Anda di halaman 1dari 25

A.

Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar


1. Definisi
Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologi tubuh
manusia mengenai keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas
sehingga suhu tubuh dapat diperhatikan secara konstan. (Aziz, 2012)
Termoregulasi merupakan salah satu hal penting dalam
homeostasis. Termoregulasi adalah proses yang melibatkan
homeostatik yang mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal,
yang dicapai dengan mempertahankan keseimbangan antara panas
yang dihasilkan dalam tubuh dan panas yang dikeluarkan (Brooker,
2008).
Manusia biasanya berada pada lingkungan yang suhunya lebih
dingin daripada suhu tubuh mereka. Oleh karena itu, manusia terus
menerus menghasilkan panas secara internal untuk mempertahankan
suhu tubuhnya.
Sistem termoregulasi dikendalikan oleh hipotalamus di otak,
yang berfungsi sebagai termostat tubuh. Hipotalamus mampu berespon
terhadap perubahan suhu darah sekecil 0,01oC (Sloane, 2003). Pusat
termoregulasi menerima masukan dari termoreseptor di hipotalamus
itu sendiri yang berfungsi menjaga temperatur ketika darah melewati
otak (temperatur inti) dan reseptor di kulit yang menjaga temperatur
eksternal. Keduanya, diperlukan oleh tubuh unyuk melakukan
penyesuaian. Dalam individu yang sehat, suhu inti tubuh diatur oleh
mekanisme kontrol umpan balik yang menjaga hampir konstan sekitar
98,6oF (37oC) sepanjang hari, minggu, bulan atau tahun (Sherwood,
2001).
2. Etiologi
Menurut NANDA (2013) etiologi pada gangguan
termoregulasi yaitu:
a. agens farmaseutikal (seperti pada keadaan kadar gula darah rendah
atau hipoglikemia),

1
b. aktivitas yang berlebihan,
c. berat badan ekstrem (berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) kurus
= <18,5 dan obesitas = >40),
d. dehidrasi,
e. pakaian yang tidak sesuai untuk suhu lingkungan,
f. peningkatan kebutuhan oksigen,
g. perubahan laju metabolisme,
h. sepsis,
i. suhu lingkungan ekstrem,
j. usia ekstrem (bayi prematur dan lansia),
k. kerusakan hipotalamus,
l. trauma.
3. Anatomi Fisiologi

Sistem yang mengatur suhu tubuh memiliki tiga bagian

penting: sensor di bagian permukaan dan inti tubuh, integrator di

hipotalamus, dan sistem efektor yang dapat menyesuaikan produksi

serta pengeluaran panas. (Kozier, et al., 2011)

Hipotalamus, yang terletak antara hemisfer serebral, mengontrol suhu

tubuh sebagaimana thermostat dalam rumah. Hipotalamus merasakan

perubahan ringan pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol

pengeluaran panas, dan hipotalamus posterior mengontrol produksi

panas.

Bila sel saraf di hipotalamus anterior menjadi panas melebihi

set point,implusakan dikirim untuk menurunkan suhu tubuh.

Mekanisme pengeluaran panas termasuk berkeringat, vasodilatasi

(pelebaran) pembuluh darah dan hambatan produksi panas. Darah

2
didistribusi kembali ke pembuluh darah permukaan untuk

meningkatkan pengeluaran panas. Jika hipotalamus posterior

merasakan suhu tubuh lebih rendah dari set point, mekanisme

konservasi panas bekerja. Vasokonstriksi (penyempitan) pembuluh

darah mengurangi aliran aliran darah ke kulit dan ekstremitas.

Kompensasi produksi panas distimulasi melalui kontraksi otot volunter

dan getaran (menggigil) pada otot. Bila vasokonstriksi tidak efektif

dalam pencegahan tambahan pengeluaran panas, tubuh mulai mengigi.

Lesi atau trauma pada hipotalamus atau korda spinalis, yang membawa

pesan hipotalamus, dapat menyebabkan perubahan yang serius pada

kontrol suhu. (Potter dan Perry, 2010).

4. Mekanisme Demam

Menurut Potter dan Perry (2010), mekanisme demam adalah

sebagai berikut:

Hiperpireksia atau demam terjadi karena mekanisme

pengeluaran panas tidak mampu untuk memepertahankan kecepatan

pengeluaran kelebihan produksi panas, yang menyebabakan

peningkatan suhu tubuh abnormal. Demam sebenarnya merupakan

akibat dari perubahan set point hipotalamus. Pirogen seperti bakteri

dan virus menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Saat bakteri dan virus

tersebut masuk ke dalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen,

memepengaruhi sistem imun. Sel darah putih diproduksi lebih banyak

3
lagi untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi. Substansi

ini juga mencetuskan hipotalamus untuk mencapai set point.

Untuk mencapai set point baru yang lebih tinggi, tubuh

memproduksi dan menghemat panas. Dibutuhkan beberapa jam untuk

mencapai set point baru dari suhu tubuh. Selama periode ini orang

menggigil, gemetar dan merasa kedinginan meskipun suhu tubuh

meningkat.

Fase menggigil berakhir ketika set point baru, suhu yang lebih

tinggi tercapai. Selama fase berikutnya, masa stabil, menggigil hilang

dan pasien merasa hangat dan kering. Jika set point baru telah

‘melampaui batas’, atau pirogen telah dihilangkan (misalnya estruksi

bakteri oleh antibiotik), terjadi fase ketiga episode febris. Set point

hipotalamus turun, menimbulkan respon pengeluaran panas. Kulit

menjadi hangat dan kemerahan karena vasodilatasi. Demam

merupakan mekanisme pertahanan yang penting. Demam juga

bertarung dengan infeksi karena virus menstimulasi interfero, substansi

ini yang bersifat melawan virus. Pola demam berbeda, bergantung

pada pirogen. Durasi dan derajat demam bergantung pada kekuatan

pirogen dan kemampuan individu untuk berespon.

5. Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh

a. Menurut Potter dan Perry (2010), faktor-faktor yang

mempengaruhi suhu tubuh antara lain:

4
1) Usia

Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme

pengaturan suhu sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh

yang drastis terhadap lingkungan. Regulasi suhu tubuh baru

mencapai kestabilan saat pubertas. Suhu normal akan terus

menurun saat seseorang semakin tua. Mereka lebih sensitif

terhadap suhu yang ekstrem karena perburukan mekanisme

pengaturan, terutama pengaturan vasomotor (vasokonstriksi

dan vasodilatasi) yang buruk, berkurangnya jaringan

subkutan, berkurangnya aktivitas kelenjar keringat, dan

metabolisme menurun.

2) Olahraga

Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta

peningkatan pemecahan karbohidrat dan lemak. Berbagai

bentuk olahraga meningkatkan metabolisme dan dapat

meningkatkan produksi panas terjadi peningkatan suhu tubuh.

3) Kadar Hormon

Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih

besar. Hal ini karena ada variasi hormonal saat siklus

menstruasi. Kadar progesteron naik dan turun sesuai siklus

menstruasi. Variasi suhu ini dapat membantu mendeteksi

masa subur seorang wanita. Perubahan suhu tubuh juga terjadi

pada wanita saat menopause. Mereka biasanya mengalami

5
periode panas tubuh yang intens dan perspirasi selama 30

detik sampai 5 menit. Pada periode ini terjadi peningkatan

suhu tubuh sementara sebanyak 40C, yang sering disebut hot

flashes. Hal ini diakibatkan ketidakstabilan pengaturan

vasomotor.

4) Irama Sirkadian

Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 10C selama

periode 24 jam. Suhu terendah berada diantara pukul 1 sampai

4 pagi. Pada siang hari, suhu tubuh meningkat dan mencapai

maksimum pada pukul 6 sore, lalu menurun lagi sampai pagi

hari. Pola suhu ini tidak mengalami perubahan pada individu

yang bekerja di malam hari dan tidur di siang hari.

5) Stress

Stress fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh

melalui stimulasi hormonal dan saraf. Perubahan fisiologis ini

meningkatkan metabolisme, yang akan meningkatkan

produksi panas.

