Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

TERMOREGULASI

Oleh :

RATNASARI

P1337421020103

D3 KEPERAWATAN TEGAL

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2021

LAPORAN PENDAHULUAN
TERMOREGULASI

I. TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai
keseimbangan produksi panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara
konstan, termoregulasi manusia berpusat pada hipotalamus anterior. Terdapat 3
komponen atau penyusunan sistem pengaturan panas. Suhu atau termoregulasi
merupakan suatu perbedaan antara jumlah suhu yang dihasilkan oleh tubuh dengan
jumlah panas yang hilang pada lingkungan eksternal/substansi panas
dingin/permukaan kulit tubuh.
a. Hipertermia
Hipertermia atau peningkatan suhu tubuh merupakan keadaan dimana
seorang individu mengalami kenaikan suhu tubuh diatas 37°C,
b. Hipotermia
Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mikanisme tubuh untuk
pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin, dimana suhu dalam
tubuh dibawah 35°C.

II. ETIOLOGI
1. Pengeluaran panas
Menurut Potter dan Perry (2005), pengeluaran dan produksi panas terjadi secara
konstan, pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi, konveksi, dan
evaporasi.
a. Radiasi
Adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan
objek lain tanpa keduanya bersentuhan. Panas berpindah melalui gelombang
elektromagnetik. Aliran darah dari organ internal inti membawa panas ke kulit
dan ke pembuluh darah permukaan. Jumlah panas yang dibawa ke permukaan
tergantung dari tingkat vasokonstriksi dan vasodilatasi yang diatur oleh
hipotalamus. Panas menyebar dari kulit ke setiap objek yang lebih dingin
disekelilingnya. Penyebaran meningkat bila perbedaan suhu antara objek juga
meningkat.
b. Konduksi
Adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek lain dengan kontak
langsung. Ketika kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin, panas akan
hilang. Ketika suhu dua objek sama, kehilangan panas konduktif terhenti. Panas
berkonduksi melalui benda padat, gas, cair.
c. Konveksi
Adalah perpindahan panas karena gerakan udara. Panas dikonduksikan
pertama kali pada molekul udara secara langsung dalam kontak dengan kulit.
Arus udara membawa udara hangat. Pada saat kecepatan arus udara meningkat,
kehilangan panas konvektif meningkat.
d. Evaporasi
Adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah menjadi gas.
Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang
menguap ketika suhu tubuh meningkat, hipotalamus anterior memberi signal
kelenjar keringat untuk melepaskan keringat. Selama latihan dan stress emosi atau
mental, berkeringat adalah salah satu cara untuk menghilangkan kelebihan panas
yang dibuat melalui peningkatan laju metabolik. Evaporasi berlebihan dapat
menyebabkan kulit gatal dan bersisik, serta hidung dan faring kering.
e. Diaforesis
Adalah prespirasi visual dahi dan toraks atas. Kelenjar keringat berada
dibawah dermis kulit. Kelenjar mensekresi keringat, larutan berair yang
mengandung natrium dan klorida, yang melewati duktus kecil pada permukaan
kulit. Kelenjar dikontrol oleh sistem saraf simpatis. Bila suhu tubuh meningkat,
kelenjar keringat mengeluarkan keringat, yang menguap dari kulit untuk
meningkatkan kehilangan panas. Diaforesis kurang efisien bila gerakan udara
minimal atau bila kelembaban udara tinggi.

III. GANGGUAN TERMOREGULASI


Menurut Potter dan Perry (2005), gangguan pada termoregulasi antara lain
sebagai berikut :
1. Kelelahan akibat panas
Terjadi bila diaphoresis yang banyak mengakibatkan kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan. Disebabkan oleh lingkungan yang terpejan panas. Tanda
dan gejala kurang volume cairan adalah hal yang umum selama kelelahan akibat
panas. Tindakan pertama yaitu memindahkan klien kelingkungan yang lebih dingin
serta memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah
hipertermia.
3. Heatstroke
Pejanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi
dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heatstroke,
kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas yang tinggi. Heatstroke
dengan suhu lebih besar dari 40,5°C mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari
semua organ tubuh.
4. Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk memproduksi panas, mengakibatkan hipotermi. Dalam
kasus hipotermia berat, klien mununjukan tanda klinis yang mirip dengan orang mati
( misal tidak ada respon terhadap stimulus dan nadi serta pernapasan sangat lemah ).
5. Radang beku (frosbite)
Terjadi bila tubuh terpapar pada suhu dibawah normal. Kristal es yang terbentuk
didalam set dapat mengakibatkan kerusakan sirkulasi dan jaringan secara permanen.
Intervensi termasuk tindakan memanaskan secara bertahap, analgesik dan
perlindungan area yang terkena.

IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUHU TUBUH


Banyak faktor yang mempengaruhi suhu tubuh. Perubahan pada suhu tubuh
dalam rentang normal terjadi ketika hubungan antara produksi panas dan kehilangan
panas diganggu oleh variabel fisiologis atau perilaku. Berikut adalah faktor yang
mempengaruhi suhu tubuh :
1. Umur
Pada bayi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus dihindari dari
perubahan yang ekstrim. Suhu anak-anak belangsung lebih labil dari pada dewasa
sampai masa puber. Beberapa orangtua, terutama umur lebih 75 tahun beresiko
mengalami hipotermia (kurang 36°C). Ada beberapa alasan seperti kemunduran pusat
panas, kehilangan lemak subkutan, penurunan aktivitas dan efisiensi termoregulasi
yang menurun. Orang tua terutama yang sensitif pada suhu lingkungan seharusnya
menurunkan kontrol termoregulasi.
2. Diurnal variation
Suhu tubuh biasanya berubah sepanjang hari, variasi sebesar 1°C antara pagi dan
sore.
3. Latihan
Kerja keras atau latihan berat dapat meningkatkan suhu tubuh setinggi 38,3
sampai 40°C diukur melalui rectal.
4. Hormon
Perempuan biasanya mengalami peningkatan hormon lebih banyak daripada laki-
laki. Pada perempuan, sekresi progesterone pada saat ovulasi.
5. Stress
Menaikkan suhu tubuh berkisar 0,3°C sampai 0,6°C diatas suhu tubuh basal.
Rangsangan pada sistem saraf simpatik dapat meningkatkan produksi epinefrin dan
nonepinefrin. Dengan demikian akan meningkatkan aktifitas metabolisme dan
produksi panas.
6. Lingkungan
Perbedaan suhu lingkungan dapat mempengaruhi sistem pengaturan suhu
seseorang. Jika suhu diukur didalam kamar yang sangat panas dan suhu tubuh tidak
dapat dirubah oleh konveksi, konduksi atau radiasi, suhu akan tinggi. Dengan
demikian pula, jika klien keluar ke cuaca dingin tanpa pakaian yang cocok, suhu
tubuh akan turun (kozier,1995). Sedangkan Barbara R Hegner (2003) menjelaskan
bahwa suhu tubuh dipengaruhi oleh penyakit dan faktor eksternal seperti obat-obatan,
usia, infeksi, emosi, kehamilan, siklus menstruasi, aktivitas menangis dan dehidrasi.

V. MANIFESTASI KLINIK
1. Hipertermia
Keadaan dimana ketika seorang individu mengalami atau 37,8°C peroral atau
38,8°C per-rectal karena faktor eksternal.
Pola hipetermi :
a. Terus-menerus
Merupakan pola demam yang tingginya menetap lebih dari 24 jam,
bervariasi 1°C-2°C.
b. Intermiten
Demam secara berseling dengan suhu normal, suhu akan kembali normal
paling sedikit sekali 24 jam.
c. Remiten
Demam memuncak dan turun tanpa kembali kesuhu normal.
2. Hipotermia
Suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu, kesulitan
mengatasi suhu normal ketika suhunya berada dibawah 35°C (suhu dingin) .
Gejala :
a. Penderita berbicara ngelantur
b. Kulit sedikit berwarna abu-abu (pucat)
c. Detak jantung lemah
d. Tekanan darah menurun dan terjadi kontraksi otot sebagai usaha untuk
menghasilkan panas
e. Demam (hiperpireksia)
f. Demam (hiperpireksia) adalah kegagalan mekanisme pengeluaran panas untuk
mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas.
g. Kelelahan akiat panas
h. Terjadi bila diaphoresis yang banyak mengakibatkan kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan, disebabkan oleh lingkungan yang terpapar panas.
3. Heat stroke
Paparan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi
dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas, kondisi ini disebut heat stroke.
Tanda dan gejala :
a. Konvulsi, kram otot, inkontinensia
b. Derilium (gangguan mental yang berlangsung singkat, biasanya mencerminkan
keadaan toksik yang ditandai oleh halusinasi,dll.
c. Sangat haus
d. Kulit sangat hangat dan kering

VI. PATOFISIOLOGI
Suhu tubuh kita dalam keadaan normal dipertahankan dikisarkan 36,8°C oleh
pusat pengatur suhu didalam otak yaitu hipotalamus. Dalam pengaturan suhu tersebut
selalu menjaga keseimbangan antara jumlah panas yang diproduksi tubuh dari
metabolisme dengan panas yang dilepas melalui kulit dan paru-paru sehingga suhu tubuh
dapat mempertahankan dalam kisaran normal. Walaupun demikian, suhu tubuh dapat
memiliki fluktuasi harian, yaitu sedikit lebih tinggi pada sore hari jika dibandingkan pagi
harinya.
Demam merupakan suatu keadaan dimana terdapat peningkatan pengaturan
dipusat pengatur suhu diotak. Hal ini sama dengan pengaturan set point (derajat celcius)
pada remote AC yang bilamana set point tersebut dinaikan maka temperature, ruangan
akan menjadi lebih hangat, maka nilai suhu tubuh dikatakan demam jika melebihi 37,2°C
pada pengukuran dipagi hari dan atau melebihi 37,7°C pada pengukuran disore hari
dengan menggunakan thermometer mulut.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan darah perifer lengkap
3. Pemeriksaan SGOT dan SPGT
4. Pemeriksaan widal
5. Pemeriksaan urine

VIII. PENATAPELAKSANAAN MEDIS


1. Penatapelaksanaan pada pasien ini meliputi pemberian parachetamol tiap 4-6 jam 3
X I bila panas. Diberikan RL 20 tetes/menit dan untuk membantu mencukupi
kebutuhan cairan dan membantu jalur masuk obat parachetamol-cefotaxime sebagai
antibiotic diberikan secara intravena dengan dosis 2 X I g/hari. Diberikan makanan
rendah serat dan memperbaiki gizi pasien.
2. Perawatan
Tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam/kurang lebih selama
14 hari.
3. Posisi tubuh harus diubah setiap 2jam untuk mencegah decubitus
4. Mobilisasi sesuai kondisi
5. Diet
6. Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakit makanan
mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak
serat.
I. ASUHAN KEPERWATAN TERMOREGULASI
1. PENGKAJIAN
DATA SUBYEKTIF
A. Identitas Pasien
Nama : An. A
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kota Banjar
Suku : Sunda
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SD
Tanggal masuk RS : 10 Februari 2021
Tanggal Pengkajian : 10 Februari 2021
Diagnosa Medis : Febris (demam)
B. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny. N
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kota Banjar
Pekerjaan : IRT
Hub. Dengan klien : Anak Kandung
C. Keluhan Utama
Pasien mengatakan demam
D. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang ke IGD RS Kota Banjar pada tanggal 10 Februari 2021 jam
09.00 WIB dengan keluhan demam tinggi sejak 2 hari yang lalu, mual, lemas,
tidak nafsu makan.

2. Riwayat Kesehatan Dulu


Pasien belum pernah dirawat di RS sebelumnya
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit menurun seperti diabetes mellitus, asma maupun hipertensi.
E. Pola Fungsional
1. Pola persepsi
Manajemen kesehatan ibu klien mengatakan mengerti jika ada keluarga
yang sakit segera akan dibawa ke rumah sakit dan selama sakit ibu klien
mengatakan bahwa anaknya sedang sakit dan butuh pengobatan agar cepet
sembuh.
2. Pola eliminasi
Klien mengatakan sudah BAK 3-4 kali/hari bau khas warna jernih dan
BAB 1 kali/hari konsistensi lembek, berampas tidak ada lender tidak ada darah.
3. Pola aktivitas
Klien masih membutuhkan bantuan seperti mandi, berpakaian, dan
berkomunikasi.
4. Pola kognitif
Ibu klien mengatakan klien senang belajar di sekolah, klien mampu
bergaul dengan teman-temannya.
5. Pola istirahat
Ibu klien mengatakan klien tidur 6-8 jam/hari.
6. Pola konsep diri
Ibu pasien mengatakan apabila anaknya sakit maka kedua orang tualah
yang merawatnya.
7. Pola hubungan peran
An. A mengatakan dapat berhubungan baik dengan anggota keluarga.
8. Pola reproduksi
Klien berjenis kelamin laki-laki tidak memiliki gangguan reproduksi, klien
belum sunat.

9. Pola koping
Ibu klien mengatakan jika klien ada masalah selalu dibicarakan dengan
anggota keluarganya dan jika keinginan anaknya tidak dituruti maka An.A
menangis, jika rasa timbul klien merasa tenang bila ibunya disampingnya.
10. Pola nutrisi
Ibu klien mengatakan klien tidak nafsu makan, klien hanaya habis 3-4
sendok makan yang diberikan dari rumah sakit.
11. Pola keyakinan dan nilai
Klien masih belajar beribadah dan mengaji dengan kedua orang tuanya,
selama sakit klien hanya berbaring di tempat tidur dan di doakan oleh kedua
orang tuanya agar cepet smbuh.
07.00 WIB dengan keluhan demam tinggi sejak 2 hari yang lalu, mual, lemas,
tidak nafsu makan.
DATA OBYEKTIF
A. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos mentis (GCS : E4V3M6)
BB/TB : 29 kg/122 cm
Nadi : 130 x/menit
Suhu : 39,5℃
RR : 21x/menit
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : kepala tidak ada hematoma, bentuk messocapel, tidak ada lesi, ubun-
ubun kuat, dan menutup, rmabut kuat, tidak rontok dan bersih.
2. Mata : bentuk oval, bersih, tidak ada lesi, bentuk mata simetris, pupil normal, ada
reflek cahaya, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
3. Hidung : bentuk simetris, fungsi penciuman baik, tidak ada perdarahan, tidak ada
polip, dan tidak ada resi.
4. Mulut : membrane mukosa muulut kering, gigi utuh, bersih tidak ada stomatitis,
tidak ada gusi berdarah dan lidah bersih.
5. Telinga : bentuk simetris, fungsi pendengaran baik, tidak ada cairan serumen yang
keluar.
6. Paru-paru : inspeksi simetris, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi sonor,
auskultasi S1 S2 reguler.
7. Abdomen : inspeksi bentuk supel, auskultasi terdengar bising usus, palapasi tidak
ada nyeri tekan dan masa, perkusi thympani.
8. Ekstremitas : fungsi gerak baik, tidak ada udema, tidak ada lesi.
9. Genetalia : laki-laki tidak terpasang DC, anus normal, ada lubang, tidak lecet.
10. Kulit : area kulit sedikit pucat, CRT kurang dari 2 detik, turgor kulit kurang dari 2
detik, kulit teraba dingin.
C. Obat-obatan
1. RL 20 tpm
2. Injeksi ampieilin 4x600 mg
3. Ondancentron 2x3 mg
4. Obat oral yaitu paracetamol sirup 3-2 cth
D. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 4 Februari 2021 :
a. Leukosit : 15.77 10^3/ul
b. Eritrosit : 4.88 10^6/ul
c. Hemoglobin : 14.0 g/dl
d. Hematokrit : 40.02 %
e. Trombosit : 311 10^3/ul
f. Limfosit : 12.40 %
g. Monosit : 6.50 %
h. MCV : 82.4 fi
i. MCH : 28.7 pg
j. MCHC : 34.8 g/dl
E. Analisa Data

Tanggal Data Fokus Problem Etiologi


10/2/2021 DS : Klien mengatakan Hipertermi Proses
09.00 WIB demam, mual, lemas, penyakit
tidak nafsu makan
DO : Klen tampak
menangis rewel, suhu
39,5℃, nadi 110
x/menit, RR 23
x/menit.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Hipotermi berhubungan dengan proses penyakit

III. INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)


Hasil ( NOC)
Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan Mengontrol panas :
dengan proses penyakit tindakan keperawatan a. Monitor suhu minimal
selama 3x24 jam, pasien tiap 2 jam
mengalami keseimbangan b. Monitor suhu basal
termoregulasi dengan secara continue sesuai
kriteria hasil : dengan kebutuhan
a. Suhu tubuh dalam c. Monitor TD, Nadi, dan
rentang normal RR
35,9℃-37,5℃ d. Monitor warna dan
b. Nadi dan RR dalam suhu kulit
rentang normal e. Monitor penurunan
c. Tidak ada perubahan tingkat kesadaran
warna kulit f. Monirot WBC, Hb, Hct
d. Tidak ada pusing g. Monitor intake dan
output
h. Berikan anti piretik
i. Berikan pengobatan
untuk mengatasi
penyebab demam
j. Selimuti pasien
k. Lakukan tapid sponge
l. Berikan cairan intra
vena
m. Kompres pasien pada
lipat paha, aksila, dan
leher
n. Tingkatkan sirkulasi
udara
o. Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
Temperature Regulation :
a. Monitor tanda-tanda
hipertermi
b. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
c. Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat panas
d. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan
kemungkinan efek dari
kedinginan
e. Berikan obat
antipiretik sesuai
dengan kebutuhan
f. Gunakan matras
dingin dan mandi air
hangat untuk
mengatasi gangguan
suhu tubuh sesuai
dengan kebutuhan
Vital sign monitor :
a. Monitor TD, Nadi, RR
dan suhu
b. Catat adanya fluktasi
tekanan darah
c. Monitor vital sign saat
pasien berdiri, duduk
dan berbaring
d. Auskultasi TD pada
kedua lengan
e. Monitor TD, Nadi, dan
RR, sebelum selama
dan sesudah aktivitas
f. Monitor kualitas dari
nadi
g. Monitor frekuensi dari
irama pernafasan
h. Monitor suara paru-
paru
i. Monitor pola
pernafasan abnormal
j. Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
k. Monitor sianosis
perifer
l. Monitor adanya
tekanan nadi yang
melebar, bradikardi
dan peningkatan
sistolik
m. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.

IV. IMPLEMENTASI

Tanggal Implementasi Respon Paraf


10/2/2021 1. Melakukan S : pasien (Paraf perawat
09.00 WIB Pendidikan mengatakan jadi yang menangani
Kesehatan tentang lebih mengetahui pasien/klien)
termoregulasi tentang cara
hipertermi (kompres penanganan pada
hangat) anaknya jika
demam tinggi
(kompres hangat)
O : pasien dan
keluarga
cooperative saat
mengikuti
2. Memperagakan cara penyuluhan
kompres hangat
S : Ibu pasien
mengatakan merasa
lebih paham dan
tidak cemas lagi
O : ibu pasien
mampu
memperagakan cara
3. Memberikan kompres hangat
kompres hangat
S : ibu pasien
mengatakan akan
melakukannya
(memberikan
kompres hangat)
sesuai dengan yang
diperagakan
O : ibu pasien
mampu
memberikan
kompres hangat
dengan tepat
11/2/2021 Mengingatkan kembali S : ibu pasien (Paraf perawat
tentang kompres hangat mengatakan sudah yang menangani
pada anak jelas diberikan pasien/klien)
penyuluhan.
O : demam pasien
sudah turun.
V. EVALUASI/RASIONALISASI

Tanggal Evaluasi Paraf


10/2/2021 S : Ibu pasien mengatakan (Paraf perawat yang
anaknya sudah bisa bermain menangani pasien/klien)
dan demamnya turun
O : pasien sudah mulai
berjalan-jalan,
bermain,tidak menangis dan
tidak rewel.
A : Masalah keperawatan
hipertermi dapat teratasi
P : Pertahankan intervensi
Menganjurkan kepada ibu
pasien untuk tetap
memberikan obat ke pasien
(anaknya)
DAFTAR REFERENSI
Potter, perry, 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
NANDA 2015-2017
NIC 2015-2017
NOC 2015-2017
Analisis Asuhan Keperawatan anak. Gombong : Stikes
Kartika,Siwi Eka, 2017. Asuhan Keperawatan Gangguan Termoregulasi.
Gombong : Stikes
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1302116005-3-z.%20BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai