DISUSUN OLEH :
SULAIMAN
NIM : 211031230124
A. Defenisi
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus
merupakan penyebab utama dari meningitis.
B. Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak
dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid
dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi
melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak
melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung) atau
sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan
meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar),
mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid.
Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater,
arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke
kranial maupun ke saraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis
selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan
dapat menyebabkan hydrocephalus.
C. Etiologi
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan
meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi
otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu
disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
meningitis purulenta dan meningitis serosa.
D. Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza,
Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia
colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda
asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan
limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan
subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan
yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan
peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
E. Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh
berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan
herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada
meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan
terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan
otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
F. Pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor presdis
posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat
menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan
tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk
mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan
terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.
2. Manifestasi Klinik
Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku.
Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.
Sakit kepala
Sakit-sakit pada otot-otot
Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata
pasien
Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI
Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap
lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.
Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak
terdapat pada virus meningitis.
Nausea
Vomiting
Demam
Takikardia
Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia
Pasien merasa takut dan cemas.
H. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Lumbal
punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial.
Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas
nilai normal.
Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar
glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar
glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
I. Pemeriksaan Radiografi
CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya.
Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.
J. Pengobatan
Pengobatab biasanya diberikan antibiotik yang paling sesuai. Untuk setiap
mikroorganisme penyebab meningitis :
Antibiotik Organisme
Penicilin G Pneumoccocci Terapi TBC Micobacterium
Meningoccocci Streptomicyn Tuber culosis
Streptoccocci INH
PAS
Gentamicyn Klebsiella
Pseudomonas
Proleus
Chlorampenikol Haemofilus
Influenza
BAB II
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Meningitis
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan
pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberikan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan
ketelitian dalam tahap pengkajian (Muttaqin, 2008).
a. Identitas
1) Identitas pasien terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, perkerjaan dan alamat.
2) Indentitas penanggung jawab terdiri dari: nama, hubungan dengan klien, pendidikan,
pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya demam, sakit kepala, mual dan
muntah, kejang, sesak nafas, penurunan tingkat kesadaran
2) Riwayat Kesehatan Sekaran
Pengkajian RKS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik pasien secara PQRST.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernah kah pasien
mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala. Riwayat sakit
TB paru perlu ditanyakan kepada pasien terutama jika ada keluhan batuk produktif
dan pernah mengalami pengobatan obat anti tuberkulosa yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga, biasanya apakah ada di dalam keluarga yang
pernah mengalami penyakit keturunan yang dapat memacu terjadinya meningitis.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien meningitis biasanya bersekitar
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa
2) Tanda- Tanda Vital
a) TD : Biasanya tekanan darah orang penyakit meningitis normal atau meningkat
dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK ( N = 90- 140 mmHg).
b) Nadi : Biasanya nadi menurun dari biasanya (N = 60-100x/i).
c) Respirasi : Biasanya pernafasan orang dengan meningitis ini akan lebih
meningkat dari pernafasan normal (N = 16-20x/i).
d) Suhu : Biasanya pasien meningitis didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih
dari normal antara 38-41°C (N = 36,5°C – 37,4°C).
3) Pemeriksaan Head To Toe
a) Kepala
Biasanya pasien dengan meningitis mengalami nyeri kepala.
b) Mata
Nerfus II, III, IV, VI : Kadang reaksi pupil pada pasien meningitis yang tidak
disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.
Nerfus V : Refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
c) Hidung
Nerfus I : Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
d) Telinga
Nerfus VIII : Kadang ditemukan pada pasien meningitis adanya tuli konduktif
dan tuli persepsi.
e) Mulut
Nerfus VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris
Nerfus XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
f) Leher
Inspeksi : Biasanya terlihat distensi vena jugularis.
Palpasi : Biasanya teraba distensi vena jugularis.
Nerfus IX dan X : Biasanya pada pasien meningitis kemampuan menelan
kurang baik
Nerfus XI : Biasanya pada pasien meningitis terjadinya kaku kuduk
g) Dada
Paru
I : Kadang pada pasien dengan meningitis terdapat perubahan pola nafas
P : Biasanya pada pasien meningitis premitus kiri dan kanan sama
P : Biasanya pada pasien meningitis tidak teraba
A : Biasanya pada pasien meningitis bunyi tambahan seperti ronkhi pada
klien dengan meningitis tuberkulosa.
Jantung
I : Biasanya pada pasien meningitis ictus tidak teraba
Pa : Biasanya pada pasien meningitis ictus teraba 1 jari medial
midklavikula sinistra RIC IV.
P : Biasanyabunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi jantung II RIC 4-5
midklavikula.
A : Biasanya jantung murni, tidak ada mur-mur.
h) Ekstremitas
Biasnya pada pasien meningitis adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi
(khusunya lutut dan pergelangan kaki). Klien sering mengalami penurunan
kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga menggangu ADL.
i) Rasangan Meningeal
Kaku kuduk
Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme
otot-otot .Fleksi menyebabkan nyeri berat.
Tanda kernig positif
Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
Tanda Brudzinski
Tanda ini didapatkan jika leher pasien difleksikan, terjadi fleksi lutut dan
pingul, jika dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi,
gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstermitas yang berlawanan.
d. Pola Kehidupan Sehari-hari
1) Aktivitas / istirahat
Biasanya pasien mengeluh mengalami peningkatan suhu tubuh dan kelemahan.
2) Eliminasi
Pasien biasanya didapatkan berkurangnya volume pengeluaran urine, hal ini
berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
3) Makanan / cairan
Pasien menyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual dan muntah
disebabkan peningkatan asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada pasien meningitis
menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
4) Hygiene
Pasien menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri karena
penurunan kekuatan otot.
e. Data Penujang menurut Hudak dan Gallo(2012):
1) Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat, kadar glukosa
darah mrenurun, protein meningkat, glukosa serum meningkat
2) Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab
3) Kultur urin, untuk menetapkan organisme penyebab
4) Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K+ turun
5) MRI, CT-Scan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
b. Ganguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilisasi
c. Intoleransi aktifitas fisik berhubungan dengan kelemahan
d. Ganguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
e. Ganguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisik tubuh(kelumpuhan)
f. Defisit pengetahuaan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3. Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses: Definitions &
classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical Nursing. Mosby: ELSIVER
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta,
Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta,
Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta,
Persatuan Perawat Indonesia
TINJAUAN TEORI
AKTIVITAS
A. Defenisi
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Aktivitas adalah kegiatan atau
keaktifan. Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik
fisik maupun non-fisik merupakan suatu aktivitas.
Menurut WHO 2008, Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan otot rangka
yang memerlukan suatu pengeluaran energi. Kurangnya aktivitas fisik akan menjadi
salah satu faktor independen dalam suatu penyakit kronis yang menyebabkan kematian
secara global.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Aktivitas Fisik merupakan kegiatan atau keaktifan dari
gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi
dengan melibatkan sistem muskuloskeletal otot dan tulang serta sistem persarafan.
B. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Aktivitas
Menurut Haswita dan Sulistyowati, 2017, Sistem tubuh yang berperan dalam aktivitas
adalah sistem muskuloskelatal dan system persarafan.
a. Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal terdiri atas tulang (rangka), otot dan sendi. Gabungan dari
tiga organ tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya aktivitas dan pergerakan.
1) Tulang (Rangka)
Secara umum fungsi dari tulang (rangka) adalah sebagai berikut:
a) Menyokong jaringan tubuh, termasuk memberi bentuk pada tubuh (postur tubuh)
b) Melindungi bagian tubuh yang lunak, seperti otak, paru-paru, hati dan medulla
spinalis
c) Sebagai tempat melekatnya otot dan tendon, termasuk juga ligament
d) Sebagai sumber mineral, seperti garam, fosfat dan lemak.
e) Berperan dalam proses hematopoiesis (produksi sel darah)
2) Sendi
Sendi adalah hubungan diantara tulang. Setiap sendi diklasifikasikan sesuai dengan
struktur dengan tingkat mobilisasinya. Ada empat klasifikasi sendi yaitu sinostatik,
kartilago gonus, fibrosa dan sinovial.
a) Sendi sinostatik
Mengacu pada ikatan tulang dengan tulang. Tidak ada pergerakan pada sendi ini,
dan jaringan tulang yang dibentuk di antara tulang mendukung kekuatan dan
stabilitas. Contoh klasik tipe sendi ini adalah sacrum, pada sendi vertebra.
b) Sendi kartilagus atau sendi sinkondrodial
Memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk
menyatukan permukaannya. Sendi kartilago dapat ditemukan ketika tulang
mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan
iga.
c) Sendi fibrosa atau sendi sisdosmodial
Adalah sendi tempat kedua permukaan tulang disatukan dengan ligament atau
membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak
dengan jumlah terbatas. Misalnya, sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan
fibula) adalah sendi sindesmotik
d) Sendi synovial
Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan
secara bebas karena permukaan tulang yang berdekatan dilapisi dengan kartilago
artikular dan dihubungkan oleh ligament sejajar dengan membaran sinovial. Tipe
lain dari sendi sinovial adalah sendi ball-andsocket seperti sendi pinggul dan sendi
hinge seperti sendi interfalang pada jari. (Andri & Wahid, 2016)
3) Otot
Menurut Andri & Wahid (2016), Gerakan tulang dan sendi merupakan proses aktif
yang harus terintegrasi secara hati-hati untuk mencapai koordinasi. Otot skelet, karena
kemampuannya untuk berkontraksi dan berelaksasi, merupakan elemen kerja dari
pergerakan. Elemen kontraktil otot skelet dicapai oleh struktur anatomis dan ikatannya
pada skelet. Kontraksi otot dirangsang oleh impuls elektrokimia yang berjalan dari
saraf ke otot melalui sambungan mioneural. Impuls elektrokimia menyebabkan aktin
tipis yang mengandung filamen. Menjadi memendek, kemudian otot berkontraksi.
Adanya stimulus tersebut membuat otot relaksasi.
Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), Ada dua tipe kontraksi otot yaitu:
Isotonik, jenis kontraksi ini tidak terjadi pemendekan otot selama kontraksi, karena
tidak memerlukan sliding myofibril, tetapi terjadi secara paksa. Misalnya, saat kita
mengangkat barang sangat berat, mendorong meja, dengan tangan lurus sehingga
terjadu tegangan.
Isometrik, kontraksi isotonik adalah kontraksi dimana terjadi pemendekan otot
teatapi tegangan pada otot tetap konstan. Kontraksi ini memerlukan energi yang
besar. Contoh jenis kontraksi ini adalah saat mengangkat beban menggunakan otot
bisep, branchii, kegiatan makan, menyisir, dan lainnya.
4) Sistem Persarafan
Secara spesifik, sistem persarafan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
Saraf aferen (reseptor), berfungsi menerima rangsangan dari luar kemudian
meneruskannya ke susunan saraf pusat
Sel saraf atau neuron, berfungsi membawa impuls dari bagian tubuh satu ke bagian
tubuh lainnya
Sistem saraf pusat (SSP), berfungsi memproses impuls dan kemudian memberikan
respon melalui saraf eferen.
Saraf eferen, berfungsi menerima respon dari SSP kemudian meneruskan ke otot
rangka. (Haswita & Sulistyowati, 2017)
Tanda :
Gelisah,
Perubahan status mental: letargi, TTV berubah pada aktivitaS. Pada
laporan tugas akhir ini, selain pengkajian umum terdapat
Aktivitas Kategori
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga, komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (SDKI DPP PPNI (2016).
Menurut M. Asikin dkk (2017) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
dengan infrak miokard yaitu :
a. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen akibat
adanya iskemia dan jaringan nekrotik miokard
b. Ganguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
c. Ganguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisik tubuh(kelumpuhan)
d. Ganguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilisasi
c. Intervensi
DISUSUN OLEH :
SULAIMAN
NIM : 211031230124
A. Pengkajian
I. Identitas Diri Klien
Nama : Tn K
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Karangbenda 2/02 Adipala Cilacap
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : Tidak sekolah
Pekerjaan : Petani
Lama bekerja : 60 tahun
Tgl masuk RS : 20 OKTOBER 2020 jam 00.00 WIB
Tgl pengkajian : 21 OKTOBER 2020
Sumber informasi : status, klien, keluarga, perawat ruangan
V. Program Terapi
Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
Injeksi Dexamethason 2x1 ampul
Diamox 2x1
Paracetamol k/p
RHEZ 1x3 tablet (pagi)
Darah :
WBC : 16,7. 103/mm3
RBC : 5,33. 106/mm3
HGB : 15,3 g/dL
HCT : 48,2 %
PLT : 335. 103/mm3
LED : 14
GD S : 76 mg/dL
SGOT : 40
SGPT : 19
Ureum : 40
Creatinin : 1/4
Gol darah :0
ANALISA DATA
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI
1 DS : Intoleransi aktifitas kelemahan
Klien mengeluh fisik
lemas (D.0056)
Klien
menyatakan seluruh tubuhnya
terasa sakit
Klien
mengatakan tidak mampu untuk
beraktivitas
Klien
mengatakan tidak mampu
mengangkat kakinya
DO :
Klien tampak
lemah
Ekatrimitas
bawah lemah
Klien tidak
mampu mengangkat kakinya
secara mandiri
Klien tidak
mempu alih posisi secara mandiri
Vital sign : TD :
160/90 mmHg, N : 96 x/mnt, RR
: 24 x/mnt
2 DS : Ganguan integritas Penurunan mobilisasi
Keluarga kulit
mengatakan selama masuk RS (D.0192)
klien hanya tidur terlentang,
klien jarang dimiringkan karena
klien selalu mengeluh lemas jika
bergerak
DO :
Kulit pantat
lecet, ukuran 3x2 cm, dan 2x1
cm
Jaringan luka
tampak merah
3 DS : Bersihan jalan nafas Hipersekresi jalan
Keluarga tidak efektif nafas
mengatakan klien mulai batuk (D.0001)
sejak 2 bulan ini
DO :
Klien batuk-
batuk berdahak
Klien tampak
lemas (mobilisasi harus dibantu)
Dahak kadang
dikeluarkan klien, kadang
ditelan kembali
Pemeriksaan
fisik : auskultasi paru : suara
ronkhi basah
Rontgent
thoraks : kesan KP Duplek
4 DS : Ganguan mobilitas Penurunan kekuatan
Keluarga fisik otot
mengatakan semua kebutuhan (D.0054)
sehari-hari klien (makan/minum,
toileting, berpakaian, dll)
dipenuhi oleh keluarga
DO :
Klien tirah
baring
Klien BAK
dibantu dengan alat (DC)
Klien BAB di
atas TT, dilayani oleh keluarga
Klien
makan/minum disuapi
Klien tidak
mampu merawat dirinya sendiri
5 DS : Ganguan citra tubuh Perubahan fisik tubuh
Klien (D.0083)
mengatakan merasa sangat
menderita karena kondisi
sakitnya
DO :
Klien kadang-
kadang tiba-tiba menangis
Klien tampak
sedih
Klien lebih
banyak diam dan tidur
6 DS : Defisit pengetahuaan Kurang terpapar
Keluarga (D.0111) informasi
mengatakan belum tahu secara
jelas tentang penyakit yang
diderita klien
Keluarga
menyatakan belum mendapatkan
informasi tentang penyakit klien
Keluarga
bertanya tentang prosedur
pengobatan yang harus ditempuh
DO :
-
Diagnosa keperawatan
1. Intoleransi aktifitas fisik berhubungan
dengan kelemahan
2. Ganguan integritas kulit berhubungan
dengan penurunan mobilisasi
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
4. Ganguan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot
5. Ganguan citra tubuh berhubungan
dengan perubahan fisik tubuh(kelumpuhan)
6. Defisit pengetahuaan berhubungan
dengan kurang terpapar informasi
Intervensi
Hari Dx Keperawatan SLKI SIKI
Intoleransi aktifitas fisik berhubungan Tujuan Observasi
dengan kelemahan Setelah dilakukan intervensi 1 jam maka ekspetasi - Identifikasi keterbatasan pergerakan sendi
membaik dengan kriteria : - Monitor ketidaknyamanan/sakit pada saat
- Lemas berkurang bergerak
- Kekuatan tubuh bagian bawah cukup atau Terapeutik
meningkat - Lakukan gerakan pasif dengan bantuan
- Kemudahan dalam melakukan aktifitas sesuai dengan indikasi
sehari hari - Berikan dukungan pada saat latihan
Edukasi
- Anjurkan rentang gerak pasif/aktifsecara
sistematis
- Anjurkan rentang gerak sesuai program
latihan
Implementasi
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses:
Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical
Nursing. Mosby: ELSIVER
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia