Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKIEKTASIS

A. Latar Belakang
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari
pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan
komponen elastis dan muscular dinding bronkus (Emmons, 2011).
Riwayat bronkiektasis pertama kali dkemukakan oleh Rene
Theophile Hyacinthe Laennec pada tahun 1819 pada pasien dengan
flagmon supuratif. Tahun 1922, Jean Athanase Sicard dapat menjelaskan
perubahan distruktif saluran respiratorik. Pada gambaran radiologis
melalui penemuannya yaitu bronkografi dengan kontras. Dengan
pemberian imunisasi terhadap pertussis, campak dan juga regimen
pengobatan penyakit TB yang lebih baik, maka diduga prevalens penyakit
ini semakin rendah. Hal ini dikarenakan penyakit TB dan pertussis
merupakan salah satu penyebab dari bronkiektasis (Emmons, 2011).
Penelitian pada tahun 2005 didapatkan sekitar 110.000 pasien
dengan bronkiektasis di Amerika Serikat. Pada tahun 2005 penyakit ini
sering terjadi pada usia tua dengan dua pertiga adalah wanita. Weycker et
al melaporkan prevalensi bronkiektasis di Amerika Serikat 4,2 per 100.000
orang dengan usia 18-34 tahun dan 272 per 100.000 orang dengan usia 75
tahun. Sedangkan di Auckland, New Zealand terdapat 1 per 6.000
penderita bronkiektasis (Syahrul, 2011).
B. Definisi Penyakit
Bronkiektasis adalah penyakit kronis progresif yang ditandai
dengan dilatasi bronkus dan bronkiolus yang bersifat menetap serta
penebalan dinding bronkus. Keadaan ini disebabkan oleh infeksi virus atau
bakteri yang kronis, dan inflamasi yang diikuti dengan pelepasan mediator
(Wijaya dan Putri, 2013).
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang
mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan
obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, benda-benda dari
saluran pernafasan atas, dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang
berdilatasi dan pembesaran nodus limfa (Brunner & Suddart, 2002).
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari
pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap yang disebabkan
kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus. (Nurarif dan
Kusuma, 2015).

C. Etiologi
Menurut Brunner dan Suddart (2002), bronkiektasis diduga
disebabkan karena dua faktor yaitu kelainan kongenital dan kelainan yang
didapat.
1. Kelainan Kongenital
Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam
kandungan. Faktor genetic atau factor pertumbuhan dan
perkembangan fetus memegang peran penting. Brokietasis yang
timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
a. Bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu
atau kedua paru.
b. Bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit
kongenital lain, misalnya : mucoviscidosis, sindrom kartagener,
hipo atau agamaglobulinemia.
2. Kelainan Didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan
merupakan akibat proses berikut:
a. Infeksi
Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita
pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama.
Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi pertusis maupun
influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru, dan
sebagainya.
b. Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh
berbagai macam sebab: korpus alienum, karsinoma bronkus atau
tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus.

D. Tanda dan Gejala


Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), tanda dan gejala penyakit
bronkiektasis adalah sebagai berikut:
1. Batuk kronis dan sputum purulen kehitaman yang berbau busuk
2. Sejumlah besar dari pasien mengalami hemoptasis
3. Clubbing fingers, terjadi akibat insufisiensi pernafasan
4. Batuk semakin memburuk jika pasien berbaring miring
5. Batuk dengan sputum meyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau
tidak ada gejala sama sekali (bronkiektasis ringan).
6. Sesak nafas
7. Penurunan berat badan
8. Lelah
9. Wheezing, ronkhi
10. Warna kulit kebiruan
11. Pucat
12. Bau mulut
13. Demam berulang

E. Patofisiologi
Infeksi merusakkan dinding bronkial, sehingga akan menyebabkan
hilangnya struktur penunjang dan meningkatnya produksi sputum kental
yang akhirnya akan mengobstruksi bronkus. Dinding secara permanen
menjadi distensi oleh batuk yang berat. Infeksi meluas kejaringan
peribronkial, pada kondisi ini timbullah saccular bronchiectasis. Setiap
kali dilatasi, sputum kental akan berkumpul dan menjadi abses paru,
eksudat keluar secara bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya
terlokalisasi dan memengaruhi lobus atau segmen paru. Lobus bawah
merupakan area yang paling sering terkena.
Retensi dari sekret dan timbul obstruksi pada akhirnya akan
menyebabkan obstruksi dan kolaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan
parut (fibrosis) terbentuk sebagai reaksi peradangan akan menggantikan
fungsi dari jaringan paru. Pada saat ini kondisi klien berkembang ke arah
insufisiensi pernapasan yang ditandai dengan menurunnya kapasitas vital
(vital capasity) penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio residual volume
terhadap kapasitas total paru. Terjadi kerusakan pertukaran gas dimana gas
inspirasi saling bercampur (ventilasi-perfusi imbalance) dan juga terjadi
hipoksemia. (Nurarif dan Kusuma, 2015).

F. Komplikasi
Menurut Nataprawira (2012), ada beberapa komplikasi
bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien, yaitu sebagai berikut.
1. Bronkitis kronik
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering
mengalami infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada
saluran nafas bagian atas, hal ini sering terjadi pada mereka yang
drainase sputumnya kurang baik.
3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya
pneumonia. Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang
terkena.
4. Efusi pleura atau empiema (jarang).
5. Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septikemia oleh kuman
penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab
kematian.
6. Hemoptisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena
(arteri pulmonalis), cabang arteri bronkialis atau anastomosis
pembuluh darah. Komplikasi hemoptisis hebat dan tidak terkendali
merupakan indikasi tindakan bedah gawat darurat. Sering pula
hemoptisis masif yang sulit diatasi ini merupakan penyebab kematian
utama pasien bronkiektasis.
7. Sinusitis. Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari
komplikasi bronkiektasis pada saluran nafas.
8. Kor-pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada
pasien bronkiektasis yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa
bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi anastomosis cabang-cabang
arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus (bronkiektasis, akan
terjadi arteriovenous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul
sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut
akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmonal kronik. Selanjutnya
dapat terjadi gagal jantung kanan.
9. Kegagalan pernafasan. Merupakan komplikasi paling akhir yang
timbul pada pasien bronkiektasis yang berat dan luas.
10. Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami
komplikasi amiloidosis ini sering ditemukan pembesaran hati dan
limpa serta proteinuria.
G. Pathway
Bronkiektasis Penyakit paru Obstruksi jalan nafas
primer (tumor
paru, benda
asing, TB paru) Atelectasis, penyerapan
udara di parenchim dan
sekitarnya tersumbat.
Kekurangan Kelainan struktur kongenital
mekanisme pertahanan (fibrosis kistik,sindrom
yang didapat kartagener, kurangnya
kongenital (Ig gama kartilago bronkus). MK: Ketidakefektifan
Antitripin alfa I). pola nafas

Pneumonia berulang Kuman berkembang dan


Tertumpuknya sekret infeksi bakteri pada
dinding bronkus
Kerusakanan permanen
pada dinding bronkus

Ketidakefektifan batuk Kerusakan pada jaringan Peningkatan suhu tubuh


otot dan elastin

MK: Hipertermi
Kerusakan bronkus yang
MK: Ketidakefektifan menetap
Bersihan Jalan Nafas Tekanan intra pleura lebih
negative dari atmosfer
Kemampuan bronkus untuk
Kemampuan kontraksi berkurang dan
mengeluarkan secret selama ekspirasi menghilang Bronkus dilatasi
menurun

Pengumpulan secret, infeksi


sekunder dan terjadi sirklus
MK: Risiko Infeksi Mudah terjadi infeksi

Bronkiektasis yang Menurut Nurarif dan Kusuma (2015); Wilkinson dan Ahern
menetap (2013)
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), pemeriksaan yang dapat
dilakukan pada pasien bronkiektasis adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum meliputi volume sputum, warna sputum, sel-
sel dan bakteri dalam sputum. Bila terdapat infeksi volume
sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan mengandung
lebih banyak leukosit dan bakteri. Apabila ditemukan sputum
berbau busuk menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
b. Pemeriksaan darah tepi
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan
adanya leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan
anemia menunjukkan adanya infeksi yang menahun.
c. Pemeriksaan urine
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya
proteinuria yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis,
Namun Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal,
kadang bisa meningkat ataupun menurun.
d. Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang
sudah ada komplikasi kor pulmonal atau tanda pendorongan
jantung.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-
batas corakan menjadi kabur, mengelompok, kadang-kadang ada
gambaran sarang tawon serta gambaran kistik dan batas-batas
permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri,
karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya
menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri dan lobus
medius paru kanan.
b. Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi
dimana untuk mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu
penderita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu tempat dan
berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah
mendapat pengobatan konservatif atau penderita dengan
hemoptisis yang pasif. Bronkografi dilakukan sertalah keadaan
stabil, setalah pemberian antibiotik dan postural drainage yang
adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret.

I. Konsep Keperawatan Pengkajian


Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Anamnesa
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Adanya batuk, dahak purulent, merasa panas dan lemah serta
berat badan menurun.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang keluhan pasien saat ini seperti batuk darah atau
sputum bercak darah, batuk kronis yang menghasilkan
sekresi banyak, bau, dan mukopurulen, dyspnea, berat badan
menurun dan malaise.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Mungkin ada penyakit paru yang mendasari di masa kanak-
kanak, seperti pneumonia, batuk rejan atau TB. Ada pula
gangguan turunan yang jarang ditemukan yaitu memiliki silia
imotil (Kartegener yaitu bronkiektasis dan dekstrokardia, silia
defektif) atau definisi alfa antiripsin dan pada pasien dengan
imunodefisiensi yang bisa terjadi brokiektasis.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami keluhan sama
dengan pasien.
6) Riwayat psiko-sosial-spiritual
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi
yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita, seperti stress
emosional, kegagalan program pengobatan yang dianjurkan
dan aktivitas fisik yang berlebihan.
7) Riwayat pola hidup sehat
Meliputi pola hidup pasien seperti merokok produk tembakau
sebagai faktor penyebab utama, tinggal atau bekerja di daerah
dengan polusi udara berat.
8) Riwayat alergi
Adakah riwayat alergi seperti serbuk, debu, kulit, serbuk sari
atau jamur.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Klien dengan bronkhiektasis terlihat mengalami batuk-
batuk dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari serta
setelah tiduran dan berbaring. Pada inspeksi, bentuk dada
biasanya normal.
Adanya batuk darah sering dijumpai pada sekitar 50% dari
klien dengan bronkhiektasis. Batuk darah pada klien dengan
bronkhiektasis biasanya bersifat masif karena sering melibatkan
pecahnya pembuluh darah arteri yang meregang pada dinding
bronkhus dan melemahnya dinding bronkhus akibat stimulus
batuk lama dapat menyebabkan batuk darah masif.
b. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
c. Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor.
d. Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.
3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik meliputi:
a. Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2
tinggi.
b. Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan
volume cadangan.
c. Klutur sputum positif bila ada infeksi.
d. Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum.
e. Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan
menentukan apakah fungsi abnormal paru ( obstruksi atau
restriksi).
f. Tes hemoglobolin.
g. EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis
vertikal.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret, tertahannya sekret, sekret kental.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen dan kerusakan alveoli.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan dispnea, produksi sputum, mual/muntah
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit
kronis, malnutrisi.
5. Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase
eksaserbasi, kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan
dilaksanakan.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas.

K. Perencanaan Tindakan
1. Ketidakfektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret, tertahannya secret dan sekret kental.
Tujuan :
Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
Kriteria hasil :
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas (
batuk yang efektif, dan mengeluarkan secret).

Rencana Tindakan :
1. Kaji /pantau frekuensi pernafasan dan catat rasio inspirasi dan
ekspirasi.
Rasional : Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat
ditemukan pada penerimaan atau selam stress/ proses infeksi akut.
Pernafasan melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
disbanding inspirasi
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas.
Rasional: Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
nafas dan dapat /tak dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.
3. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur
dan duduk pada sandaran tempat tidur.
Rasional: Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi
pernafasan dengan mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah
untuk bernafas serta membantu menurunkan kelemahan otot-otot
dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
4. Bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
Rasional: Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan
menurunkan jebakan udara.
5. Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan
upaya batuk.
Rasional: Mengetahui keefektifan batuk.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen dan kerusakan alveoli.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan.
Kriteria :
GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12-
24x/mt,bunyi nafas bersih, tidak ada batuk,frekuensi nadi 60-
100x/mt,tidak dispneu.

Rencana Tindakan :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot
aksesori.
Rasional: untuk mengevaluasi derajat distress pernafsan/
kronisnya suatu penyakit.
2. Tingikan kepala tempat tidur dan Bantu untuk memilih posisi
yang mudah untuk bernafas .Kaji / awasi secara rutin kulit dan
warna membran mukosa.
Rasional: Suplai oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk
tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas.
3. Dorong untuk pengeluaran sputum/ penghisapan bila ada indikasi
Rasional: Sputum menganggu proses pertukaran gas serta
penghisapan dilakukan bila batuk tidak efektif.
4. Awasi tingkat kesadaran / status mental.
Rasional: Manisfestasi umum dari hipoksia
5. Awasi tanda vital dan status jantung.
Rasional:Perubahan tekanan darah menunjukkan efek hipoksia
sistemik pada fungsi jantung.
6. Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan
Bantu intubasi.
Rasional: Dapat memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia
dan kegagalan nafas serta tindakan untuk penyelamatan hidup.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan dispneu, produksi sputum, mual/muntah.
Tujuan : Peningkatan dalam status nutrisi dan berta badan pasien
Kriteria hasil :
Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut atau
mempertahankan berat badan.

Rencana tindakan :
1. Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang
dikonsumsi serta timbang berta badan tiap minggu.
Rasional: Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau
penyimpangan dari yang diharapkan.
2. Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas
dari bau selama waktu makan.
Rasional: Suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu
makan dapat meyebakan anoreksia.
3. Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan
makanan yang akan dikonsumsi.
Rasional: Dapat membantu pasien dalam merencanakan makan
dengan gizi yang sesuai.
4. Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika
tidak mendapat infus.
Rasional: Untuk mengatasi dehidrasi pada pasien.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit
kronis, malnutrisi.
Tujuan : Tidak terjadi/ adanya gejala –gejala infeksi
Kriteria hasil :
Tidak terjadi infeksi suhu tbuh berkisar 36-37 0c,Sel darah putih
5000-10000/mm, batuk produktif tidak ada.

Rencana intervensi :
1. Pantau suhu pasien tiap 4 jam, hasil kultur sputum dan hasil
pemeriksaan leokusit serta warna dan konsistensi sputum.
Rasional: Untuk mengidentifikasi kemajuan yang dapat dicapai
dan penyimpangan dari sasaran yang diharapkan ( infeksi yang
mungkin terjadi ).
2. Lakukan pemeriksaan sputum untuk pemeriksaan kultur.
Rasional: Dapat membantu menegakkan diagnosa infeksi saluran
nafas dan mengidentifikasi kuman penyebabnya.
3. Berikan nutrisi yang adekuat.
Rasional: Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan
menurunkan tahan terhadap infeksi.
4. Berikan antibiotik sesuai anjuran dan evaluasi keefektifannya.
Rasional: Sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi dan
mempercepat proses penyembuhan.
5. Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase
eksaserbasi, kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan
dilaksanakan.
Tujuan : Hilangnya ansietas
Kriteria hasil : Ekspresi wajah rileks, frekuensi nafas antara 12-24
x/mnt, frekuensi nadi 60-100x/mnt.

Rencana Keperawatan :
1. Selama periode distress pernafasan akut :
a. Batasi jumlah dan frekuensi pengunjung
b. Mulai berikan oksigen lewat kanula sebanyak 2 ltr/mt
c. Demontrasikan untuk kontrol pernafasan
d. Ijinkan seseorang untuk menemani pasien
e. Pertahankan posisi fowler dengan posisi lengan menopang
Rasional: Membantu pasien untuk mengontrol keadaannya
dengan meningkatkan relaksasi dan meningkatkan jumlah udara
yang masuk paru-paru.
2. Hindari pemberian informasi dan instruksi yang bertele-
tele/sederhana mungkin ketika pasien mengalami distress dan
lakukan pendekatan dengan pasien secara tenang dan
menyakinkan.
Rasional: Pasien dapat menerima sedikit informasi dalam keadaan
gelisah dan terlalu banyak informasi dapat meningkatkan ansietas
dan memberitauhkan apa yang diharpkan makakan dapat
membantu penurunan ansietas.
3. Gunakan obat sedatif sesui dengan yang diresepkan.
Rasional: Obat penenang dapat mengontrol tingkat ansietasnya.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas.
Tujuan : Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria hasil :
Menurunnya keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam
melaksanakan aktivitas.
Rencana Tindakan:
1. Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional: Mengidentifikasi kemabali penyimpangan tujuan yang
diharapkan.
2. Berikan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sesuai yang
diperlukan dan dilakukan secara bertahap.
Rasional: Dapat mengurangi pengunaan energi yang berlebihan.
3. Anjurkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dengan makanan
yang mudah dikunyah.
Rasional: Makanan dalam porsi besar sasah dikunyah dan
memerlukan banyak energi.

L. Evaluasi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret, tertahannya sekret, sekret kental.
Pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
nafas ( batuk yang efektif dan mengeluarkan secret).
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen dan kerusakan alveoli.
GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12-
24x/mt,bunyi nafas bersih, tidak ada batuk,frekuensi nadi 60-
100x/mt,tidak dispneu.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan dispnea, produksi sputum, mual/muntah
Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut atau
mempertahankan berat badan.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit
kronis, malnutrisi.
Tidak terjadi infeksi suhu tbuh berkisar 36-37 0c,Sel darah putih
5000-10000/mm, batuk produktif tidak ada.
5. Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase
eksaserbasi, kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan
dilaksanakan.
Ekspresi wajah rileks, frekuensi nafas antara 12-24 x/mnt, frekuensi
nadi 60-100x/mnt.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen dan kebutuhan.
Menurunnya keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam
melaksanakan aktivitas.

Anda mungkin juga menyukai