6) Lingkungan

Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme

kompensasi yang tepat, suhu tubuh manusia akan berubah

mengikuti suhu lingkungan.

b. Selain itu sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap produksi

panas tubuh yang lain menurut Kozier, et al., (2011) antara lain :

6
1) Laju Metabolisme Basal (BMR)

Laju metabolisme basal (BMR) merupakan lagi penggunaan

energi yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan aktivitas

penting seperti bernapas. Laju metabolisme akan meningkat

seiring dengan peningkatan usia. Pada umumnya, semakin

muda usia individu, semakin tinggi BMR-nya.

2) Aktivitas otot

Aktivitas otot , termasuk menggigil akan meningkatkan laju

metabolisme.

3) Sekresi tiroksin

Peningkatan sekresi tiroksin akan meningkatkan laju

metabolisme sel di seluruh tubuh. Efek ini biasanya disebut

sebagai termogenesis kimiawi, yaitu stimulasi untuk

menghasilkan panas di seluruh tubuh melalui peningkatan

metabolisme seluler.

4) Stimulasi epinefrin, norepinefrin, dan simpatis.

Hormon ini segera bekerja meningkatkan laju metabolisme

seluler di banyak jaringan tubuh. Epinefrin dan norepinefrin

langsung bekerja mempengaruhi sel hati dan sel otot, yang

kemudian akan meningkatkan laju metabolisme seluler.

5) Demam

Demam dapat meningkatkan laju metabolisme dan kemudian

akan meningkatkan suhu tubuh.

7
6. Pengeluaran panas

Menurut Potter dan Perry (2010), pengeluaran dan produksi

panas terjadi secara konstan, pengeluaran panas secara normal melalui

radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi.

a. Radiasi

Adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke

permukaan objek lain tanpa keduanya bersentuhan. Panas

berpindah melalui gelombang elektromagnetik. Aliran darah dari

organ internal inti membawa panas ke kulit dan ke pembuluh

darah permukaan. Jumlah panas yang dibawa ke permukaan

tergantung dari tingkat vasokonstriksi dan vasodilatasi yang diatur

oleh hipotalamus. Panas menyebar dari kulit ke setiap objek yang

lebih dingi disekelilingnya. Penyebaran meningkat bila perbedaan

suhu antara objek juga meningkat.

b. Konduksi

Adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek lain dengan

kontak langsung. Ketika kulit hangat menyentuh objek yang lebih

dingin, panas hilang. Ketika suhu dua objek sama, kehilangan

panas konduktif terhenti. Panas berkonduksi melalui benda padat,

gas, cair.

c. Konveksi

Adalah perpindahan panas karena gerakan udara. Panas

dikonduksi pertama kali pada molekul udara secara langsung

8
dalam kontak dengan kulit. Arus udara membawa udara hangat.

Pada saat kecepatan arus udara meningkat, kehilangan panas

konvektif meningkat.

d. Evaporasi

Adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah menjadi

gas. Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk

setiap gram air yang menguap. Ketika suhu tubuh meningkat,

hipotalamus anterior member signal kelenjar keringat untuk

melepaskan keringat. Selama latihan dan stress emosi atau mental,

berkeringat adalah salah satu cara untuk menghilangkan kelebihan

panas yang dibuat melalui peningkatan laju metabolik. Evaporasi

berlebihan dapat menyebabkan kulit gatal dan bersisik, serta

hidung dan faring kering.

e. Diaforesis

Adalah prespirasi visual dahi dan toraks atas. Kelenjar keringat

berada dibawah dermis kulit. Kelenjar mensekresi keringat,

larutan berair yang mengandung natrium dan klorida, yang

melewati duktus kecil pada permukaan kulit. Kelenjar dikontrol

oleh sistem saraf simpatis. Bila suhu tubuh meningkat, kelenjar

keringat mengeluarkan keringat, yang menguap dari kulit untuk

meningkatkan kehilangan panas. Diaphoresis kurang efisien bila

gerakan udara minimal atau bila kelembaban udara tinggi.

7. Macam Gangguan Termoregulasi

9
Menurut Potter dan Perry (2010), gangguan pada termoregulasi antara

lain sebagai berikut:

a. Kelelahan akibat panas

Terjadi bila diaphoresis yang banyak mengakibatkan kehilangan

cairan dan elektrolit secara berlebihan. Disebabkan oleh

lingkungan yang terpejan panas. Tanda dan gejala kurang volume

caiaran adalah hal yang umum selama kelelahan akibat panas.

