu fungsi pendengaran. Pada proses peradangan akan

menimbulkan respon nyeri yang akan merangsang korteks sesebri dan

dalam keadaan lanjut dapat menimbulkan iritasi meningen yang

ditandai dengan adanya kaku kuduk, kernig positif, brudzinski I dan II,

serta laseque positif.

f. Sistem muskuloskeletal

Proses inflamasi pada susunan saraf menimbulkan berbagai hambatan

dalam perangsangan neuromuskuler sehingga dapat timbul kelemahan

otot-otot dan terjadi paralise. Hal ini memungkinkan klien tidak dapat

melakukan aktifitas gerak tubuhnya secara optimal bahkan terjadinya

kontraktur dapat memperberat kondisi.

g. Sistem Integumen

Peningkatan metabolisme mengakibatkan peningkatan suhu tubuh

sehingga timbul demam, yang dapat meningkatkan kebutuhan cairan,


26

selain itu klien dengan meningitis seringkali terjadi penurunan

kesadaran sehingga klien harus berbaring lama di tempat tidur dan

dapat terjadi gangguan integritas kulit sebagai dampak dari berbaring

yang lama.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada meningitis tuberkulosis meliputi

pemeriksaan Rontgent thorax, CT-scan, MRI.

Pada klien dengan meningitis tuberkulosis umumnya didapatkan

gambaran tuberkulosis paru primer pada pemeriksaan rontgent

thoraks, kadang-kadang disertai dengan penyebaran milier dan

kalsifikasi. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan dan MRI dapat

terlihat adanya hidrosefalus, inflamasi meningen dan tuberkoloma.

Gambaran rontgent thoraks yang normal tidak menyingkirkan

diagnosa meningitis tuberkulosis.

b. Tes Tuberkulin

Tuberkulin hanya mendeteksi reaksi hipersensitifitas lambat,

tidak menandakan adanya infeksi aktif sehingga penggunaannya

untuk mendiagnosis infeksi aktif dan meningitis tuberkulosis masih

kurang sensitif. Namun pemeriksaan tuberkulin yang positif pada anak

memiliki nilai diagnostik, sementara pada orang dewasa hanya


27

menandakan adanya riwayat kontak dengan antigen tuberkulosis, dan

dapat memberikan arah untuk pemeriksaan selanjutnya.

c. Cairan Serebrospinal

Pemeriksaan cairan serebrospinal merupakan diagnostik yang

efektif untuk mendiagnosis meningitis tuberkulosis. Gambaran cairan

serebrospinal yang karakteristik pada meningitis tuberculosis adalah:

1) Cairan jernih sedikit kekuningan atau xantocrom.

2) Pleositosis yang moderat biasanya antara 100-400 sel/mm3 dengan

predominan limfosit.

3) Kadar glukosa yang rendah 30-45 mg/dL atau kurang dari 50%

nilai glukosa darah.

4) Peningkatan kadar protein.

d. Bakteriologi

Identifikasi basil tuberkulosis pada cairan serebrospinal memiliki

akurasi yang sangat tinggi hingga 100% dalam mendiagnosis

meningitis tuberkulosis. Untuk mendiagnosis basil tersebut dapat

dilakukan dengan cara pemeriksaan apus langsung BTA dengan

metode Ziehl-Neelsen dan dengan cara kultur pada cairan

serebrospinal.

e. Pemeriksaan Biokimia

Pemeriksaan ini untuk mengukur sifat tertentu dari

mycobacterium atau respon tubuh penderita terhadap mycobacterium.

Yang tergolong pemeriksaan biokimia antara lain:


28

1) Bromide Partition Test (BPT)

2) Adenosine Deaminase Activity (ADA)

3) Tuberculostearic Acid

f. Tes Immunologis

Yang mendeteksi antigen atau antibody mikobakterial dalam

cairan serebrospinal, metoda yang sering digunakan dalam tes

imunologis antara lain:

1) ELISA (enzym linked immuno sorbent assay)

2) Polymerase Chain Reaction (PCR)

9. Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan meningitis tuberkulosis terdiri dari:

a. Perawatan umum

Perawatan penderita meliputi berbagai aspek yang harus

diperhatikan dengan sungguh-sungguh, antara lain kebutuhan cairan

dan elektrolit, kebutuhan nutrisi, posisi klien, perawatan kandung

kemih, dan defekasi serta perawatan umum lainnya sesuai dengan

kondisi klien.

b. Kemoterapeutik dengan obat anti tuberkulosis

Tujuan pengobatan terhadap penderita tuberkulosis adalah

menyembuhkan penderita dari penyakit tuberkulosis yang dideritanya,

mencegah kematian akibat tuberkulosis, mencegah terjadinya relaps,


29

mencegah penularan dan sekaligus mencegah terjadinya resistensi

terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) yang diberikan.

Prinsip pengobatan meningitis tuberkulosis tidak banyak berbeda

dengan terapi bentuk tuberkulosis yang lain. Syarat terpenting adalah

bahwa pilihan OAT harus dapat menembus sawar darah otak dalam

konsentrasi yang cukup untuk mengeliminir basil intra dan

ekstraselular. Beberapa obat yang biasa digunakan untuk meningitis

tuberkulosis adalah :

1) Isoniazida (INH) diberikan dengan dosis 400 mg / hari.

2) Rifampisin, diberikan dengan dosis 450-600 mg / hari.

3) Pyrazinamid, diberikan dengan dosis 1500 mg / hari.

4) Ethambutol, diberikan dengan dosis 25 mg / kg BB / hari sampai

dengan 1500 mg / hari.

5) Streptomisin, diberikan intra muskular selama 3 bulan dengan

dosis 30-50 mg / kg BB / hari.

6) Kortikosteroid, biasanya digunakan dexametason secara intra vena

dengan dosis 10 mg setiap 4-6 jam, pemberian dexametason ini

terutama jika terdapat oedema otak, apabila keadaan membaik

maka dosis dapat diturunkan secara bertahap.

Efek samping OAT

(a) Isoniazid (H)

Efek samping berat yaitu terjadi hepatitis dan terjadi pada kira-kira

0,5% dari kasus. Bila terjadi maka pengobatan dihentikan, dan


30

setelah pemeriksaan faal hati kembali normal pengobatan dapat

dilaksanakan kembali

Efek samping ringan berupa

(1) Tanda-tanda keracunan saraf tepi, kesemutan, anastesia dan

nyeri otot

(2) Kelainan yang menyerupai syndroma pellagra

(3) Kelainan kulit yang bervariasi antara lain gatal-gatal

(b) Rifampisin (R)

Efeksamping berat jarang terjadi seperti : sesak nafas yang

kadang-kadang disertai kollaps atau syok, anemia hemolitik,

purpura dan gagal ginjal

Efek samping ringan seperti : gatal-gatal, kemerahan, demam,

nyeri tulang, nyeri perut, mual muntah dan kadang-kadang diare.

(c) Pyrazinamid (Z)

Efek samping utama adalah hepatitis, dapat terjadi nyeri sendi dan

kadang-kadang serangan penyakit gout.

(d) Ethambutol (E)

Dapat menyebabkan gangguan penglihatan, berkurangnya

ketajaman penglihatan, kabur dan buta warna merah dan hijau.


31

B. Konsep Asuhan Keperawatan Meningitis

Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami

gangguan sistem persarafan, perawat dituntut untuk memiliki kemampuan

berpikir kritis, karena tidak jarang kliennya mengalami penurunan kesadaran,

sehingga perawat bekerja sepihak. Walaupun kondisinya demikian perawat

tetap harus menggunakan metoda pendekatan pemecahan masalah (problem

solving) melalui proses keperawatan.

Proses keperawatan yaitu serangkaian perbuatan atau tindakan untuk

menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam

rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatan secara

optimal.tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara komprehensif

yang saling berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain dari mulai

pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dimana

pada tahap ini perawat melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari

hasil wawancara, pemeriksaan fisik, laporan teman sejawat, catatan

keperawatan atau tim kesehatan lainnya. Data yang diperoleh kemudian

dianalisa untuk mendapatkan diagnosa keperawatan yang merupakan

masalah klien. Tahap pengkajian ini terdiri dari :

a. Pengumpulan data

1) Identitas

a) Identitas klien
32

Identitas klien yang berhubungan dengan penyakit

meningitis adalah:

- Umur : meningitis adalah penyakit sistem persarafan yang dapat

terjadi pada semua umur, dewasa maupun anak.

- Pendidikan : Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi

terhadap pengetahuan klien tentang penyakit meningitis

- Pekerjaan : Ekonomi yang rendah akan berpengaruh karena

dapat menyebabkan gizi yang kurang sehingga daya tahan

tubuh klien rendah dan mudah jatuh sakit.

b) Identitas penanggung jawab meliputi:

Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan

klien.

2) Riwayat kesehatan

a) Keluhan utama

Pada umumnya klien dengan meningitis keluhan yang paling

utama adalah adanya nyeri kepala atau penurunan kesadaran yang

disertai kejang.

b) Riwayat kesehatan sekarang

Pengkajian meliputi keluhan pada saat datang ke rumah sakit dan

keluhan pada saat pengkajian, dikembangkan dengan

menggunakan analisa PQRST.


33

P: Provokatif/paliatif

Apakah yang meyebabkan keluhan dan memperingan serta

memberatkan keluhan. Nyeri kepala pada penyakit meningitis

biasanya disebabkan oleh adanya iritasi meningen. Nyeri di

rasakan bertambah bila beraktivitas dan berkurang jika

beristirahat.

Q : Quantity / Quality

Seberapa berat keluhan dan bagaimana rasanya serta berapa

sering keluhan itu muncul. Nyeri kepala dirasakan menetap dan

sangat berat.

R: Region / Radasi

Lokasi keluhan dirasakan dan juga arah penyebaran keluhan

sejauh mana.

S : Scale

Intensitas keluhan dinyatakan dengan keluhan ringan, sedang

dan berat. Nyeri kepala pada klien meningitis sangat berat

(skala : 5), dikarenakan adanya iritasi meningen yang disertai

kaku kuduk.

T : Timing

Kapan keluhan dirasakan, seberapa sering, apakah berulang-

ulang, dimana hal ini menentukan waktu dan durasi. Keluhan

nyeri dirasakan menetap/terus menerus karena iritasi meningen.


34

c) Riwayat kesehatan dahulu

Kaji kebiasaan klien : merokok, minum-minuman beralkohol,

riwayat batuk lama / infeksi saluran nafas kronis, batuk berdahak

atau tanpa dahak (dahak berdarah / tidak). Riwayat kontak dengan

penderita TBC. Apakah klien punya riwayat trauma kepala atau

tulang belakang. Riwayat infeksi lain seperti Otitis media dan

mastoiditis.

d) Riwayat kesehatan keluarga.

Kaji riwayat keluarga apakah ada keluarga klien yang menderita

penyakit yang sama dengan klien, riwayat demam disertai

kejang. Adanya penyakit menular seperti TBC.

3) Pemeriksaan fisik

a) Sistem pernafasan

Gejala yang ditemukan biasanya didapatkan pernafasan cepat dan

dangkal, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, adanya

pernafasan cuping hidung, retraksi dada positif, adanya batuk

berdahak, ronkhi positif.

b) Sistem Kardiovaskuler

Suara jantung lemah, adanya peningkatan tekanan darah atau

penurunan tekanan darah dan peningkatan frekuensi denyut nadi.

Pada kasus lebih lanjut akral menjadi dingin, terjadi sianosis dan

capillary refil time (CRT) lebih dari 3 detik.


35

c) Sistem Percernaan

Pada sistem pencernaan ditemukan keluhan mual dan muntah

serta anoreksia bahkan ditemukan adanya kerusakan nervus

kranial pada nervus vagus yang mengakibatkan penurunan reflek

menelan. Pada kondisi ini akan menimbulkan hipersekresi HCl 

iskemia mukosa lambung dan kerusakan barrier mukosa  erosi

hemoragik lambung (perdarahan lambung) sehingga terjadi

penurunan berat badan dan jatuh pada kondisi kurang kalori

protein (KKP).

d) Sistem Perkemihan

Pada sistem urinaria dapat terjadi retensi urine dan inkontinensia

urine. Pada kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena

proses katabolisme terutama jika dalam kondisi KKP.

e) Sistem Muskuloskeletal

Pengkajian pada sistem muskuloskeletal perlu diarahkan pada

kerusakan motorik, kelemahan tubuh, massa otot, dan perlu di

kaji rentang gerak dari ekstremitas.

f) Sistem Integumen

Penting mengkaji adanya peningkatan suhu tubuh sebagai

dampak infeksi sistemik, selain itu klien dengan meningitis

seringkali terjadi penurunan kesadaran sehingga klien harus

berbaring lama di tempat tidur dan dapat terjadi gangguan

integritas kulit sebagai dampak dari berbaring yang lama.


36

g) Sistem persarafan

Gangguan yang muncul pada klien meningitis yang berkaitan

dengan sistem persarafan sangat kompleks. Pada penyakit

meningitis terjadi peradangan selaput otak dan parenkim otak

yang merupakan pusat sistem persarafan. Gangguan yang muncul

tersebut antara lain: kerusakan saraf pengontrol kesadaran yang

dapat mengakibatkan penurunan kesadaran, pola nafas tidak

efektif akibat peningkatan tekanan intrakranial yang menekan

pusat pernafasan dan kerusakan pada saraf kranial yaitu nervus

vagus yang mengakibatkan penurunan reflek menelan, nervus

kranial lain yang umum terkena adalah nervus I, III, IV, VI, VIII.

Pada penyakit meningitis terdapat tanda yang khas yaitu tanda-

tanda iritasi meningen: kaku kuduk positif, brudzinski I, II positif,

kernig dan laseque positif. Selain itu gejala awal yang sering

terjadi pada meningitis adalah sakit kepala dan demam yamg

diakibatkan dari iritasi meningen, juga didapat adanya manifestasi

perubahan perilaku yang umum terjadi, yaitu letargik, tidak

responsif dan koma. Kejang sekunder dapat terjadi juga akibat

area fokal kortikal yang peka. Alasan yang tidak diketahui, klien

meningitis juga mengalami "foto fobia" atau sensitif yang

berlebihan terhadap cahaya.


37

4) Pola aktivitas sehari-hari

a) Nutrisi

Biasanya klien kehilangan nafsu makan, mual, muntah,

anoreksia dan bila pasien mengalami penurunan kesadaran,

reflek menelan terjadi penurunan, sehingga klien harus dipasang

naso gastric tube (NGT).

b) Eliminasi

Pada umumnya klien dengan penurunan kesadaran akan terjadi

inkontinensia urine sehingga harus dipasang dower kateter.

c) Istirahat tidur

Istirahat tidur terganggu akibat adanya sesak nafas, nyeri kepala

hebat akibat peningkatan tekanan intra kranial. Hal ini

merupakan mecanoreceptor terhadap reticular activating system

( RAS ) sebagai pusat tidur jaga.

d) Personal hygiene

Bisa mengalami gangguan pemenuhan ADL termasuk personal

hygiene akibat kelemahan otot terutama pada klien dengan

penurunan kesadaran.

5) Data psikologis

Pada umumnya klien merasa takut akan penyakitnya, cemas karena

perawatan lama di rumah sakit dan perasaan tidak bebas di rumah

sakit akibat hospitalisasi.


38

Konsep diri klien: persepsi klien terhadap tubuhnya dapat berubah

akibat perubahan bentuk dan fungsi tubuh, klien merasa tidak

berharga, rendah diri dan kehilangan peran.

Ideal diri klien banyak yang tidak tercapai. Sebagian besar penyakit

meningitis dapat membatasi kehidupan klien sehari-hari.

6) Data sosial

Perlu dikaji tentang tidak tanggapnya terhadap aktifitas

disekitarnya baik ketika di rumah atau di rumah sakit. Klien

biasanya menjadi tidak peduli dan lebih banyak diam akan

lingkungan sekitarnya.

7) Data spiritual

Pengkajian ditujukan terhadap harapan kesembuhan,

kepercayaan dan penerimaan mengenai keadaan sakit serta

keyakinan yang dianut oleh klien ataupun keluarga klien.

8) Data Penunjang

a) Laboratorium

(1) Pemeriksaan darah leukosit meningkat bila terjadi infeksi.

(2) Analisis cairan serebrospinalis melalui lumbal fungsi.

Karakteristik cerebro spinalis fluid (CSF) pada meningitis

tuberkulosis adalah :

(a) Warna CSF jernih

(b) Jumlah sel eritrosit dan leukosit meningkat.


39

(c) Biokimia:

- Kalium meningkat

- Klorida menurun

- Glukosa menurun

- Protein meningkat

b) Radiologi dengan thorak foto melihat kemungkinan adanya

penyakit saluran nafas sebagai infeksi primer.

c) Foto tulang wajah untuk melihat adanya skelet dan rongga

sinus yang mengalami sinusitis.

d) Scanning / CT Scan untuk menemukan adanya patologi otak

dan medulaspinalis.

b. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan mengaitkan dan menggabungkan data

tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat

kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan

klien. Merupakan suatu proses berpikir yang meliputi kegiatan

pengelompokkan data dan menginterpretasikan kelompok data dan

membandingkan dengan standar yang normal serta menentukan masalah

atau penyimpangan yang merupakan suatu kesimpulan.

c. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan meningitis

adalah:
40

Menurut Doenges, 1993 : 311-319

1) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses

invasi kuman patogen.

2) Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral

berhubungan dengan oedema serebral.

3) Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan penurunan

kesadaran

4) Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi pada susunan

saraf pusat.

5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

neuromuskuler.

6) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan sistem

saraf.

7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

8) Kurang pengetahuan tentang penyebab infeksi dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

Menurut Tucker (1993:522-524).

9) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan

tingkat kesadaran.

10) Gangguan keseimbangan suhu tubuh, hypertermia

berhubungan dengan proses inflamasi.

11) Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan

tirah baring lama.


41

2. Perencanaan

Perencanaan adalah proses penentuan tujuan merumuskan intervensi

dan rasional secara sistematis dan spesifik disesuaikan dengan kondisi,

situasi dan lingkungan klien.

a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses invasi

kuman patogen secara hematogen.

Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi.

Kriteria :

- Suhu tubuh normal 36-37°C

- Klien ditempatkan di ruang isolasi

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Berikan tindakan isolasi sebagai Pada fase awal meningitis
tindakan pencegahan meningokokus atau infeksi
ensepalitis lainnya, isolasi mungkin
diperlukan sampai organismenya
diketahui/dosis antibiotik yang
cocok telah diberikan untuk
menurunkan resiko penyebaran
pada orang lain.

2. Pertahankan teknik aseptik dan Menurunkan resiko klien terkena


teknik cuci tangan yang tepat infeksi sekunder. Mengontrol
baik klien atau pengujung penyebaran sumber infeksi,
maupun staf. Pantau dan batasi mencegah pemajanan pada
pengunjung/staf sesuai kebutuhan. individu terinfeksi (misalnya:
individu yang mengalami infeksi
saluran pemafasan atas).

3. Pantau suhu secara teratur. Catat Terapi obat biasanya akan


munculnya tanda-tanda klinis dari diberikan terus selama kurang dari
proses infeksi. 5 hari setelah suhu turun (kembali
normal) dan tanda-tanda klinisnya
jelas. Timbulnya tanda klinis yang
terus menerus merupakan indikasi
perkembangan dari
meningokosemia akut yang dapat
bertahan sampai berminggu-
minggu/berbulan-bulan atau terjadi
penyebaran patogen secara
hematogen/sepsis.
42

1 2 3
4. Teliti adanya keluhan dari dada, Infeksi sekunder seperti
berkembangnya nadi yang tidak miokarditis/perikarditis dapat
teratur/disritmia atau demam yang terus berkembang dan memerlukan
menerus. intervensi
lanjut.

5. Auskultasi suara nafas. Pantau Adanya rorchi/mengi, takhipne dan


kecepatan pernafasan dan usaha peningkatan kerja pernafasan
pernafasan. mungkin mencerminkan adanya
akumulasi sekret dengan resiko
terjadinya infeksi pernafasan.

6. Ubah posisi klien dengan teratur dan Mobilisasi sekret dan


anjurkan untuk melakukan nafas dalam. meningkatkan kelancaran sekret
yang akan menurunkan resiko
terjadinya komplikasi terhadap
pernafasan.

7. Catat karakteristik urine, seperti warna, Urine statis, dehidrasi dan


kejernihan dan bau kelemahan umum meningkatkan
resiko terhadap infeksi kandung
kemih/ginjal/awitan sepsis.

8. Kolaborasi Obat yang dipilih tergantung pada


Berikan terapi antibiotik IV sesuai tipe infeksi dan sensitifitas
indikasi: penisilin G, Ampisilin, individu. Catalan: Obat intratekal
Kloramfenikol, Gentamisin, mungkin diindikasikan untuk
Amfoterisin B. basilus Gram-negatif, jamur,
amuba.

b. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral

berhubungan dengan oedema serebral.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan perfusi serebral

Kriteria :

- Tingkat kesadaran membaik

- Tanda-tanda vital stabil

- Tidak adanya nyeri kepala

- Tidak adanya tanda peningkatan TIK


43

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Tentukan faktor-faktor yang Menentukan pilihan intervensi. Penurunan
berhubungan dengan keadaan tertentu tanda/gejala neurologis atau kegagalan
atau yang menyebabkan koma / dalam pemulihannya setelah serangan awal
penurunan perfusi jaringan otak dan menunjukan klien itu perlu dipindahkan ke
potensial peningkatan TIK perawatan intensif untuk mementau tekanan
TIK atau pembedahan.

2. Pantau status neurologis secara teratur Mengkaji adanya kecenderungan pada


dan bandingkan dengan nilai standar tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
(misalnya: GCS) TIK dan bermanfaat dalam menentukan,
lokasi, perluasan dan perkembangan
kerusakan SSP.

3. Pantau tanda-tanda vital meliputi TD, Peningkatan tekanan darah sistemik yang
Nadi, Respirasi diikuti oleh penurunan tekanan darah
diastolik merupakan tanda adanya
peningkatan TIK nafas yang tidak teratur
dapat menunjukan lokasi gangguan serebral
dan tanda adanya peningkatan serebral.

4. Bantu klien untuk menghindari Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan


manuver valsava, seperti batuk, intra thoraks yang akan meningkatkan TIK
mengejan.

5 Perhatikan adanya gelisah yang Petunjuk non verbal ini menunjukan adanya
meningkat, peningkatan keluhan dan peningkatan TIK atau adanya nyeri kepala.
tingkah laku yang tidak sesuai.

6 Kaji adanya peningkatan rigiditas, Merupakan indikasi dari iritasi meningeal


regangan, peka rangsang, serangan yang dapat terjadi sehubungan dengan
kejang. kerusakan dari duramater atau
perkembangan infeksi.

7 Tinggikan kepala klien 15-45 derajat Meningkatkan aliran balik vena dari kepala
sesuai indikasi yang dapat ditoleransi. sehingga akan mengurangi kongesti dan
oedema atau resiko peningkatan TIK.

8 Kolaborasi untuk pemberian obat Menurunkan inflamasi yang selanjutnya


sesuai indikasi seperti dexametason menurunkan oedema jaringan.

c. Resiko tinggi terhadap injuri / trauma berhubungan dengan adanya

kejang akibat iritasi korteks serebral.

Tujuan : Trauma / injuri tidak terjadi.

Kriteria : Tidak mengalami kejang / kejang dapat diatasi.


44

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Monitor adanya kejang/ kedutan pada Mencerminkan adanya iritasi SSP
tangan, kaki dan mulut atau otot wajah secara umum yang memerlukan
yang lain. evaluasi segera dan intervensi yang
mungkin untuk mencegah
komplikasi.

2. Berikan keamanan pada klien Melindungi klien jika terjadi kejang.


dengan memberi bantalan pada Catatan: Memasukan jalan nafas
penghalang tempat tidur, buatan/ gulungan lunak hanya jika
pertahankan penghalang rahangnya relaksasi, jangan dipaksa,
tempat tidur tetap terpasang memasukan ketika giginya mengatup
dan pasang jalan nafas buatan karena dapat merusak jaringan lunak.
plastik atau gulungan lunak
dan alat penghisap.

3. Kolaborasi dengan medik untuk Merupakan indikasi untuk


pemberian obat sesuai indikasi, penanganan dan pencegahan kejang.
seperti Fenitoin (dilantin), Catatan: Fenobarbital dapat
diazepam (valium), menyebabkan depresi pernafasan dan
fenobarbital (luminal) sedatif serta menutupi tanda/ gejala
dari peningkatan TIK.

d. Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi pada susunan saraf

pusat.

Tujuan : Nyeri hilang

Kriteria :

- Klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol

- Menunjukan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Berikan lingkungan yang tenang, Menurunkan reaksi terhadap
ruangan agak gelap sesuai indikasi stimulasi dari luar atau sensitivitas
pada cahaya dan meningkatkan
istirahat/relaksasi.

2. Letakan kantung es pada kepala, Meningkatkan vasokontriksi,


pakaian dingin di atas mata. menumpulkan persepsi sensori yang
selanjutnya akan menurunkan nyeri.
45

1 2 3
3. Dukung untuk menemukan posisi yang Menurunkan iritasi meningeal,
nyaman, seperti kepala agak tinggi resultan ketidak nyamanan lebih
sedikit. lanjut.
4. Berikan latihan rentang gerak Dapat membantu merelaksasikan
aktif/pasif secara tepat dan lakukan ketegangan otot yang meningkatkan
massase otot daerah bahu atau leher. reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman
tersebut.

e. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak

akibat kelemahan atau kerusakan neuromuskular.

Tujuan : Mobilisasi fisik terpenuhi.

Kriteria : Klien mampu melakukan mobilisasi.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Periksa kembali kemampuan dan Mengidentifikasi kemungkinan
keadaan secara fungsional pada kerusakan secara fungsional dan
kerusakan yang terjadi. mempengaruhi dan pilihan intervensi yang
akan dilakukan.

2. Kaji derajat imobilisasi klien Klien mampu mandiri (nilai 0) atau


dengan menggunakan skala memerlukan bantuan/ peralatan yang
ketergantungan minimal (nilai 1); memerlukan bantuan
sedang dengan pengawasan / diajarkan
(nilai 2); memerlukan bantuan / peralatan
yang terus menerus dan alat khusus (nilai
3); atau tergantung secara total pada
pemberian asuhan (nilai 4). seseorang da
lam semua kategori sama-sama
mempunyai resiko kecelakaan namun
kategori dengan nilai 2-4 mempunyai
resiko terbesar untuk terjadinya bahaya
tersebut sehubungan dengan imobilisasi.

3. Berikan atau bantu untuk Mempertahankan mobilisasi dan fungsi


melakukan latihan rentang sendi / posisi normal ekstremitas dan
gerak/ROM. menurunkan terjadinya vena yang statis

4. Berikan perawatan kulit dengan Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas


cermat, masase dengan pelembab kulit dan menurunkan resiko terjadinya
dan ganti linen / pakaian yang ekskoriasi kulit
basah dan pertahankan linen
tersebut tetap bersih dan bebas
dari kerutan.
46

f. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan sistem

saraf.

Tujuan : Tidak terjadi perubahan sensori

Kriteria :

- Melakukan kembali/mempertahankan tingkat kesadaran biasanya

dan fungsi persepsi

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Evaluasi secara teratur perubahan Fungsi serebral bagian atas biasanya
orientasi, kemampuan berbicara, alam terpengaruh lebih dulu oleh adanya
perasaan/afektif, sensorik dan proses gangguan sirkulasi, oksigenasi.
pikir.
2. Kaji kesadaran sensorik seperti respon Informasi penting untuk keamanan
sentuhan, panas/dingin, tajam/tumpul, klien. Semua sistem sensorik dapat
dan kesadaran terhadap gerakan dan terpengaruh dengan adanya
letak tubuh, perhatikan adanya masalah perubahan yang melibatkan
penglihatan atau sensasi yang lain. peningkatkan atau penurunkan
sensitifitas atau kehilangan
sensasi/kemampuan untuk
menerima dan berespon secara
sesuai dengan stimulus.

3. Berikan stimulasi yang bermanfaat Membantu klien untuk memisahkan


secara verbal, penciuman, taktil, pada realitas dari perubahan
pendengaran . persepsi, gangguan fungsi kognitif
dan atau penurunan penglihatan
dapat menjadi potensi timbulnya
disorientasi dan ansietas.

4. Berikan kesempatan yang lebih banyak Menurunkan frustrasi yang


untuk berkomunokasi dan melakukan berhubungan dengan perubahan
aktifitas. kemampuan atau pola respon yang
menunjang.

g. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan

kesadaran.

Tujuan : pola nafas efektif

Kriteria :
47

- Frekuensi nafas normal 16 - 20 x /mt

- Irama nafas reguler.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Kaji dan pantau frekuensi pola dan Perubahan pola nafas tidak efektif
irama nafas merupakan tanda berat adanya
peningkatan tekanan intrakranial
yang menekan medulla oblongata

2. Pertahankan jalan nafas efektif dengan Lendir yang berlebihan akan


melakukan pembersihan jalan nafas menumpuk dan menimbulkan
seperti pengisapan lendir dan oral obstruksi jalan nafas.
hygiene.

3. Berikan O2 sesuai order dan monitor Untuk memenuhi kebutuhan


efektifitas pemberian oksigen tersebut. oksigen dalam darah dan jaringan.

4. Pertahankan kepatenan jalan nafas Posisi leher yang ekstensi /


dengan leher dan posisi netral. menekuk mengakibatkan jalan
nafas terhambat.

h. Gangguan keseimbangan suhu tubuh hipertermia berhubungan dengan

proses inflamasi

Tujuan : Keseimbangan suhu tubuh terpenuhi.

Kriteria : Suhu tubuh 36 - 37 °C, keringat berkurang, klien tidak

merasakan panas badan.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Berikan kompres dingin pada daerah Kompres dingin dapat
yang banyak pembuluh darah sampai menimbulkan proses konduksi
suhu badan kembali normal. dimana terjadi perpindahan panas
dari satu objek ke objek lain dengan
kontak fisik antara kedua objek
tersebut.
2. Anjurkan pada klien untuk Dengan pakaian tipis
mengenakan pakaian tipis dan memudahkan penyerapan keringat
menyerap keringat. dan memberi rasa nyaman.

3. Observasi tanda-tanda vital suhu, Untuk mengetahui lebih lanjut


tensi, respirasi, dan nadi. tindakan yang akan dilakukan.
4. Kolaborasi pemberian terapi Antipiretik berfungsi
antipiretik. menghambat panas pada
hipotalamus.
48

i. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah

baring lama.

Tujuan : Ganguan integritas kulit tidak terjadi

Kriteria : Tidak tampak tanda-tanda gangguan integritas kulit seperti : kemerahan


dan lecet pada kulit.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Atur dan rubah posisi tidur klien Dapat mengurangi tekanan yang terus
setiap 2 jam. menerus yang menimbulkan sirkulasi
yang optimal pada daerah penekanan.

2. Berikan bantalan pada area tubuh yang Dengan diberikan bantalan pada daerah
menonjol dan berada pada permukaan penekanan akan mengurangi tekanan
tempat tidur. efek sirkulasi yang tidak lancar.

3. Lakukan masase pada daerah Tindakan masase sebagi stimulus


penekanan seperti bokong, siku dan turn terhadap vasodilatasi bagi vaskuler
it setiap hari. yang mengalami kontriksi pada
permukaan sehingga akan membantu
melancarkan sirkulasi pada daerah
tersebut.

4. Observasi tanda dekubitus seperti Bila ditemukan tanda-tanda dekubitus


lecet, kemerahan pada siku, tumit, segera ambil tindakan untuk
bokong dan daerah punggung setiap hari mengantisipasi terjadinya kerusakan
jaringan kulit yang berlebihan.

j. Gangguan rasa aman: cemas klien atau keluarga berhubungan dengan

kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan klien

dirumah.

Tujuan : cemas dapat diatasi

Kriteria :

- Klien atau keluarga mengakui dan mendiskusikan rasa takut.

- Klien atau keluarga tampak rileks (tidak memperlihatkan

kecemasan seperti gelisah)


49

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari Gangguan tingkat kesadaran dapat
klien/keluarga. Catat tanda-tanda verbal mempengaruhi ekspresi rasa takut tapi
atau non verbal. tidak menyangkal keberadaannya.
Derajat ansietas akan dipengaruhi
bagaimana informasi tersebut diterima
oleh individu.

2. Berikan penjelasan hubungan antara proses Meningkatkan pemahaman,


penyakit dan gejalanya. mengurangi rasa takut karena
ketidaktahuan dan dapat membantu
menurunkan ansietas.

3. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan Dapat meringankan ansietas terutama


prosedur sebelum dilakukan. ketika pemeriksaan tersebut melibatkan
otak.

4. Libatkan klien/keluarga dalam Meningkatkan perasaan kontrol terhadap


perawatan, perencanaan diri dan meningkatkan kemandirian.
kehidupan sehari-hari,
membuat keputusan sebanyak
mungkin.

k. Perubahan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kelemahan reflek menelan (disfagia) atau adanya rasa rnual,muntah

dan anoreksia.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria :

- Disfagia dapat diatasi

- Tidak terjadi aspirasi.

- Mual, muntah dan anoreksia tidak ada.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Timbang berat badan seminggu Untuk mengetahui efektivitas therapi.
sekali.

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Ahli gizi adalah spesialis nutrisi yang
membantu perencanaan makanan. dapat membantu kebutuhan nutrisi
klien dan langsung mempersiapkan
kebutuhan nurisi kliennya.

3. Jika masukan makanan hanya NPT mensuplai protein dan


50

1 2 3
sedikit, BB terus menerus turun kalori,asam lemak dan vitamin dapat
selama 5 hari, status diberikan IV bersama-sama larutan
menunjukkan kekurangan NPT, protein, Karbohidrat dan lemak
nutrisi kolaborasi dengan penting untuk fungsi dan
dokter untuk pemberian nutrisi perkembangan sel.
parenteral total (NPT).

4. Bila terjadi disfagia kolaborasi Dengan NGT dapat menghindari


dengan dokter untuk pemasangan terjadinya aspirasi karena kelemahan
NGT. reflek menelan.

5. Kolaborasi pemberian obat H2 H2 reseptor antagonis dapat


reseptor antagonis sesuai advis. menghambat produksi HCl atau
menetralisir asam lambung.

l. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan : dehidrasi

berhubungan dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral dan

peningkatan suhu tubuh.

Tujuan : Kekurangan volume cairan tubuh tidak terjadi.

Kriteria :

- Membran mukosa lembab.

- Turgor kulit baik.

- Pengisian kapiler cepat.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Kaji perubahan tanda vital. Peningkatan suhu /
demam meningkatkan laju dan
kehilangan cairan tubuh melalui
evaporasi.

2. Kaji turgor kulit, kelembaban membran Indikator langsung keadekuatan


mukosa. volume cairan, meskipun
membran mukosa mulut mungkin
kering karena nafas melalui mulut
dan oksigen tambahan.

3. Catat / lapor keluhan mual atau muntah. Adanya gejala menurunkan


masukan oral.

4. Pantau intake dan output Berikan informasi tentang


51

1 2 3
keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan pengganti.
5. Tekankan cairan sedikitnya 2500 Pemenuhan kebutuhan dasar cairan.
ml/hari sesuai kondisi

6. Berikan obat sesuai indikasi, Berguna untuk menurunkan


misalnya antipiretik, kehilangan
antiemetik. cairan.
7. Berikan cairan tambahan melalui IV Adanya penurunan masukan/banyak
sesuai dengan kebutuhan. kehilangan, penggunaan parenteral
dapat memperbaiki / mencegah
kekurangan cairan.

3. Pelaksanaan

Merupakan tahap pelaksanaan tindakan dari rencana perawatan yang

telah ditetapkan untuk mengatasi masalah yang ditemukan.

4. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap pengukuran keberhasilan perawatan

dalam memecahkan masalah yang ditemukan dalam kebutuhan klien

dengan cara menilai tujuan yang ditetapkan.


52

BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. TINJAUAN KASUS

1. PENGKAJIAN

a. Pengumpulan Data

1) Data Biografi

a) Identitas klien

Nama : Ny. A

Umur : 27 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Karyawan pabrik

Suku/Bangsa : Sunda / Indonesia

Status marital : Menikah

Tanggal masuk RS : 27 Juli 2005

Tanggal pengkajin : 08 Agustus 2005

Diagnosa medik : Meningitis Tuberkulosis Grade II

Nomor medrek : 05 07 0979

Alamat : Bojong loa RT 03 RW 01

Rancaekek Kabupaten Bandung


53

b) Identitas penanggung jawab

Nama : Tn. D

Umur : 30 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Tidak bekerja

Hubungan dengan klien : Suami

Alamat : Bojong loa RT 03 RW 01 Ranca

ekek Kabupaten Bandung

2) Riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan sekarang

(1) Keluhan utama saat masuk RS

Tiga minggu sebelum masuk RS klien mengatakan sering

nyeri kepala, nyeri kepala dirasakan klien semakin

bertambah parah disertai muntah 1 kali, keluhan nyeri

kepala berkurang bila minum obat sakit kepala. Satu

minggu sebelum masuk RS klien mengeluh panas tinggi

lalu berobat ke klinik pengobatan namun tidak ada

perubahan, menurut suaminya kesadaran klien menurun,

gelisah, dan kejang 1 kali. Klien sempat dibawa ke

Puskesmas Ranca ekek, dirawat selama 4 hari dan di

diagnosa typhus, tidak ada perubahan pada tanggal 27 Juli


54

2005 sekitar pukul 09.00 BBWI klien dirujuk ke RS. Dr.

Hasan Sadikin Bandung.

(2) Keluhan utama saat dikaji

Klien mengatakan nyeri pada tangan sebelah kiri dan lemah

tidak dapat diangkat, nyeri bertambah jika digerakan dan

berkurang jika diistirahatkan, nyeri terutama dirasakan

pada daerah siku dengan skala nyeri 3 (0-5), nyeri

dirasakan terus menerus.

b) Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat batuk lama disangkal oleh klien, berkeringat malam

dirasakan sejak 2 tahun yang lalu, penurunan berat badan ada

sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, penurunan berat

badan mencapai 4 kg disertai nafsu makan menurun dan mual,

riwayat sakit paru-paru diakui klien sejak 1 ½ bulan sebelum

masuk rumah sakit tetapi bukan TBC menurut keterangan dari

dokter klinik, riwayat kontak dengan penderita TBC disangkal

oleh klien, riwayat infeksi telinga, hidung dan mata disangkal

oleh klien, riwayat nyeri kepala ada + 1 bulan sebelum masuk

rumah sakit. Klien juga mengatakan 6 bulan sebelum masuk

rumah sakit mengeluh sakit pada sendi siku yang diduga karena

asam urat, klien mengobati sendiri dengan cara dipijat dan

minum jamu anti rheumatik.


55

c) Riwayat kesehatan keluarga

Klien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang pernah

menderita penyakit yang sama, tidak ada yang mempunyai

penyakit TBC, hanya saja disekitar rumah klien ada yang

menderita penyakit TBC. Riwayat penyakit keturunan seperti

diabetes mellitus disangkal oleh klien.

d) Struktur keluarga

Klien tinggal di rumah dengan suami dan anak-anaknya

(nuclear family), status sosial ekonomi kurang, klien bekerja

hanya sebagai buruh pabrik dan suami saat ini tidak bekerja,

klien berobat dengan menggunakan kartu sehat, klien tinggal di

rumah kontrakan pada lingkungan yang padat dengan luas

rumah 24 m2 (6m x 4m).

3) Pola aktifitas sehari-hari

Jenis
NO Sebelum Masuk RS Saat Sakit
Aktivitas
1 2 3 4
1 Nutrisi
a. Makan
Klien mengatakan Klien mengatakan saat
kebiasaan makan di rumah ini makan sehari tiga
sehari 3 kali dengan jenis kali dengan jenis
makanan nasi, lauk pauk, makanan bubur nasi,
sayur, jarang mengkon- lauk pauk seperti telur,
sumsi buah-buahan. tahu, tempe, daging,
Jumlah yang dimakan sayur dan buah. Porsi
biasanya sedikit. Tidak ada makan klien biasanya
pantangan dalam makan habis tidak lebih dari ½
keluhan tiga bulan terakhir porsi. Klien mengeluh
nafsu makan berkurang. mual dan nafsu makan
kurang.
56

1 2 3 4
b. Minum Klien mengatakan Klien mengatakan saat
kebiasaan minum di rumah ini minum air putih
air putih kira-kira 10 sehari kira-kira 1 botol
gelas/hari Aqua besar (1500cc)
dan 1 gelas susu yang
diberikan dari RS.
2 Eliminasi
a. BAB Klien mengatakan Klien mengatakan saat
kebiasaan BAB di rumah ini tidak ada keluhan
sehari 3 kali, dengan BAB, frekuensi 2 kali
konsistensi lembek. sehari dengan
Jumlah, warna dan bau konsistensi lembek.
normal menurut klien. Jumlah, warna dan bau
Tidak ada keluhan saat normal menurut klien.
BAB, dilakukan secara
mandiri tanpa bantuan
orang lain. Saat ini klien terpasang
dower kateter sejak
b. BAK Klien mengatakan masuk RS, dengan
kebiasaan BAK di rumah jumlah urine rata-
rata-rata 6 kali/hari, warna rata/hari menurut
kuning jernih, tidak ada keluarga 2000 cc, saat
keluhan saat BAK. Jumlah dimonitor out put urine
urine normal menurut oleh perawat dari
klien. pukul 07.00 s.d 11.00
WIB jumlah urine 400
cc, warna kuning
kemerahan, jernih.
Klien mengatakan ada
keluhan nyeri dan
panas setelah BAK.
3 Personal hygiene
a. Mandi Klien mengatakan Klien mengatakan saat
kebiasaan mandi di rumah ini mandi hanya diseka
3 kali sehari, menggunakan oleh suaminya, 2 kali
sabun. sehari.

Klien mengatakan
b. Mencuci Klien mengatakan selama dirawat belum
rambut kebiasaan mencuci rambut/ pernah mencuci rambut
keramas 2 hari sekali / keramas.
menggunakan shampoo.
Klien mengatakan
selama dirawat belum
c. Gosok Klien mengatakan pernah menggosok
gigi kebiasaan menggosok gigi gigi, hanya dibersihkan
di rumah dilakukan setiap menggunakan kapas
kali mandi dengan lidi oleh perawat.
menggunakan pasta gigi.
4 Istirahat tidur
a. Siang Klien mengatakan di Klien mengatakan di
rumah tidak pernah tidur RS kadang-kadang
siang. tidur siang selama 1
jam.
57

1 2 3 4
b. Malam Klien mengatakan di Klien mengatakan di
rumah biasa tidur mulai RS biasa tidur mulai
pukul 20.00 s.d 05.00 pukul 20.00 s.d 03.00
BBWI. Klien merasa tidak WIB. Klien merasa
ada gangguan tidur. tidak ada gangguan
tidur.

5 Kegiatan dan Klien mengatakan kegiatan Klien mengatakan


aktifitas sehari-hari sebelum sakit selama dirawat tidak
sebagai karyawan di memiliki kegiatan apa-
perusahaan garmen, dan apa hanya istirahat di
sebagai ibu rumah tangga tempat tidur.
memasak dan mengasuh
anak.

4) Pemeriksaan fisik

a) Sistem Pernafasan

Bentuk hidung simetris, tidak terlihat pernafasan cuping

hidung, tidak ada deviasi septum, tidak terlihat penggunaan

otot-otot bantu pernafasan, tulang hidung teraba kokoh, pola

nafas normal dengan frekuensi 24 kali/menit, tes kepatenan

jalan nafas kuat pada kedua lubang hidung, tidak terlihat

adanya deviasi trakhea, pergerakan dada simetris antara kiri

dan kanan, vokal fremitus teraba sama antara dada kiri dan

kanan pada saat klien mengatakan “tujuh puluh tujuh”,

ekspansi paru kiri dan kanan simetris, perkusi dada terdengar

suara resonan pada daerah paru, pada auskultasi terdengar

ronkhi halus pada lapang paru kiri dan kanan.

b) Sistem Kardiovaskular

Konjungtiva merah muda, tidak terdapat sianosis, tidak

terdapat peningkatan tekanan vena jugularis, iktus kordis teraba


58

pada mid line klavikula sinistra ICS ke 5, auskultasi terdengar

bunyi jantung S1 - S2 murni reguler, tidak terdapat clubbing

finger, capillary refil time (CRT) kurang dari 3 detik, akral

teraba hangat, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96 kali/menit.

c) Sistem Pencernaan

Bibir terlihat lembab, bentuk simetris, lidah kotor, gigi geligi

kotor, jumlah 32 buah, fungsi mengunyah dan menelan baik,

bentuk abdomen datar, lembut, tidak terdapat luka, bising usus

12 kali/menit, hepar dan lien tidak teraba, tidak terdapat nyeri

tekan, tidak teraba adanya massa, perkusi abdomen terdengar

suara timpani, tidak terdapat haemorroid.

d) Sistem Perkemihan

Tidak terdapat oedema periorbital, tidak terdengar bruit pada

aorta dan arteri renalis, tidak teraba pembesaran pada kedua

ginjal, tidak teraba distensi kandung kemih, uretra terpasang

dower kateter.

e) Sistem Muskuloskeletal

Tingkat aktifitas klien terbatas, aktifitas klien sebagian besar

dibantu oleh keluarga, tingkat ketergantungan klien 3 (0-4),

postur tubuh klien tinggi kurus, kepala simetris, bentuk

proporsional tidak terdapat nyeri tekan pada tulang kepala,

tidak ada keterbatasan gerak pada sendi leher, bentuk tulang


59

belakang normal tidak ada kifosis, lordosis, maupun skoliosis,


1
kekuatan otot ekstremitas 5 5

(1) Ekstremitas atas

Tangan kanan terpasang infus NaCl 0,9% 20 tetes/menit,

terdapat keterbatasan gerak pada tangan kiri, terdapat

pembengkakan dan klien tampak meringis saat dilakukan

penekanan pada sendi siku yang bengkak.

(2) Ekstremitas bawah

Gaya berjalan klien tidak dapat dikaji, bentuk kaki kiri dan

kanan simetris, tidak tampak adanya atropi otot, tidak

terdapat oedema, terdapat tahanan pada pergerakan fleksi

sendi panggul.

f) Sistem Integumen

Distribusi rambut merata, warna hitam, tampak kotor dan

teraba lengket, rambut tidak mudah dicabut, kulit klien bersih

tampak kering dan tidak terdapat pruritus, terdapat luka lecet

yang sudah mengering pada bibir atas sampai septum hidung

dengan ukuran 2 x 1 x 0,5 cm, turgor kulit cepat kembali dalam

3 detik, suhu tubuh 36,70C, tidak terdapat pitting oedema.

g) Sistem Endokrin

Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid, tidak

terdapat tanda-tanda gangguan hipertiroid (moon face /

exoptalmus, tremor).
60

h) Sistem Persarafan

(1) Tes fungsi serebral

(a) Tingkat kesadaran

Saat dilakukan pengkajian, kualitas kesadaran berada

pada tahap Alert/kompos mentis yaitu klien sadar

terhadap lingkungan dan siap bereaksi terhadap

rangsang dari luar. Sedangkan kuantitas kesadaran klien

menurut perhitungan GCS adalah 15(E4 M6 V5)

(b) Status mental

 Orientasi

Orientasi klien terhadap orang, tempat dan waktu

tidak terganggu, dibuktikan dengan klien mampu

mengenal suaminya, menyebutkan saat ini ada di

rumah sakit, dan saat dikaji mengatakan siang hari.

 Daya ingat

- Long term memory

Memori jangka panjang klien baik, klien dapat

menyebutkan tempat sekolah saat SD, dan

menyebutkan tahun menikah dengan benar,

setelah diklarifikasi kepada suaminya.

- Recent memory

Memori jangka pendek klien baik, klien dapat

menyebutkan menu makanan yang baru saja


61

dimakannya dengan benar setelah diklarifikasi

kepada suaminya.

 Perhatian dan perhitungan

Kemampuan perhitungan dan perhatian klien masih

baik, klien dapat menjawab dengan benar hitungan

yang di berikan perawat yaitu: 100 – 7, 93 – 7, 86 –

7, 79 – 7, 72 – 7. dan soal penjumlahan sederhana

yaitu: 8 + 3, 6 + 7, 13 + 5.

 Bicara dan Bahasa

Fungsi bicara dan bahasa klien baik, klien mampu

berkomunikasi dengan perawat, artikulasi saat

bicara baik, dalam mengekspresikan keinginan dan

perasaan klien bicara lancar, spontan dan jelas.

Klien juga dapat memahami perintah dengan baik

saat disuruh melakukan serangkaian tindakan yaitu

mengambil senter lalu menyalakannya kemudian

memberikan kembali kepada perawat.

(2) Tes fungsi syaraf kranial

(a) Nervus I (olfaktorius)

Fungsi penciuman klien tidak terganggu, klien dapat

membedakan bau kopi dengan minyak kayu putih.


62

(b) Nervus II (optikus)

Fungsi visual dan lapang pandang klien tidak

terganggu, klien dapat membaca dua baris kalimat pada

buku dengan huruf kecil dari jarak + 30 cm dan lapang

pandang klien sama dengan lapang pandang pemeriksa

saat dilakukan tes dengan metoda konfrontasi dari

Donder.

(c) Nervus III, IV, VI (okulomotorius, trokhlearis, abdusen)

Fungsi nervus III dan IV tidak terganggu, klien dapat

menggerakan bola mata kesegala arah kecuali kearah

sisi luar (lateral) dan refleks pupil positif terhadap

rangsang cahaya, bentuk pupil bulat isokor dengan

diameter 3 mm. Fungsi pergerakan bola mata yang

dipersyarafi oleh nervus VI terganggu, terbukti klien

tidak dapat menggerakan bola mata kearah sisi luar

(lateral) saat dilakukan tes pergerakan bola mata oleh

perawat.

(d) Nervus V (trigeminus)

Fungsi nervus V klien tidak terganggu, klien dapat

merasakan adanya sentuhan pada saat diusapkan pilinan

kapas pada maksila dan mandibula dengan mata

tertutup, kelopak mata klien mengedip saat kornea

disentuh dengan pilinan kapas serta terabanya kontraksi


63

otot masetter dan temporalis saat klien melakukan

gerakan mengunyah.

(e) Nervus VII (fasialis)

Fungsi nervus VII klien tidak terganggu, klien dapat

merasakan sensasi rasa manis, asam, asin pada 2/3

anterior lidah saat di tes dengan gula, garam. Klien juga

dapat mengerutkan dahi dan tersenyum.

(f) Nervus VIII (akustikus)

Fungsi pendengaran klien tidak terganggu, klien dapat

menjawab pertanyaan perawat dengan benar tanpa

diulang dan dapat mendengar saat perawat

menggesekan rambut klien.

(g) Nervus IX (glosofaringeus) dan Nervus X (vagus)

Fungsi nervus IX dan X klien tidak terganggu, klien

dapat merasakan sensasi rasa pahit saat di tes dengan

menggunakan kopi. Terlihat gerakan uvula klien

simetris dan terangkat keatas saat klien mengatakan

“ah”.

(h) Nervus XI (asesorius)

Fungsi nervus XI klien tidak terganggu, klien mampu

melawan tahanan saat menoleh kekanan dan kekiri serta

mampu mengangkat bahu dengan tahanan tangan

perawat.
64

(i) Nervus XII (hipoglosus)

Klien dapat menjulurkan lidah serta menggerakannya

dengan simetris, yang membuktikan tidak terganggunya

fungsi nervus hipoglosus.

(3) Refleks

Refleks fisiologis

- Refleks bisep ++/ tidak dapat dikaji karena nyeri

- Refleks trisep ++ / tidak dapat dikaji karena nyeri

- Refleks brakhio radialis +/tidak dapat dikaji karena

nyeri

- Refleks patella ++ / ++

- Refleks tendon achilles ++ / ++

Refleks patologis

- Refleks babinski - / -

- Refleks chaddock - / -

(4) Tes fungsi sensoris

Pada saat dilakukan pengkajian klien dapat membedakan

sensasi halus dengan kasar, tajam dengan tumpul, panas

dengan dingin. Klien juga dapat mengenal posisi dengan

tepat sambil menutup mata saat pemeriksa merubah-rubah

posisi jari klien, klien dapat menyebutkan nama benda yang

dipegangnya dengan mata tertutup, klien dapat


65

menyebutkan huruf yang dituliskan oleh perawat pada

telapak tangannya.

(5) Tes fungsi serebelum

Klien dapat melakukan tes tunjuk hidung dengan baik,

klien juga dapat melakukan tes tumit lutut dengan baik.

(6) Tes iritasi meningen

Saat dilakukan pengkajian terhadap tanda-tanda iritasi

meningen didapatkan:

- Kaku kuduk (nuchal rigidity)

Tidak terdapat tahanan saat kepala klien difleksikan

sehingga penulis menginterpretasikan kaku kuduk

negatif.

- Laseque sign

Saat tungkai bawah sebelah kiri difleksikan pada sendi

panggul terdapat tahanan dan klien mengeluh nyeri

pada posisi + 500 sehingga penulis meng interpretasikan

Laseque positif.

- Kernig sign

Tidak terdapat tahanan dan rasa nyeri pada saat tungkai

bawah difleksikan pada sendi panggul sampai membuat

sudut 900 lalu tungkai bawah diekstensikan pada sendi

lutut sampai dengan 1350 sehingga di interpretasikan

oleh penulis negatif.


66

- Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)

Tidak terjadi fleksi kedua tungkai bawah saat kepala

klien di fleksikan sejauh mungkin, interpretasi penulis

brudzinski I negatif.

- Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)

Saat salah satu tungkai bawah difleksikan pada

persendian panggul, tungkai yang satu tetap dalam

posisi ekstensi. Interpretasi penulis untuk brudzinski II

negatif.

5) Data Psikologis

a) Status Emosi

Emosi klien stabil, klien tampak tenang saat dilakukan

wawancara maupun pemeriksaan fisik oleh perawat.

b) Kecemasan

Klien tidak tampak tegang dan gelisah

c) Pola Koping

Klien mengatakan jika dirinya mempunyai masalah selalu

diceritakan kepada suaminya untuk mencari pemecahannya.

d) Gaya Komunikasi

Klien bicara selayaknya hubungan pasien dan perawat, tidak

mendominasi percakapan, apabila ditanya klien menjawab

dengan spontan, tidak tampak sedang menyembunyikan data.


67

e) Konsep Diri

(1) Gambaran Diri / Body Image

Klien menyukai seluruh bagian tubuhnya dan yang paling

disukai dari tubuhnya adalah betis.

(2) Harga Diri

Klien mengungkapkan secara verbal dengan keadaan tubuh

saat ini tidak merasa rendah diri, dirinya merasa masih

berharga didalam keluarganya baik bagi suami maupun

bagi anak-anaknya.

(3) Ideal Diri

Ideal diri klien saat ini adalah ingin segera sembuh dan

dapat berkumpul lagi dengan anak-anaknya.

(4) Peran Diri

Klien merasa kehilangan perannya selama sakit, terutama

peran sebagai ibu rumah tangga yaitu mengurus anak-

anaknya, klien juga mengatakan sering menangis jika

teringat anak-anaknya.

(5) Identitas Diri

Klien merasa puas dengan jenis kelaminnya sebagai

seorang perempuan, karenanya naluri keibuannya untuk

mengurus anak-anak dan suami tinggi.


68

6) Data Sosial

Hubungan klien dengan orang lain baik keluarga, kerabat maupun

tetangga menurut klien baik. Hubungan klien dengan klien dan

keluarga klien lain di ruangan baik, klien juga mengenal nama

petugas dan suka berkomunikasi.

7) Data Spiritual

Klien meyakini setiap penyakit dapat disembuhkan jika mau

berusaha, klien juga merasa sakitnya itu merupakan cobaan dari

Tuhan, klien di rumah sebelum sakit suka melaksanakan ritual

keagamaan seperti sholat 5 waktu, namun pada saat sakit klien

tidak melakukannya karena kelemahan fisik, klien beranggapan

Tuhan pun akan memakluminya, saat ini kegiatan spiritualnya

hanya dengan cara berdoa kepada Allah SWT, sebagai Tuhan yang

diyakininya.

8) Data Seksual

Klien mengatakan sejak mulai sakit sudah tidak melakukan

hubungan badan dengan suaminya, suami klien pun menyadari dan

menerima keadaan klien saat ini, klien sudah cukup puas dengan

ditunggu, ditemani dan dilayani oleh suaminya.


69

9) Data Penunjang

a) Laboratorium

Nilai
No Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan
Normal
1 2 3 4 5 6
1. 28 Juli Glukosa sewaktu 105 < 140 mg/dL
2005 Liquor/transudat/eksudat
Jumlah sel 273 <5 /mm3
Hitung jenis %
PMN 42 %
MN 58
Nonne Positif Negatif
Pandy Positif Negatif mg/dL
Gula liquor 7 45-70 mg/dL
Protein liquor 600 15-45
Warna Bening
Kejernihan Jernih
Hematologi gr/dL
HB 10 12-16 /mm3
Leukosit 8100 3,8-10,6 /mm3
Trombosit 264.000 150-
440rb
2 29 Juli LED 35 – 60 0-20 /mm3
2005 Hitung jenis leukosit %
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 1-6 %
Batang 1 3-5 %
Segmen 81 40-70 %
Lymfosit 7 30-45 %
monosit 1 2-40
3 1 SGOT 163 s.d 31 U/L
Agustus SGPT 133 s.d 31 U/L
2005 Natrium 138 135-145 mEq/L
kalium 3,0 3,6-5,5 mEq/L

4 5 Mikrobiologi
Agustus Gram Batang Negatif
2005 gram
BTA Liquor (+) Negatif
BTA
(+)
5 6 SGOT 96 s.d 31 U/L
Agustus SGPT 197 s.d 31 U/L
2005 Natrium 131 135-145 mEq/L
Kalium 3,7 3,6-5,5 mEq/L
6 8 Billirubin total 0,59 1,0 mg/dL
Agustus Billiribin direct 0,11 0,25 mg/dL
2005 Billirubin indirect 0,48 0,75 mg/dL
SGPT 327 s.d 31 U/L
70

b) Radiologi

Hasil pemeriksaan radiologi tanggal 29 Juli 2005

 Thorax foto menunjukan gambaran TB millier

 Artritis a/r elbow joint sinistra e.c suspek TB

c) Therapi

 Infus NaCl 0,9% 20 tetes / menit

 INH 400 mg 1 x 1 tablet / oral, 1jam sebelum makan

 Rifampicin 450 mg 1x 1 kaplet / oral, 1 jam sebelum

makan

 Pyrazinamid 500 mg 1x 2 tablet / oral 1 jam setelah

makan

 Ethambutol 500 mg 1 x 2 tablet / oral 1 jam setelah makan

 Pyridoxin (vitamin B6 50 mg) 1 x 1 tablet / oral

 Curcuma 2 x 1 tablet / oral

 Rantin 2 x 1 ampul / iv

 Dexametason 3 x 1 ampul / iv

 KSR 1 x 1 tablet / oral


71

b. Analisa Data

Kemungkinan penyrbab dan


No Data Masalah
dampak
1 2 3 4
1 DS : Resiko tinggi
Proses TB primer di Basil pada droplet
DO: penyebaran
 paru-paru ↓
Hasil rontgen infeksi
↓ Menyebar di
thorax tanggal 28/7/05 :
Penyebaran secara udara saat klien
TB Milier
 limfohematogen batuk atau
LED : 35-60
↓ ekspirasi
mm3
 Pembentukan ↓
Hasil analisa
tuberkel-tuberkel Terhirup orang
LCS tanggal 28/7/2005 :
kecil pada selaput lain
Liquor/transudat/eksudat
otak ↓
Jumlah sel 273 /mm3
↓ Resiko
Hitung jenis
Tuberkel melunak penyebaran
PMN  42 %
dan pecah infeksi pada orang
MN  58 %
↓ lain
Nonne  positif
Kuman masuk ke
Pandy  positif
ruang sub arakhnoid
Glukosa  7 mg/dL

Protein  600 mg/dL
Terjadi peradangan
Warna  bening
difus pada meningen
Kejernihan  jernih
 dan parenkim otak
Mikrobiologi

tanggal 5/8/2005
Penyebaran secara
Gram batang positif
limfohematogen
BTALiquor positif
 ↓
Tes iritasi
Resiko penyebaran
meningen
pada organ lain
Laseque positif

2 DS : Proses peradangan pada otak Gangguan



Klien ↓ asupan nutrisi:
mengatakan porsi makan Menghasilkan eksudat kurang dari
klien biasanya habis tidak ↓ kebutuhan
lebih dari ½ porsi. Menambah volume intrakranial

Klien mengeluh ↓
mual dan nafsu makan Mendesak organ dibawahnya termasuk
kurang. hipotalamus

Klien ↓
mengatakan penurunan Menstimulasi hipotalamus
berat badan ada sejak 2 ↓
bulan sebelum masuk Menstimulasi N. Vagus
rumah sakit, penurunan ↓
berat badan mencapai 4 kg Menstimulasi pengeluaran HCL
disertai nafsu makan ↓
menurun dan mual Mual Infeksi TB
DO :
 Klien tampak mau Pengobatan dengan OAT
muntah saat diberikan
makan. Efek samping OAT
72

1 2 3 4
 postur tubuh klien
tinggi kurus Anoreksia
 Hb 10 gr/dL

3 DS : Proses infeksi Tb primer Gangguan rasa


 Klien mengatakan ↓ nyaman : nyeri
nyeri tangan sebelah kiri Penyebaran secara limfohematogen
dan tidak bisa diangkat, ↓
nyeri bertambah jika Pembentukan tuberkel-tuberkel kecil
digerakan dan berkurang pada jaringan tulang
jika di istirahatkan, nyeri ↓
terutama pada daerah Tuberkel melunak dan pecah
siku, nyeri dirasakan ↓
terus menerus. Terjadi peradangan pada tulang
DO : ↓
 Skala nyeri 3 (0-5) Menstimulasi pelepasan mediator nyeri
 Terdapat keterbatasan (histamin, prostaglandin, serotonin,
gerak pada tangan kiri, bradikinin dan substansi P)
terdapat pembengkakan ↓
dan klien tampak meringis Merangsang nosi reseptor
pada saat dilakukan ↓
penekanan pada sendi siku Dihantarkan oleh serabut syaraf C
yang bengkak. ↓
 Artritis a/r elbow joint Dialirkan dalam bentuk elektrokimia
sinistra e.c suspek TB impuls ganglion radiks menuju dorsal
horn dimedulaspinalis bagian posterior

