Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP PASIEN DENGAN MENINGITIS PADA Tn.K

DISUSUN OLEH :

SULAIMAN

NIM : 211031230124

PROGRAM PROPESI NERS


STIKES WIDYA DARMA HUSADA TANGERANG
TAHUN2021
BAB I
TINJAUAN TEORI MENINGITIS

A. Defenisi
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus
merupakan penyebab utama dari meningitis.

B. Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak
dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid
dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi
melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak
melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung) atau
sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan
meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar),
mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid.
Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater,
arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke
kranial maupun ke saraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis
selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan
dapat menyebabkan hydrocephalus.

C. Etiologi
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan
meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi
otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu
disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
meningitis purulenta dan meningitis serosa.

D. Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza,
Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia
colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda
asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan
limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan
subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan
yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan
peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

E. Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh
berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan
herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada
meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan
terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan
otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
F. Pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor presdis
posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat
menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan
tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk
mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan
terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.

G. Pengkajian Pasien dengan meningitis


1. Riwayat penyakit dan pengobatan
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman
penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan
mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang perlu diketahui adalah
status kesehatan masa lalu untuk mengetahui adanya faktor presdiposisi seperti infeksi
saluran napas, atau fraktur tulang tengkorak, dll.

2. Manifestasi Klinik
 Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku.
 Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.
 Sakit kepala
 Sakit-sakit pada otot-otot
 Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata
pasien
 Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI
 Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap
lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.
 Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak
terdapat pada virus meningitis.
 Nausea
 Vomiting
 Demam
 Takikardia
 Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia
 Pasien merasa takut dan cemas.

H. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Lumbal
punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial.
Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas
nilai normal.
Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar
glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar
glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

I. Pemeriksaan Radiografi
CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya.
Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

J. Pengobatan
Pengobatab biasanya diberikan antibiotik yang paling sesuai. Untuk setiap
mikroorganisme penyebab meningitis :
Antibiotik Organisme
Penicilin G Pneumoccocci Terapi TBC Micobacterium
Meningoccocci  Streptomicyn Tuber culosis
Streptoccocci  INH
 PAS

Gentamicyn Klebsiella
Pseudomonas
Proleus

Chlorampenikol Haemofilus
Influenza
BAB II
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Meningitis
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan
pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberikan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan
ketelitian dalam tahap pengkajian (Muttaqin, 2008).
a. Identitas
1) Identitas pasien terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, perkerjaan dan alamat.
2) Indentitas penanggung jawab terdiri dari: nama, hubungan dengan klien, pendidikan,
pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya demam, sakit kepala, mual dan
muntah, kejang, sesak nafas, penurunan tingkat kesadaran
2) Riwayat Kesehatan Sekaran
Pengkajian RKS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik pasien secara PQRST.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernah kah pasien
mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala. Riwayat sakit
TB paru perlu ditanyakan kepada pasien terutama jika ada keluhan batuk produktif
dan pernah mengalami pengobatan obat anti tuberkulosa yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga, biasanya apakah ada di dalam keluarga yang
pernah mengalami penyakit keturunan yang dapat memacu terjadinya meningitis.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien meningitis biasanya bersekitar
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa
2) Tanda- Tanda Vital
a) TD : Biasanya tekanan darah orang penyakit meningitis normal atau meningkat
dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK ( N = 90- 140 mmHg).
b) Nadi : Biasanya nadi menurun dari biasanya (N = 60-100x/i).
c) Respirasi : Biasanya pernafasan orang dengan meningitis ini akan lebih
meningkat dari pernafasan normal (N = 16-20x/i).
d) Suhu : Biasanya pasien meningitis didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih
dari normal antara 38-41°C (N = 36,5°C – 37,4°C).
3) Pemeriksaan Head To Toe
a) Kepala
Biasanya pasien dengan meningitis mengalami nyeri kepala.
b) Mata
Nerfus II, III, IV, VI : Kadang reaksi pupil pada pasien meningitis yang tidak
disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.
Nerfus V : Refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
c) Hidung
Nerfus I : Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
d) Telinga
Nerfus VIII : Kadang ditemukan pada pasien meningitis adanya tuli konduktif
dan tuli persepsi.
e) Mulut
Nerfus VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris
Nerfus XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
f) Leher
Inspeksi : Biasanya terlihat distensi vena jugularis.
Palpasi : Biasanya teraba distensi vena jugularis.
Nerfus IX dan X : Biasanya pada pasien meningitis kemampuan menelan
kurang baik
Nerfus XI : Biasanya pada pasien meningitis terjadinya kaku kuduk
g) Dada
 Paru
I : Kadang pada pasien dengan meningitis terdapat perubahan pola nafas
P : Biasanya pada pasien meningitis premitus kiri dan kanan sama
P : Biasanya pada pasien meningitis tidak teraba
A : Biasanya pada pasien meningitis bunyi tambahan seperti ronkhi pada
klien dengan meningitis tuberkulosa.
 Jantung
I : Biasanya pada pasien meningitis ictus tidak teraba
Pa : Biasanya pada pasien meningitis ictus teraba 1 jari medial
midklavikula sinistra RIC IV.
P : Biasanyabunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi jantung II RIC 4-5
midklavikula.
A : Biasanya jantung murni, tidak ada mur-mur.
h) Ekstremitas
Biasnya pada pasien meningitis adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi
(khusunya lutut dan pergelangan kaki). Klien sering mengalami penurunan
kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga menggangu ADL.
i) Rasangan Meningeal
 Kaku kuduk
Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme
otot-otot .Fleksi menyebabkan nyeri berat.
 Tanda kernig positif
Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
 Tanda Brudzinski
Tanda ini didapatkan jika leher pasien difleksikan, terjadi fleksi lutut dan
pingul, jika dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi,
gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstermitas yang berlawanan.
d. Pola Kehidupan Sehari-hari
1) Aktivitas / istirahat
Biasanya pasien mengeluh mengalami peningkatan suhu tubuh dan kelemahan.
2) Eliminasi
Pasien biasanya didapatkan berkurangnya volume pengeluaran urine, hal ini
berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
3) Makanan / cairan
Pasien menyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual dan muntah
disebabkan peningkatan asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada pasien meningitis
menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
4) Hygiene
Pasien menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri karena
penurunan kekuatan otot.
e. Data Penujang menurut Hudak dan Gallo(2012):
1) Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat, kadar glukosa
darah mrenurun, protein meningkat, glukosa serum meningkat
2) Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab
3) Kultur urin, untuk menetapkan organisme penyebab
4) Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K+ turun
5) MRI, CT-Scan

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
b. Ganguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilisasi
c. Intoleransi aktifitas fisik berhubungan dengan kelemahan
d. Ganguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
e. Ganguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisik tubuh(kelumpuhan)
f. Defisit pengetahuaan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3. Intervensi

Diagnosa SLKI SIKI


Intoleransi aktifitas fisik berhubungan Tujuan Observasi
dengan kelemahan Setelah dilakukan intervensi 3 jam maka ekspetasi - Identifikasi keterbatasan pergerakan sendi
membaik dengan kriteria : - Monitor ketidaknyamanan/sakit pada saat bergerak
- Lemas berkurang Terapeutik
- Kekuatan tubuh bagian bawah cukup atau - Lakukan gerakan pasif dengan bantuan sesuai dengan
meningkat indikasi
- Kemudahan dalam melakukan aktifitas - Berikan dukungan pada saat latihan
sehari hari Edukasi
- Anjurkan rentang gerak pasif/aktifsecara sistematis
- Anjurkan rentang gerak sesuai program latihan
Bersihan jalan nafas tidak efektif Tujuan Observasi
Setelah dilakukan intervensi 3 jam maka ekspetasi - Monitor frekuwensi,irama,kedalaman upaya nafas
berhubungan dengan hipersekresi jalan
membaik dengan kriteria : - Monitor kemampuan batuk
nafas - Batuk berkurang - Monitor adanya produksi sputum
- Dahak berkurang - Monitor saturasi oksigen
- Frekwensi nafas normak Terapeutik
- Atur interfal pemantauan respirasi sesuai kebutuhan
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasi hasil pemantauan
Ganguan integritas kulit berhubungan Tujuan Observasi
Setelah dilakukan intervensi 3 jam maka ekspetasi - Identifikasi penyebab ganguan integritas kulit(penurunan
dengan penurunan mobilisasi
membaik dengan kriteria : mobilisasi)
- Mampu bergerak miring kiri dan miring Terapeutik
kanan - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
- Tidak ada kerusakan lapisan kulit - Bersihkan luka
- Luka lecet tampak kering - Gunakan produk berbahan petrolium/minyak pada kulit
kering
- Gunakan produk berbahan ringan pada kulit sensitif
Edukasi
- Ajarkan mengunakan pelemba
- Anjurkan minum yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan menjaga kebersihan diri mandi atau dilap
Ganguan mobilitas fisik berhubungan Tujuan Observasi
Setelah dilakukan intervensi 3 jam maka ekspetasi - Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
dengan penurunan kekuatan otot
membaik dengan kriteria : - Monitor frekuwensi jantungdan tekanan darah sebelum
- Pergerakan ekstremitas cukup/meningkat melakukan mobilisasi
- Kekuatan otot cukup/meningkat - Monitor kondisi umum selama mobilisasi
- Rentang gerak cukup/meningkat Terapeutik
- Kelemahan fisik berkurang - Fasilitasi mobilisasi dengan alat bantu
- Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan mobilisasi sederhana(duduk ditempat tidur)
Ganguan citra tubuh berhubungan Tujuan Observasi
Setelah dilakukan intervensi 3 jam maka ekspetasi - Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap
dengan perubahan fisik
membaik dengan kriteria : perkembangan
tubuh(kelumpuhan) - Melihat bagian tubuh cukup membaik - Identifikasi budaya,agamadan jenis kelamin
- Menyentuh bagian tubuh cukup membaik - Monitor frekuwensi kritik pada diri sendiri
- Menunjukan bagian tubuh berkebih cukup Terapeutik
baik - Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
- Diskusikan perbedaan fisik
- Diskisikan kondisi stress yang mempengaryhi citra tubuh
Edukasi
- Jelaskan pada keluarga tentang perawatan perubahan citra
tubuh
- Latihan fungsi tubuh yang dimiliki
- Latihan pengungkapan kemampuan diri pada orang lain
Defisit pengetahuaan berhubungan Tujuan Observasi
dengan kurang terpapar informasi Setelah dilakukan intervensi 3 jam maka ekspetasi - Identifikasi informasi yang akan diberikan
membaik dengan kriteria : - Identifikasi pemahaman tentang kondisi saat ini
- Kelurga memahapi tentang proses penyakit - Identifikasi kesiapan menerima informasi
dan kondisi pasien Terapeutik
- Keluarga mampu menjelaskan pengetahuan - Lakukan penguatan potensi pasien dan keluarga untuk
topi menerima informasi
- - Dahulukan menyampaikan yang baik.(positif) sebelum
menyampaikan informasiyang kurang baik (negative)
Edukasi
- Berikan informasi berupa alur atau leaflet
- Anjurkan keluara mendampingi selama fase akut
BAB III
ARTIKEL PENELITIAN TERKAIT
A. Judul
Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Meningitis
di Kelurahan Soataloara II Kecamatan Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe
B. Penulis
Eka A. S. S. Pangandaheng
C. Tahun
2017
D. Jurnal Yang Mempublikasikan
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 5, Nomor 2, Juli-Desember 2017
E. Link Jurnal
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/download/17116/16654
F. Ringkasan Penelitian
Sebagian besar masyarakat belum mengetahui tentang penyakit meningitis, penyebab
dari penyakit meningitis, serta tindakan yang harus dilakukan bila mengalami penyakit
meningitis. Sebagian besar masyarakat tidak menganggap pemeriksaan pungsi lumbal
sebagai pemeriksaan yang berbahaya. Sebagian besar masyarakat hanya kadang-kadang
menjaga kebersihan di lingkungannya. Sebagian besar masyarakat menolak tindakan
pemeriksaan pungsi lumbal.

DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses: Definitions &
classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical Nursing. Mosby: ELSIVER
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta,
Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta,
Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta,
Persatuan Perawat Indonesia

TINJAUAN TEORI
AKTIVITAS
A. Defenisi
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Aktivitas adalah kegiatan atau
keaktifan. Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik
fisik maupun non-fisik merupakan suatu aktivitas.
Menurut WHO 2008, Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan otot rangka
yang memerlukan suatu pengeluaran energi. Kurangnya aktivitas fisik akan menjadi
salah satu faktor independen dalam suatu penyakit kronis yang menyebabkan kematian
secara global.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Aktivitas Fisik merupakan kegiatan atau keaktifan dari
gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi
dengan melibatkan sistem muskuloskeletal otot dan tulang serta sistem persarafan.
B. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Aktivitas
Menurut Haswita dan Sulistyowati, 2017, Sistem tubuh yang berperan dalam aktivitas
adalah sistem muskuloskelatal dan system persarafan.
a. Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal terdiri atas tulang (rangka), otot dan sendi. Gabungan dari
tiga organ tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya aktivitas dan pergerakan.
1) Tulang (Rangka)
Secara umum fungsi dari tulang (rangka) adalah sebagai berikut:
a) Menyokong jaringan tubuh, termasuk memberi bentuk pada tubuh (postur tubuh)
b) Melindungi bagian tubuh yang lunak, seperti otak, paru-paru, hati dan medulla
spinalis
c) Sebagai tempat melekatnya otot dan tendon, termasuk juga ligament
d) Sebagai sumber mineral, seperti garam, fosfat dan lemak.
e) Berperan dalam proses hematopoiesis (produksi sel darah)
2) Sendi
Sendi adalah hubungan diantara tulang. Setiap sendi diklasifikasikan sesuai dengan
struktur dengan tingkat mobilisasinya. Ada empat klasifikasi sendi yaitu sinostatik,
kartilago gonus, fibrosa dan sinovial.
a) Sendi sinostatik
Mengacu pada ikatan tulang dengan tulang. Tidak ada pergerakan pada sendi ini,
dan jaringan tulang yang dibentuk di antara tulang mendukung kekuatan dan
stabilitas. Contoh klasik tipe sendi ini adalah sacrum, pada sendi vertebra.
b) Sendi kartilagus atau sendi sinkondrodial
Memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk
menyatukan permukaannya. Sendi kartilago dapat ditemukan ketika tulang
mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan
iga.
c) Sendi fibrosa atau sendi sisdosmodial
Adalah sendi tempat kedua permukaan tulang disatukan dengan ligament atau
membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak
dengan jumlah terbatas. Misalnya, sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan
fibula) adalah sendi sindesmotik
d) Sendi synovial
Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan
secara bebas karena permukaan tulang yang berdekatan dilapisi dengan kartilago
artikular dan dihubungkan oleh ligament sejajar dengan membaran sinovial. Tipe
lain dari sendi sinovial adalah sendi ball-andsocket seperti sendi pinggul dan sendi
hinge seperti sendi interfalang pada jari. (Andri & Wahid, 2016)
3) Otot
Menurut Andri & Wahid (2016), Gerakan tulang dan sendi merupakan proses aktif
yang harus terintegrasi secara hati-hati untuk mencapai koordinasi. Otot skelet, karena
kemampuannya untuk berkontraksi dan berelaksasi, merupakan elemen kerja dari
pergerakan. Elemen kontraktil otot skelet dicapai oleh struktur anatomis dan ikatannya
pada skelet. Kontraksi otot dirangsang oleh impuls elektrokimia yang berjalan dari
saraf ke otot melalui sambungan mioneural. Impuls elektrokimia menyebabkan aktin
tipis yang mengandung filamen. Menjadi memendek, kemudian otot berkontraksi.
Adanya stimulus tersebut membuat otot relaksasi.
Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), Ada dua tipe kontraksi otot yaitu:
 Isotonik, jenis kontraksi ini tidak terjadi pemendekan otot selama kontraksi, karena
tidak memerlukan sliding myofibril, tetapi terjadi secara paksa. Misalnya, saat kita
mengangkat barang sangat berat, mendorong meja, dengan tangan lurus sehingga
terjadu tegangan.
 Isometrik, kontraksi isotonik adalah kontraksi dimana terjadi pemendekan otot
teatapi tegangan pada otot tetap konstan. Kontraksi ini memerlukan energi yang
besar. Contoh jenis kontraksi ini adalah saat mengangkat beban menggunakan otot
bisep, branchii, kegiatan makan, menyisir, dan lainnya.
4) Sistem Persarafan
Secara spesifik, sistem persarafan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
 Saraf aferen (reseptor), berfungsi menerima rangsangan dari luar kemudian
meneruskannya ke susunan saraf pusat
 Sel saraf atau neuron, berfungsi membawa impuls dari bagian tubuh satu ke bagian
tubuh lainnya
 Sistem saraf pusat (SSP), berfungsi memproses impuls dan kemudian memberikan
respon melalui saraf eferen.
 Saraf eferen, berfungsi menerima respon dari SSP kemudian meneruskan ke otot
rangka. (Haswita & Sulistyowati, 2017)

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas


Menurut Andri & Wahid (2016), Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas adalah,
sebagai berikut:
1) Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan aktivitas seseorang karena
gaya hidup berdampak pada prilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2) Proses Penyakit/Cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan aktivitas karena mengganggu
fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan
mengalami keterbatasan pergerakan pada bagian ektremitas bawah.
3) Kebudayaan
Kebudayaan kemampuan melakukan aktivitas dapat juga dipengaruhi oleh
kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering jalan jauh memiliki
kemampuan mobilitas yang kuat, sebaliknya yang mengalami gangguan mobilitas
(sakit) karena adat atau budaya tertentu yang melarang untuk beraktivitas.
4) Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan aktivitas. Karena, bila ingin melakukan
aktivitas yang baik tentu tubuh harus memiliki energi yang cukup untuk
memenuhinya karena bila energi kurang maka aktivitas yang bisa kita lakukan juga
tidak akan baik.
5) Usia dan Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan aktivitas pada masing-masing usia tentu berbeda.
Karena, kemampuan dan kematangan alat fungsi gerak sejalan dengan perkembangan
usia. Sebagai contoh, dari mulai bayi kita belum bisa berjalan sampai bisa berjalan
pada usia 1-2 tahun. Hal itu yang membuktikan bahwa usia mempengaruhi aktivitas.

D. Konsep Dasar Intoleransi Aktivitas


1. Defenisi
Intoleransi Aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
mempertahankan atau menyelasaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau
yang ingin dilakukan. (Nanda Klasifikasi 2015-2017)
2. Batasan Karakteristik
Menurut Nanda, klasifikasi (2015-2017) batasan karakteristik yang khas pada klien
dengan intoleransi aktivitas adalah:
a. Dispnea setelah beraktivitas
b. Keletihan
c. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
d. Perubahn elektrokardiogram (EKG) seperti, aritmia, abnormalitas konduksi dan
iskemia.
e. Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
f. Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
g. Menyatakan merasa letih
h. Menyatakan merasa lemas

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016), batasan


karakterisktik meliputi, gejala mayor dan gejala minor, yaitu:
a. Gejala dan Tanda Mayor:
 Mengeluh lelah
 Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
b. Gejala dan Tanda Minor:
 Dispnea saat/setelah aktivitas
 Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
 Merasa lemah
 Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
 Gambaran EKG menunjukkan aritmia
 Gambaran EKG menunjukkan iskemia
 Sianosis
3. Faktor yang Berhubungan
a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b. Tirah baring
c. Kelemahan umum
d. Imobilitas
e. Gaya hidup monoton
4. Manifestasi klinis
Menurut SDKI (2016), Kondisi klinis yang dapat mengakibatkan masalah intoleransi
aktivitas yaitu:
a. Anemia
b. Gagal jantung kongestif
c. Penyakit jantung coroner
d. Penyakit katup jantung
e. Aritmia
f. PPOK
g. Gangguan Metabolik
h. Gangguan Muskuloskeletal
i. Gagal ginjal kronis
j. Thalasemia

E. Tinjauan Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pada pengkajian terdapat dua tipe data, yaitu data subjektif dan data objektif. Data
subjektif adalah data yang didapatka dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu
situasi dan kejadian. Data tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara
independen tetapi melalui suatu interaksi atau wawancara dengan klien.
Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan,
dan ide tentang status kesehatannya. Sedangkan, data objektif adalah data yang dapat
diobservasi dan diukur oleh perawat. Data ini diperoleh melalui kepekaan perawat
(senses) selama melakukan pemeriksaan fisik melalui 2S (sight, smell) dan HT
(hearing, touch/taste). Yang termasuk data objektif adalah frekuensi pernapasan,
tekanan darah, adanya edema dan berat badan. Tahap pengkajian untuk memperoleh
data dapat dibedakan berdasarkan sumber yang dilakukan pengkajian. Bila sumber
adalah klien secara langsung disebut autoanamnesa sedangkan bila data diperoleh dari
keluarga dikarenakan klien tidak sadar atau gangguan verbal disebut allo anamnesa.
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan gangguan aktivitas seperti pada
intoleransi aktivitas meliputi:
a. Identitas Klien
Identitas klien (meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status
kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, no MR, dan diagnose medis)
b. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah alasan seseorang mencari pertolongan. Keluhan utama
yang biasa dikeluhkan dan khas pada pasien infrak miokard akut adalah dispnea
(sesak napas) pada saat/setelah beraktivitas, kelelahan dan kelemahan fisik.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian Riwayat penyakit sekarang yang mendukung keluhan utama pada
klien dengan gangguan intoleransi aktivitas adalah nyeri, kelemahan otot,
kelelahan, tingkat dalam melakukan aktivitas, daerah dan lamanya terjadi
gangguan aktivitas.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian Riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji apakah
pernah menderita gangguan aktivitas khususnya intoleransi aktivitas. Jika
pernah, disebabkan oleh penyakit apa misalnya seperti gangguan kardiovaskuler
(gagal jantung, infark miokard), gangguan pernapasan (asma, PPOK).
e. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Kardiovaskuler (KMB Sistem Kardiovaskular, M. Asikin dkk 2017)
Gejala :
 Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup tidak menetap,
jadwal olahraga tidak teratur
 Riwayat infrak miokard sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK,
hipertensi, DM, hiperkolestrolemia
 Riwayat mengejan saat buang air besar dan kejadian pingsan saat buang
air besar
 Nyeri dada yang tidak hilang dengan istirahat, lokasi nyeri biasanya di
anterior dada, termasuk nyeri substernal dan prekordium yang dapat
menyebar ke lengan, dagu, dan wajah
Tanda :
 Takikardi, dipsnea dan nyeri dada saat istirahat atau beraktivitas, mudah
lelah
 TD normal, meningkat, atau menurun; mungkin terjadi postural drainase
 Denyut nadi normal, kuat, atau lemah atau nyaris tidak teraba dengan
pengisian kapiler yang lambat
 Bunyi jantung : terdapat bunyi S3 dan S4 yang mengidikasi kondisi
patologis, misalnya gagal jantung, penururunan kontraktilitas atau daya
regang ventrikel jantung
 Murmur menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilaris
 Fiction rub dicurigau menandakan adanya pericarditis
 Edema : tanda dari distensi vena jugularis, edema perifer, edema
dependen, edema umum
 Tugor kulit lambat, kering, atau lembab serta penurunan keluaran urin
2) Sistem Pernapasan
Gejala :
 Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal
 Batuk dengan/tanpa sputum
 Riwayat penyalit paru kronis
 Penggunaan bantuan pernapasan, misal oksigen atau medikasi
Tanda :
 Pernapasan takipnea, napas dangkal, pernapasan laboral, penggunaan otot
aksesori
 Pernafasan nasal faring
 Batuk kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan tanpa sputum
 Sputum, mungkin bercampur darah, merah muda/berbuih, edema
pulmonal
 Bunyi napas ; mungkin tidak terdengar dengan krakels banner dan mengi
 Fungsi mental; mungkin menurun, letargik, kegelisahan, warna kulit
pucat sianosis
3) Aktivitas/istirahat
Gejala :
 Keletihan, kelelahan terus sepanjang hari
 Insomnia
 Nyeri dada dengan aktivitas
 Dispnea pada saat istirahat atau pada pengerahan tenaga

Tanda :
 Gelisah,
 Perubahan status mental: letargi, TTV berubah pada aktivitaS. Pada
laporan tugas akhir ini, selain pengkajian umum terdapat

4) Kategori tingkat kemampuan Tabel


2.1 Tabel Kategori Tingkat Kemampuan Tingkat

Aktivitas Kategori

Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan


orang lain dan peralatan

Tingkat 3 Memerlukan bantuan atau pengawasan


orang lain dan peralatan

Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat


melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

Sumber : (Andri & Wahid, 2016)


5) Perubahan Fisiologis
Menurut Andri & Wahid (2016), Perubahan yang dapat terjadi pada klien
dengan gangguan aktivitas seperti pada intoleransi aktivitas adalah:
a. Sistem Metabolik
Ketika mengkaji fungsi metabolik, perawat menggunakan pengukuran
antropometrik untuk mengvaluasi atrofi otot, menggunakan pencatatan
asupan dan haluran serta data laboratorium untuk mengevaluasi status
cairan, elektrolit, maupun kadar serum protein, penyembuhan luka dan
pola evaluasi klien untuk melihat perubahan fungsi gastrointestinal yang
bisa menyebabkan intoleransi aktivitas.
b. Sistem Respiratori
Pengkajian sistem respiratori minimal harus dilakukan setiap dua jam pada
klien gangguan aktivitas. Perawat melakukan inspeksi pergerakan dinding
dada selama siklus pernapasan inspirasi/ekspirasi penuh, jika ada atelaksis,
gerakan dadanya asimetris. Kemudian auskultasi semua area paru untuk
mengidentifikasi suara napas, crackles atau wheezing pada klien intoleransi
aktivitas.
c. Sistem Kardiovaskuler
Pada klien intoleransi aktivitas perlu dilakukan pemantauan tekanan darah,
nadi apek maupun nadi perifer, observasi tanda-tanda adanaya statis vena
(misalnya, oedema dan penyembuhan luka yang buruk). Pada klien yang
berumur diatas 40 tahun biasanya bunyi jantung tiga (gallop) bisa terdengar
pada nadi apek dan merupakan indikasi penyakit gangguan kardiovaskuler
yaitu gagal jantung kongestif atau congestive heart failure. Kaji adanya
oedema pada sacrum, tungkai dan kaki. Mengkaji sistem vena karena
thrombosis vena yang dapat membahayakan pada klien gangguan
intoleransi aktivitas.
d. Sistem Muskuloskeletal
Pada klien yang mengalami intoleransi aktivitas lama akan cenderung takut
dan dapat menyebabkan musculoskeletal pada tubuhnya terganggu.
Pengkajian yang pertama kali diakukan meliputi penurunan tonus otot,
kehilangan massa otot dan kontraktur. Pengkajian rentang gerak untuk
melihat gerakan sendi.
e. Sistem Integumen
Mengkaji kulit klien terhadap tanda-tanda kerusakan integritas kulit. Kulit
harus di observasi ketika klien bergerak. Perhatikan kebersihannya, atau
pemenuhan eliminasinya. Pengkajian dilakukan minimal setiap dua jam
sekali, hal ini perlu dilakukan pada klien intoleransi aktivitas yang
mengalami tirah baring dalam waktu lama.
f. Sistem Eliminasi
Evaluasi intake dan output cairan selama 24 jam, dehidrasi (meningkatkan
resiko kerusakan kulit, pembentukan thrombus, infeksi pernapasan, dan
konstipasi)

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga, komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (SDKI DPP PPNI (2016).
Menurut M. Asikin dkk (2017) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
dengan infrak miokard yaitu :
a. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen akibat
adanya iskemia dan jaringan nekrotik miokard
b. Ganguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
c. Ganguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisik tubuh(kelumpuhan)
d. Ganguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilisasi
c. Intervensi

Diagnosa SLKI SIKI


Intoleransi aktifitas fisik Tujuan Observasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi 3 jam maka ekspetasi - Identifikasi keterbatasan pergerakan sendi
kelemahan membaik dengan kriteria : - Monitor ketidaknyamanan/sakit pada saat
- Lemas berkurang bergerak
- Kekuatan tubuh bagian bawah cukup atau Terapeutik
meningkat - Lakukan gerakan pasif dengan bantuan sesuai
- Kemudahan dalam melakukan aktifitas sehari dengan indikasi
hari - Berikan dukungan pada saat latihan
Edukasi
- Anjurkan rentang gerak pasif/aktifsecara
sistematis
- Anjurkan rentang gerak sesuai program latihan
Ganguan integritas kulit Tujuan Observasi
Setelah dilakukan intervensi 3 jam maka ekspetasi - Identifikasi penyebab ganguan integritas
berhubungan dengan
membaik dengan kriteria : kulit(penurunan mobilisasi)
penurunan mobilisasi - Mampu bergerak miring kiri dan miring kanan Terapeutik
- Tidak ada kerusakan lapisan kulit - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
- Luka lecet tampak kering - Bersihkan luka
- Gunakan produk berbahan petrolium/minyak
pada kulit kering
- Gunakan produk berbahan ringan pada kulit
sensitif
Edukasi
- Ajarkan mengunakan pelemba
- Anjurkan minum yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan menjaga kebersihan diri mandi atau
dilap

Ganguan mobilitas fisik Tujuan Observasi


Setelah dilakukan intervensi 3 jam maka ekspetasi - Identifikasi toleransi fisik melakukan
berhubungan dengan
membaik dengan kriteria : pergerakan
penurunan kekuatan otot - Pergerakan ekstremitas cukup/meningkat - Monitor frekuwensi jantungdan tekanan darah
- Kekuatan otot cukup/meningkat sebelum melakukan mobilisasi
- Rentang gerak cukup/meningkat - Monitor kondisi umum selama mobilisasi
- Kelemahan fisik berkurang Terapeutik
- Fasilitasi mobilisasi dengan alat bantu
- Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan mobilisasi sederhana(duduk ditempat
tidur)
Ganguan citra tubuh Tujuan Observasi
Setelah dilakukan intervensi 3 jam maka ekspetasi - Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan
berhubungan dengan
membaik dengan kriteria : tahap perkembangan
perubahan fisik - Melihat bagian tubuh cukup membaik - Identifikasi budaya,agamadan jenis kelamin
- Menyentuh bagian tubuh cukup membaik - Monitor frekuwensi kritik pada diri sendiri
tubuh(kelumpuhan)
- Menunjukan bagian tubuh berkebih cukup baik Terapeutik
- Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
- Diskusikan perbedaan fisik
- Diskisikan kondisi stress yang mempengaryhi
citra tubuh
Edukasi
- Jelaskan pada keluarga tentang perawatan
perubahan citra tubuh
- Latihan fungsi tubuh yang dimiliki
- Latihan pengungkapan kemampuan diri pada
orang lain
d. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri
(independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan independen adalah
aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri
dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan
bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain
(Tarwoto dkk 2015)
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan untuk melengakapi proses keperawatan yang
dapat dilihat dari perkembangan dan hasil kesehatan klien.
Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan
memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
Langkah-langkah evaluasi adalah sebagi berikut:
1) Daftar tujuan klien
2) Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
3) Bandingkan antara tujuan dan kemampuan klien
4) Diskusikan dengan klien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN MENINGITIS PADA Tn.K

DISUSUN OLEH :

SULAIMAN

NIM : 211031230124

PROGRAM PROPESI NERS


STIKES WIDYA DARMA HUSADA TANGERANG
TAHUN2021

A. Pengkajian
I. Identitas Diri Klien
Nama : Tn K
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Karangbenda 2/02 Adipala Cilacap
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : Tidak sekolah
Pekerjaan : Petani
Lama bekerja : 60 tahun
Tgl masuk RS : 20 OKTOBER 2020 jam 00.00 WIB
Tgl pengkajian : 21 OKTOBER 2020
Sumber informasi : status, klien, keluarga, perawat ruangan

II. Riwayat Penyakit


1. Keluhan utama saat masuk RS
kejang
2. Riwayat penyakit sekarang
3 hari SMRS os batuk, demam, dan sulit bicara.
1 hari SMRS os jatuh di sawah, saat kejadian tidak sadar, pingsan kira-kira 1 jam, setelah
sadar os mengeluh sesak nafas, dan mengalami kejang.
HMRS os demam, tidak bisa diajak bicara, lemes.
3. Riwayat penyakit dahulu
Klien mulai sering kejang sejak kira-kira 5 tahun yang lalu, ada riwayat mondok, riwayat
PPOM (+), terakhir mondok tanggal 17 Oktober 2003 dengan diagnosa PPOM dan
hipoglikemi.
4. Diagnosa medik pada saat masuk RS
Bronkhopnemonia, PPOK, suspect meningitis.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap
Laboratorium urine
Rencana LP (Lumbal Pungsi)
Rontgent thoraks : KP duplek
Tahun 2003 klien pernah periksa CT Scan : Ventrikulo megalo
6. Tindakan yang telah dilakukan
Terapi pemasangan NGT
Pemasangan infus RL 20 tetes/menit
Diit TKTP rendah karbohidrat
Injeksi Silamox 3x1 gr
Paracetamol 3x500 mg
Lesifit 1x1 gr
Aminophilin 3x1/2 gr
Dexamethason 2x1 gr

III. Pengkajian Saat Ini


1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Keluarga mengatakan tidak tahu secara jelas penyakit apa yang diderita klien. Klien
menangis, sambil berkata, “Hidupnya nelangsa/menderita karena kondisi penyakitnya”.
2. Pola nutrisi/metabolik
Program diit RS : TKTP rendah karbohidrat
Intake makanan : klien mau makan makanan yang disediakan RS 1/3-1/2 porsi saja.
Intake minuman : minum air putih 2-3 gelas/hari. Infus RL 20 tts/mnt
3. Pola eliminasi
a. Buang air besar
Klien mengatakan sejak MRS BAB terus-menerus di TT, frekuensi lebih dari 3
kali/hari, konsistensi cair-lunak, warna coklat kehijauan, bau khas.
b. Buang air kecil
Sejak MRS klien dipasang DC, produksi urin (+), warna kuning kemerahan (karena
pengaruh obat Rifamphisin)
4. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan/minum x
Mandi x
Toileting x
Berpakaian x
Mobilitas di TT x
Berpindah x
Ambulasi/ROM x
0 : mandiri, 1: alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain dan alat, 4 :
tergantung total
Oksigenasi : ventilasi spontan, sesak nafas (-), klien mengeluh lemas.
5. Pola tidur dan istirahat
Keluarga mengatakan klien tidur hanya sekitar 3-4 jam dalam sehari, mulai pukul 22.00-
05.00 WIB. Siang hari klien biasanya tidur sekitar 1-2 jam
6. Pola perceptual
Klien masih dapat melihat dengan jelas, masih dapat mendengar dengan jelas, masih dapat
membedakan rasa manis, asin, pahit dan asam, klien juga dapat membedakan rasa panas,
dingin, tajam dan tumpul.
7. Pola persepsi diri
Klien terkadang tiba-tiba menangis, dan mengatakan bahwa dirinya menderita/nelangsa
karena sakitnya yang tidak sembuh-sembuh
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Klien mempunyai 13 anak dari 2 istri. Istri pertama mempunyai 1 anak, kemudian
meninggal, dan istri kedua mempunyai 12 anak. Klien tidak menggunakan alat kontrasepsi.
9. Pola peran dan hubungan
Komunikasi secara langsung, klien merasa mampu berbicara meskipun suaranya sangat
lemah, klien mampu menjawab pertanyaan meskipun kadang jawaban tidak sesuai dengan
pertanyaan. Hubungan dengan keluarga sangat dekat, nampak dengan anak-anak yang
bergiliran menunggui dan merawat klien di RS.
10. Pola manajemen koping stress
Stress terbesar yang dirasakan klien adalah kondisi sakitnya yang belum sembuh-sembuh.
11. Sistem nilai dan keyakinan
Klien dan keluarga mengatakan bahwa klien tidak memeluk agam tertentu, tetapi klien dan
keluarga menganut kepercayaan, dan mereka tetap melakukan ritual doa kepada Tuhan
untuk meminta kesembuhan bagi klien.

IV. Pemeriksaan Fisik


(Cephalokaudal)
1. Keluhan utama yang dirasakan saat ini :
lemas, badan terasa sakit, kulit pantat lecet, batuk berdahak, sub febris.
2. Vital sign
BP : 160/90 mmHg
Pulse : 98 x/mnt
RR : 24 x/mnt
T : 37,7 C
3. BB/TB : -
4. Kepala
Rambut (+), distribusi merata, bersih, tidak ada ketombe/kutu
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
Pendengaran : masih dapat mendengar suara dengan jelas
Mulut : kotor, bibir : mukosa kering
5. Leher : Peningkatan JVP (-), kaku kuduk (+)
6. Thorak :
Jantung : Cardiomegali (-), S1-2 murni, gallop
Paru : sonor, vesikuler, RBK +/+
7. Abdomen : supel, nyeri tekan (-), peristaltik (+), H/L tidak teraba, klien mengeluh kadang
mules
8. Inguinal : tidak ada benjolan
9. Ekstremitas :
Kulit : warna sawo matang, kering, luka ekskoriasi/dikubitus di pantat
Edema (-)
Kekuatan otot : ektremitas atas : , ektremitas bawah :

V. Program Terapi
Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
Injeksi Dexamethason 2x1 ampul
Diamox 2x1
Paracetamol k/p
RHEZ 1x3 tablet (pagi)

VI. Hasil Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium


Laboratorium (30 September 2004)
Urine :
Warna : kuning jernih
PH : asam
BJ : 1,025
Protein : (+)
Keton : (-)
Leukosit : 2-4/LPB
Eritrosit : 1-2/LPB
Silinder : (-)
Epitel : 0-1
Kristal : (-)

Darah :
WBC : 16,7. 103/mm3
RBC : 5,33. 106/mm3
HGB : 15,3 g/dL
HCT : 48,2 %
PLT : 335. 103/mm3
LED : 14
GD S : 76 mg/dL
SGOT : 40
SGPT : 19
Ureum : 40
Creatinin : 1/4
Gol darah :0

Rontgent thorak AP (30 September 2004)


Bercak infiltrat tersebar di kedua paru
Sinus dan diafragma baik
Besar cor normal
Kesan : KP Duplek

ANALISA DATA
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI
1 DS : Intoleransi aktifitas kelemahan
Klien mengeluh fisik
lemas (D.0056)
Klien
menyatakan seluruh tubuhnya
terasa sakit
Klien
mengatakan tidak mampu untuk
beraktivitas
Klien
mengatakan tidak mampu
mengangkat kakinya
DO :
Klien tampak
lemah
Ekatrimitas
bawah lemah
Klien tidak
mampu mengangkat kakinya
secara mandiri
Klien tidak
mempu alih posisi secara mandiri
Vital sign : TD :
160/90 mmHg, N : 96 x/mnt, RR
: 24 x/mnt
2 DS : Ganguan integritas Penurunan mobilisasi
Keluarga kulit
mengatakan selama masuk RS (D.0192)
klien hanya tidur terlentang,
klien jarang dimiringkan karena
klien selalu mengeluh lemas jika
bergerak
DO :
Kulit pantat
lecet, ukuran 3x2 cm, dan 2x1
cm
Jaringan luka
tampak merah
3 DS : Bersihan jalan nafas Hipersekresi jalan
Keluarga tidak efektif nafas
mengatakan klien mulai batuk (D.0001)
sejak 2 bulan ini
DO :
Klien batuk-
batuk berdahak
Klien tampak
lemas (mobilisasi harus dibantu)
Dahak kadang
dikeluarkan klien, kadang
ditelan kembali
Pemeriksaan
fisik : auskultasi paru : suara
ronkhi basah
Rontgent
thoraks : kesan KP Duplek
4 DS : Ganguan mobilitas Penurunan kekuatan
Keluarga fisik otot
mengatakan semua kebutuhan (D.0054)
sehari-hari klien (makan/minum,
toileting, berpakaian, dll)
dipenuhi oleh keluarga
DO :
Klien tirah
baring
Klien BAK
dibantu dengan alat (DC)
Klien BAB di
atas TT, dilayani oleh keluarga
Klien
makan/minum disuapi
Klien tidak
mampu merawat dirinya sendiri
5 DS : Ganguan citra tubuh Perubahan fisik tubuh
Klien (D.0083)
mengatakan merasa sangat
menderita karena kondisi
sakitnya
DO :
Klien kadang-
kadang tiba-tiba menangis
Klien tampak
sedih
Klien lebih
banyak diam dan tidur
6 DS : Defisit pengetahuaan Kurang terpapar
Keluarga (D.0111) informasi
mengatakan belum tahu secara
jelas tentang penyakit yang
diderita klien
Keluarga
menyatakan belum mendapatkan
informasi tentang penyakit klien
Keluarga
bertanya tentang prosedur
pengobatan yang harus ditempuh
DO :
-

Diagnosa keperawatan
1. Intoleransi aktifitas fisik berhubungan
dengan kelemahan
2. Ganguan integritas kulit berhubungan
dengan penurunan mobilisasi
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
4. Ganguan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot
5. Ganguan citra tubuh berhubungan
dengan perubahan fisik tubuh(kelumpuhan)
6. Defisit pengetahuaan berhubungan
dengan kurang terpapar informasi
Intervensi
Hari Dx Keperawatan SLKI SIKI
Intoleransi aktifitas fisik berhubungan Tujuan Observasi
dengan kelemahan Setelah dilakukan intervensi 1 jam maka ekspetasi - Identifikasi keterbatasan pergerakan sendi
membaik dengan kriteria : - Monitor ketidaknyamanan/sakit pada saat
- Lemas berkurang bergerak
- Kekuatan tubuh bagian bawah cukup atau Terapeutik
meningkat - Lakukan gerakan pasif dengan bantuan
- Kemudahan dalam melakukan aktifitas sesuai dengan indikasi
sehari hari - Berikan dukungan pada saat latihan
Edukasi
- Anjurkan rentang gerak pasif/aktifsecara
sistematis
- Anjurkan rentang gerak sesuai program
latihan
Implementasi

No Hari Diagnosa keperawatan Jam Implementasi Evaluasi TTD


Tanggal
1 Kamis/ 22 Intoleransi aktifitas fisik 10.00 Observasi S : Klien tampak lemas, klien mengatakan
Oktober berhubungan dengan kelemahan - Mengidentifikasi keterbatasan seluruh tubuh terasa sakit, klien
2021 pergerakan sendi mengatakan tidak mampu beraktivitas
- Memonitor ketidak dank lien mengatakan tidak mampu
nyamanan/sakit pada saat mengangkat kakinya
bergerak
Terapeutik O:
- Melatih melakukan gerakan - Klien tampak lemah
pasif dengan bantuan sesuai - Ekatrimitas bawah lemah
dengan indikasi - Klien tidak mampu
- memberi dukungan pada saat mengangkat kakinya secara
latihan
mandiri
Edukasi
- menganjurkan rentang gerak - Klien tidak mempu alih posisi
pasif/aktifsecara sistematis secara mandiri
- Mengajarkan rentang gerak - Vital sign : TD : 160/90
sesuai program latihan mmHg, N : 96 x/mnt, RR : 24
x/mnt
A : Intoleransi aktifitas fisik
P : Observasi
- Mengidentifikasi keterbatasan
pergerakan sendi
- Memonitor ketidak
nyamanan/sakit pada saat
bergerak
Terapeutik
- Melatih melakukan gerakan pasif
dengan bantuan sesuai dengan
indikasi
- memberi dukungan pada saat
latihan
Edukasi
- menganjurkan rentang gerak
pasif/aktifsecara sistematis
Mengajarkan rentang gerak sesuai
program latihan
Intervensi dilanjutkan untuk pertemuan
selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses:
Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical
Nursing. Mosby: ELSIVER
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai