PENDAHULUAN
Latar Belakang
System saraf pada tubuh manusia sangatlah penting, pada kenyataannya juga
tidak lepas dari ancaman penyakit. Penyakit system saraf sangat fatal bagi seorang
manusia terutama pada anak- anak. Kemungkinan seorang anak untuk terkena penyakit
yang berhubungan dengan saraf sangatlah besar. Penyakit yang sering muncul
diantaranya adalah meningitis yang artinya merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan
arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord.
Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya
seperti jamur dan protozoa juga terjadi. Selain itu juga yang sering menyerang pada anak- anak
adalah penyakit hidroshepalus yakni Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel.
Ruang Lingkup
a. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit meningitis
b. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit enchepalitis
c. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit hidrosefalus
d. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kejang demam
e. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit spina bifida
f. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit cerebral palsi
Sistematika Penulisan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup
C. Maksud dan Tujuan
D. Sistematika Penulisan
1
E. Metode Penulisan
Bab II Pembahasan
A. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit meningitis
B. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit enchepalitis
C. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit hidrosefalus
D. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kejang demam
E. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit spina bifida
F. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit cerebral palsi
Bab III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
Metode Penulisan
Metode yang digunakan adalah :
a. Studi Dokumentasi
Yaitu suatu metode yang dilakukan dengan mempelajari naskah-naskah dan
dokumen-dokumen lainnya baik berbentuk buku sumber ataupun dari internet.
b. Studi Kepustakaan
Yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan mempelajari teori-teori dalam
buku atau literature lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. asuhan keperawatan pada anak dengan pnyakit meningitis
Definisi
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di
otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus
meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah
satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus
influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Klasifikasi
Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis
organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia
dan neisseria meningitis.Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial
yang sering terjadi pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara.
Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle
sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang
tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu juga
dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi
imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan
terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang
terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan
terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis
menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial.
Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
3
2. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya
sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui
sistem vaskuler.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes
simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga
sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau
neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
3. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat
pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan
tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada
klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual,
muntah dan menurunnya status mental.
Etiologi
1. Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara
umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
o Haemophillus influenzae
o Streptococcus, grup A
o Staphylococcus aureus
4
2. Virus
Merupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini biasanya
bersifat “self-limitting”, dimana akan mengalami penyembuhan sendiri dan penyembuhan
bersifat sempurna. Beberapa virus secara umum yang menyebabkan meningitis adalah:
Coxsacqy
Virus herpes
Arbo virus
3. Jamur
Kriptokokal meningitis adalah serius dan fatal. Bentuk penyakit pada pasien
HIV/AIDS dan hitungan CD< 200.Candida dan aspergilus adalah contoh lain jamur
meningitis.
4. Protozoa
1. Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen
sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC,
perikarditis, dll.
2. Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang
memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea
3. Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah,
operasi cranium
5
Tanda dan gejala meningitis secara khusus:
a) Demam
b) Mengigil
c) Sakit kepala
d) Muntah
Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun.
a) Demam
b) Muntah
e) Fontanel menonjol.
3.Neonatus:
a) Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak jelas
dan spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari,
seperti
e) Tonus buruk.
f) Kurang gerakan.
Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma
kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga
6
bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen;
semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam
meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran
darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat
meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak
dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.
Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari
peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral
dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi
dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen)
sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan
oleh meningokokus
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak.
Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa Lumbal
Pungsi
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan
protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra
cranial.
Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Meningitis tuberkulosa
a) Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr selama 1 ½ tahun
7
c) Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali sehari, selama 3
bulan
a) Sefalosporin generasi ke 3
b) Sefalosforin generasi ke 3.
b. Pengobatan simtomatis
1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis kemudian klien
dilanjutkan dengan.
3) Turunkan panas :
c. Pengobatan suportif
1) Cairan intravena
Pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor
presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat
menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan
tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk
mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan
terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius
8
Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakitmeningitis
sumber data :
Nama : By. L
Agama : Islam
Sebelumnya di rumah klien sudah seminggu menderita demam, flu dan batuk. klien
mulai kejang pada tanggal 13 April 2003 jam 23.00 (pada saat kejang mata melirik ke atas,
kejang pada seluruh badan, setelah kejang klien sadar dan menangis pada saat kejang
keluar buih lewat mulut) dan langsung dibawa ke IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan
MRS di Ruang anak B2 Neorologi. Sebelumnya klien pernah MRS dengan diare pada saat
berumur 1 bulan.
Ibu mengungkapkan bahwa saat klien menderita panas dan kejang didalam keluarga
tidak ada yang menderita sakit flu/ batuk. selama hamil ia rajin kontrol ke bidan didekat
rumahnya, ia mengatakan bahwa ia juga mengkonsumsi jamu selama hamil. Menurut ibu,
klien lahir kembar di rumah sakit Mojowarno Jombang dengan berat badan lahir 1200
gram, tidak langsung menangis, menurut ibu air ketubannya berwarna kehitaman dan
9
kental. Menurut ibu anaknya telah mendapatkan imunisasi BCG, polio I, DPT I dan
hepatitis
Ibu mengungkapkan by.L diberikan ASI mulai lahir sampai berumur 1 bulan, setelah
dirawat di ruang anak ibu tidak menenteki dan diganti dengan PASI Lactogen. Pada saat
pengkajian BB 3700 gram, panjang badan 56 cm, lingkar lengan atas 7 cm. Ibu
mengungkapkan anak tidak mual dan tidak pernah muntah Pada saat ini anak memasuki
masa basic trust Vs Mistrust (dimana rasa percaya anak kepada lingkungan terbentuk
karena perlakuan yang ia rasakan). Ia juga berada pada fase oral dimana kepuasan berasal
pada mulut.
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 April 2003 pukul 10.00 WIB di Ruang anak
(Ruang neurologi/ B II) RSUD Dr. Soetomo surabaya
a. Biodata
Nama : By. L
Agama : Islam
10
No. DMK : 10-392-85
b. Keluhan utama
Kejang.
Seminggu menderita demam, flu dan batuk. klien mulai kejang pada tanggal 13 April
2003 jam 23.00 (pada saat kejang mata melirik ke atas, kejang pada seluruh badan, setelah
kejang klien sadar dan menangis pada saat kejang keluar buih lewat mulut) dan langsung
dibawa ke IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan MRS di Ruang anak B2 Neorologi.
Sebelumnya klien pernah MRS dengan diare pada saat berumur 1 bulan.
Saat klien menderita panas dan kejang didalam keluarga tidak ada yang menderita
sakit flu/ batuk.
Selama hamil ibu rajin kontrol ke bidan didekat rumahnya juga mengkonsumsi jamu
selama hamil. Klien lahir kembar di rumah sakit Mojowarno Jombang dengan berat badan
lahir 1200 gram, tidak langsung menangis, dan air ketubannya berwarna kehitaman dan
kental.
g. Status imunisasi
h. Status nutrisi
11
By.L diberikan ASI mulai lahir sampai berumur 1 bulan, setelah dirawat di ruang
anak ibu tidak menenteki dan diganti dengan PASI Lactogen. Pada saat pengkajian BB
3700 gram, panjang badan 56 cm, lingkar lengan atas 7 cm. Ibu mengungkapkan anak
tidak mual dan tidak pernah muntah.
i. Riwayat perkembangan
Pada saat ini anak memasuki masa basic trust Vs Mistrust (dimana rasa percaya anak
kepada lingkungan terbentuk karena perlakuan yang ia rasakan). Ia juga berada pada fase
oral dimana kepuasan berasal pada mulut.
j. Data Psikososial
Ibu menerima keadaan anaknya, dan berharap agar anaknya bisa cepat sembuh dan
pulang berkumpul bersama dengan keluarga serta kakak klien. Ibu dan nenek klien selalu
menunggui klien dan hanya pada hari minggu ayah dan kakak klien datang mengunjungi
klien, karean harus bekerja dan sekolah.
k. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Anak tampak tidur dengan menggunakan IV Cath pada tangan kanan, kesadaran
compomentis, nadi 140 x/mnt, suhu 38OC, pernafasan 40 x/mnt teratur.
Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan penyebarannya merata, ubun-
ubun besar masih belum menutup, teraba lunak dan cembung, tidak tegang. Lingkar
kepala 36 cm.
Reaksi cahaya +/+, mata nampak anemi, ikterus tidak ada, tidak terdapat sub
kunjungtival bleeding.
12
3) Dada dan thoraks
Pergerakan dada simetris, Wheezing -/-, Ronchi -/-, tidak terdapat retraksi otot bantu
pernafasan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis terletak di midclavicula sinistra ICS 4-5,
S1S2 tunggal tidak ada bising/ murmur.
4) Abdomen
Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat meteorismus, bising usus+ normal
5 x/ mnt, hepar dan limpa tidak teraba. Kandung kemih teraba kosong.
5) Ekstrimitas
Tidak terdapat spina bifida pada ruas tulang belakang, tidak ada kelainan dalam segi
bentuk, uji kekuatan otot tidak dilakukan. Klien mampu menggerakkan ekstrimitas sesuai
dengan arah gerak sendi. Ekstrimitas kanan sering terjadi spastik setiap 10 menit selama 1
menit.
6) Refleks
2. Pemeriksaan penunjang
2. Leucocyt 24.400
3. Thrombocyt 483×109
4. GDA 96 mg/dl
13
4. Laboratorium tanggal 22 april 2003:
4. Terapi Medis :
4. Tranfusi WB 37 cc / hari
5. Diagnosa keperawatan
Diagnosa 1
Implementasi :
1. Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
4. Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Respirasi dan hati-hati pada
hipertensi sistolik
14
Rasional :
1. Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya
herniasi otak
6. Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan
dan cairan dapat menurunkan edema cerebral
7. Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat
menyebabkan terjadinya iskhemik serebral.
Diagnosa 2
Kriteria Hasil:
15
100-110 x/menit (anak)
24 – 28 x/menit (anak)
Kesadaran composmentis
Implementasi :
Rasional :
1. proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
16
B. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit enchepalitis
Definisi
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau
mikro organisme lain yang non purulent.
Patogenesis Ensefalitis
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke
dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
b) Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai
gangguan penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang.
1. Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan utama
17
3. Riwayat penyakit sekarang
Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4
hari , sakit kepala.
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita
penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll.
Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli, dll.
6. Imunisasi
a. Kebiasaan
sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air besar di
WC,lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)
b. Status Ekonomi
Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makana dan cairan dalam jumlah kurang dari
kebutuhan tubuh.,
d. Pola Eliminasi
Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak
dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.
18
e. Kebiasaan Miksi sehari-hari
Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun, konsentrasi
urine pekat.
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat dievaluasi
karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.
g. Pola Aktivitas
b. Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan
latihan positif.
Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan
latihan pasif sesuai ROM
Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi
berat,aktifitas togosit turun ,Hb turun ,punurunan kadar albumin serum, gangguan
pertumbuhan.
19
flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi
predileksi virus Herpes Simplex.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM
terbatas.
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah.
9. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
Diagnosa keperawatan 1
Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan:
Kriteria hasil:
Intervensi
20
1. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau
pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
Diagnosa Keperawatan 2
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit.
21
3. Kolaborasi.
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.
Definisi
Etiologi
c. Sindrom Dandy-Walker
2) Infeksi
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus
Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan
bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat
organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
23
Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala
yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari
hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
24
1. Pengkajian.
2. Riwayat Penyakit.
Menurut pengakuan orang tua sejak 4 bulan yang lalu anaknya pernah panas kemudian
disertai mual dan kejang-kejang serta terlihat kepala anaknya mulai membesar kemudian
oleh keluarga anaknya diantar ke wat di RSUD Madiun kemudian dirawat selama 7 hari
dan pulang paksa dalam keadaan tidak sadar.
Pasien datang diantar oleh orang tuanya ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya tanggal 9 April
2002 Jam 09.00 WIB dalam keadaan tidak sadar ( apatis ) ,muntah tidak proyektil, suhu
tubuh meningkat dari normal ( 38 C ), keadaan umum lemah, paralisa.
1. Sistem Pernafasan.
Pada pengkajian sistem pernafasan tidak ditemukan adanya kelainan baik saat
inspirasi maupun ekspirsi.
25
2. Sistem kardiovaskuler
3. Sistem persarafan.
4. Diagnosa keperawatan :
a. Data obyektif :
Tidak sadar, panas( 38 C), muntah tanpa proyektil, strabismus. serta gelisah,paralisa.
Tujuan :
d. Tindakan keperawatan :
Kolaborasi
26
Rasional : Dapat mencegah atau mempercepat proses penyebuhan penyakit.
e. Evaluasi
Pengertian
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala
dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak
usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang
timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson,
1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah
lima tahun.
27
Patofisiologi
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel.
Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya,
kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan
konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut
potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh
sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
28
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA
meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Manifestasi klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan
saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik-klonik.
Klasifikasi kejang
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan
kejang mioklonik.
1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal
berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi
atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang
tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang
disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
29
2. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal
dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 –
3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak
diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat
trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
3. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai
reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan
hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
a. Pemeriksaan fisik
1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang
berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur
otak.
2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti
nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan
terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan
adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari
luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena
kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
30
4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural
atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising
jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara
berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan
analisis gas darah.
31
5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan
untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar
belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion
atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 %
diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat
juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan
kejang tidak dapat meramalkan prognosis.
6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang
pasti yaitu mencakup :
c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari
aturan baku
1. pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi
kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik
yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata ,
kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya
kejang.
32
1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot.
Gerakan involunter
2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan
penurunan nadi dan pernafasan
3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan, peka rangsangan.
5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra
2. Diagnosa keperawatan
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular
3. Intervensi
Diagnosa 1
33
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi
otot.
Kriteria hasil ;
Intervensi
Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum,
sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali
terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari
trauma atau kejang.
Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti
compulsan
Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
Kriteria hasil
Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR
dalam batas normal
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan
penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy
34
E. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Penyakit Spina Bifida
Pengertian
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan aatau tanpa
tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L, Wong,2003).
Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra) yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau
gagal terbentuk secara utuh (http : //WWW.medicastore.com)
Spina bifida adalah kegagalan arkus vertebralis untuk berfusi di posterior (Rosa M
Sacharin, 1996). Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus
posterior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis pada
perkembangan awal dari embrio (Chairuddin Rasyad, 1998)
Etiologi
Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahut, tetapi diduga akibat :
1. Genetik (keturunan)
2. Kekurangan asam folat pada masa kehamilan
3. Kekurangan asam folid acid
Folid acid dipercaya berperan membantu tabung saraf tulang belakang tertutup
dengan sempurna.
Klasifikasi
Manifestasi Klinik
35
Gejala bervariasi tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar
saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan
yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis
maupun nakar saraf yang terkena.
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester
pertama wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut Triple Screen. Tes ini
merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma down dan kelainan bawaan
lainnya. 85 % wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida akan memiliki kadar
serum alfa feytoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi,
karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat
diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.
Komplikasi
Komplikasi lain dari spina bifida yang berkaitan yang berkaitan dengan kelahiran
antara lain adalah :
1. Paralisis Cerebri
2. Retardasi Mental
3. Atrofi Otot
4. Osteoporosis
5. Fraktur (akibat penurunan massa otot)
Asuhan Keperawatan Anak Pada Kasus Spina Bifida
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah yang menderita penyakit sejenis, bagaimana kondisi kehamilan ibu (demam
selama kehamilan, epilepsi, mengkonsumsi obat-obat tertentu, dsb), kaji kehamilan
sebelumnya (angka kejadian semakin meningkat jika pada kehamilan dua sebelumnya
menderita meningomielokel atau anencefali).
b. Riwayat kesehatan sekarang.
Apa keluhan utama (kelumpuhan, gangguan eliminasi, dsb), adakah penderita yang sama
di lingkungan penderita, sudah berapa lama menderita, kapan gejala terasa dan keluhan
lain apa yang mengikutinya.
36
c. Pengkajian fisik
Pada pengkajian fisik didapat data-data sebagai berikut :
Ø Aktivitas/istirahat
Tanda : kelumpuhan tungkai tanpa terasa atau refleks pada bayi.
Gejala : dislokasi pinggul.
Ø Sirkulasi
Tanda : pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus, hipotensi, ekstremitas dingin atau
sianosis.
Ø Eliminasi
Tanda : diurnal ataupun nocturnal, inkontinensia urin/alfi, konstipasi kronis.
Ø Nutrisi
Tanda : distensi abdomen, peristaltic usus lemah/hilang (ileus paralitik).
Ø Neuromuskuler
Tanda : gangguan sensibilitas segmental dan gangguan trofik paralisis kehilangan refleks
asimetris termasuk tendon dalam, kehilangan tonus otot/vasomotor ; kelumpuhan lengan
tungkai dan otot bawah.
Ø Pernapasan
Tanda : pernapasan dangkal, periode apneu, penurunan bunyi napas.
Gejala : napas pendek, sulit bernapas.
Ø Kenyamanan
Gejala : suhu yang berfluktuasi.
d. Pemeriksaan diagnostic
Ø MRI, CT scan, X-ray
Ø Tes serum alfa fetoprotein (AFP)
Ø Ultrasound
(Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002)
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler
2. Resiko kerusakan integritas kulit b.d inkontinensia ani dan alvi
3. Perubahan proses keluarga b.d krisis situasi (anak dengan defek fisik)
37
Post Operasi
4. Nyeri akut b.d Agen cedera fisik (luka post operasi)
5. Resiko tinggi infeksi b.d prosedur pembedahan.
3. Intervensi
Dx 1
Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler.
NOC : Mobility level
Kriteria hasil :
1. Penampilan pasien seimbang
2. Penampilan posisi tubuh pasien
3. Pergerakan otot pasien normal
4. Pergerakan sendi pasien normal
5. Pasien dapat melakukan perpindahan
NIC : Exercise therapy : ambulation
1. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
2. Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi
3. Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
4. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi
5. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.
Dx 2
Resiko kerusakan integritas kulit b.d inkontinensia ani dan alvi
NOC : Tissue Integrity : skin & mucous membranes
Kriteria hasil :
1. Suhu kulit dalam batas normal
2. Tidak ada kemerahan pada kulit
3. Turgor kulit baik
4. Perfusi jaringan baik
5. Tidak terdapat lesi di kulit
NIC : Pressure management
1. Anjurkan pasien untuk mengenakan pakaian yang longgar
2. Hindari kerutan pada tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien secara teratur
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
38
6. Oleskan lotion pada daerah yang tertekan
Dx 3
Perubahan proses keluarga b.d krisis situasi (anak dengan defek fisik)
NOC : Family coping
Kriteria hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah yang dihadapi
2. Mencari bantuan
3. Gunakan strategi penurunan stress
NIC : Conseling
1. Kaji pemahamn keluarga
2. Kenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi dukungan
3. Tekankan dan jelaskan penjelasan professional kesehatan
4. Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyakit
dan terapinya
5. Ulangi informasi sesering mungkin
Dx 4
Nyeri akut b.d Agen cedera fisik (luka post operasi)
NOC : Pain level
Kriteria hasil :
1. Mengenali faktor penyebab
2. Menggunakan metode pencegahan
3. Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri.
4. Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
5. Menganali gejala – gejala nyeri
NIC 1 : Pain management
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi , karakteristik dan onset, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor – faktor presipitasi
2. Observasi isyarat – isyarat non verbal dari ketidaknyamana, khususnya dalam
ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
4. Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (ex : temperatur ruangan , penyinaran)
5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : relaksasi, guided imagery,
distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas)
39
F. Asuhan keperawatan dengan penyakit cerebral palsi
Definisi
Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para sarjana. Clark (1964) mengemukakan,
yang dimaksud dengan CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak pada pusat
motorik atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan tidak progresif, yang terjadi pada
masa prenatal, saat persalinan atau sebelum susunan saraf pusat menjadi cukup matur,
ditandai dengan adanya paralisis, paresis, gangguan kordinasi atau kelainan-kelainan
fungsi motorik. Pada tahun 1964 World Commission on Cerebral Palsy mengemukakan
definisi CP sebagai berikut : CP adalah suatu kelainan dari fungsi gerak dan sikap tubuh
yang disebabkan karena adanya kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai
pertumbuhannya. Sedangkan Gilroy dkk (1975), mendefinisikan CP sebagai suatu
sindroma kelainan dalam cerebral control terhadap fungsi motorik sebagai akibat dari
gangguan perkembangan atau kerusakan pusat motorik atau jaringan penghubungnya
dalam susunan saraf pusat.
Definisi lain : CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan), dan merintangi
perkembangan otak normal dengan gambaran klinik yang dapat berubah selama hidup, dan
menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologik berupa
kelumpuhan spastik, gangguan ganglia basalis dan serebelum.
Etiologi
40
enchepalitis virus, atau merupakan hasil dari trauma kepala yang sering akibat kecelakaan
lalu lintas, jatuh atau penganiayaan anak.
Faktor Resiko
1. Letak sungsang.
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selamaa persalinan merupakan tanda awal yang
menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara
normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permaanen.
5. Kehamilan ganda.
6. Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP yang
nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa
masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.
7. Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.
41
Gambaran Klinis Dan Klasifikasi
Manifestasi klinik CP bergantung pada lokalisasi dan luasnya jaringan otak yang
mengalami kerusakan, apakah pada korteks serebri, ganglia basalis atau serebelum.
Dengan demikian secara klinik dapat dibedakan 3 bentuk dasar gangguan motorik pada
CP, yaitu : spastisitas, atetosis dan ataksia.
a) Spastisitas.
Spastisitas terjadi terutama bila sistem piramidal yang mengalami kerusakan, meliputi
50--65% kasus CP. Spastisitas ditandai dengan hipertoni, hiperrefleksi, klonus, refleks
patologik positif. Kelumpuhan yang terjadi mungkin monoplegi, diplegi/hemiplegi,
triplegi atau tetraplegi. Kelumpuhan tidak hanya mengenai lengan dan tungkai, tetapi juga
otot-otot leher yang berfungsi menegakkan kepala.
b) Atetosis.
Atetosis meliputi 25% kasus CP, merupakan gerakan-gerakan abnormal yang timbul
spontan dari lengan, tungkai atau leher yang ditandai dengan gerakan memutar
mengelilingi sumbu "kranio-kaudal", gerakan bertambah bila dalam keadaan emosi.
Kerusakan terletak pada ganglia basalis dan disebabkan oleh asfiksi berat atau jaundice.
c) Ataksia.
d) Rigiditas.
Merupakan bentuk campuran akibat kerusakan otak yang difus. Di samping gejala-
gejala motorik, juga dapat disertai gejala-gejala bukan motorik, misalnya gangguan
perkembangan mental, retardasi pertumbuhan, kejang-kejang, gangguan sensibilitas,
pendengaran, bicara dan gangguan mata.
42
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis dini dan tepat adanya lesi di otak sangat penting sebagai dasar dalam
seleksi prosedur-prosedur terapeutik yang akan diambil.
Pada anamnesis perlu diketahui mengenai riwayat prenatal, persalinan dan post natal
yang dapat dikaitkan dengan adanya lesi otak. Tahap-tahap perkembangan fisik anak harus
ditanyakan, umpamanya kapan mulai mengangkat kepala, membalik badan, duduk,
merangkak, berdiri dan berjalan.
Pencegahan
1. Pengkajian
1. Biodata
43
Kejadin lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar.
2. Riwayat kesehatan.
Riwayat kesehaataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post natal
serta keadaan sekitar kelaahiran yang mempredisposisikan anoksia janin.
Posture abnormal
Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada posisi telungkup,
menyilangkan ataau mengekstensikan kaki dengan telapak kaki plantar fleksi pada
posisi telentang, postur tidur dan istirahat infantile menetap, lengan abduksi pada
bahu, siku fleksi, tangan mengepal.
44
Abnormalitas refleks
Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia berapa pun, tidak
menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan menggenggam menetaap
atau hiperaktif, Hiperefleksia, klonus pergelangan kaki dan reflek meregang muncul
pada banyak kelompok otot pada gerakan pasif cepat.
Pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada kira-kira dua pertiga
individu).
4. Pemeriksaan penunjang
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut.
2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas.
45
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengaan kerusakaan kemampuan untuk
mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial sekunder
adanya rigiditas.
Resiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut.
Intervensi :
Baringkan pasien dengan kepala tempat tidur 30-45 derajat, posisi duduk dan
menegakkan leher
Berikan makanan semipadat dan cairan melalui sedotan untuk anak yang
berbaring pada posisi telungkup
46
Pantau berat badan dan pertumbuhan
Tujuan :
Intervensi :
Kaji kulit setiap 2 jam dan prn terhadap area tertekan, kemerahan dan pucat.
R/ pengkajian yang tepat dan lebih dini akan cepat pula penanganan terbaik
pada masalah yang terjadi pada klien
BAB III
PENUTUP
47
A. Kesimpulan
Tergangguannya system saraf pada tubuh bisa berakibat fatal bagi kesehatan
manusia terutama bagi anak-anak. Dan apabila penyakit ini menyerang anak-anak
bisa mengakibatkan terganggunya proses pertumbuhan, karena apabila ada system
saraf yang terganggu karena suatu penyakit saraf, maka anak tersebut tidak dapat
melakukan kegiatan yang sehari-hari mereka suka lakukan.
B. Saran
Sebagai seorang perawat yang professional, kita harus bisa memahami tentang
berbagai jenis penyakit pada anak- anak yang berhubungan dengan system saraf.
Karena dengan mempelajari tentang hal tersebut, kita bisa memahami bagaimana
proses penyakit yang berhubungan denagn system saraf. Sehingga proses keperawatan
yang dilakukan bias berjalan dengan denagn baik.
48