Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH FARMAKOTERAPI III

MENINGITIS

Oleh:

NURINAYAH (1848201064)

PROGRAM STUDI FARMASI

STIKES HARAPAN IBU JAMBI

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada tuhan yang maha esa atas segenap limpahan rahmat
dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
farmakoterapi III ini dengan judul “Meningitis” sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Tugas ini merupakan makalah yang dibuat untuk memenuhi kriteria
mata kuliah.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan
yang disebabkan oleh kedangkalan dalam memehami teori dan keterbatasan
keahlian serta pengetahuan. Semoga segala bantuan, dorongan serta petunjuk dan
bimbingannya dapat membantu penulis untuk menghasilkan makalah yang lebih
baik lagi.

Jambi, Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………..…………i
DAFTAR ISI……………...…………………………………………….…………ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….………...1
1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………….…………..1
1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………………….…………..1
1.3 TUJUAN………………………………………………………………………1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………….………2
2.1 MENINGITIS…….………………………………………………..………….2
2.2 KLASIFIKASI MENINGITIS…………..………………...…………………..2
2.3 PATOFISIOLOGI MENINGITIS…………..………………………………...3
2.4 TATALAKSANA MENINGITIS……………………………………….…….3
2.5 STUDI KASUS………………………………………………………………..4
BAB III PENUTUP…………………………………………………………..……6
3.1 KESIMPULAN……………………………………………………….……….6
3.2 SARAN………………………………………………………………………..6
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….……….7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat dengan otak dan
tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak,
pikiran, bahkan kematian. Penyakit Meningitis dapat menyerang siapa saja,
namun dalam kenyataannya, kasus terbanyak pada bayi dan anak-anak. Maka
diperlukannya seorang ahli yang mampu melakukan diagnosa berdasarkan
ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Terbatasnya pakar atau
orang-orang yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus yang dapat
memberikan solusi atau konsultasi dengan orang yang membutuhkan
informasi tentang radang selaput otak (meningitis), secara otomatis akan
mengakibatkan tingginya biaya untuk melakukan konsultasi. Hal ini akan
mengakibatkan terlambatnya pendeteksian dini penyakit meningitis oleh para
penderita.
Meningitis adalah suatu reaksi peradangan (inflamasi) pada selaput otak
(meningen) yang melapisi otak dan medulla spinalis, sehingga melibatkan
arachnoid, piameter dan cairan serebrospinal (CSS). Proses inflamasi meluas
di seluruh ruang subarachnoid di sekitar otak, sumsum tulang belakang dan
ventrikel. Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar
virus meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau
hidung. Virus tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan kepada
orang lain yang menghirup udara tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
A. Apakah yang dimaksud dengan meningitis?
B. Bagaimana patofisiologi dari meningitis?
1.3 Tujuan
A. Mengetahui tentang meningitis
B. Mengetahui patofisiologi dari meningitis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Meningitis
Meningitis adalah suatu penyakit yang terjadi karena peradangan atau
infeksi pada sistem selaput pelindung otak dan sumsum tulang belakang.
Peradangan ini biasanya disebabkan oleh infeksi dari cairan yang
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Meningitis biasanya
disebabkan oleh bakteri atau virus, tetapi dapat menjadi hasil dari cedera,
kanker, atau obat obatan tertentu. Seseorang dicurigai menderita meningitis
jika terdapat gejala-gejala klasik meningitis, yakni demam, sakit kepala dan
leher kaku.
Beberapa keadaan, kelainan atau penyakit yang memudahkan terjadinya
meningitis antara lain:
 Infeksi sistemik maupun fokal (septkemia, otitis media supurativ kronik,
demam tifoid, tuberkulosis paru-paru).
 Trauma dan tindakan tertentu (fraktur basis kranii, fungsi/anestesi
lumbal, operasi atau tindakan bedah syaraf).
 Penyakit darah, penyakit hati.
 Pemakaian bahan-bahan yang menghambat pembentukan antibodi
(antibody respons).
 Kelainan yang berhubungan dengan immunosupression misalnya
alkoholisme, agamaglobulinemia, diabetes mellitus.
 Gangguan atau kelainan obstetrik dan ginekologi
2.2 Klasifikasi Meningitis
 Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus. Meningitis
ini biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit yang di sebabkan virus
seperti gondongan, herpes simpleks dan herpes zooster.
 Sepsis/ Meningitis Purulenta
Meningitis sepsis merupakan meningitis yang di sebabkan oleh organisme
bakteri. Penyebab meningitis bakteri akut yaitu Neisseria meningitidis
(meningitis meningokokus), streptococus pneumoniae (pada dewasa), dan
haemophilus influenzae(pada anak-anak dan dewasa muda).
 Tuberkulosa Meningitis
Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis
primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya
selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya
sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum
tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga
arachnoid.
2.3 Patofisiologi Meningitis
Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak.
Penyebaran organisme bisa terjadi akibat prosedur pembedahan, pecahnya
abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea
akibat fraktur dasar tengkorak yang dapat menimbulkan meningitis, dimana
terjadinya hubungan antara CSF (Cerebro-spinal Fluid) dan dunia luar.
Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di
sekitar otak dan medulla spinalis. Mikroorganisme masuk ke susunan saraf
pusat melalui ruang pada subarachnoid sehingga menimbulkan respon
peradangan seperti pada via, arachnoid, CSF, dan ventrikel. Efek peradangan
yang di sebabkan oleh mikroorganisme meningitis yang mensekresi toksik
dan terjadilah toksekmia, sehingga terjadi peningkatan suhu oleh hipotalamus
yang menyebabkan suhu tubuh meningkat atau terjadinya hipertermi.
2.4 Tatalaksana Meningitis
a. Meningitis Meningokokus
 Benzilpenisilin 2-4 g infus, tiap 6 jam.
 Sefotaksim atau kloramfenikol.
b. Meningitis Pneumokokus
 Benzilpenisilin 2-4 g infus, dosis dapat diturunkan 3-4 hari jika
demam telah turun.
 Sefotaksim atau kloramfenikol.
c. Meningitis Haemophilus influenza
 Sefotaksim 1-2 g, tiap 8 jam. Alternatif lain adalah kloramfenikol 3-5
g/hari.
d. Meningitis bakterialis akut tanpa penyebab yang jelas
 Sefotaksim dan alternatifnya adalah kloramfenikol.
e. Meningitis Tuberkulosis
 Tiga dari empat obat (rifampisin, isoniazid, etambutol dan
pirazinamid) harus mulai diberikan. Untuk isoniazid diberikan dosis
ganda.
2.5 Studi Kasus
Seorang pasien wanita berusia 27 tahun dibawa keluarganya datang ke
IGD RS dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan ini terjadi pertama kali pada pagi hari saat pasien
bangun tidur, pasien terlihat lemas dan tidak ada respon saat diajak
berkomunikasi. Sebelumnya pasien mengeluhkan sakit kepala, demam, mual
muntah, lemas dan tidak nafsu makan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Demam dirasakan hilang timbul tetapi tidak disertai dengan kejang.
Nyeri kepala dirasakan menetap sepanjang hari di seluruh bagian kepala.
Pasien juga mengeluh sering mengalami batuk berdahak sejak 1 tahun
sebelum masuk rumah sakit. Pasien selama ini mengeluhkan adanya keringat
di malam hari dan penurunan berat badan. Tidak ada riwayat trauma dan
riwayat kontak tuberkulosis di keluarga. Pasien pernah mengonsumsi obat
anti tuberkulosis namun hanya 2 bulan dan tidak dilanjutkan karena merasa
batuk telah berkurang. Status neurologis: kaku kuduk (+), refleks babinsky
(+/+), refleks fisiologis meningkat, pemeriksaan sistem motorik dan sensorik
sulit dinilai. Rontgen toraks menunjukkan adanya kavitas pada lobus superior
pulmo sinistra dan infiltrat pada lobus inferior pulmo dekstra sehingga
disimpulkan sebagai tuberkulosis paru lesi luas. Pasien dalam kasus ini
didiagnosis sebagai meningitis tuberkulosa.
Pemberian terapi farmakologis meliputi cairan intravena Ringer Laktat,
kortikosteroid deksametason intravena 5mg/8 jam, obat anti tuberkulosis
(OAT) berupa rifampisin 450 mg, isoniazid 200 mg, pirazinamid 1000 mg,
etambutol 750 mg, streptomisin injeksi 750 mg, dan parasetamol 3x500 mg
per Naso Gastric Tube (NGT). Terapi non farmakologis meliputi observasi
tandatanda vital dan tirah baring serta diet cair per NGT.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat dengan otak dan
tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak,
pikiran, bahkan kematian. Meningitis biasanya disebabkan oleh bakteri atau
virus, tetapi dapat menjadi hasil dari cedera, kanker, atau obat obatan tertentu.
Seseorang dicurigai menderita meningitis jika terdapat gejala-gejala klasik
meningitis, yakni demam, sakit kepala dan leher kaku.

3.2 Saran

Penulis makalah ini sesungguhnya masih memiliki banyak kekurangan


dalam hal pengetahuan dan materi pembahasannya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran
kepada penulis tentang penyusunan makalah ini demi lebih meningkatkan
kualitas dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Pangandaheng, E. A., Mawuntu, A. H., & Karema, W. (2017). Gambaran Tingkat


Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Meningitis di
Kelurahan Soataloara II Kecamatan Tahuna Kabupaten Kepulauan
Sangihe. e-CliniC, 5(2).

Tisnawati, A. Y. (2017). Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kasus


Meningitis di Ruang Rawat Anak Irna Kebindanan dan Anak RSUP DR.
M. Djamil Padang. Menara Ilmu, 11(77).

Rubenstein, D., Wayne, D., Bradley J. (2007). Lecture Notes: Kedokteran Klinis.
Erlangga: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai