Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

BAB I ............................................................................................................................................................ 2
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 2
A. Latar Belakang .................................................................................................................................. 2
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 2
BAB II........................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 3
A. Definisi.............................................................................................................................................. 3
B. Etiologi.............................................................................................................................................. 3
C. Manifestasi klinis .............................................................................................................................. 4
D. Patofisiologi ...................................................................................................................................... 6
E. Pemeriksaan penunjang..................................................................................................................... 8
F. Penatalaksanaan Medis ..................................................................................................................... 8
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TERMOREGULASI PADA LANSIA ......................... 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh yang relative
konstan walaupun kondisi lingkungan sangat beragam. Sebagai amkhluk homeoterm atau
makhluk berdarah panas, menusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, baik untuk
menyesuaikan diri terhadap lingkungan maupun untuk mengubah lingkungan mereka.
Perubahan suhu tubuh merupakan maslah keseimbangan suhu tubuh, dengan faktor fisik, serta
kemampuan fisioligis, yang memengaruhi produksi atau kehilangan panas. Dinamika
perubahan suhu tubuh harus benar-benar dipahami untuk merencanakan perawatan yang
efektif untuk semua kelompok usia. Namun, penuaan dapat merubah beberaoa dinamika ini.
Kemampuan termoregulasi berubah sepanjang hidup, sebagai fungsi maturasi, laju metabolik,
dan kesehatan relatif system peredaran darah dan sistem saraf. Lajiu metabolik yang lambat
dan insiden penyakit yang lebih tinggi pada usia lanjut meningkatkan risiko perubahan suhu
inti tubuh. Ketidakcakapan fisik dan perilaku juga dapat menimbulkan perubahan suhu pada
lansia, yaitu dengan membatasi kedali pribadi terhadap lingkungan mereka. Akibatnya,
sekuela kegagalan mekanisme termoregulasi pada lansia dapat secara serius memengaruhi
hasil pada pasien.
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi termoregulasi?
b. Apa penyebab atau etiologi dari perubahan termoregulasi?
c. Apa manifestasi klinis termoregulasi?
d. Bagaimana patofisiologis termoregulasi?
e. Apa saja pemeriksaan penunjang termoregulasi?
f. Apa penatalaksanaan medis termoregulasi?
g. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan termoregulasi?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai
keseimbangan produksi panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan,
termoregulasi manusia berpusat pada hipotalamus anterior. Terdapat 3 komponen atau
penyusunan sistem pengaturan panas. Suhu atau termoregulasi merupakan suatu perbedaan
antara jumlah suhu yang dihasilkan oleh tubuh dengan jumlah panas yang hilang pada
lingkungan eksternal / substansi panas dingin / permukaan kulit tubuh.
a. Hipertermia
Hipertermia atau peningkatan suhu tubuh merupakan keadaan dimana seorang individu
mengalami kenaikan suhu tubuh diatas 37o C.
b. Hipotermia
Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu
kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin. Dimana suhu dalam tubuh dibawah 35 o C.
B. Etiologi
a. Pengeluaran Panas
Menurut Potter dan Perry (2005), pengeluaran dan produksi panas terjadi secara
konstan, pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi, konveksi, dan
evaporasi.
b. Radiasi
Adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek lain
tanpa keduanya bersentuhan. Panas berpindah melalui gelombang elektromagnetik.
Aliran darah dari organ internal inti membawa panas ke kulit dan ke pembuluh darah
permukaan. Jumlah panas yang dibawa ke permukaan tergantung dari tingkat
vasokonstriksi dan vasodilatasi yang diatur oleh hipotalamus. Panas menyebar dari kulit
ke setiap objek yang lebih dingi disekelilingnya. Penyebaran meningkat bila perbedaan
suhu antara objek juga meningkat.
c. Konduksi
Adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek lain dengan kontak langsung.
Ketika kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin, panas hilang. Ketika suhu dua
objek sama, kehilangan panas konduktif terhenti. Panas berkonduksi melalui benda padat,
gas, cair.
d. Konveksi
Adalah perpindahan panas karena gerakan udara. Panas dikonduksi pertama kali
pada molekul udara secara langsung dalam kontak dengan kulit. Arus udara membawa
udara hangat. Pada saat kecepatan arus udara meningkat, kehilangan panas konvektif
meningkat.
e. Evaporasi
Adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah menjadi gas. Selama
evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang menguap. Ketika
suhu tubuh meningkat, hipotalamus anterior member signal kelenjar keringat untuk
melepaskan keringat. Selama latihan dan stress emosi atau mental, berkeringat adalah
salah satu cara untuk menghilangkan kelebihan panas yang dibuat melalui peningkatan
laju metabolik. Evaporasi berlebihan dapat menyebabkan kulit gatal dan bersisik, serta
hidung dan faring kering.
f. Diaforesis
Adalah prespirasi visual dahi dan toraks atas. Kelenjar keringat berada dibawah
dermis kulit. Kelenjar mensekresi keringat, larutan berair yang mengandung natrium dan
klorida, yang melewati duktus kecil pada permukaan kulit. Kelenjar dikontrol oleh sistem
saraf simpatis. Bila suhu tubuh meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan keringat, yang
menguap dari kulit untuk meningkatkan kehilangan panas. Diaphoresis kurang efisien
bila gerakan udara minimal atau bila kelembaban udara tinggi.

