Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS

DISUSUN OLEH:

RANDY AMBO DALLE

20.04.006

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI NERS
T.A 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS

A. LATAR BELAKANG

Meningitis merupakan peradangan yang terjadi pada selaput otak (araknodia dan

piamater) yang di sebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur.

Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk

dan pinggang. Tengkuk menjadi kaku, yang disebabkan oleh mengejangnya otot-otot

ekstensor tengkuk. Bila hebat, akan terjadi opistotonus yaitu tengkuk kaku dengan

kepala tertengadah, punggung dalam sikap hiperekstensi, dan kesadaran menurun tanda

kernig serta brudzinsky positif (Arif Mansjoer, 2000).

Di negara – negara yang sedang berkembang, termasuk indonesia, penyakit infeksi

ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Salah satunya adalah

infeksi akut selaput otak yang disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan purulen pada

cairan otak, sehingga dinamakan meningitis purulenta.

Di samping angka kematiannya yang masih tinggi, banyak penderita yang menjadi

cacat akibat keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Meningitis purulenta

merupakan keadaan gawat darurat. Terapi yang diberikan bertujuan memberantas

penyakit infeksi disertai perawatan intensif suportif, untuk membantu pasien

melalui masa krisis. Pemberian antibiotik yang cepat dan tepat, serta dengan dosis

yang sesuai, penting untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah terjadinya cacat. Oleh

karena itu, petugas kesehatan khususnya perawat, wajib mengetahui gejala –


gejala dan tanda – tanda meningitis purulenta serta penatalaksanaannya.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa. Otak menerima 15%

dari curah jantung memerlukan sekitar 20% pemekaian oksigen tubuh, dan sekitar

400 kilo kalori energy setiap harinya.

Otak bertanggung jawab terhadap kemampuan manusia untuk melakukan

gerakan- gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk berbagai macam proses mental,

seperti ingatan atau memor, perasaan emosional, intelegensi, berkomunikasi, sifat atau

kepribadian dan pertimbangan. Berdasarkan gambar dibawah, otak dibagi menjadi

lima bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), otak tengah

(mesensefalon), otak depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons varoli) (Russell J.

Greene and Norman D.Harris,2008).

Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut meningens yang terdiri dari 3 lapisan

yaitu :
1. Durameter

Lapisan paling luar dari otak dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat

langsung dengan tulang tengkorak, berfungsi untuk melindungi jaringan-

jaringan yang halus dari otak dan medulla spinalis.

2. Arakhnoid

Lapisan bagian tengah dan terdiri dari lapisan yang berbentuk jarring laba-

laba. Ruangan dalam lapisan ini disebut dengan ruang subarachnoid dan

memiliki cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk

melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan.

3. Piameter

Lapisan paling dalam dari otak dan melekat pada otak. Lapisan ini banyak

memiliki pembuluh darah, berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.

Bagian-bagian otak :

a. Otak Besar (Serebrum)

Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar

mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan

dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran dan

pertimbangan. Otak besar terbagi menjadi empat bagian yang disebut lobus.

Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang

menyerupai parit disebut sulcus


1) Lobus Frontal

Merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari otak besar.

Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,

kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah,

member penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, dan kemampuan

bahasa.

2) Lobus Parietal

Berada ditengah berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti

tekanan, sentuhan, dan rasa sakit.

3) Lobus Temporal

Berada di bagian bawah berhubungan kemampuan pendengaran,

pemaknaan informasi dan bahasa bicara atau komunikasi dalam

bentuk suara.

4) Lobus Occipital

Bagian paling belakang berhubungan dengan rangsangan visual yang

memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap

objek yang ditangkap oleh retina mata.

b. Otak Kecil (Serebelum)

Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot,

keseimbangan dan posisi tubuh.

Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar

yang normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil juga berungsi

mengkoordinasikan gerakan yang halus dan cepat.


Otak kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis

yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat

menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cidera pada otak

kecil dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerakan otot.

c. Otak Tengah (Mesensefalon)

Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi

penting pada reflek mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh.

d. Otak Depan (Diensefalon)

Terdiri dari dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua

rangsangan dari reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi dalam

pengaturan suhu, pengaturan nutrient, penjagaan agar tetap bangun, dan

penumbuhan sikap agresif.

e. Jembatan Varol (Pons Varoli)

Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan

kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.

Meningitis atau radang selaput otak adalah radang pada membran yang

menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang secara kesatuan disebut

meningen.

Radang dapat disebabkan oleh infeksi oleh virus, bakteri atau juga

mikroorganisme lain, dan walaupun jarang dapat disebabkan oleh obat tertentu.

Meningitis dapat menyebabkan kematian karena radang yang terjadi di otak dan

sumsum tulang belakang.


Meningen terdiri atas tiga membrane yang bersama-sama dengan likuor

serebrospinalis, membungkus dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang

(sistem saraf pusat). Pia meter merupakan membrane kedap air yang sangat halus

yang melekat kuat dengan permukaan otak, mengikuti seluruh liku-liku kecilnya.

Arachnoid meter (disebutdemikian karena bentuknya yang menyerupai sarang

laba-laba) merupakan suatu kantong longgar di atas pia meter. Ruang subarachnoid

memisahkan membrane pia meter dan arachnoid dan terisi dengan cairan likuor

serebrispinalis. Membran terluar, dura meter merupakan membrane telan yang kuat,

yang melekat ke membrane arachnoid dan ke tengkorak (Torwoto,2013).

Limbic System (Sistem Limbik) terletak dibagian tengah otak, membungkus

batang otak ibarat kerah baju. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia

sehingga sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Bagian terpenting dari limbic

sistem adalah hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana

yang perlu mendapatkna perhatian dan mana yang tidak.

C. DEFINISI

Menurut Satyanegara (2010), Menigitis bakterialis adalah suatu infeksi purulen

lapisan otak yang pada orang dewasa biasanya hanya terbatas didalam ruang

subaraknoid, namun pada bayi cenderung meluas sampai kerongga subdural sebagai

suatu efusi atau emplema subdural (leptomeningitis) atau bahkan ke dalam otak

(meningoensafalitis).
Meningitis merupakan radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan

medula spinalis) yang disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur (Smeltzer dan

Bare,2002,hal 198).

D. KLASIFIKASI

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan

otak, yaitu :

1. Meningitis serosa

Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang

jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab

lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.

2. Meningitis purulenta

Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula

spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok),

Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus

aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,

Peudomonas aeruginosa.

E. ETIOLOGI

1. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok),

Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus

aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,

Peudomonas aeruginosa

2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia

3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir

kehamilan

5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.

6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem

persarafan

F. PATOFISIOLOGI

1. Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan

septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.

Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,

anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala

dan pengaruh imunologis.

2. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran

mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen, semuanya ini

penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.

Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam

meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan

aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat

eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar

sampai dasar otak dan medula spinalis.

3. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri

dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan

permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan

peningkatan TIK.

4. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis.

Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan
dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen)

sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang

disebabkan oleh meningokokus.

G. MANIFESTASI KLINIS

Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :

1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering

2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.

3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut:

a. Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran

karena adanya spasme otot-otot leher.

b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan

fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.

c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan

pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi

maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.

4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.

5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat

purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-

tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur,

sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.

6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.

7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul,

lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :

a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah

putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis

bakteri.

b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih

meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus

biasanya dengan prosedur khusus.

2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )

3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )

4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil

5. Elektrolit darah : Abnormal .

6. ESR/LED : meningkat pada meningitis

7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi

atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi

8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel;

hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor

9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu

menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan

kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi

pemberian antibiotic yang mampu melewati barier darah otak ke ruang subarachnoid dalam

konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Baisanya

menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic

agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.


Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):

1. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama 1

setengah tahun.

2. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.

3. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.

Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):

1. Sefalosporin generasi ketiga

2. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari

3. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.

Pengobatan simtomatis:

1. Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6 mg/kgBB,

atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24

jam, 3 x sehari.

2. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.

3. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk

mengobati edema serebri.

4. Pemenuhan oksigenasi dengan O2.

5. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan

volume cairan intravena.


PATHWAY

Resiko defisit Volume


cairan

Sumber:Muttaqin Arif 2005


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Identitas pasien

Nama:

Umur:

Jenis kelamin :

Agama: -

Pendidikan:

Pekerjaan:

Gol. Darah: -

Alamat: .

1. Riwayat Kesehatan Pasien

a.Keluhan utama: suhu badan tinggi, kejang, kaku kuduk dan penurunan tingkat

kesadaran.

b. Riwayat penyakit sekarang : pada pengkajian klien dengan meningitis

didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat infeksi dan peningkatan tekanan

intracranial, diantaranya sakit kepala dan demam. Sakit kepala dihubungkan dengan

meningitis yang selalu berat dan akibat dari iritasi meningen.Demam ada dan tetap

tinggi selama perjalanan penyakit.

c.Riwayat penyakit dahulu : infeksi jalan napas bagian atas, ototos media, anemia sel

sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah syaraf, riwayat trauma kepala,

pengaruh imunologis
d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual:ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap

dirinya yang salah (gangguan citra diri). Pada kilen anak perlu diperhatikan dampak

hospitaslisasi dan family center

2. Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda vital

a. Peningkatan suhu lebih dari normal, yaitu 38-41 ‘C, dimulai dari fase sistemik,

kemerhan, panas, kulit kering, berkeringat.Keadaan tersebu dihubungkan dengan

proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu

tubuh

b. Penurunan denyut nadi, berhubungan dengan tanda peningkatan tekanan

intracranial

c. Peningkatan frekuensi pernapasan, berhubungan dengan laju metabolism umum

dan adanya infeksi pada sistem pernapasan sebelum mengalami meningitis

B1 (breathing)

a. Inspeksi adanya batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu

napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang disertai adanya gangguan pada

istem pernapasan.

b. Palapasi thorax apabila terdapat deformitas tulang dada

c. Auskultasi adanya bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan

meningitis tuberkolosa dengan penyebaran primer dari paru

B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler dilakukan pada klien meningitis tahap

lanjut apabila sudah mengalami renjatan (syok).Pada klien meningitis

meningokokus terjadi infeksi fulminating denga tanda-tanda septicemia: demam


tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajh dan

ekstrimitas), syok, dan tanda-tanda koagulasi intravascular diseminata.

B3 (Brain)

Pemeriksaan fokus dan lebih lengkap disbanding pengkajian pada sistem lain.

Tingkat kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis berkisar antara letargi,

stupor, dan semikomatosa.

Fungsi serebri

Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku, nilai gaya bicara dan

observasi ekspresi wajah dan aktivitas motoric. Pada klien meningitis

ahaplanjut biasanya ststus mental mengalami perubahan.

Pemeriksaan saraf kranial

a. Saraf I,pada klien meningitis tidak ada kelainan

b. Saraf II, pemeriksaan ketajaman penglihatan pada kondisi normal dan

pemeriksaan papilledema pada meningitis supuratif yang disertai abses serebri

dan efusi subdural yang menyebabkan peningkatan TIK.

c. Saraf III, IV, dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil tanpa kelainanpada

klien meningitis tanpa penurunan kesadaran

d. Saraf V : tidak didapatkan paralisis otot wajah dan reflek kornea tidak ada

kelainan

e. Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris

f. Saraf VIII : tidak ditemukan tili konduktif dan tuli persepsi

g. Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik

h. Saraf XI, tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius

Sistem motoric
Kekuatan otot menurun, pada meningitis tahap lanjut kontrolkeseimbangan dan

koordinasi mengalami perubahan

Pemeriksaan reflex

Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamntum, atau

periosteum derajat reflex pada respon normal. Refles patologis terjadi pada

klien dengan tingkat kesadaran koma.

Gerakan involunter

Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan syaraf, dan dystonia. Pada keadaan

tertentu biasanya mengalami kejang umum terutama pada anak dengan

meningitis yang disertai peningktan suhu tubuh yang tinggi

Sistem sensorik

Pemeriksaan terkait peningkatan tekanan intracranial, tanda tanda peningkatan

TIK sekunder akibat eksudat purulent dan edema serebri diantaranya perubahan

TTV (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardia), pernapasan tidak teratur,

sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.Adanya ruam merupakan

ciri menyolok adanya meningitis meningokokal (Neisseria meningitis)

B4 (Bladder)

Pemeriksaan pada sistem perkemihan didapatkan berkurangnya volume

keluaran urine.Hal tersebut berhubungan dengan penurunan perfusi dan

penurunan curah jantung ke ginjal.

B5 (Bowl)

Mual hingga muntah karena peningkatan produksi asam lambung.Pada klien

meningitiss pemenuhan nutrisi menurun karena anoreksia dan adanya kejang.

B6 (Bone)

Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (lutut dan pergelangan
kaki).Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam.Pada kasus berat klien

dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ekstrimitas.Klien sering

mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik sehingga

mengganggu aktivitas sehari-hari.

Pengkajian pada anak bergantung pada usia anak dan luasnya penyebaran

infeksi di meningen. Pada penilaian klinis, gejala meningitis pada anak dibagi menjadi

3 meliputi anak, bayi dan neonates.

b. Anak: timbul sakit secara tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin,

muntah, dan kejang-kejang. Anak cepat rewel dan agitasi serta menjadi

fotopobia, delirium, halusinasi, tingkah laku agresif atau mengantuk, stupor,

dan koma.Gejala pada pernapasan atau gastrointestinal meliputi sesak napas,

muntah dan diare. Tanda yang khas adalah adanya tahanan pada kepala jika

difleksikan, kaku leher, tanda kerning dan brudzinski(+). Perfusi yang tidak

optimal bisa mengakibatkan tanda klinis kulit dingin dan sianosis gejala lain

yang lebih spesifikadalah petekia/purpura pada kulit bila anak mengalami

infeksi meningokokus(meningokoksemia), keluarnya cairan dari telinga pada

anak yang mengalami meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital

akibat infeksi E. colli.

c. Pada bayi: pada umur 3 bulan sampai 2 tahun ditemukan adanya demam, nafsu

makan menurun, muntah, rewel, mudah lelah, kejang-kejang, dan menangis

meraung-raung. Tanda khas pada kepala adalah penonjolan pada fontanel.

d. Pada neonates: menolak untuk makan, kemampuan untuk menetek buruk,

muntah dan kadang ada diare. Tous otot melemah, pergerkan dan kekuatan

mengansi melemah.Pada ksus lanjut terjadi hipertermia.demam, icterus, rewel,

mengantuk, kejang-kejang, frekuensi napas tidak teratur, sianosis, penurunan


berat badan.Pada fase yang lebih berat terjadi kolaps kardiovaskuler, kejang

kejang dan apne

B. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertemi b/d peningkatan set point

2. Intoleransi Aktivitas b/d Kelemahan otot umum sekunder

3. Ketidakefektifan jalan nafas b/d kejang

4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d edema serebral/penyumbatan

5. Resiko defisit volume cairan b/d syok hispovolemik

(Amin Huda Nurarif, Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional, 2013 jilid 2 : hal

616, 691, 623, 641, 627)


C. Intervensi Perawatan

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


o
Keperawatan
1 Hipertermi b/d Setelah tindakan keperawatan 1. -
Ukur M
peningkatan selama 1 x 24 jam, diharapkan
suhu e
set point suhu tubuh kembali normal. setiap n
KH : jam e
-
T : 36,5 – 37,5 ̊ n
- Kulit tidak kemerahan 2. Ajarkan orang tua untuk t
- Tidak terjadi kejang u
memberikan kompres hangat
k
3. Dorong masukan cairan 1,5 – 2
a
liter dalam 24 jam n
4. Monitor balance cairan i
n
5. Instruksikan pada keluarga t
e
untuk tidak memakaikan baju & r
selimut tebal pada klien v
6. Kolaborasi pemberian e
n
antipiretik sesuai dosis
2 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. -
Kaji M
Aktivitas keperawatan selama 1 x 24 jam,
e
diharapkan dapat kemam m
b/d Kelemahan puan p
mempertahankan aktivitas, pasien e
otot umum
dengan KH : n
melakukan aktivitas
sekunder - Melaporkan penigkatan g
2. Awasi TTV sesudah aktivitas
a
toleransi aktivitas catat respon terhadap tingkat r
- Menunjukan penurunan u
aktivitas
h
3. Berikan lingkungan yang
i
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

o
Keperawatan
1 Hipertermi b/d Setelah tindakan keperawatan 7. -

peningkatan selama 1 x 24 jam, diharapkan Ukur M

set point suhu tubuh kembali normal. suhu e

KH : setiap n

- T : 36,5 – 37,5 ̊ jam e

n
- Kulit tidak kemerahan 8. Ajarkan orang tua untuk
t
- Tidak terjadi kejang memberikan kompres hangat
u
9. Dorong masukan cairan 1,5 – 2
k
liter dalam 24 jam
a
2 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 4. -

Aktivitas keperawatan selama 1 x 24 jam, Kaji M

diharapkan dapat e
b/d Kelemahan kemam
mempertahankan aktivitas, m
otot umum puan
dengan KH : p
sekunder pasien
- Melaporkan penigkatan e
melakukan aktivitas
n
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

o
Keperawatan

tanda fisiologis intoleransi misal 4. Berikan bantuan ditingkatkan bila pasien melakukan

dalam aktivitas pasien bila


nadi dan pernafasan normal sendiri
pasien tidak
- Menunjukan perilaku - Nutrisi yang tepat
memungkinkan untuk melakukan
hidup sehat memperlancar sirkulasi
5. Kolaborasi pemberian nutrisi
darah ke jaringan

pasien
3. Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan 1. -

an jalan nafas keperawatan selama 1 x 24 Kaji Ke

b/d kejang jam fungsi pernafasan frekuens ce

adekuat, i pa

dengan KH : kedalam ta

- Mendemostrasikan batuk an n

efektif dan suara nafas bi


pernnafasan dan ekspansi dada
yang as
2. Auskultasi bunyi nafas dan
bersih an
catat adanya bunyi nafas
- Menunjukan jalan nafas ya
adventisius seperti krekels
yang paten (klien tidak m
dan
merasa tercekik,irama nafas, en
mengi
frekuensi pernafasan dalam in
3. Anjurkan pasien melakukan
rentang gk
nafas dalam
noramal ) at
4. Kolaborasi pemberian
- Mampu mengidentifikasi da
tambahan oksigen
dan mencegah faktor yang n
5. Kolaborasi pemeriksaan
dapat
terjadi peningkatan kerja nafas
darah lengkap
4. Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring vital, kaji pengisian - Memberikan info tentang derajat atau
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

o
Keperawatan
ketidakefektifa keperawatan selama 1 x 24 kapiler, warna kulit atau keadekuatan perfusi jaringan-

n perfusi jam, diharapkan klien tidak membra jaringan

jaringan otak mengalami pendarahan,


mukosa membantu menentukan intervensi
b/d edema dengan
2. Catak keluhan rasa - Vasokontriksi penurunan sirkulasi
serebral atau KH :
dingin, pertahankan suhu perifer kenyamanan klian
penyumbatan - Berkomunikasi dengan
lingkungan dan atau
jelas Sesuia dengan
tubuh hangat sesuai indikasi kebutuhan rasa hangat
kemampuan
3. Kaji kulit untuk rasa - Perubahan menunjukan penurunan
- Tekanan sistol dan diastol
dingin, pucat, sianosis, sirkulasi atau hipoksia
dalam rentang yang
keterlambatan - Dehidrasi tidak hanya
diharapkan
menyebabkan hipovolemia, tetapi
5 Resiko defisit Setelah dilakukan tindakan 1. -

volume cairan keperawatan selama 1 x 24 tanda Me

b/d jam, diharapkan tidak terjadi vital mb

volume setiap ant


syok
cairan dengan KH : jam u
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

o
Akral hangat 4. - kehilang cair

asi an an
berlebih
terjadiny sy
- Menceg
a ok
membrane mukosa. ah
DAFTAR PUSTAKA

A. Mansjoer, dkk.Kapita Selekta, Kedokteran.Jakarta:Media Aesculapius.2002.

Edisi Ke2.

Amin, Huda Nurarif.2013.Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan

Nanda.Edisi 2 Jakarta:Media action.

Doenges, E.M.2000.Rencana asuhan keperawatan.Edisi 3 Jakarta: EGC

Drs. Syaifuddin, B. Ac.2010.Anatomi Fisiologi.Jakarta: EGC

Lynda, Juall Carpenito.2000.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta: EGC

Media, Aesculapius.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi ke3 jilid ke2: Jakarta.

Nursalam.2005.Asuhan keperawatan bayi & anak.Jakarta:Salemba medika.

Sabri, M. Alisuf.1993.Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya.

Soegeng, Soegijanto.2000.Ilmu Penyakit Anak. Jakarta: Salemba Medika

Soetjiningsih.1995.Tumbuh Kembang Anak.Jakarta: EGC

Sujono, Riyadi Sukarmin.2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Edisi

Pertama

Suriadi,dkk.2006.Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Jakarta: Sagung Seto


1

Anda mungkin juga menyukai