Tindakan pertama yaitu memindahkan klien kelingkungan yang

lebih dingin serta memperbaiki keseimbangan cairan dan

elektrolit.

b. Hipertermia

Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan

tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan

produksi panas adalah hipertermi.

c. Heatstroke

Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan

dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran

panas. Kondisi ini disebut heatstroke, kedaruratan yang berbahaya

panas dengan angka mortalitas yang tinggi. Heatstroke dengan

suhu lebih besar dari 40,50C mengakibatkan kerusakan jaringan

pada sel dari semua organ tubuh.

10
d. Hipotermia

Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus trehadap dingin

mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas.,

mengakibatkan hipotermi. Dalam kasus hipotermi berat, klien

menunjukkan tanda klinis yang mirip dengan orang mati (misal

tidak ada respon terhadap stimulus dan nadi serta pernapasan

sangat lemah).

e. Radang beku (frosbite)

Terjadi bila tubuh terpapar pada suhu dibawah normal. Kristal es

yang terbentuk di dalam sel dapat mengakibatkan kerusakan

sirkulasi dan jaringan secara permanen. Intervensi termasuk

tindakan memanaskan secara bertahap, analgesik dan

perlindungan area yang terkena.

11
8. Patofisiologi dan Pathway
Menurut Potter dan Perry (2010)
7. agens farmaseutikal, 1. perubahan laju metabolisme,
8. aktivitas yang berlebihan, 2. sepsis,
9. berat badan ekstrem, 3. suhu lingkungan ekstrem,
10. dehidrasi, 4. usia ekstrem (bayi prematur dan
11. pakaian yang tidak sesuai untuk lansia),
suhu lingkungan, 5. kerusakan hipotalamus,
12. peningkatan kebutuhan oksigen, 6. trauma.

Termoreseptor sentral (di hipotalamus


Termoreseptor
bagian lain SSP dan organ abdomen
perifer (kulit)

Pusat
integrasi
termoregulasi

Adaptasi Neuron Sistem saraf Sistem saraf

perilaku motorik simpatis simpatis

Pembuluh Kelenjar
Kontrol Otot rangka
darah keringat
produksi
panas/pengur Kontrol
angan panas produksi Kontrol pengurangan
panas panas

Risiko Hiperterm Hipoter Ketidakefektifan

ketidakseimbang termoregulasi

an suhu tubuh

12
9. Manifestasi Klinis
a. Hipertermi:
1) Vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah),
2) Takipnea (nafas lebih dari 24 x/menit),
3) Takikardi (nadi lebih dari 100x/menit),
4) kulit kemerahan,
5) kulit terasa hangat,
6) kejang,
7) gelisah,
8) suhu diatas 37,5oC.
b. hipotermi:
1) bradikardi (nadi kurang dari 60x/menit),
2) sianosis,
3) hipoksia,
4) kulit dingin,
5) CRT lambat,
6) menggigil,
7) pengkatan konsumsi oksigen,
8) penurunan ventilasi,
9) takikardi,
10) vasokontriksi perifer,
11) suhu di bawah 36,5oC (NANDA, 2015).
10. Penatalaksanaan
a. Medis, menurut NANDA 2015
Bari obat atau cairan IV(misal antipiretik, agen anti bakteri, dan
agen anti menggigil).
b. Keperawatan, menurut NANDA 2015
1) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat

2) Instruksikan pasien bagaimana mencegah keluarnya panas dan

serangan panas

13
3) Berikan medikasi yang tepat untuk mencegah dan mengontrol

menggigil

4) Fasilitasi istirahat; pembatasan aktivitas

5) Kompres pada lipatan paha dan aksila

6) Tingkatkan sirkulasi udara

11. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan darah lengkap : mengindetifikasi kemungkinan

terjadinya resikoinfeksi

2) Pemeriksaan urine

3) Uji widal : suatu reaksi oglufinasi antara antigen dan antibodi

untuk pasienthypoid

4) Pemeriksaan elektrolit : Na, K, Cl

5) Uji tournique (NANDA,2015)

12. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi apabila hipertermi tidak segera diatasi

antara lain kemungkinan dehidrasi, kekurangan oksigen, demam diatas

42°C dan kejang demam (sarasvati, 2010)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama

14
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
demam, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan selanjutnya terhadap klien.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab demam.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit demam
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya demam,
f. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
3) Pola Eliminasi
4) Pola Tidur dan Istirahat
5) Pola Aktivitas
6) Pola Hubungan dan Peran
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
8) Pola Sensori dan Kognitif
9) Pola Reproduksi Seksual
10) Pola Penanggulangan Stress
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
g. PemeriksaanFisik
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda seperti:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,
sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kaki

15
a) Sistem Integumen : kering atau lembab berkeringat
b) Kepala : Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik,
simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher : Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada
penonjolan, reflek menelan ada.
d) Muka : pucat, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata : Konjungtiva tidak terlihat anemis
f) Telinga : Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung : Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan
cuping hidung.
h) Mulut dan Faring : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi
tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
i) Thoraks : Tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan
dada simetris.
(1) Paru
(a) Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau
tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi : Pergerakan sama atau simetris,
fermitus raba sama.
(c) Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup
atau suara tambahan lainnya.
(d) Auskultas : Suara nafas normal, tak ada
wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
(2) Jantung
(a) Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada
mur-mur.

16
j) Abdomen
(1) Inspeksi: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi: Tugor baik, tidak ada defands muskuler,
hepar tidak teraba.
(3) Perkusi: Suara thympani, ada pantulan gelombang
cairan.
(4) Auskultasi: Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
k) Genetalia : Tampak tidak ada kelainan.
h. Program Terapi
i. Data Fokus
1) Data Subjektif : Keluhan yang dikatakan pasien
2) Data Objektif : Keadaan pasien atau pengukuran TTV yang
dapat dilihat perawat
j. Analisa Data
1) Data Fokus
2) Problem
3) Etiologi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh
b. Hipertermia
c. Hipotermia
d. Ketidak efektifan termoregulasi
3. Implementasi
Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1. Risiko Termoregulasi Pengaturan Suhu

ketidakseimbangan Dengan kriteria  Monitor suhu

suhu tubuh hasil: setiap 2 jam, sesuai

Faktor risiko:  Suhu tubuh kebutuhan

17
 Agens dalam rentang  Monitor tekanan

farmaseutikal normal darah, nadi dan

 Aktivitas yang  Nadi dan RR respirasi

berlebihan rentang normal  Monitor suhu dan

 Berat badan  Tidak ada warna kulit

ekstrem perubahan  Monitor dan

 Cedera otak akut warna kulit laporkan adanya

 Dehidrasi tanda dan gejala

 Gangguan yang dari hipotermia dan

mempengaruhi hipertermia

regulasi suhu  Tingkatkan intake

 Pakaian yang tidak cairan dan nutrisi

sesuai untuk suhu adekuat

lingkungan  Instruksikan pasien

 Peningkatan area bagaimana

permukaan tubuh mencegah

terhadap rasio berat keluarnya panas

badan dan serangan panas

 Peningkatan  Diskusikan

kebutuhan oksigen pentingnya

 Perubahan laju termoregulasi dan

metabolisme kemungkinan efek

 Sedasi negatif dari demam

18
 Sepsis yang berlebihan

 Suhu lingkungan  Informasikan

ekstrem pasien mengenai

 Suplai lemak indikasi adanya

subkutan tidak. kelelahan akibat

Memadai panas dan

 Termogenesis non- penanganan

mengigil yang tidak emergensi yang

efisien tepat

 Tidak beraktivitas  Sesuaikan suhu

 Usia ekstrem lingkungan untuk

kebutuhan pasien

 Berikan medikasi

yang tepat untuk

mencegah dan

mengontrol

menggigil

 Berikan

pengobatan

antipiretik, sesuai

kebutuhan

2. Hipertermia Termoregulasi Perawatan Demam

Faktor yang berhubungan Dengan kriteria  Pantau suhu dan

19
 Agens farmaseutikal hasil: tanda-tanda vital

 Aktivitas berlebihan  Suhu tubuh lainnya

 Dehidrasi dalam rentang  Monitor warna

 Iskemia normal kulit dan suhu

 Pakaian yang tidak  Nadi dan RR  Monitor asupan

sesuai rentang normal dan keluaran,

 Peningkatan laju  Tidak ada sadari perubahan

metabolisme perubahan kehilangan cairan

 Penurunan persepsi warna kulit yang tak

 Penyakit dirasakan

 Sepsis  Bari obat atau

 Suhu lingkungan cairan IV(misal

tinggi antipiretik, agen

 Trauma antibakteri, dan

agen anti

menggigil)

 Tutup pasien

dengan selimut

atau pakaian

ringan

 Dorong konsumsi

cairan

 Fasilitasi

20
istirahat;

pembatasan

aktivitas

 Kompres pada

lipatan paha dan

aksila

 Tingkatkan

sirkulasi udara

 Pantau

komplikasi-

komplikasi yang

berhubungan

dengan demam

serta tanda dan

gejala kondisi

penyebab demam

 Pastikan tanda

lain dari infeksi

yang terpantau

pada orangtua

 Lembabkan bibir

dan mukosa

hidung yang

21
kering

3. Hipotermia Termoregulasi Perawatan Hipotermi

Faktor yang berhubungan Dengan kriteria  Monitor suhu

 Agens farmaseutikal hasil: pasien,

 Berat badan ekstrem  Suhu tubuh menggunakan alat

 Ekonomi rendah dalam rentang pengukur dan rute

 Kerusakan normal yang paling tepat

hipotalamus  Nadi dan RR  Bebaskan pasien

 Konsumsi alkohol rentang normal dari lingkungan

 Kurang pengetahuan  Tidak ada yang dingin

pemberi asuhan perubahan  Bebaskan pasien

tentang pencegahan warna kulit dari pakaian yang

hipotermia dingin dan basah

 Kurang suplai lemak  Dorong pasien

subkutan yang mengalami

 Lingkungan bersuhu hipotermia

rendah uncomplicated

 Malnutrisi untuk

 Pemakaian pakaian mengkonsumsi

yang tidak adekuat cairan hangat,

 Penurunan laju tinggi karbohidrat

metabolisme tanpa alkohol atau

 Terapi radiasi kafein

22
 Tidak beraktivitas  Berikan pemanas

 Transfer panas (mis., yang pasif

konduksi, konveksi, (misalnya selimut,

evaporasi, radiasi) pakaian hangat,

 Trauma tutup kepala)

 Usia ekstrem  Berikan

pengobatan

dengan hati-hati

 Monitor adanya

gejala-gejala yang

berhubungan

dengan

hipotermia ringan

 Monitor adanya

syok pemanasan

kembali

 Monitor warna

kulit dan suhu

kulit

 Identifikasi faktor

medis, lingkungan

dan faktor lain

yang mungkin

23
memicu

hipotermia

4. Ketidakefektifan Termoregulasi Monitor tanda-tanda

termoregulasi Dengan kriteria vital

Faktor yang berhubungan hasil:  Monitor tekanan

 Fluktuasi suhu  Suhu tubuh darah, nadi, suhu,

lingkungan dalam rentang dan status

 Penyakit normal pernafasan dengan

 Trauma  Nadi dan RR tepat

 Usia yang ekstrem rentang normal  Monitor dan

 Tidak ada laporkan tanda

perubahan dan gejala

warna kulit hipotermia dan

hipertermia

 Monitor irama dan

laju pernafasan

 Monitor suara

paru

 Monitor pola

pernapasan

abnormal

 Monitor warna

kulit, suhu,

24
kelembaban

 Monitor sianosis

sentral dan perifer

4. Evaluasi
Semua evaluasi keperawatan dievaluasi dengan membandingkan
respons aktual pasien terhadap hasil yang diharapkan dari rencana
keperawatan. Setelah semua intervensi, perawat mengukur suhu pasien
untuk mengevaluasi perubahan. Selain itu, perawat menggunakan
tindakan evaluatif lain seperti palpasi kulit dan pengkajian nadi dan
respirasi. Jika terapi efektif, suhu tubuh akan kembali ke
batas normal, tanda-tanda vital yang lain akan stabil dan pasien akan
menyatakan rasa nyaman.

25

Anda mungkin juga menyukai