Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MENINGITIS

Disusun oleh Kelompok 3

Anggota-anggota Kelompok:
Johannes, Claudya Maria Theresia
Kapahang, Melda Meilyn
Londa, Meilita

SECTION C

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KLABAT
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
perlindungan-Nya saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tidak
lupa juga saya berterima kasih kepada Ibu Nova Gerungan selaku dosen mata kuliah
keperawatan anak 1 atas bimbingannya.

Makalah tentang Meningitis ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
keperawatan anak 1. Meningitis adalah suatu penyakit yang belum diketahui banyak orang
dan dari makalah ini kami berharap orang yang membacanya bisa mendapat ilmu.

Makalah ini telah disusun sedemikian rupa sehingga dapat mudah dipahami oleh
pembaca. Dan kami berharap makalah ini mudah untuk dipahami pembaca. Kami menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, bilamana ada beberapa
kesalahan yang terdapat dalam makalah ini, izinkan kami untuk meminta maaf. Kritik dan
saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Airmadidi, 17 Februari 2023

2
DAFTAR ISI
SAMPUL.............................................................................................................................1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4

A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Meningitis
B. Etiologi Meningitis
C. Manifestasi Klinis Meningitis
D. Patofisiologi Meningitis
E. Tatalaksana Meningitis
F. Cara Pencegahan Meningitis
BAB III NCP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningitis bakterial adalah infeksi meningen oleh bakteri yang dapat menyebar ke

parenkim, ventrikel, dan sepanjang sumsum tulang belakang. Infeksi sistem saraf

adalah salah satunya yaitu meningitis bakterial akut yang adalah satu masalah

penyakit yang semestinya cepat ditangani dan diidentifikasi. Penyakit meningitis

disebabkan oleh bakteri yang salah satu penyebabkan inflamasi yang terjadi tidak

hanya diotak tetapi juga akan menyebar pada parenkim otak (meningo-ensefalitis)

sampai ke tulang belakang. Insidensi meningitis bakterial di negaranegara Barat

(Finlandia, Bleanda, dan Amerika) adalah 0.7-0.9 per 100.000 jiwa tiap tahunnya

dalam 10-20 tahun belakangan ini. Negara-negara afrika memiliki insidensi sebesar

10-40 per 100.000 jiwa tiap tahunnya (Brouwer & van de Beek, 2018). Pada negara-

negara di Asia Tenggara, insidensi meningitis bakterial rentang 18.3-24.6 per

100.000 jiwa dengan insidensi tertinggi ada di negara Thailand, dan terendah di

India. Insidensi meningitis bakterial di negaranegara Barat (Finlandia, Bleanda, dan

Amerika) adalah 0.7-0.9 per 100.000 jiwa tiap tahunnya dalam 10-20 tahun

belakangan ini. Negara-negara afrika memiliki insidensi sebesar 10-40 per 100.000

jiwa tiap tahunnya (Brouwer & van de Beek, 2018). Pada negara-negara di Asia

Tenggara, insidensi meningitis bakterial rentang 18.3-24.6 per 100.000 jiwa dengan

insidensi tertinggi ada di negara Thailand, dan terendah di India. Pada negara

berkembang, Neisseria meningitidis (~25%) dan Streptococcus pneumoniae (~50%)

menjadi etiologi yang paling umum sebagai penyebab meningitis bakterial.

Sebelumnya Haemophilus influenza tipe B (HiB) menjadi etiologi yang paling umum

yang mencapai 48% sebagai penyebab meningitis bakterial. Namun setelah

4
dijalankannya program imunisasi HiB, angka meningitis bakterial akibat

Haemophilus influenza menurun secara dramatis sampai hanya mencapai 7%

Staphylococcus aureus dan staphylokokus koagulase negatif menjadi penyebab

utama meningitis yang terjadi akibat prosedur invasif neurosurgikal. Penyebab

lainnya pada kasus meningitis bakterial ialah Listeria monocytogenes sebagai

penyabab umum pada neonatus, ibu hamil, dan orang dengan usia > 60 tahun.

Mycobacterium tuberculosis dan Treponema pallidum menjadi penyebab meningitis

bakterial subakut. Administrasi antibiotik secara empiris harus dilakukan dalam

kurun waktu 24 jam pada pasien yang dicurigai walaupun diagnosis belum tegak

karena keterlambatan pemberian antibiotik berhubungan erat dengan kematian dan

prognosis yang buruk (Beek et al., 2016). Dexamethasone telah terbukti memberikan

prognosis yang lebih baik serta meningkatkan angka keselamatan pada kasus

meningitis pneumococcal dan non-pneumococcal (Gunadi, 2020).

B. Rumusan Masalah

a. Apa itu meningitis?

b. Apa penyebab meningitis?

c. Apa tanda dan gejala dari penyakit meningitis?

d. Bagaimana sampai terjadi meningitis?

e. Bagaimana cara mengobati penyakit meningitis?

f. Bagaimana cara mencegah penyakit meningitis?

C. Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

Mengetahui dan dapat memahami penyakit meningitis.

5
b. Tujuan Khusus

i. Mengetahui cara menangani pasien meningitis

ii. Mengetahui karakteristik pasien yang dirawat dengan meningitis bakterial

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Meningitis adalah suatu penyakit infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai

piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih

ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial (Ratniasih, 2017).

Meningitis merupakan masalah yang serius sehingga dibutuhkan cara yang akurat dan

efisien untuk mendiagnosisnya.Meningitis mempunyai angka mortalitas yang tinggi

termasuk dinegara Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran

tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang penyakit meningitis di

Kelurahan Soataloara II Kecamatan Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe. Jenis

penelitian ialah deskriptif dengan metode survei lapangan menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian mendapatkan sebanyak 86 responden yang memenuhi kriteria

penelitian terdiri dari 45 orang perempuan (52,32%), dan 41 orang laki-laki (47,68%).

Golongan usia responden terbanyak berusia 21-40 tahun 43 (50,00%). Terdapat 68

responden (79,06%) yang berpendapat bahwa penyakit meningitis diakibatkan oleh

infeksi virus, bakteri, kuman, dan jamur yang meradang di dalam selaput otak.

Responden yang tidak menyetujui jika dokter meminta untuk dilakukan pemeriksaan

pungsi lumbal sebanyak 54 orang (62,79%). Simpulan: Sebagian besar responden

belum mengetahui tentang penyakit meningitis, dan hanya kadang-kadang menjaga

kebersihan lingkungannya

.(Mawuntu, A. H., & Karema, W. 2017).

7
B. Etiologi

Cairan tubuh steril yang terinfeksi dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas

yang berat sehingga membutuhkan penanganan yang tepat sesuai dengan etiologi dari

mikroorganisme tersebut. Infeksi pada meningens disebut meningitis, infeksi pada

jaringan otak disebut ensefalitis dan apabila mengenai jaringan otak dan meningens

maka disebut meningoensefalitis.

Terdapat beberapa etiologi untuk meningitis seperti bakteri, virus atau jamur

walaupun etiologi jamur lebih jarang ditemukan. Insiden meningitis bakterial

diperkirakan 3-5 per 100.000 orang setiap tahunnya dan hampir setengah meninggal

walaupun telah mendapat penanganan yang tepat. Neisseria meningitidis dan

Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab tersering meningitis bakterial.

Haemophilus influenzae type b (Hib) dulu merupakan salah satu penyebab tersering

dari meningitis bakteri, tetapi vaksin konjugat untuk Hib merubah profil epidemiologi

dari penyebab meningitis bakteri akibat Hib. Mortalitas meningitis bakteri

diperkirakan 20-25% walaupun terapi antimikrobial dan perawatan di ruang intensif

semakin membaik. Di antara 10-20% pasien yang tidak meninggal akan menderita

komplikasi permanen, seperti kehilangan pendengaran, disabilitas dalam belajar,

kejang, rusaknya sel otak hingga kematian.

Ensefalitis akut diasosiasikan dengan morbiditas dan mortalitas tinggi, 3,5 sampai 7,4

kasus dilaporkan per 100.000 orang setiap tahunnya. Virus dianggap sebagai etiologi

terpenting dalam kasus akut ensefalitis, tetapi bakteri, parasit, toksin dan autoimun

juga dianggap sebagai etiologi yang penting. Beberapa virus neurotropik berperan

sebagai etiologi ensefalitis viral akut dan prevalensi tersering sangat tergantung pada

8
letak geografis. Studi California Encephalitis Project menemukan bahwa virus herpes

simpleks-1 (Herpes Simplex Virus 1 [HSV-1]) merupakan virus tersering yang

menyebabkan ensefalitis, sedangkan negara di Asia Tenggara, seperti Kamboja dan

Vietnam melaporkan bahwa Japanese Encephalitis virus (JEV) merupakan penyebab

ensefalitis akut terbanyak dengan 31-45% pasien menderita ensefalitis akut akibat

JEV.

Virus merupakan penyebab tersering dari meningoensefalitis di seluruh dunia

walaupun patogen lain dapat terlibat, seperti bakteri, parasit dan autoimun.

Meningoensefalitis tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

(M. tuberculosis) dan merupakan manifestasi tersering dari TB pada sistem saraf

pusat yang diasosiasikan dengan sekuele neurologis dan mortalitas yang tinggi bila

tidak ditangani dengan segera. (Christy, M., & Juliansen, A. 2021)

C. Manifestasi Klinis

● Malaise

● Demam

● Menggigil

● Sakit kepala

● Nuchal rigidity (Leher kaku)

● Sensitivitas cahaya

● Purpuric rash (Ruam purpura)

● Tandan Kernig positif

● Tanda Brudzinski positif

● Kejang

● Mengantuk/lesu (Ballestas & Caico, 2014).

9
D. Patofisiologi

Meningitis terjadi akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang

lain. Virus atau bekteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya

penyakit faringitis, tonsilitis, pneumonia, dan bronchopneumonia. Masuknya

organisme melalui sel darah merah pasa blood brain barrier. Penyebaran organisme

bisa terjadi akibat prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan

sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tengkorak yang dapat

menimbulkan meningitis, dimana terjadinya hubungan antara CSF (Cerebro-spinal

Fluid) dan dunia luar. Penumpukan pada CSF akan bertambah mengganggu aliran

CSF di sekitar otak dan medulla spinalis. Mikroorganisme masuk ke susunan saraf

pusat melalui ruang pada subarachnoid sehingga menimbulkan respon peradangan

seperti pada via, arachoid, CSF dan ventrikel. Efek peradangan yang di sebabkan oleh

mikroorganisme meningitis yang mensekresi toksik dan terjadilah toksekmia,

sehingga terjadi peningkatan suhu oleh hipotalamus yang menyebabkan suhu tubuh

meningkat atau tejadinya hipertermi (Putri, 2019).

E. Tatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk penyakit meningitis terdiri atas terapi antimikroba, tambahan

antiinflamasi, dan juga penatalaksanaan cairan. Tatalaksana antimikroba harus

berdasarkan patogen ada dalam tubuh seseorang serat juga harus berdasarkan

rekomendasi dosis yang sesuai.

Patogen Enterobacter, Klebsiella, Escherichiacoli, antibiotik yang dapat diberikan

adalah Sefotaksim, dengan dosis 200 mg/kg/hari dalam 4 dosis, Seftriakson dengan

dosis 100 mg/kg/hari dalam 2 dosis, Meropenem dengan dosis 120 mg/kg/hari dalam

10
3 dosis, Ampisilin dengan dosis 300 mg/kg/hari dalam 6 dosis, Gentamisin dengan

dosis 7,5 mg/kg/hari dalam 3 dosis, Amikasin dengan dosis 15 mg/kg/hari dalam 3

dosis. Patogen Haemophilus influenzae, antibiotik yang dapat diberikan adalah

Sefotaksim dengan dosis 200 mg/kg/hari dalam 4 dosis, Seftriakson 100 mg/kg/hari

dalam 1-2 dosis, Kloramfenikol 100 mg/kg/hari dalam 4 dosis, Ampisilin 300

mg/kg/hari dalam 6 dosis. Patogen Listeria monocytogenes, anti biotik yang dapat

diberikan adalah Ampisilin dengan dosis 300 mg/kg/hari dalam 6 dosis, Getamisin

dengan dosis 7,5 mg/kg/hari dalam 3 dosis, TMP-SMX dengan dosis 20 mg/kg/hari

dalam 4 dosis (komponen TPM) (Adityoputri, 2022).

F. Cara Pencegahan

Lebih baik mencegah dari pada menggobati, adalah benar jikalau seseorang ingin

tetap memiliki tubuh yang sehat. Pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya

a) Pemberian vaksin atau imunisasi meningitis

Meminimalisir penyakit meningitis perlu adanya vaksin atau imunisasi. Caksinasi

yang dapat diberikan ialah vaksin meningitis meningococcus ACYW-135. Dan untuk

orang yang terkena secara oral setelah didiagnosa 24 jam, dapat diberi antibiotik

Kemoprofilaksis (Rustika et al., 2018).

b) Mencuci tangan

Pastikan kita mencuci tangan dengan memakai sabun dan air yang bersih sebelum

makan dan setelah ke toilet dan mencuci tangan setelah memenggang hewan

peliharaan misalnya anjing, kucing.

c) Menjaga stamina atau daya tahan tubuh

Makanan yang sehat, seimbang, serta bergizi yang mengandung gizi esensial seperti

vitamin, mineral, karbohidrat, protein, lemak,kalsium, serat dan air akan dapat

11
memperkuat daya tahan tubuh atau imunitas seseorang juga bisa membentengi tubuh

dari kuman atapun virus.

Stamina atau daya tahan tubuh juga bisa terjaga dengan baik apabila seseorang

menyisikan waktunya untuk berolaraga dengan teratur, bukan hanya sehat fisik akan

tetapi juga psikis karna dengan olaraga atau menggerakkan tubuh secara teratur akan

meningkatkan sirkulasi darah dan sistem saraf juga akan seimbang (Ufiyah Ramlah,

2021).

BAB III

NURSING CARE PLANS (NCP)

Kasus

Seorang anak perempuan berinisial M, umur 7 tahun, dibawa ke Rumah Sakit Sentra Medika
pada jam 08.00 pagi dengan keluhan demam selama 3 hari, muncul kernig’s sign dan
brudzinski’s sign. Setelah dilakukan pemeriksaan tes darah dan CT scan maka didapatkan
hasil bahwa anak tersebut mengalami penyakit meningitis. Setelah itu, perawat melakukan
pengkajian pada anak tersebut dan mendapatkan hasil yaitu: kulit tubuh memerah, suhu tubuh

12
40oC, respirasi 45×/menit, nadi 130×/menit, dan kulit tubuh terasa hangat. Kemudian perawat
mengambil diagnosa keperawatan yaitu hipertermia.

Name Pt: An. M Age: 7 years Room/Bed: 204/1 Medical Diagnosis:


Meningitis Physician’s Name: dr. Andre
No Planning
Date/Time Nursing Implementat Evaluation
Goal* Intervention* Rationale*
Diagnosis ion
1. 26 Hipertermia Setelah Intervensi S: -
Februari b.d. proses O:
dilakukan utama:
2023 penyakit d.d. -Kulit merah
(07.00- DO: suhu intervensi Manajemen menurun
15.00) tubuh -Takikardi
selama 4 hipertermia
meningkat menurun
Observasi
(40oC), kulit jam, maka Observasi (118×/menit)
merah, -Identifikasi - -Takipnea
termoregulasi -Identifikasi
takikardi Mengidentifi menurun
dan
(130×/menit) membaik penyebab (30×/menit)
, takipnea manajemen kasi -Suhu tubuh
dengan hipertermia
(45×/menit) penyebab membaik
penyebaba
dan kulit kriteria hasil: -Monitor suhu (37oC)
terasa hangat. yang hipertermia -Suhu kulit
-Kulit merah tubuh
mendasari -Memonitor membaik
menurun Terapeutik A: Tujuan
sangat penting suhu tubuh tercapai
-Takikardi -Sediakan
P: Hentikan
untuk
menurun lingkungan - intervensi
pemulihan. Menyediaka
-Takipnea yang dingin
- Monitor suhu n lingkungan
menurun -Longgarkan yang dingin
tubuh untuk -
-Suhu tubuh atau lepaskan
memberikan Melonggark
membaik pakaian an atau
indikasi suhu melepaskan
-Suhu kulit -Berikan
inti yang lebih pakaian
membaik cairan oral
akurat. -
-Lakukan
Terapeutik Memberikan
pendinginan cairan oral
-
eksternal
Menghilangkan -Melakukan
(Kompres pendinginan
sumber panas eksternal
dingin)
dapat memulai (Kompres

13
Edukasi proses dingin)
-Anjurkan pendinginan
tirah baring dan
-
mengurangi Menganjurk
suhu inti. an tirah
baring
-Mengekspos
kulit ke udara
ruangan
menurunkan
kehangatan dan
meningkatkan
pendinginan
evaporatif.
-Jika pasien
mengalami
dehidrasi atau
diaphoretic,
kehilangan
cairan akan
menyebabkan
demam.
-Menurunkan
suhu tubuh
dengan teknik
nonfarmakolog
is
Edukasi
-Meminimalisir
jumlah
kegiatan klien
dan dapat
membantu
penurunan

14
suhu tubuh.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Meningitis adalah peradangan pada selaput pelapis otak dan sumsum tulang belakang

(meningen) merupakan suatu penyakit yang memiliki karakteristik berupa peradangan

dari lapisan meningen yang bisa disebabkan karena bakteri, virus, jamur, ataupun

aseptik. Sebagian besar kasus meningitis akibat virus, dan biasanya sembuh dengan

sendirinya dan tidak bersifat fatal, tetapi di kasus yang berat, seperti meningitis

15
bakterial, tuberculosis, dan jamur bisa menjadi hal yang fatal jika antibiotik yang tepat

tidak diberikan secara tepat dan cepat.

B. Saran

16
DAFTAR PUSTAKA

Adityoputri, C. (2022). Diagnosis Dan Tatalaksana Meningitis Bakterial Pada Anak. 10(7).

Gunadi, E. (2020). Terapi Pada Meningitis Bakterial. Jurnal Penelitian Perawat

Profesional, 2(3), 337–344.

http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/download/83/65

Rustika, R., Puspasari, H. W., & Kusnali, A. (2018). Analisis Kebijakan Pelayanan Vaksinasi

Meningitis Jemaah Umrah Di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 21(1),

60–70. https://doi.org/10.22435/hsr.v21i1.96

Ufiyah Ramlah. (2021). Gangguan Kesehatan Pada Anak Usia Dini Akibat Kekurangan Gizi

Dan Upaya Pencegahannya. Ana’ Bulava: Jurnal Pendidikan Anak, 2(2), 12–25.

https://doi.org/10.24239/abulava.vol2.iss2.40

Gilbert, S.O, Albertus, B.R, Ervina, K, Jeremiah, S, Monica C, & Andry, J. (2021). Infeksi

Susunan Saraf Pusat Pada Anak: Sebuah Studi Potong Lintang Deskriptif Selama Lima

Tahun. 23(1), 6-14.

Desti, F, & Iqbal, G. (2021). Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Meningitis Menggunakan

Metode Forward Chaining. 12(1), 46-50. https://jurnal.umj.ac.id/index.php/just-it/index

17
18

Anda mungkin juga menyukai