Ditrasfer ke thalamus melalui traktus
spinotalamikus

Korteks serebri

Nyeri dipersepsikan
DS : Gangguan
4  Klien mengatakan Proses peradangan Infeksi TB pemenuhan
selama dirawat belum pada tulang (siku ADL : personal
pernah mencuci lengan kiri) hygiene
Kebutuhan
rambut/keramas.
energi
 Klien mengatakan
meningkat
selama dirawat belum Nyeri pada
pernah menggosok gigi, ekstremitas atas
hanya dibersihkan Asupan
menggunakan kapas lidi nutrisi tidak
oleh perawat. Keterbatasan adekuat
DO : aktifitas
 Rambut tampak Pembentuk
kotor dan teraba lengket. Klien tidak an energi
 Lidah kotor, gigi mampu kurang
geligi kotor melakukan
perawatan diri Kelemahan
secara mandiri fisik

Pemenuhan
kebutuhan ADL
terganggu
73

1 2 3 4

5 DS : Resiko drop out


Klien menderita Kurang
 Klien mengatakan pengobatan
memiliki riwayat sakit infeksi TB informasi
tentang TB
paru-paru diakui klien sejak
1 ½ bulan sebelum masuk Membutuhkan
rumah sakit tetapi klien pengobatan Ketidaktahuan
menyangkal sakit TBC OAT dalam klien tentang
 Klien juga waktu lama perawatan dan
mengatakan 6 bulan dengan efek pengobatan
sebelum masuk rumah samping yang
sakit mengeluh sakit pada tidak
sendi sikut yang diduga menyenangkan
karena asam urat.
DO : Mengurangi
 Hasil radiologi dan kepatuhan klien
laboratorium menunjukan dalam minum
klien terinfeksi TB obat
 Klien mendapatkan
therapi OAT
Kegagalan
program
pengobatan

6 DS : Penyakit infeksi TB yang berat Gangguan


 Klien mengatakan merasa konsep diri :
kehilangan perannya Membutuhkan perawatan di RS peran
selama sakit, terutama
peran sebagai ibu rumah
tangga yaitu mengurus Terpisah dengan anggota keluarga yang
anak-anaknya lain (anak-anaknya)
 Klien mengatakan sering
menangis jika ingat anak-
anaknya Peran sebagai ibu terganggu
 Klien mengatakan ingin
segera sembuh dan bisa
berkumpul lagi dengan
anak-anaknya.
DO :
 Klien dirawat sejak tanggal
27 Juli 2005
7 DS : Resiko infeksi
 Klien mengatakan ada Pemasangan kateter yang lama traktus urinarius
keluhan nyeri dan panas
setelah BAK. portal of entry bagi mikro organisme

DO :
 Saat ini klien terpasang Resiko infeksi
74

1 2 3 4
Dower kateter sejak masuk traktus urinarius
RS, dengan jumlah urine
rata-rata / hari menurut
keluarga 2000 cc, saat
dimonitor out put urine oleh
perawat dari pukul 07.00
s.d 11.00 WIB jumlah urine
400 cc, warna kuning
kemerahan, jernih.

c. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas


Ditemukan Dipecahkan
No Diagnosa Keperawatan
Tanggal Paraf Tanggal Paraf
Resiko tinggi penyebaran nfeksi
berhubungan dengan masuk dan
1 08-08-2005 12-08-2005
aktifnya mikroorganisme patogen
dalam tubuh.
Gangguan asupan nutrisi: kurang
2 dari kebutuhan berhubungan 08-08-2005 11-08-2005
dengan mual dan anoreksia
Gangguan pemenuhan ADL :
personal hygiene berhubungan
3 08-08-2005 09-08-2005
dengan keterbatasan aktifitas
akibat nyeri dan kelemahan fisik
Gangguan rasa nyaman : nyeri
4 berhubungan dengan adanya 08-08-2005 10-08-2005
proses peradangan pada tulang
Resiko infeksi traktus urinarius
berhubungan dengan terpasangnya
5 09-08-2005 10-08-2005
dower kateter sebagai portal of
entry bagi mikro organisme
Resiko drop out pengobatan
berhubungan dengan kurangnya
6 pengetahuan klien tentang 09-08-2005 10-08-2005
perawatan dan aturan pengobatan
penyakitnya
Gangguan konsep diri : peran
7 09-08-2005 10-08-2005
berhubungan dengan hospitalisasi
75
76

2. PERENCANAAN
Rencana
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1 2 3 4 5
1 Resiko tinggi penyebaran infeksi Tupan :
berhubungan dengan masuk dan Infeksi tuberkulosis tidak menyebar 1. Berikan tindakan isolasi 1. Pada awal fase meningitis,
aktifnya mikroorganisme dalam Tupen : sebagai tindakan pencegahan isolasi mungkin diperlukan
tubuh. Tidak menunjukan tanda-tanda penyebaran untuk menurunkan resiko
DS : infeksi setelah diberikan asuhan penyebaran pada orang lain.
DO: keperawatan selama 5 hari dengan kriteria : 2. Anjurkan klien untuk 2. Mencegah penularan infeksi
 
Hasil rontgen thorax Vital sign dalam menggunakan masker melalui droplet pada saat klien
tanggal 28/7/05 : batas normal batuk atau bicara.

Tb Milier Kesadaran tetap

Hasil analisa LCS alert/kompos mentis 3. Pertahankan tehnik aseptik 3. Menurunkan resiko klien

tanggal 28/7/2005 : Tidak terdapat tanda- dan cuci tangan yang tepat baik terkena infeksi
Liquor/transudat/eksudat tanda peningkatan tekanan intra kranial klien, pengunjung, maupun staf.
Jumlah sel  273 /mm3 
Tanda iritasi Pantau dan batasi pengunjung / staf
Hitung jenis meningen negatif sesuai kebutuhan.

PMN  42 % Nilai analisa LCS 4. Observasi tanda-tanda vital 4. Keadaan infeksi sistemik
MN  58 % berangsur normal klien meliputi : tensi, nadi, suhu dapat mempengaruhi nilai

Nonne  positif Tidak menunjukan dan respirasi, setiap 8 jam. normal tanda-tanda vital seperti
Pandy  positif adanya proses infeksi tuberkulosis pada peningkatan suhu tubuh,
Glukosa  7 mg/dL organ lain seperti usus dan ginjal peningkatan denyut nadi dan
rotein  600 mg/dL pertnafasan, peningkatan atau
Warna  bening penurunan tekanan darah.
Kejernihan  jernih 5. Observasi tingkat kesadaran 5. Peradangan pada susunan

Mikrobiologi klien setiap hari. syaraf pusat akan mempengaruhi
tanggal 5/8/2005 tingkat kesadaran. Tingkat
Gram  batang positif kesadaran yang baik merupakan
BTALiquor  positif indikator adanya perbaikan.

Tes iritasi meningen 6. Observasi terhadap adanya 6. Tanda-tanda peradangan
Laseque positif tanda-tanda peningkatan TIK seperti oedema, adanya eksudat
seperti nyeri kepala. jika terjadi pada SSP akan
mendesak kedalam yang akan
meningkatkan TIK.
7. Observasi tanda-tanda iritasi 7. Menghilangnya tanda-tanda
77

1 2 3 4 5
meningen seperti : kaku kuduk, iritasi meningen merupakan
laseque, brudzinski I dan II, kernig indikator perbaikan klinis pada
sign. klien dengan meningitis.

8. Lanjutkan pemberian OAT 8. OAT akan menghambat


sesuai dengan program therapi pertumbuhan dan membunuh
medik. mikobakterium tuberkulosis
sebagai agent penyebab.

2 Gangguan asupan nutrisi: kurang Tupan : 1. Berikan penjelasan 1. Pemahaman tentang


dari kebutuhan berhubungan Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi tentang penyebab mual dan nafsu penyebab mual dan nafsu makan
dengan mual dan anoreksia Tupen : makan berkurang serta pentingnya kurang akan meningkatkan
DS : Mual dan anoreksia berkurang setelah asupan makanan yang adekuat. pengertian klien, dan diharapkan

Klien mengatakan diberikan asuhan keperawatan selama 4 hari klien dapat mengatasi dengan
porsi makan klien biasanya dengan kriteria : caranya sendiri.
habis tidak lebih dari ½ porsi.  klien mengatakan secara verbal

Klien mengeluh mual mual berkurang dan nafsu makan 2. Sajikan makanan 2. Makanan hangat dengan
dan nafsu makan kurang. meningkat dalam keadaan hangat dan menarik. penyajian yang menarik

Klien mengatakan  klien dapat menghabiskan porsi diharapkan akan meningkatkan
penurunan berat badan ada sejak makan yang diberikan dari RS selera makan.
2 bulan sebelum masuk rumah  klien tidak menunjukan keinginan 3. Libatkan klien dalam 3. Menu yang sesuai dengan
sakit, penurunan berat badan muntah saat makan penyusunan menu makanan sesuai selera klien akan meningkatkan
mencapai 4 kg disertai nafsu dengan selera. nafsu makan.
makan menurun dan mual 4. Lakukan oral hygiene 4. Mulut yang bersih dapat
DO : secara teratur minimal 2 kali sehari. meningkatkan nafsu makan.
 Klien tampak mau muntah 5. Berikan minum air 5. Pemberian air hangat
saat diberikan makan. hangat sebelum makan. sebelum makan akan merangsang
 postur tubuh klien tinggi pengeluaran enzim pencernaan
kurus dimulut.
 Hb 10 gr/dL 6. Berikan makan 6. Efek samping OAT dapat
minimal 1 jam setelah minum OAT. menimbulkan rasa mual.
7. Lanjutkan pemberian 7. Ranitidin bekerja denga
terapi anti emetik : Ranitidin melawan reseptor H2 sebagai
reseptor HCl sehingga tidak
mengaktifkan pengeluaran asam
lambung yang berlebihan yang
78

1 2 3 4 5
dapat menimbulkan mual.

8. Lanjutkan pemberian 8. Curcuma dan vitamin B6


terapi suplemen : Curcuma dan disamping dapat menetralisis efek
Vitamin B6 samping OAT sebagai hepato
protektor juga dapat
meningkatkan nafsu makan dan
mengurangi mual.
9. Modifikasi 9. Lingkungan yang kurang
lingkungan agar nyamanuntuk nyaman akan menurunkan selera
makan makan.
3 Gangguan pemenuhan ADL : Tupan : 1. Kaji ulang tingkat 1. Perawat hanya membantu
personal hygiene berhubungan Kebutuhan ADL klien terpenuhi ketergantungan klien terhadap orang pada tingkat dimana klien tidak
dengan keterbatasan aktifitas Tupen : lain. dapat melakukannya sendiri
akibat nyeri dan kelemahan fisik Klien dapat memenuhi kebutuhan ADL: bertujuan untuk memandirikan
DS : personal hygiene sesuai dengan klien.
 Klien mengatakan selama kemampuannya setelah diberikan asuhan 2. Fasilitasi klien untuk 2. Membantu mengembalikan
dirawat belum pernah mencuci keperawatan selama 1 hari dengan kriteria : melakukan oral hygiene secara fungsi klien dalam memenuhi
rambut/keramas.  Klien dapat menggosok giginya sendiri mandiri. kebutuhannya secara mandiri.
 Klien mengatakan selama dengan bantuan minimal dari perawat 3. Kelemahan sebagian
dirawat belum pernah  Gigi dan lidah klien tampak bersih 3. Bantu klien dalam anggota tubuh membuat klien
menggosok gigi, hanya  Rambut klien bersih, rapih dan tidak memenihi kebutuhan personal tidak dapat memenuhi
dibersihkan menggunakan kapas lengket hygiene yang tidak dapat dilakukan kebutuhannya secara mandiri
lidi oleh perawat.  Aktifitas klien meningkat seperti makan, secara mandiri. total.
DO : minum, menyisir rambutnya dengan 4. Berikan reward jika 4. Memberikan motivasi bagi
 Rambut tampak kotor dan bantuan minimal klien mampu melakukan ADL klien untuk terus meningkatkan
teraba lengket. sesuai dengan kemampuannya. kemampuan dirinya dalam
Lidah kotor, gigi geligi kotor melakukan ADL.

4 Gangguan rasa nyaman : nyeri Tupan : 1. Kaji ulang tingkat 1. Dengan mengetahui tingkat
berhubungan dengan adanya Nyeri hilang nyeri sebelum melakukan tindakan. nyeri dapat menentukan tindakan
proses peradangan pada tulang Tupen : yang tepat.
DS : Setelah diberikan asuhan keperawatan 2. Ajarkan klien tentang 2. Teknik-teknik ini dapat
 Klien mengatakan nyeri selama 5 hari, klien dapat beradaptasi teknik mengurangi nyeri seperti : mengurangi nyeri secara fisiologis
tangan sebelah kiri dan tidak dengan nyeri akibat proses peradangan baik dalam menghambat impuls
79

1 2 3 4 5
bisa diangkat, nyeri bertambah dengan kriteria : nyeri maupun dalam
jika digerakan dan berkurang  Klien mengungkapkan secara mempersepsikan nyeri.
jika di istirahatkan, nyeri verbal dapat mengendalikan rasa nyeri 3. Klien dapat merasakan
terutama pada daerah sikut, nya. 3. Anjurkan klien untuk langsung manfaat dari teknik-
nyeri dirasakan terus menerus.  Klien dapat memilih dan mendemonstrasikan teknik-teknik di teknik manajemen nyeri.
DO : mendemonstrasikan salah satu teknik atas.
 Skala nyeri 3 (0-5) manajemen nyeri non farmakologis 4. Meningkatkan toleransi
 Terdapat keterbatasan gerak  Skala nyeri berkurang dari 3 4. Anjurkan klien untuk klien terhadap nyeri, sehingga
pada tangan kiri, terdapat menjadi 2 (0-5) menggerakan tangannya yang sakit klien dapat beradaptasi dengan
pembengkakan dan klien sesuai dengan kemampuan klien. nyeri secara bertahap, dan dapat
tampak meringis pada saat mencegah terjadinya kontraktur
dilakukan penekanan pada pada sendi-sendi yang tidak sakit
sendi siku yang bengkak. (pergelangan tangan dan jari-jari
 Artritis a/r elbow joint sinistra tangan kiri)
e.c suspek TB. 5. Analgetik dapat
5. Jika perlu menurunkan ambang nyeri.
kolaborasikan untuk pemberian
analgetik

5 Resiko infeksi traktus urinarius Tupan : 1. Kaji adanya tanda 1. Mangetahui adanya infeksi
berhubungan dengan terpasangnya Infeksi traktus urinarius tidak terjadi dan gejala infeksi traktus urinarius. sedini mungkin
dower kateter sebagai portal of Tupen :
entry bagi mikro organisme Setelah diberikan asuhan keperawatan
DS : selama 2 hari tidak terdapat tanda-tanda
 Klien mengatakan ada keluhan infeksi traktus urinarius dengan kriteria:
nyeri dan panas setelah BAK.  Klien tidak mengeluh nyeri dan 2. Lakukan perawatan 2. Perawatan dauer kateter
DO : panas pada saat BAK dower kateter dengan menggunakan dengan menggunakan antiseptik
 Saat ini klien terpasang  Klien dapat mengontrol keinginan antiseptik dapat mengurangi terjadinya
Dauer catether sejak masuk RS, miksinya resiko infeksi.
dengan jumlah urine rata-  Klien dapat BAK tanpa kateter 3. Mengadaptasikan otot-otot
rata/hari menurut keluarga 2000 3. Lakukan blast blast untuk mengontrol miksi
cc, saat dimonitor out put urine trainning. setelah pemasangan kateter.
oleh perawat dari pukul 07.00 4. Untuk memastikan ada
s.d 11.00 WIB jumlah urine tidaknya infeksi traktus urinarius
400 cc, warna kuning 4. Kolaborasikan untuk dengan melihat karakteristik urine
kemerahan, jernih pemeriksaan urine rutin. secara makro dan mikroskopik.
80

1 2 3 4 5
5. Menghilangkan faktor
resiko terjadinya infeksi traktus
5. Kolaborasikan untuk urinarius.
pelepasan dower kateter

6 Resiko drop out pengobatan Tupan : 1. Kaji ulang 1. Mengkaji kebutuhan klien
berhubungan dengan kurangnya Program pengobatan berhasil pengetahuan klien tentang dan keluarga terhadap informasi.
pengetahuan klien tentang Tupen : penyakitnya. 2. Peningkatan pengetahuan
penyakit, perawatan dan aturan Setelah diberikan asuhan keperawatan 2. Berikan informasi klien dan keluarga tentang
pengobatan penyakitnya selama 1 hari, klien bertambah tentang penyakit dan program penyakit, program pengobatan
DS : pengetahuannya tentang penyakit, pengobatannya dihubungkan dengan dan perawatannya akan
 Klien mengatakan memiliki perawatan dan aturan pengobatan perawatannya, meliputi : meningkatkan motivasi klien
riwayat sakit paru-paru diakui penyakitnya dengan kriteria :  Pengertian untuk berperan aktif dalam
klien sejak 1 ½ bulan sebelum  Klien dapat menyebutkan nama  Cara perawatan dirinya.
masuk rumah sakit tetapi klien penyakitnya perawatan dan diet
menyangkal sakit TBC  Klien dapat menyebutkan cara  Program
 Klien juga mengatakan 6 perawatan penyakitnya serta program pengobatan
bulan sebelum masuk rumah pengobatannya.  Efek
sakit mengeluh sakit pada sendi  Klien dapat menyebutkan efek samping obat 3. Mengkaji pengetahuan klien
sikut yang diduga karena asam samping OAT  Dampak jika dan keluarga setelah diberikan
urat.  Klien dapat menyebutkan dampak pengobatan tidak tuntas penkes.
DO : negatif jika pengobatan tidak tuntas 3. Lakukan evaluasi 4. Dengan adanya PMO
 Hasil radiologi dan  Terbentuknya PMO terhadap klien dan keluarga setelah diharapkan akan menjadi
laboratorium menunjukan klien diberikan pendidikan kesehatan. motivator bagi klien untuk tetap
terinfeksi Tb 4. Bentuk pendamping menjalankan program pengobatan
 Klien mendapatkan minum obat (PMO) hingga tuntas serta menjami klien
therapi OAT meminum obat secara teratur.

1. Jelaskan pada klien tentang 1. Dengan memahami tujuan


7 Gangguan konsep diri : peran Tupan : keadaan klien saat ini perawatan diharapkan klien
berhubungan dengan hospitalisasi Fungsi peran klien tidak terganggu mendukung proses perawatannya.
DS : Tupen :
 Klien mengatakan merasa Setelah 2 hari diberikan asuhan 2. Gali keinginan klien saat ini 2. Untuk mengetahui ideal diri klien
kehilangan perannya selama keperawatan klien menyadari kondisinya saat ini dan yang akan datang.
81

1 2 3 4 5
sakit, terutama peran sebagai saat ini dalam masa perawatan dan
ibu rumah tangga yaitu pengobatan dan klien dapat beradaptasi 3. Diskusikan dengan klien 3. Agar klien termotivasi untuk
mengurus anak-anaknya dengan peran dan lingkungan yang baru tentang peran yang dapat dilakukan dapat melakukan peran yang lain
 Klien mengatakan sering yaitu sebagai pasien RS, dengan kriteria : selama klien dirawat di RS. selama di RS.
menangis jika ingat anak-  Klien mengungkapkan 4. Jelaskan pada klien bahwa RS 4. Agar klien merasa tenang dan
anaknya secara verbal perasaannya saat ini. adalah tempat tinggal klien tidak merasa diasingkan oleh
 Klien mengatakan ingin segera  Klien dapat menyebutkan sementara. keluarga.
sembuh dan bisa berkumpul alasan dirawat di RS dan tidak boleh 5. Libatkan keluarga dalam 5. Agar keluarga memahami
lagi dengan anak-anaknya. dijenguk anak-anak masalah yang dihadapi klien. perasaan dan kesulitan yang
 Keluarga dapat dihadapi klien.
DO : meyakinkan klien bahwa peran klien
Klien dirawat sejak tanggal 27 Juli seperti ini hanya sementara.
2005
82

3. PELAKSANAAN
No Tanggal No DP Implementasi Paraf
1 2 3 4 5
1 08-8-2005 1 Melakukan observasi tanda-tanda vital klien meliputi :
Pukul 08.00 tensi, nadi, suhu dan respirasi
Hasil:
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 96 kali / menit
Suhu : 36,7o C
Respirasi : 24 kali / menit

1 Melakukan observasi tingkat kesadaran klien


Hasil :
Kesadaran kualitatif klien Alert/kompos mentis
Kesadaran kuantitatif : GCS 15

1 Melakukan observasi terhadap adanya tanda-


tandapeningkatan TIK seperti nyeri kepala.
Hasil :
Klien mengatakan saat ini tidak terdapat nyeri kepala

1 Melakukan pemeriksaan tanda-tanda iritasi meningen


seperti : kaku kuduk, lasegue, brudzinski I dan II, kernig
sign.
Hasil:
Kaku kuduk : negatif
Brudzinski : negatif
Kernig : negatif
Laseque : positif

09.30 2 Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dengan


menggunakan meja makan klien
Hasil :
Porsi makan klien habis 1/4 porsi, klien mengatakan tidak
nafsu makan.

2 Memberikan minum air hangat sebelum makan.


Hasil :
Klien minum air hangat habis 1/4 gelas, klien mengatakan
tidak nafsu makan.

2 Memberikan makan 1 jam setelah minum OAT.


Hasil :
Klien makan dibantu perawat, hanya habis 1/4 porsi

10.00 2 Memberikan injeksi anti emetik sesuai dengan terapi :


Ranitidin
Hasil :
Klien tidak mengeluh nyeri dan pusing setelah disuntik

1 Memberikan injeksi anti infalamasi sesuai dengan program


terapi : Dexametason 1 ampul / iv.
Hasil:
Klien tidak mengeluh pusing setelah penyuntikan.

2 09-8-2005 1 Memberian OAT sesuai dengan program therapi


Pukul 07.15 medik:
 INH 400 mg / oral
 Rifampisin 450 mg / oral
83

1 2 3 4 5
 Vitamin B6 50 mg / oral
 Curcuma 1 tablet / oral
Hasil :
Klien mau minum obat, klien masih mengeluhkan adanya
mual setelah minum obat.

07.30 1 Melakukan observasi tanda-tanda vital


Hasil :
TD : 120 / 70 mmHg, N : 88 x / menit, R : 24 x / Menit,
Suhu : 36,9o C

1 Melakukan observasi tingkat kesadaran


Hasil :
Kompos mentis, GCS 15

1 Melakukan pemeriksaan tanda-tanda iritasi meningen


seperti : kaku kuduk, lasegue, brudzinski I dan II, kernig
sign.
Hasil :
Kaku kuduk : negatif
Brudzinski : negatif
Kernig : negatif
Lasegue : positif

08.00 4 Mengkaji ulang tingkat nyeri sebelum melakukan tindakan.


Hasil :
Klien tampak sudah dapat beradaptasi dengan nyeri, skala
nyeri masih 3 (0-5)

4 Mengajarkan klien tentang teknik mengurangi nyeri


seperti: Relaksasi, Distraksi, Guide Imagery.
Hasil:
Klien mengatakan akan mencobanya nanti saja sendiri.

4 Anjurkan klien untuk menggerakan tangannya yang sakit


sesuai dengan kemampuan klien.
Hasil:
Klien mau mencoba menggerak-gerakan tangannya
dengan dibantu oleh perawat, klien mengatakan akan
mencobanya lagi dibantu dengan tangan kanannya.

08.40 2 Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dengan


menggunakan meja makan klien
Hasil :
Porsi makan klien habis 1/4 porsi, klien mengatakan tidak
nafsu makan.

1 Memberikan obat OAT setelah makan :


Ethambutol 1000 mg / oral, Pyrazinamid 1000 mg / oral
Hasil :
Klien mengatakan tidak ada pusing setelah minum obat,
masih ada mual setelah minum obat.

10.00 2 Memberikan injeksi : Ranitidin 1 ampul / iv


Hasil :
Klien tidak mengeluh nyeri dan pusing setelah disuntik,
klien mengatakan mual sudah berkurang
84

1 2 3 4 5
10.00 1 Memberikan injeksi : Dexametason 1 ampul / iv
Hasil :
Klien tidak mengeluh pusing dan nyeri pada daerah obat
injeksi dimasukan

10.15 3 Mengkaji ulang tingkat ketergantungan klien terhadap


orang lain.
Hasil :
Klien mengatakan mau mencoba menggosok gigi nya
sendiri.

3 Melakukan oral hygiene secara mandiri dengan bantuan


minimal dari perawat
Hasil :
Klien mampu melakukan oral hygiene sendiri yang
difasilitasi oleh perawat. klien mengatakan mulutnya
terasa segar, gigi dan mulut klien tampak bersih.

11.00 3 Memberikan reward saat klien mampu melakukan ADL


sesuai dengan kemampuannya.
Hasil :
Klien terlihat senang dan tersenyum ketika diberikan
pujian.

11.15 3 Mencuci rambut klien di atas tempat tidur


Hasil :
Klien mengatakan segar, rambut klien tampak bersih dan
rapi.

2 Memberikan penjelasan tentang penyebab mual dan nafsu


makan berkurang.
Hasil :
Klien memahami tentang penyebab mual, klien
mengatakan mual terutama dirasakan setelah minum obat
tablet

11.30 2 Menyajikan makan siang untuk klien masih dalam keadaan


hangat
Hasil :
Klien menghabiskan makanan 3/4 porsi, klien mengatakan
mual sudah berkurang

2 Melibatkan klien dalam penyusunan menu makanan


sesuai dengan selera.
Hasil :
Klien menanyakan selain makan makanan yang diberikan
dari RS klien mau makanan dari luar seperti biskuit.

11.45 6 Mengkaji ulang pengetahuan klien tentangpenyakitnya.


Hasil :
Klien mengatakan penyakitnya saat ini adalah infeksi
syaraf, tapi tidak tau nama penyakitnya dan tidak tahu cara
program perawatan dan pengobatannya.

6 Memberikan penkes pada klien tentang penyakit dan


program pengobatannya dihubungkan dengan
perawatannya, meliputi :
 Pengertian
 Cara perawatan dan diet
85

1 2 3 4 5
 Program pengobatan
 Efek samping obat
 Dampak jika pengobatan tidak
tuntas
Hasil :
Klien mengatakan sekarang tahu jika penyakitnya adalah
TBC yang dapat menular, dan mengatakan mau berobat
hingga tuntas, klien juga mengatakan akan memaksakan
makan walaupun mual, takut penyakitnya tidak sembuh.
6
Melibatkan suami klien untuk menjadi support sistem bagi
klien dan menjadi PMO
Hasil :
Suami mengatakan siap untuk mendampingi klien berobat
dan ikut bertanggung jawab selama klien minum obat.
12.10 5
Melakukan pengkajian terhadap adanya tanda dan gejala
infeksi traktus urinarius.
Hasil :
Klien mengatakan tidak terdapat nyeri pinggang, nyeri dan
panas dirasakan setelah perasaan ingin BAK. Warna urine
kuning tua dan jernih, kateter bersih.

5
Melakukan kolaborasi untuk pelepasan dower kateter.
Hasil :
Kepala ruangan mengatakan klien sudah layak dibuka
kateternya tapi sebelumnya harus dilakukan blast training
terlebih dahulu.
86

4. EVALUASI
No
NO Tanggal Catatan Perkembangan Paraf
DP
1 2 3 4 5
1 10-8-2005 1 S :
- Klien mengatakan tidak
terdapat nyeri kepala, sendi pada siku tangan kiri
masih bengkak dan nyeri.
O:
- Kesadaran klien kompos
mentis/alert
- Tanda iritasi meningen :
lasegue masih +
- Tensi 110/70, N: 88 x / mnt,
S:37oC, R: 24 x / mnt
- Sendi siku klien tampak
bengkak.
A:
- Proses infeksi pada SSP
menunjukan perbaikan
P:
- Melanjutkan intervensi
meliputi:
- Lanjutkan program terapi
dengan OAT
- Kaji efek samping pengobatan
I :
- Memberikan OAT sesuai
dengan program terapi yaitu: INH 400mg/oral,
Rifampicin 450mg/oral, dan Vit.B6 diberikan sebelum
makan. Ethambutol 1000mg/oral, Pyrazinamid
1000mg/oral dan Curcuma diberikan 1jam setelah
makan pagi. Memberikan injeksi Dexametason 1
amp/iv. Mengkaji efek samping dari pemberian obat.
E:
- Klien mau minum obat, efek
samping OAT terhadap fungsi hati, hasil SGPT
tanggal 9-8-2005 : 327 U/L
R:
- Kolaborasikan dengan dokter
untuk pemberian obat OAT yang lebih aman.
Hasil :
- Program terapi klien dirubah
- INH, Rifampisin, Pyrazinamid
di stopn diganti dengan Streptomisin 750mg / im,
Ciprofloksasin 2x500mg/hari.
2 10-8-2005 6 S :
- Klien mengatakan penyakit
klien adalah TBC yang menyerang otak, paru-paru dan
tulang dan bisa menular.
- Klien mengatakan
pengobatannya harus rutin sampai tuntas, karena
87

1 2 3 4 5
kumannya akan kebal dan lebih susah diobatinya lagi.
- Klien mengatakan pengobatan
penyakitnya tidak hanya menggunakan obat tapi harus
dengan daya tahan tubuh yang kuat dengan cara
makan yang banyak mengandung protein dan zat
tenaga seperti telur, ikan, tempe, nasi. Klien juga
mengatakan efek samping dari obatnya bisa membuat
mual, sakit kepala, gangguan hati. Suami klien
mengatakan siap untuk mengantar klien berobat dan
mendampingi minum obat.
O :
- Klien terlihat mau minum obat
yang disiapkan oleh suaminya.
A :
- Masalah teratasi
3 10-8-2005 2 S :
- Klien mengatakan mual
berkurang, nafsu makan mulai meningkat.
O:
- Klien menghabiskan lebih dari
3/4 porsi makanan dari RS, klien tidak terlihat akan
muntah saat makan

A:
- Asupan nutrisi klien berangsur-
angsur meningkat
P:
- Melanjutkan intevensi sesuai
dengan yang direncanakan yaitu:
- Sajikan makanan dalam
keadaan hangat dan menarik.
- Libatkan klien dalam
penyusunan menu makanan sesuai dengan selera.
- Lakukan oral hygiene
- Berikan minum air hangat
sebelum makan.
- Berikan makan minimal 1 jam
setelah minum OAT.
- Lanjutkan pemberian terapi anti
emetik : Ranitidin
I :
- Menyajikan makanana klien
ketika masih hangat
- Memberikan minum air hangat
sebelum makan
- Memberikan makan siang klien
setelah minum OAT
- Mendamping klien saat makan
- Melanjutkan program terapi anti
emetik
E:
- Mual sudah tidak dirasakan lagi
oleh klien
88

1 2 3 4 5
- Nafsu makan klien meningkat
- Klien menghabiskan makan
1porsi
4 10-8-2005 3 S :
- Klien mengatakan lebih segar,
rambut tidak lengket, klien sudah menggosok giginya
sendiri tadi pagi dibantu suami.
O:
- Rambut klien tampak bersih,
rapi, dan tidak lengket.
- Gigi dan mulut klien terlihat
bersih
- Kulit klien terlihat bersih dan
tidak lengket
A:
- Masalah teratasi
5 10-8-2005 4 S :
- Klien mengatakan nyeri masih
ada terutama jika sendi yang bengkak ikut bergerak,
klien mengatakan sekarang mampu menahan nyeri,
klien mengatakan jika nyeri muncul klien menarik
nafas panjang dan ngobrol dengan suaminya nyerinya
berkurang.
O:
- Skala nyeri 2 (0-5)
- Klien mau menggerakan tangan
yang sakit dibantu tangan kanannya, klien tampak
menggerakan sendi pergelangan tangan dan jari-jari
tangan kiri. Klien tampak lebih beradaptasi dengan
nyeri
A:
- masalah teratasi
6 10-8-2005 5 S :
- Klien mengatakan nyeri dan
panas kencing masih ada
- Klien mengatakan selangnya
ingin dicabut
O:
- Dauer kateter masih terpasang,
urine warna kuning,jernih. Klien tampak meringis jika
kateter digerakan.
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Lanjutkan blast trainning
I :
- Melanjutkan blast trainning
sebelum mencabut kateter
Mencabut dower kateter
-

E:
- Klien mengatakan setelah
89

1 2 3 4 5
dicabut kateter lebih nyaman, nyeri dan panas setelah
BAK tidak ada.
R:
S: klien mengatakan setelah dicabut selang lebih
nyaman, nyeri dan panas setelah BAK tidak ada.
O: kateter sudahdi lepas, tidak terlihat tanda-tanda iritasi
saat mencabut kateter.
A : Masalah klien teratasi setelah dicabut kateter
7 10-8-2005 7 S :
- Klien mengatakan merasa
kehilangan perannya selama sakit, terutama peran
sebagai ibu rumah tangga yaitu mengurus anak-
anaknya
- Klien mengatakan sering
menangis jika ingat anak-anaknya
- Klien mengatakan ingin segera
sembuh dan bisa berkumpul lagi dengan anak-
anaknya.
O:
- Klien dirawat sejak tanggal 27
Juli 2005
A:
- Gangguan konsep diri : peran
berhubungan dengan hospitalisasi
P:
- Jelaskan pada klien tentang
keadaan klien saat ini
- Gali keinginan klien saat ini
- Diskusikan dengan klien
tentang peran yang dapat dilakukan selama klien
dirawat di RS.
- Jelaskan pada klien bahwa RS
adalah tempat tinggal klien sementara.
- Libatkan keluarga dalam
masalah yang dihadapi klien.
I :
- Menjelaskan pada klien tentang
keadaannya saat ini
- Menggali keinginan klien saat
ini
- mendiskusikan dengan klien
tentang peran yang dapat dilakukan di RS
- Menjelaskan pada klien bahwa
di RS klien hanya sementara
- Melibatkan suaminya dalam
menyelesaikan masalah klien
E:
- Klien mengatakan mengerti
tujuan dari perawatan di RS untuk mengobati
penyakitnya, klien ingin segera sembuh dari
penyakitnya, kliem mengerti alasan anaknya tidak
boleh dibawa ke RS karena takut tertular.
8 11-8-2005 1 S :
90

1 2 3 4 5
- Klien mengatakan tidak ada
demam, nyeri kepala
O:
- Kesadaran klien kompos
mentis, tanda vital dalam batas normal TD
110/80mmHg, N: 84 x / menit, R: 20 kali/menit, tanda
iritasi meningen lasegue +
A:
- Infeksi pada SSP berangsur
membaik
P:
- Melanjutkan pemberian obat
sesuai program
I :
- Memberikan obat Ethambutol
1000mg, Curcuma 1tablet/oral, Ciprofloxasin 500
mg / oral sesudah makan, memberikan injeksi
Dexametason 1 ampul / iv, melakukakan skin test obat
Streptomisin, memberikan injeksi streptomisin
750mg / im.
E:
- Klien tidak menunjukan tanda-
tanda alergi seperti gatal-gatal setelah diberikan obat.
9 11-8-2005 2 S :
- Klien sudah tidak mengeluh
mual, nafsu makan meningkat.
O:
- Porsi makan klien selalu habis,
klien terlihat suka makan biskuit yang dibawa dari
keluarganya.
A:
- Masalah teratasi
10 12-8-2005 1 S :
- Klien mengatakan saat ini
O:
- Tanda vital dalam batas normal
- TD: 120/80 N: 88 x / menit S:
36,9oC R: 24 x / menit
- Tidak terdapat tanda-tanda
peningkatan TIK
- Tingkat kesadaran klien
kompos mentis
- Tanda iritasi meningen: lasegue
(-), brudzinski I,II (-), kernig (-), kaku kuduk (-)
A:
- Masalah teratasi sesuai tupen
91

B. PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Ny. A dengan gangguan

sistem persarafan akibat meningitis tuberkulosis di ruang 19 A Perawatan

Penyakit Saraf Wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung.

Selanjutnya penulis melakukan pembahasan. Dalam pembahasan ini penulis

berpedoman dengan melihat perbandingan antara teori dan kasus yang

terdapat pada BAB II dan BAB III, untuk selengkapnya diuraikan di bawah

ini.

1. Pengkajian

a. Pengumpulan Data

1) Identitas Klien dan Penanggung Jawab

Menurut konsep teori pentingnya mengkaji identitas pada klien

dengan gangguan sistem persarafan : meningitis tuberkulosis, yang

berhubungan dan mendukung diagnosanya antara lain usia,

pendidikan dan pekerjaan, karena penyakit meningitis tuberkulosis

ini umumnya menyerang pada semua tingkat usia, tersering pada

anak-anak dan usia produktif. Pekerjaan klien dan atau

penanggung jawab dapat menggambarkan status ekonomi keluarga

yang umumnya tergolong ekonomi rendah, sementara pendidikan

akan mempengaruhi pengetahuan klien dan keluarga tentang

penyakit meningitis.

Pada kasus ini klien Ny. A berusia 27 tahun, pekerjaan klien

sebagai karyawan pabrik garmen, dengan pendidikan SMP,


92

sedangkan suami klien selaku penanggung jawab klien tidak

bekerja. Apabila data di atas dihubungkan dengan penyaki klien

sangat relevan, sebagai faktor resikonya adalah status ekonomi

rendah dan didukung oleh faktor pendidikan yang rendah. Dengan

faktor ekonomi yang rendah kemampuan klien dan keluarga dalam

memenuhi kebutuhan pangan akan rendah pula, maka diperkirakan

status gizi klien kurang yang akan berdampak pada penurunan

daya tahan tubuh klien sehingga rentan terhadap berbagai penyakit

infeksi salah satunya adalah penyakit tuberkulosis (TB).

Rendahnya pengetahuan klien akan berdampak pada kemampuan

klien mengenal masalah kesehatannya, akibatnya infeksi

tuberkulosis yang terabaikan menimbulkan komplikasi keberbagai

jaringan tubuh lainnya seperti tulang dan otak. Selain itu faktor

sanitasi tempat tinggal klien yang berukuran 24m2 di lingkungan

yang padat, selain itu klien bekerja di garmen dalam satu ruangan

dengan pekerja lain serta lingkungan kerja yang penuh debu

mendukung pula terjadinya penyakit infeksi tuberkulosis.

2) Riwayat Kesehatan

Keluhan utama yang mungkin terjadi pada klien dengan

meningitis menurut teori adalah demam, nyeri kepala yang berat,

diikuti oleh penurunan kesadaran dan kejang. Pada kasus Ny. A

keluhan pada saat masuk rumah sakit sesuai dengan teori, namun

ketika dilakukan pengkajian keluhan nyeri kepala, muntah yang


93

proyektil, penurunan kesadaran dan demam tidak ditemukan. Ini

terjadi karena pada saat dilakukan pengkajian klien telah

mendapatkan pengobatan dan perawatan selama 12 hari sehingga

perjalanan penyakit klien menunjukan perbaikan. Sedangkan

keluhan utama pada Ny. A saat dilakukan pengkajian adalah nyeri

pada siku tangan sebelah kiri dengan skala nyeri 3 (0-5) disertai

pembengkakan, yang disebabkan oleh artritis tuberkulosis hal ini

karena sudah terjadi penyebaran infeksi tuberkulosis pada tulang.

Pada tinjauan teori dikatakan riwayat kesehatan dahulu yang

berhubungan dengan meningitis adalah adanya riwayat infeksi

saluran nafas atas, mastoiditis, otitis media, trauma kepala, dan

penyakit sistemik lain seperti demam tifoid, khusus pada

meningitis tuberkulosis didapatkan riwayat kontak dengan

penderita penyakit tuberkulosis atau riwayat sakit TBC. Pada kasus

klien Ny. A riwayat sakit TBC dan kontak dengan penderita TBC

disangkal oleh klien, namun didapatkan informasi dari klien

adanya riwayat berkeringat malam sejak 2 tahun yang lalu, riwayat

demam menjelang dibawa ke rumah sakit dan penurunan berat

badan. Perbedaan ini terjadi karena penyakit tidak dirasakan oleh

klien.

Dalam riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan

meningitis adalah adanya anggota keluarga yang memiliki penyakit

TBC, karena TBC merupakan penyakit infeksi menular dan


94

umumnya kontak lama dengan penderita sebagai penyebab

meningitis tuberkulosis. Namun pada kasus Ny. A klien dan

keluarga menyangkal adanya penderita TBC di keluarganya. Tetapi

mungkin saja keluarga tidak menyadari adanya anggota keluarga

lain yang menderita penyakit TBC, karena tidak pernah melakukan

check-up kesehatan atau klien mendapatkan penularan penyakit

tuberkulosis dari orang lain di luar lingkungan rumahnya seperti

tempat kerja. Apabila melihat tingkat pendidikan klien dan status

ekonomi yang rendah mungkin mempengaruhi klien dalam

menggambarkan konsep sehat-sakit, terbukti klien masuk rumah

sakit setelah terjadi komplikasi.

3) Pemeriksaan Fisik

a) Sistem pernafasan

Pada konsep meningitis umumnya terjadi perubahan pola nafas

cepat dan dangkal, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,

adanya pernafasan cuping hidung, retraksi dada positif, adanya

batuk berdahak dan ronkhi positif. Pada klien Ny. A semuanya

tidak ditemukan kecuali adanya ronkhi pada kedua lapang paru

sebagai manifestasi tuberkulosis paru millier, hal ini karena

proses infeksi tuberkulosis SSP pada klien Ny. A telah

mengalami perbaikan sehingga eksudat sebagai hasil dari

proses peradangan tidak menekan pada medulla oblongata

sebagai pusat pengatur pernafasan.


95

b) Sistem kardiovaskuler

Secara teori pada kasus meningitis biasanya didapatkan adanya

peningkatan atau penurunan tekanan darah, nadi lemah yang

berlanjut dengan akral dingin, adanya sianosis serta capillary

refil time lebih dari 3 detik. Pada kasus klien Ny. A tidak

ditemukan penigkatan atau penurunan tekanan darah, volume

nadi, maupun sianosis. Dampak di atas biasanya terjadi pada

klien meningitis grade III dengan tanda-tanda syok, sedangkan

klien masuk ke rumah sakit pada grade II dan tidak berlanjut

pada grade III setelah mendapatkan perawatan dan pengobatan

selama 12 hari.

c) Sistem pencernaan

Pada sistem pencernaan secara konseptual ditemukan keluhan

gangguan refleks menelan akibat kerusakan atau kompresi pada

nervus vagus, mual akibat peningkatan kadar HCl, muntah

proyektil akibat peningkatan tekanan intrakranial. Pada kasus

klien Ny. A ditemukan adanya mual dan nafsu makan

menurun, keluhan ini lebih diakibatkan karena efek samping

dari pengobatan.

d) Sistem perkemihan

Secara konsep meningitis akan berdampak pada sistem

urinaria, yaitu terjadi retensi urine atau inkontinensia urine,

pada kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena


96

proses katabolisme terutama jika dalam kondisi kaheksia. Pada

kasus klien Ny. A tidak terjadi retensi urine maupun

inkontinensia, karena klien terpasang dower kateter sehingga

keluhan retensi dan inkontinensia urine tidak dapat di kaji, dan

tidak didapatkan albuminuria.

e) Sistem muskuloskeletal

Pada konsep disebutkan terjadi kelemahan otot, akibat

kerusakan neuromuskuler yang akan berdampak pada

kelemahan fisik secara umum. Pada kasus klien Ny. A

ditemukan adanya kelemahan otot pada ekstremitas atas kiri,

selain itu terdapat nyeri pada sendi siku tangan sebelah kiri

yang disebabkan adanya proses peradangan akibat penyebaran

penyakit pada tulang (artritis tuberkulosis).

f) Sistem integumen

Secara konsep pada klien meningitis terdapat peningkatan suhu

tubuh dan kerusakan integritas kulit akibat tirah baring yang

lama, namun pada kasus klien Ny. A tidak ditemukan

peningkatan suhu tubuh hal ini dikarenakan klien sudah

mendapatkan perawatan dan pengobatan sehingga proses

infeksi sistemik yang dimanisfestasikan dengan hipertermia

tidak muncul, sedangkan gangguan integritas kulit klien akibat

tirah baring lama tidak terjadi karena klien sering melakukan


97

mobilisasi dengan cara merubah posisi tidur miring kekiri dan

kekanan.

g) Sistem persarafan

Pada sistem persarafan klien meningitis biasanya mengeluhkan

adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran, tanda-tanda iritasi

meningen seperti kaku kuduk, brudzinski I-II, kernig dan

laseque, kerusakan nervus kranial II, III, IV, VI,VII, VII. Pada

kasus klien Ny. A tanda iritasi meningen yang masih ada yaitu

tanda laseque, dan kelumpuhan pada nervus VI sementara

tanda yang lainnya tidak ditemukan. Ini terjadi karena pada saat

pengkajian klien sudah mendapatkan perawatan dan

pengobatan selama 12 hari, sehingga proses infeksi pada sistem

saraf pusat sudah mengalami perbaikan. Akan tetapi pada

riwayat kesehatan sekarang ditemukan adanya tanda-tanda

diatas seperti nyeri kepala, kaku kuduk, Brudzinski I-II,

laseque, kernig dan penurunan kesadaran.

4) Pola Aktifitas Sehari-hari

(a) Nutrisi

Pada penyakit meningitis tuberkulosis secara konsep dapat

terjadi perubahan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi yang

disebabkan karena stimulasi nervus vagus sehingga klien

mengalami kesulitan dalam menelan, mual, muntah, nafsu

makan menurun. Selain itu pada klien meningitis dengan


98

kesadaran yang menurun merupakan indikasi pemasangan naso

gastrik tube (NGT) sehingga terjadi perubahan pola dalam

pemenuhan nutrisi. Pada kasus klien Ny. A saat dilakukan

pengkajian tidak terdapat kesulitan menelan, muntah proyektil,

pemasangan NGT. Adanya keluhan nafsu makan berkurang

dan mual lebih disebabkan akibat efek samping dari

pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT), dibuktika dengan

klien merasa mualnya bertambah setelah minum obat anti

tuberkulosis.

(b) Eliminasi

Menurut konsep pada klien dengan infeksi meningitis dapat

terjadi retensi atau inkontinensia urine. Penulis tidak

menemukan adanya gejala tersebut karena klien terpasang

dower kateter sehingga gelala retensi dan inkontinensia sulit

dipantau.

Pada eliminasi BAB dapat ditemukan adanya konstipasi akibat

tirah baring yang lama berdasarkan konsep teori, namun tidak

ditemukan pada kasus klien Ny. A. Ini terjadi karena klien

sering melakukan mobilisasi ditempat tidur, dan konsumsi

nutrusi klien saat ini cukup mengandung serat.

(c) Istirahat tidur

Berdasarkan teori pada klien dengan meningitis dapat terjadi

gangguan tidur akibat adanya nyeri kepala dan sesak nafas


99

sebagai mecanoreseptor pada reticular activating system

(RAS). Pada kasus klien Ny. A tidak ditemukan adanya

keluhan gangguan tidur karena keluhan nyeri kepala dan sesak

nafas tidak dirasakan oleh klien.

(d) Personal hygiene

Pada klien dengan meningitis umumnya terjadi penurunan

kesadaran dan atau terdapat defisit neurologik fokal seperti

hemiplegi, hemiparese, pada ekstremitas yang dapat

mengganggu pergerakan klien sehingga klien tidak mampu

memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri. Kasus

klien Ny. A ditemukan adanya gangguan pemenuhan

kebutuhan personal hygiene namun bukan akibat penurunan

kesadaran tetapi disebabkan oleh nyeri dan kelemahan pada

lengan kiri akibat artritis tuberkulosis dan ketakutan klien

untuk melakukan ADL.

5) Aspek Psikologis

Pada kasus klien Ny. A ditemukan adanya gangguan konsep diri

peran karena klien dirawat sudah cukup lama sementara klien

memiliki anak yang berusia 8 bulan.

6) Aspek Spiritual Dan Sosial

Menurut teori pada klien meningitis dapat mempengaruhi aspek

sosial dan spiritual klien seperti tidak tanggap terhadap aktifitas

lingkungan sekitar dan sering kali tidak menerima keadaannya,


100

serta harapan sembuh yang kurang. Pada kasus Ny. A tidak

didapatkan gejala-gejala diatas, klien dapat bersosialisasi dengan

baik diruangan, klien juga masih memiliki harapan kesembuhan

yang tinggi, hal ini karena dukungan dari suami (support system)

dan koping klien diterganggu karena klien tampak sudah menerima

keadaan sakitnya.

7) Data Penunjang

Secara teotitis data penunjang yang biasa ditemukan pada klien

dengan meningitis adalah sebagai berikut :

a) Pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukosit yang

meningkat

b) Pemeriksaan lumbal punksi ditemukan adanya peningkatan

jumlah sel, peningkatan protein,dan penurunan kadar gula LCS.

c) Pada thorak foto ditemukan adanya infeksi saluran pernapasan

d) Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat kelainan otak

Pada klien Ny. A tidak ditemukan peningkatan leukosit, foto

thorak ditemukan adanya infeksi TBC millier, pemeriksaaan

lumbal punksi ditemukan adanya penigkatan kadar protein,

jumlah sel , dan penurunan glukosa liquor.

b. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan konsep yang ada kemungkinan diagnosa yang muncul

pada klien dengan meningitis adalah :


101

1) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan

tingkat kesadaran.

2) Gangguan keseimbangan suhu tubuh, hiperthermi berhubungan

dengan proses inflamasi.

3) Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan

tirah baring lama.

4) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak

akibat kelemahan atau kerusakan neuromuskuler.

5) Gangguan rasa aman: cemas keluarga berhubungan dengan

kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan

akhir dirumah.

6) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses

invasi kuman patogen secara hematogen.

7) Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan

penurunan kesadaran.

8) Resiko tinggi terhadap injuri/trauma berhubungan dengan adanya

kejang akibat iritasi kortek serebral.

9) Resiko tinggi kekurangan volume cairan: dehidrasi

berhubungan dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral

dan peningkatan suhu tubuh.

Pada kasus Ny. A penulis menemukan tujuh diagnosa keperawatan,

dua diantaranya sesuai dengan teori, yaitu :


102

1) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan masuk dan

aktifnya mikroorganisme dalam tubuh.

2) Gangguan asupan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan mual dan anoreksia.

Diagnosa yang tidak sesuai dengan konsep rencana asuhan

keperawatan pada klien meningitis adalah :

1) Gangguan pemenuhan ADL : personal hygiene berhubungan

dengan keterbatasan aktifitas akibat nyeri dan kelemahan fisik.

2) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya proses

peradangan pada tulang.

3) Resiko infeksi traktus urinarius berhubungan dengan terpasangnya

dower kateter sebagai portal of entry bagi mikro organisme.

4) Resiko drop out pengobatan berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan klien tentang perawatan dan aturan pengobatan

penyakitnya.

5) Gangguan konsep diri : peran berhubungan dengan hospitalisasi

Diagnosa keperawatan pada kasus Ny. A yang tidak diangkat

berdasarkan teori yaitu:

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan

tingkat kesadaran. Karena pada saat pengkajian kesadaran klien

dalam keadaan kompos mentis, dan tidak didapatkan akumulasi

sekret sehingga tidak ditemukan adanya gangguan pola nafas.


103

2) Gangguan keseimbangan suhu tubuh, hipertermi berhubungan

dengan proses inflamasi. Tidak diangkat karena pada klien Ny. A

saat dilakukan pengkajian tidak terdapat peningkatan suhu tubuh.

3) Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan

tirah baring lama. Tidak diangkat karena pada saat dikaji klien

tidak terdapat tanda-tanda gangguan integritas kulit, walaupun

klien aktifitasnya di tempat tidur klien sering merubah posisi nya

sendiri.

4) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak

akibat kelemahan atau kerusakan neuromuskuler. Pada klien Ny. A

tidak diangkat karena sudah tercakup dalam diagnosa gangguan

ADL.

5) Gangguan rasa aman: cemas keluarga berhubungan dengan

kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan

akhir dirumah. Tidak diangkat karena klien tidak terdapat data

yang mengarah pada kecemasan karena ketidaktahuan terhadap

penyakitnya, penulis mengangkat ketidak tahuan terhadap

penyakitnya pada diagnosa resiko drop out pengobatan.

6) Resiko tinggi terhadap injuri/trauma berhubungan dengan adanya

kejang akibat iritasi kortek serebral. Tidak diangkat karena klien

tidak mengalami kejang maupun penurunan kesadaran.

7) Resiko tinggi kekurangan volume cairan: dehidrasi

berhubungan dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral


104

dan peningkatan suhu tubuh. Tidak diangkat karena klien dapat

minum melalui oral, dan mendapatkan masukan cairan melalui

intra vena. Selain itu klien tidak mengalami peningkatan suhu

tubuh dan hiperventilasi.

2. Perencanaan

Pada tahap ini penulis menyusun rencana tindakan untuk

memecahkan masalah yang ada disesuaikan dengan kemampuan, situasi,

dan kondisi dasar temuan dilapangan dengan tetap mengacu pada konsep

teori perencanaan.

Perencanaan yang disusun oleh penulis adalah sebagai berikut:

a. Pada diagnosa keperawatan yang

pertama penulis menetapkan rencana tindakan agar klien dilakukan

isolasi untuk mencegah penularan terhadap klien lain. Selain itu

klien dianjurkan untuk menggunakan masker namun karena

keterbatasan sarana klien hanya menutup mulut saat klien batuk.

Untuk mencegah penyebaran infeksi pada organ lain klien

dianjurkan untuk minum obat secara teratur.

b. Diagnosa keperawatan yang ke-2

penulis menetapkan tujuan jangka pendek yaitu agar asupan nutrisi

klien sesuai dengan kebutuhan, dengan cara menghilangkan faktor-

faktor yang diduga sebagai penyebab serta membantu meningkatkan

nafsu makan klien dengan melakukan oral hygiene dan modifikasi


105

teknik penyajian. Sehingga rencana tujuan dapat dicapai dalam

waktu 4 hari dengan indikator keberhasilan klien dapat

menghabiskan porsi makan yang telah ditetapkan.

c. Pada diagnosa keperawatan ke-3

penulis menetapkan tujuan agar kebutuhan ADL klien terpenuhi,

dengan mengoptimalkan kemampuan klien. Sehingga perawat hanya

memfasilitasi klien dalam memenuhi kebutuhan ADL-nya dan

menolong klien sebatas ketidakmampuannya. Adapun kriteria

waktunya penulis menetapkan satu hari, karena setelah intervensi

masalah klien teratasi sesuai tujuan jangka pendek.

d. Penetapan tujuan jangka pendek

pada diagnosa yang ke-4 lebih ditekankan pada kemampuan klien

beradaptasi dengan nyeri, bukan menghilangkan nyeri karena nyeri

yang dirasakan klien bersifat kronis. Penetapan waktu 5 hari karena

tujuan penulis tidak menghilangkan nyeri tetapi mengadaptasikan

klien dengan nyeri.

e. Tujuan pada diagnosa

keperawatan ke-5 agar tidak terjadi infeksi traktus urinarius, penulis

menetapkan tindakan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan

klien. Merencanakan pengangkatan dower kateter karena klien sudah

sadar dan dapat mengontrol keinginan miksi sekaligus

menghilangkan portal of entry bagi mikro organisme, sehingga


106

penulis menentukan pecapaian tujuan dalam waktu 2 hari untuk blast

training yang dilanjutkan dengan pengangkatan dower kateter.

f. Pada diagnosa keperawatan yang

ke-6 tujuan jangka pendek penulis agar pengetahuan klien

bertambah, diharapkan klien mengerti tentang penyakit, perawatan

dan pengobatannya sehingga klien dengan kesadaran sendiri

menghindari drop out selama program pengobatan, selain itu

melibatkan keluarga sebagai support system bagi klien. Penulis

dalam diagnosa keperawatan ini menetapkan kriteria waktu 1 hari

karena tujuan jangka pendeknya adalah menekankan pada perubahan

aspek kognitifnya.

g. Tujuan jangka pendek pada

diagnosa keperawatan yang ke-7 yaitu agar klien mengerti tentang

maksud dan tujuan dari perawatan klien di rumah sakit, dengan

harapan klien dapat beradaptasi terhadap perubahan peran yang

dialaminya. Penulis menetapkan kriteria waktu hanya satu hari,

karena ini dapat di atasi dengan komunikasi terapeutik sehingga

klien mengerti maksud dan tujuan hospitalisasi.

3. Pelaksanaan

Tahap pelaksaanaan adalah tindak lanjut dari perencanaan

keperawatan. Dalam merawat klien dengan resiko penyebaran infeksi


107

seharusnya klien dilakukan isolasi, hal ini tidak dapat dilakukan karena

tidak terdapat fasilitas di ruangan.

Pada masalah pemenuhan kebutuhan ADL klien, penulis melakukan

intervensi dengan pendekatan konsep keperawatan dari Orem, dimana

klien diberikan kesempatan untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri

dan perawaaat memberikan bantuan sesuai dengan tingkat ketergantungan

klien.

4. Evaluasi

Pada saat melakukan evaluasi akhir, dari tujuh masalah yang diangkat

semua dapat diselesaikan sesuai dengan kriteria tujuan jangka pendek

karena perawatan dan pengobatan yang diberikan kepada klien adekuat

serta didukung oleh motivasi yang kuat dari klien dan keluarga.
108

BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. A dengan

gangguan sistem persarafan akibat meningitis tuberkulosis di ruang 19 A

perawatan penyakit saraf wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin

Bandung yang dilaksanakan selama 5 hari mulai tanggal 08 Agustus sampai

dengan tanggal 12 Agustus 2005 dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan dari setiap tahap

proses keperawatan sebagai berikut:

1. Pengkajian

Pada klien dengan gangguan sistem persarafan : meningitis tuberkulosis

perlu dilakukan secara menyeluruh walaupun keadaan umum klien sudah

membaik, karena diagnosa keperawatan tidak tergantung pada diagnosa

medik. Klien yang secara klinis menunjukan perbaikan tidak menutup

kemungkinan masalah keperawatan yang muncul diluar rencana asuhan

keperawatan menurut konsep akan lebih kompleks, karena keunikan


109

individu dalam merespon perubahan fungsi tubuhnya. Selain itu ada

beberapa diagnosa keperawatan yang seharusnya tidak perlu muncul

apabila klien mendapatkan informasi yang jelas dan benar tentang

penyakit, cara perawatan dan pengobatannya.

2. Perencanaan

Dalam menyusun rencana keperawatan yang diberikan pada klien

dengan gangguan sistem persarafan harus disesuai dengan kemampuan,

kondisi dan sarana yang ada dengan tetap berorientasi pada masalah

klien, agar rencana keperawatan tersebut dapat dilaksanakan baik oleh

perawat maupun oleh klien dan keluarganya, serta dapat mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan dari rencana keperawatan

yang telah disusun oleh penulis hampir seluruhnya dapat dilaksanakan,

walaupun ada beberapa rencana yang tidak dapat dilakukan karena

keterbatasan sarana seperti memisahkan klien pada ruangan tersendiri

untuk menghindari adanya penularan kepada klien lain. Selain itu

keadaan klien yang sudah membaik merupakan faktor pendukung untuk

memandirikan klien sesuai dengan kemampuannya, karena ini akan

mengurangi tingkat ketergantungan klien terhadap orang lain sehingga

akan mengurangi perasaan tidak berdaya pada diri klien dan perawat

tidak melakukan tugasnya sebagai rutinitas.

3. Pelaksanaan
110

Pada tahapan ini penulis melakukan tindakan keperawatan kepada

klien Ny.A sesuai dengan rencana yang telah dibuat dengan melibatkan

klien dan keluarga secara aktif. Penulis tidak menemukan banyak

hambatan dalam melakukan tindakan keperawatan. Sebagai faktor

pendukung kelancaran pelaksanaan tindakan karena adanya dukungan

dari seluruh perawat ruangan.

Pada pemasangan alat yang invasif perawat perlu tanggap terhadap

respon klien akibat pemasangan alat tersebut dan disesuaikan dengan

indikasi dan kebutuhan klien sehingga tidak mengurangi kenyamanan

klien dan menghindari dampak negatif dari pamasangan alat tersebut,

misalnya pemasangan dower kateter.

4. Evaluasi

Masalah-masalah keperawatan yang terdapat pada klien Ny. A

semuanya sudah dapat diatasi sesuai dengan kriteria evaluasi pada

tujuan jangka pendek yang ditetapkan oleh penulis, tercapainya tujuan

ini karena adanya kerjasama dengan klien, keluarga dan tim kesehatan

yang lain.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis merekomendasikan

beberapa hal diantaranya :

1. Perawat ruangan diharapkan memberikan informasi secepatnya kepada

klien setelah diagnosa ditegakkan, mengingat penyakit klien adalah


111

penyakit menular sehingga resiko penularan penyakit pada orang lain

dapat dicegah sedini mungkin.

2. Perawat harus cepat tanggap terhadap respon klien akibat pemasangan

alat invasif yang sebetulnya tidak diperlukan lagi seperti pemasangan

dower kateter.

3. Dalam melakukan tindakan perlu untuk memandirikan klien sesuai

dengan kemampuannya apabila tidak ada kontra indikasi medik untuk

menghindari perasaan tidak berdaya pada diri klien.

4. Rumah sakit perlu mempertimbangkan adanya ruang isolasi di

ruang 19 A, karena diantara penyakit saraf non bedah terdapat

penyakit menular dan tidak menular.

Anda mungkin juga menyukai