C. Manifestasi klinis
1. Hipertermia
Keadaan dimana ketika seorang individu mengalami atau 37,8oC peroral atau 38,8oC per
rectal karena factor eksternal.
Pola hipertermi:
a. Terus – menerus
Merupakan pola demam yang tingginya menetap lebih dari 24 jam, bervariasi 1oC –
2oC.
b. Intermiten
Demam secara berseling dengan suhu normal, suhu akan kembali normal paling sedikit
sekali 24 jam.
c. Remiten
Demam memuncak dan turun tanpa kembali kesuhu normal.
2. Hipotermia
Suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu, kesulitan mengatasi
suhu normal ketika suhunya berada dibawah 35oC (suhu dingin)
Gejala :
a. Penderita berbicara nglantur
b. Kulit sedikit berwarna abu – abu (pucat)
c. Detak jantung lemah
d. Tekanan darah menurun dan terjadi kontraksi otot sebagai usaha untuk menghasilkan
panas
e. Demam (hiperpireksia)
f. Demam (hiperpireksia) adalah kegagalan mekanisme pengeluaran panas untuk
mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas.
g. Kelelahan akibat panas
h. Terjadi bila diaphoresis yang banyak mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit
secara berlebihan, disebabkan oleh lingkunang yang terpapar oleh panas.
3. Heat stroke
Paparan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi dapat
mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas . kondisi ini disebut heat stroke.
Tanda dan gejala :
a. Konvulsi, kram otot, inkontinensia
b. Delirium ( gangguan mentaql yang berlangsung singkat, biasanya mencerminkan
keadaan toksik yang ditandai oleh halusinasi,dll.
c. Sangat haus
d. Kulit sangat hangat dan kering
D. Patofisiologi
Suhu tubuh kita dalam keadaan normal dipertahankan dikisarkan 36,8oC oleh pusat
pengatur suhu didalam otak yaitu hipotalamus. Dalam pengatauransuhu tersebut selalu menjaga
keseimbangan antara jumlah panas yang diproduksi tubuh dari metabolism dengan panas yang
dilepas melalui kulit dan paru – paru sehingga suhu tubuh dapat mempertahankan dalam kisaran
normal. Walaupun demikian, suhu tubuh dapat memiliki fluktuasi harian , yaitu sedikit lebih
tinggi pada sore hari jika dibandingkan pagi harinya.
Demam merupakan suatu kedaan dimana terdapat peningkatan pengaturan dipusat
pengatur suhu diotak. Hal ini sama dengan pengaturan set point ( derajat celcius ) pada remote
AC yang bilamana set point tersebut dinaikkan maka temperature, ruangan akan menjadi lebih
hangat, maka nilai suhu tubuh dikatakan demam jika melebihi 37,2oC pada pengukuran dipagi
hari dan atau melebihi 37,7oC pada pengukuran sore hari dengan menggunakan thermometer
mulut
Pathway
Berbagai pemecahan
Toksin bakteri pada kerusakan
jaringan Komplek imun

Laju metabolik
meningkat Pelepasan piregen
kedalam darah

Menstimulasi pusat
termoregulasi
Kerja otot tubuh Intake yang kurang (hipotalamus)
meningkat Gangguan
Mengirim impuls
pola tidur
kepusat vasomotor
kelemahan Resiko kekurangan Panas tubuh
nutrisi meningkat Hipetermi

Daya tahan tubuh


Intoleransi menurun
aktivitas
Resiko infeksi Kelenjar keringat
Kesalahan bertambah aktif
interprestasi

Penguapan cairan dari


Kecemasan permukaan tubuh
meningkat

Defisitvolume
cairan
E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan darah perifer lengkap
3. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
4. Pemeriksaan widal
5. Pemeriksan urin

F. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi pemberian parachetamol tiap 4 – 6 jam 3 x1 bila
panas. Diberikan infuse RL 20 tetes / menit dan untuk membantu mencukupi kebutuhan
cairan dan membantu jalur masu obat parachetamol – cefotaxime sebagai antibiotic
diberikan secara intravena dengan dosis 2x 1 g/hari.diberikan makanan rendah serat dan
memperbaiki gizi pasien.
2. Perawatan
Tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam / kurang lebih selama 14 hari.
3. Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus
4. Mobilisasi sesuai kondisi
5. Diet
6. Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakit
Makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein, tidak boleh mengandung
banyak serat.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TERMOREGULASI PADA LANSIA
A. Pengkajian Keperawatan
Tujuan perawatan pada lansia adalah untuk mengoptimalkan kesehatan mereka secara umum,
serta memperbaiki/mempertahankan kapasitas fungsionalnya.
Pengkajian yg menyeluruh pada lansia yg dilakukan oleh perawat meliputi :
- Mengidentifikasi setatus kesehatannya (anamnesis dan pemeriksaan fisik)
- Status gizi
- Kapasitas fungsional
- Status psikososial
- Masalah khusus lainnya yg dihadapi secara individual
a. Anamnesis
Dalam melkukan anamnesis harus secara akurat dan “ up to date”, termasuk pula mengenai
bagaimana persepsi lansia tentang kesehatan dirinya sendiri. Anamnesis harus menjadi
dasar bagi tindakan skrining yg akan diusulkan. Anamneis menjadi dasar bagi rencana
manajemen keperawatannya. Kebanyakan para lansia dapat menyuguhkan anamnesis yg
baik, tetapi tidak sedikit pula yg mengalami hambatanuntuk berkomunikasi (misalnya
akibat tuli, menurunnya fungsi intelektual/pikun, menurunnya penglihatan) dimana dalam
keadaan seperti ini diperlukan bantuan kerabat untuk memperoleh anamnesis yg akurat.
Sebaliknya tak jarang pula keluhan mereka yg beraneka ragam bisa membuat siperawat
frustasi atau malah mengaburkan bahkan tak terlaporkan.
Riwayat masa lalu juga penting untuk membantu mendapatkan masalah kesehatan saat ini
dalam perspektif yg tepat. Penting pula diperhatikan tentang riwayat pemakaian obat-
obatan karena bila lansia diberikan berbagai macam resep obat jarang memprotes bahkan
juga sering mengobati dirinya sendiri. Anamnesis dilakukan secara sistematis (dilakukan
menurut sistem tubuh) dengan tetap fokus pada keluhan utamanya
Tabel .1 Jenis keluhan pada lansia menurut pendekatan sistemik
Sistem Keluhan yg khas
Respirasi Sesak nafas yg progresif, batuk yg menetap
Kardiovaskuler Ortopnea, edema, angina, klaudikasio, palpitasi, pusing, sinkop
Gastrointestinal Sulit mengunyah, sulit menelan, nyeri perut, perrubaha defekasi
Genitourinaria Poliuri, urgensi, nokturia tak lampias, intermitten, perlu usaha untuk
pengosongan, inkontinensia, hematuri, pendarahan per vaginam.
Muskuloskeletal Nyeri lokal/difus, lumpuh/lemah lokal/difus, gangguan sensitivitas
Neurologis Gangguan penglihatan (sementara/progresif)
Psikologis Depresi, ansietas, agitasi, paranoid, pikun, kebingungan.

b. Pemeriksaan fisik pada lansia


Tata cara pemeriksaan fisik dilakukan sebagaimana halnya prosedur yg ditempuh dalam
kelompok usia lainnya. Namun dalam melakukan pengkajian fisik pada klien lansia secara
efektif memerlukan penilaian terhadap status kesehatannya secara tepat. Seperti biasa
pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pemeriksaan fisik umum pada lansia ditujukan untuk dapat mengidentifikasi keadaan
umumnya dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan gizi, aktivitas tubuh baik
dalam keadaan berbaring atau berjalan. Pemeriksaan fisik umum mencakup berbagai hal
antara lain: penilaian status mental, kesadaran, bahkan termasuk pula kondisi kulit dan
kelenjar getah bening. Pemeriksaan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi daan auskultasi
dilakukan sesuai yg diperlukan.
Pemeriksaan fisik sering kali perlu dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium, agar
dapat memberikan gambaran yg tepat tentang status kesehatan atau penyakit/gangguan yg
diderita saat ini. Temuannya biasa berupa gambaran gambaran patologis yg multiple
beserta perubahan-perubahan akibat proses menua. Adapun pemeriksaan fisik menurut
sistem tubuh dapat menggunakan pola head to toe, yaitu pemeriksaan dari ujung kepala
sampai ujung kaki namun untuk dapat mengarahkan pada berbagai gangguan yg sering
terdapat pad lansia dapat dianjurkan untuk mempedomani pemeriksaan terfokus pada
beberapa sistem tubuh seperti yg terdapat pada tabel
Sistem Temuan pemeriksaan fisik
Integumen · Lemak sbkutan menyusut
· Kulit kering dan tipis, rentan terhadap trauma dan iritasi, serta lambat
sembuh
Mata Arcus senilis, penurunan visus
Telinga Pendengaran berkurang yg selanjutnya dapat berakibat gangguan bicara
Kardiopulmonar
· Curah jantung berkurang serta elastisitas jantung dan pembuluh darah
berkurang, terdengar bunyi jantung IV (S4) dan bising sistolik, kapasitas
vital paru, volume ekspirasi, serta elastisitas paru-paru berkurang
· Walaupun tak ada kelainan paru namun dapat terdengar ronki basal
Maskuloskeletal
· Massa tulang berkurang(lebih jelas pada wanita), jumlah dan ukuran otot
berkurang
· Massa tubuh banyak yg tergantikan oleh jaringan lemak yg disertai pula
oleh kehilangan cairan
Gastrointestinal Mobilitas dan absorpsi saluran cerna berkurang, daya pengecap dan
produksi saliva menurun
Neurologikal Rasa raba berkurang, arm swing, langkah menyempit dan pada pria agak
melebar. Selain itu terdapat potensi perubahan pada status mental

c. Pemeriksaan fisik umum


1. Kesadaran
Dalam kaitan ini klien/pasien dapat menunjukkan tingkat kesadaran baik (tak ada
kelainan/ gangguan kesadaran), atau keadaan umum pasien baik. Keadaan umum
tanpak sakit (ringan, sedang atau berat). Klien bereaksi terhadap rangsangan (stimulus)
tertentu, misalnya rangsangan nyeri pada tubuh dengan dicubit kemudian amatilah
reaksi yg muncul. Bila reaksi wajar berarti baik. Bila reaksi lamban/ lemah atau tidak
kontinu, berarti kesadarannya tingkat sedang. Dan bila tidak ada reaksi sama sekali
kesadaran menurun.
Gangguan kesadaran tingkat ringan atau tingkat sedang harus dibedakan dari kondisi
klien lansia yg sedang tidur. Bila tidur, biasanya dapat terbangun pada perangsangan
ringan/sedang. Lansia yg koma tak ada reaksi terhadap berbagai bentuk rangsangan.
Adapun tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut :
- Kompos mentis (normal)
- Somnolen
- Sopor
- Soporo koma
- Koma
Bila lansia menunjukkan gangguan tingkat kesadaran (pada umumnya dijumpai pada
penderita gawat darurat) cara yg lazim digunakan untuk mengevaluasi tingkat kesadaran
dengan kata lain cara menentukan tingkat kelainan neurologis adalah dengan
menggunakan skala glasglow, yaitu GCS (glasglow coma scale). Disini kondisi neurologis
dinilai berdasarkan 3 faktor. Reaksi untuk membuka mata, respon verbal, dan respon
motorik.
2. Tanda vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital (vital sign) meliputi pemeriksaan nadi( kecepatan nadi per
menit) juga pemeriksaan tekanan darah ( yg terdiri atas tekanan sistolik dan diastolik).
Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan secara palpatoir atau auskultatoir.
3. Sistem integument
Selain yg tertera pada tabel.2, dapat diperhatikan pula tentang ada tidaknya anemia, ikterus,
sianosis, serta lesi primer dan lesi skunder. Lesi primer pada kulit antara lain : makula,
papula, mesikula, pustula, bula, nodul dan tumor. Sedangkan lesi skunder antara lain
berupa : skuama, ekskoriasi, fisura, krusta, sikatriks dan ulkus. Perubahan lainnya beruba
perubahan kulit lokal : angioma, nevi, striae, kebotakan pada rambut, edema, turgor,
berkeringat dan atrofi.

Pemeriksaan fisik umum


Pemeriksaan fisik per sistem secarra berurutan mulai dari kepala, leher, mata, THT,
mulut/tenggorokan, torak (pernapasan dan paru), kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah),
abdomen serta ekstremitas atas dan bawah.
a. Pengkajian sistem perkemihan
Proses penuaan pada ginjal, kandung kemih, uretra, dan sistem persarafan memengaruhi
fisiologi pengeluaran urine. Proses penuaan dapat mengarah pada terjadinya inkontinensia.
Faktor risiko untuk timbulnya inkontinensia meliputi obat-obatan, kondisi patologis,
psikososial, serta kelainan kognitif dan fungsional. Beberapa obat-obatan serta mekanisme
kerjanya sehingga terjadi inkontinensia,
b. pengkajian sistem pernapasan
Pengkajian sistem pernapasan dilakukan atas dasar pemahaman terhadap proses penuaan
yg terjadi pada sistem pernapasan. Hal ini mencakup :
- Perubahan pada saluran pernapasan atas
- Diameter dinding
- Dinding dada kaku
Bentuk kelainan yg dikaji meliputi adanya pernapasan dengan menggunkan otot napas
tambahan, pernapasan yg memerlukan tenaga, pernapasan yg kurang efisien, menurunnya
refleks batuk, serta lansia menjadi lebih rentan terhadap infeksi saluran nafas bagian bawah
(ISPB). Adapun faktor resiko yg ditemukan antara lain berupa merokok, polusi udara, atau
polusi akibat keterpaparan (exposure) dari lingkungan pekerjaan seperti asbestosis.
c. pengkajian mobilitas
Pengkajian mobilitas dilakukan atas dasar pemahaman terhadap prosespenuaan yg terjadi
pada mobilitas. Hal ini mencakup :
- Berkurangnya massa otot
- Jaringan ikat mengalami perubahan degenerative
- Osteoporosis
- Perubahan pada susunan saraf
Bentuk keelainan yg dikaji meliputi adanya penurunan kekuatan, daya tahan, koordinasi
gerak otot, adanya hambatan gerak sendi, rawan jatuh dan rawan fraktur. Adapun faktor
resiko yg ditemukan antara lain berupa osteoporosis terutama pada wanita, mereka yg
kurang bergerak, serta lansia dengan kelainan kekurangan kalsium, gangguan ini sring
menyerang tulang-tulang kecil terutama ditemukan pada mereka yg bertubuh kurus.
d. pengkajian sistem kulit/ integument
Pengkajian sistem kulit/ integumen dilakukan atas dasr pemahaman terhadap proses
penuaan yg terjadi pada sistem kulit/ integumen. Hal ini mencakup :
- Pertumbuhan epidemis melambat, kulit kering, epidemis menipis
- Berkurangnya vaskularisasi
- Berkurangnya melanosit dan kelenjar-kelenjar pada kulit
Bentuk kelainan yg dikaji meliputi adanya kulit kering, keriput, luka sulit menyembuh,
mudah mengalami luka bakar serta trauma dan infeksi. Selain itu, biasanya juga terdapat
adanya perubahan termoregulasi, peka terhadap kanker kulit, dan kuku mengalami trauma/
injuri. Adapun faktor resiko yg biasa ditemukan antara lainberupa : terkena sinar
ultraviolet, frekuensi kebiasaan mandi, serta keterbatasan aktivitas.
e. pengkajian pola tidur
Pengkajian pola tidur dilakukan atas dasar pemaham terhadap proses penuaan yg terjadi
pada pengkajian pola tidur . hal ini mencakup perubahan siklus tidurseiring penuaan.
Bentuk kelainan yg dikaji meliputi adanya berbagai konsekuensi fungsional berupa :
susah tidur pulas, sering terbangun serta kualitas tidur yg rendah. Selain itu dikaji pula
tentang lansia berada lama ditempat tidur serta jumlah total waktu tidur per hari yg
berkurang.
f. Pengkajian Status Psikososial
Adapun pengkajian fungsi psikososial dilakukan melalui observasi, wawancara daan
pemeriksaan status mental (menurut folstein). Informasi yg dihimpun meliputi fungsi
kognitif, psikomotor, pandangan dan penalaran, serta kontak dengan realita (black, 1990)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk dapat menentukan pikiran serta proses mental, apakah
lansia mampu memperlihatka fungsi optimal. Bila lansia mengalami suatu serangan
penyakit atau gangguan tertentu maka perlu diidentifikasi hal-hal sebagai berikut :
- Evaluasi kesadaran dan orientasi
- Aspek kognitif, alam perasaan dan efek, termasuk pula observasi terhadap perilaku dan
respon terhadap pertanyaan yg diajukan.
g. Pengkajian aspek spiritual
Terdapat indeks yg dirancang untuk mengukur upaya yg dilakukan secara individual
dalam pencarian arti dan makna kehidupan. Hal ini mencakup segi apersepsi terhadap
makna kehidupan yg lebih mendalam, serta bagaimana seseorang menempatkan dirinya
dalam lingkungan alam. Indeks tersebut meliputi :

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko infeksi b/d menurunya daya tahan tubuh
b. Defisien volume cairan
c. Intoleransi aktifitas b/d laju metabolic meningkat

C. Perencanaan keperawatan
a. Dignosa keperawatan: resiko infeksi
Intervensi keperawatan
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor intake dan output cairan
- Identifikasi resiko biologis, lingkungan dan perilaku serta hubungan timbale balik
- Atur diet yang diperlukan
- Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien memenuhi kebutuhan gizi
- Instruksikan pasien mengenali kebutuhan nutrisi
b. Diagnosa keperawatan: Defesiensi volume cairan
Intervensi keperawatan
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor warna kulit dan suhu
- Lembabkan hidung dan mukosa bibir yang kering
- Periksa turgor kulit dengan memegang jaringan sekitar tulang
- Tentukan factor-faktor resiko yang mungkin menyebabkan ketidakseimbangan cairan
- Berikan cairan dengan tepat
c. Diagnose keperawatan: Intoleransi aktivitas
Intervensi keperawatan
- Mengidentifikasi pada pasien adanya faktor resiko mengalami suhu tubuh yang
abnorma
- Sesuaikan suhu di sekitar ruangan untuk meminimalkan resiko hipotermia
- Monitor TTV
- Monitor peningkatan atau penurunan suhu tubuh yang abnormal atau yang tidak
disengajah
- Monitor hasil EKG
- Monitor hasil laboratorium
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. 2006. Pengantar kebutuhan dasar manusia : aplikasi konsep dan proses keperawatan.
Buku 2, Surabaya : Salemba Medika
Potter, perry, 2006. Fundamental Keperawatan. Hal, 2. Jakarta : EGC
NANDA 2018-2020.
NIC 2018-2020
NOC 2018-2020

Anda mungkin juga menyukai