Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

PENGATURAN SUHU TUBUH

(TERMOREGULASI)

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2021
PENGATURAN SUHU TUBUH (TERMOREGULASI)

A. DEFINISI TERMOREGULASI
Termoregulasi atau pengaturan suhu tubuh adalah mekanisme fisiologis dan
perilaku mengatur keseimbangan antara panas yang hilang dan panas yang
dihasilkan, sehingga suhu tubuh tetap konstan dan ada dalam rentang yang sesuai
(Potter & Perry, 2017).
Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologi tubuh manusia mengenai
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat di
perhatikan secara konstan (Hidayat & Uliyah, 2012).
Suhu tubuh normal seseorang bisa berubah- ubah tergantung kondisi tubuh
orang tersebut, namun pada umumnya suhu tubuh normal berada pada rentang
antara 36,5 – 37,20C.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Sistem yang mengatur suhu tubuh memiliki tiga bagian penting : sensor di
bagian permukaan dan inti tubuh, integrator di hipotalamus, dan sistem efektor
yang dapat menyesuaikan produksi serta pengeluaran panas. (Kozier, et al., 2010).
Hipotalamus, yang terletak antara hemisfer serebral, mengontrol suhu tubuh
sebagaimana thermostat dalam rumah. Hipotalamus merasakan perubahan ringan
pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas, dan
hipotalamus posterior mengontrol produksi panas.
Bila sel saraf di hipotalamus anterior menjadi panas melebihi set point,
implusakan dikirim untuk menurunkan suhu tubuh. Mekanisme pengeluaran panas
termasuk berkeringat, vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah dan hambatan
produksi panas. Darah didistribusi kembali ke pembuluh darah permukaan untuk
meningkatkan pengeluaran panas. Jika hipotalamus posterior merasakan suhu
tubuh lebih rendah dari set point, mekanisme konservasi panas bekerja.
Vasokonstriksi (penyempitan) pembuluh darah mengurangi aliran aliran darah ke
kulit dan ekstremitas. Kompensasi produksi panas distimulasi melalui kontraksi
otot volunter dan getaran (menggigil) pada otot. Bila vasokonstriksi tidak efektif
dalam pencegahan tambahan pengeluaran panas, tubuh mulai mengigi. Lesi atau
trauma pada hipotalamus atau korda spinalis, yang membawa pesan hipotalamus,
dapat menyebabkan perubahan yang serius pada kontrol suhu. (Potter dan Perry,
2005).
Suhu tubuh manusia adalah konstan yaitu 36,89ºC dan naik turunya berkisar
antara 36,11ºC sampai 37,22ºC. perbedaan harinya kira-kira satu derajat, tingkat
terendah dicapai pada pagi hari dan titik tertinggi antara pukul 5 dan 7 petang.
Sebagian besar pembentukan panas dalam tubuh dihasilkan oleh organ dalam
terutama hati, jantung, dan otot rangka selama berolahraga. Kemudian panas ini di
hantarkan dari organ dan jaringan yang lebih dalam ke kulit, yang kemudian di
buang keudara dan lingkungan sekitarnya. Adapun anatomi dari gangguan
termoregulasi adalah:
1. Kulit
Kulit mempunyai banyak reseptor sensori untuk dingin dan hangat dibanding
reseptor yang terdapat pada organ tubuh lain seperti lidah, saluran pernapasan,
maupun organ visera lain. Jika kulit dingin melebihi suhu tubuh maka ada tiga
proses untuk meningkatkan suhu tubuh. Ketiga proses yaitu menggigil untuk
memproduksi panas, berkeringat untuk menghalangi panas, dan vasokonstriksi
untuk menurunkan kehilangan panas. (Asmadi 2008).
2. Hipotalamus Integritas
Pusat pengaturan suhu inti berada di preoptik area hipotalamus di rangsang,
efektor sistem mengirim sinyal untuk mengeluarkan keringat dan vasodilatasi
perifer.Sinyal dari sensitif reseptor dingin dan hipotalamus memprakarsai
efektor untuk vasokonstriksi, menggigil, dan melepaskan epineprin yang
meningkatkan metabolisme sel dan produksi panas.Hal ini untuk meningkatkan
produksi panas dan menurunkan kehilangan panas. (Aziz,2012).
3. Inti Tubuh.
Selain reseptor oleh kulit, inti tubuh yang merespon terhadap suhu tubuh pada
organ tubuh bagian dalam, seperti visera abnormal, spinal cord, dan lain-
lain.Termoreseptor di hipotalamus lebih sensitif terhadap suhu inti.
(Aziz,2012).

C. PENGELUARAN PANAS
Menurut Potter dan Perry (2005), pengeluaran dan produksi panas terjadi
secara konstan, pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi,
konveksi, dan evaporasi.
1. Radiasi
Adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek
lain tanpa keduanya bersentuhan. Panas berpindah melalui gelombang
elektromagnetik. Aliran darah dari organ internal inti membawa panas ke kulit
dan ke pembuluh darah permukaan. Jumlah panas yang dibawa ke permukaan
tergantung dari tingkat vasokonstriksi dan vasodilatasi yang diatur oleh
hipotalamus. Panas menyebar dari kulit ke setiap objek yang lebih dingi
disekelilingnya. Penyebaran meningkat bila perbedaan suhu antara objek juga
meningkat.
2. Konduksi
Adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek lain dengan kontak
langsung. Ketika kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin, panas hilang.
Ketika suhu dua objek sama, kehilangan panas konduktif terhenti. Panas
berkonduksi melalui benda padat, gas, cair.
3. Konveksi
Adalah perpindahan panas karena gerakan udara. Panas dikonduksi
pertama kali pada molekul udara secara langsung dalam kontak dengan  kulit.
Arus udara membawa udara hangat. Pada saat kecepatan arus udara meningkat,
kehilangan panas konvektif meningkat.
4. Evaporasi
Adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah menjadi gas.
Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang
menguap. Ketika suhu tubuh meningkat, hipotalamus anterior member signal
kelenjar keringat untuk melepaskan keringat. Selama latihan dan stress emosi
atau mental, berkeringat adalah salah satu cara untuk menghilangkan kelebihan
panas yang dibuat melalui peningkatan laju metabolik. Evaporasi berlebihan
dapat menyebabkan kulit gatal dan bersisik, serta hidung dan faring kering.
5. Diaforesis
Adalah prespirasi visual dahi dan toraks atas. Kelenjar keringat berada
dibawah dermis kulit. Kelenjar mensekresi keringat, larutan berair yang
mengandung natrium dan klorida, yang melewati duktus kecil pada permukaan
kulit. Kelenjar dikontrol oleh sistem saraf simpatis. Bila suhu tubuh meningkat,
kelenjar keringat mengeluarkan keringat, yang menguap dari kulit untuk
meningkatkan kehilangan panas. Diaphoresis kurang efisien bila gerakan udara
minimal atau bila kelembaban udara tinggi.

D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Menurut Potter dan Perry (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh
antara lain:
1. Usia
Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan
suhu sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh yang drastis terhadap
lingkungan. Regulasi suhu tubuh baru mencapai kestabilan saat pubertas. Suhu
normal akan terus menurun saat seseorang semakin tua. Mereka lebih sensitif
terhadap suhu yang ekstrem karena perburukan mekanisme pengaturan,
terutama pengaturan vasomotor (vasokonstriksi dan vasodilatasi) yang buruk,
berkurangnya jaringan subkutan, berkurangnya aktivitas kelenjar keringat, dan
metabolisme menurun.
2. Olahraga
Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan
pemecahan karbohidrat dan lemak. Berbagai bentuk olahraga meningkatkan
metabolisme dan dapat meningkatkan produksi panas terjadi peningkatan  suhu
tubuh.
3. Kadar Hormon
Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar. Hal
ini karena ada variasi hormonal saat siklus menstruasi. Kadar progesteron naik
dan turun sesuai siklus menstruasi. Variasi suhu ini dapat membantu
mendeteksi masa subur seorang wanita. Perubahan suhu tubuh juga terjadi pada
wanita saat menopause. Mereka biasanya mengalami periode panas tubuh yang
intens dan perspirasi selama 30 detik sampai 5 menit. Pada periode ini terjadi
peningkatan suhu tubuh sementara sebanyak 40 C, yang sering disebut hot
flashes. Hal ini diakibatkan ketidakstabilan pengaturan vasomotor.
4. Irama Sirkadian
Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 10C selama periode 24 jam.
Suhu terendah berada diantara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada siang hari, suhu
tubuh meningkat dan mencapai maksimum pada pukul 6 sore, lalu menurun
lagi sampai pagi hari. Pola suhu ini tidak mengalami perubahan pada individu
yang bekerja di malam hari dan tidur di siang hari.
5. Stress
Stress fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui
stimulasi hormonal dan saraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan
metabolisme, yang akan meningkatkan produksi panas.
6. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi
yang tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu lingkungan.
Selain itu sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap produksi panas tubuh yang
lain menurut Kozier, et al., (2010) antara lain :
1. Laju Metabolisme Basal (BMR)
Laju metabolisme basal (BMR) merupakan lagi penggunaan energi yang
diperlukan tubuh untuk mempertahankan aktivitas penting seperti bernapas.
Laju metabolisme akan meningkat seiring dengan peningkatan usia. Pada
umumnya, semakin muda usia individu, semakin tinggi BMR-nya.
2. Aktivitas otot
Aktivitas otot , termasuk menggigil akan meningkatkan laju metabolisme.
3. Sekresi tiroksin
Peningkatan sekresi tiroksin akan meningkatkan laju metabolisme sel di
seluruh tubuh. Efek ini biasanya disebut sebagai termogenesis kimiawi, yaitu
stimulasi untuk menghasilkan panas di seluruh tubuh melalui peningkatan
metabolisme seluler.
4. Stimulasi epinefrin, norepinefrin, dan simpatis.
Hormon ini segera bekerja meningkatkan laju metabolisme seluler di banyak
jaringan tubuh. Epinefrin dan norepinefrin langsung bekerja mempengaruhi
sel hati dan sel otot, yang kemudian akan meningkatkan laju metabolisme
seluler.
5. Demam
Demam dapat meningkatkan laju metabolisme dan kemudian akan
meningkatkan suhu tubuh.

E. MANIFESTASI KLINIS
Perubahan suhu tubuh di luar rentang normal mempengaruhi set point
hipotalamus. Perubahan ini dapat berhubungan dengan produksi panas yang
berlebihan, pengeluaran panas yang berlebihan, produksi panas minimal.
Pengeluaran panas minimal atau setiap gabungan dari perubahan tersebut. Sifat
perubahan tersebut mempengauhi masalah klinis yang dialami klien :
1. Demam
Demam terjadi karena mekanisme pengeluaran panas tidak mampu untuk
mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas, yang
mengaibatkan peningkatan suhu tubuh abnormal. Demam biasanya tidak
berbahaya jika berada pada suhu dibawah 39oC. demam sebenarnya merupakan
akibat dari perubahan set point hipotalamus.
2. Kelelahan akibat panas
Kelelahan akibat panas terjadi bila diaphoresis yang banyak mengakibatkan
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebih.disebabkan oleh lingkungan
yang terpajan panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan adalah hal yang
umum selama kelelahan akibat panas.
3. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah
hipertermia. Biasanya suhu tubuh mencapai >40oC.
4. Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu
tinggi dapatmempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut
heatstroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas uang
tinggi.klien yang berisiko termasuk yang masih muda maupun sangat tua, yang
memiliki penyakit kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik,
orang yang menjalankan olahraga berat.
Tanda dan gejala heatstroke adalah delirium, sangat haus, mual, kram otot,
gangguan visual dan bahkan inkontinensia urine. Penderita heatstroke tidak
berkeringat karena kehilangan elektrolit sangat berat dan malfungsi
hipotalamus. Heatstroke dengan suhu >40,5ºC mengakibatkan kerusakan
jaringan pada sel dari semua organ tubuh.
5. Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus menerus terhadap dingin
mempengaruhi kemempuan tubuh untuk memproduksi panas, mengakibatkan
hipotermia. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35ºC, klien mengalami gemetar
yang tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menilai. Jika
suhu tubuh turun di bawah 34,4ºC frekuensi jantung, pernapasan, dan tekanan
darah turun, kulit menjadi sianosis.

F. PATOFISIOLOGI
Suhu tubuh secara normal dipertahankan di kisaran 37ºC oleh pusat pengatur
suhu di dalam otak yaitu hipotalamus. Pusat pengatur suhu tersebut selalu menjaga
keseimbangan antara jumlah panas yang diproduksi tubuh dari metabolisme
dengan panas yang dilepas melalui kulit dan paru sehingga suhu tubuh dapat
dipertahankan dalam kisaran normal. Walaupun demikian, suhu tubuh memiliki
fluktuasi harian yaitu sedikit lebih tinggi pada sore hari jika dibandingkan pagi
harinya.
Demam ini terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen oksigen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologi yang tidak
berdasarkan suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu protein
yang identik dengan interleukin 1. Di dalam hipotalamus zat ini merangsang
pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintetis prostaglandin
E2 yang langsung dapat menyebabkan pireksia.
Pengaruh autonom akan mengakibatkan terjadinya vasokontriksi perifer
sehingga pengeluaran (dissipasion) panas menurun dan penderita merasa demam.
Suhu badan dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatnya aktivitas
metabolisme yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena
kurang adekuat penyalurannya kepermukaan, maka rasa demam bertambah pada
seorang penderita (Soeparman, 2002 ).
Demam timbul sebagai respon terhadap pembentukan interleukin 1 yang
disebut pirogen endogen. Interleukin 1 disebabkan oleh neurotrofil akif, makrofag
dan sel– sel yang mengalami cidera. Interleukin 1 tampaknya menyebabkan panas
dengan menghasilkan prostaglandin yang merangsang hipotalamus. Apabila
sunber interleukin 1 dihilangkan (misalnya setelah sistem imun berhasil mengatasi
mikroorganisme), maka kadarnya akan turun. Hal ini akan mengembalikan titik
patokan suhu ke normal. Untuk jangka waktu singkat, suhu tubuh akan tertinggal
dari pengembalian titik patokan tersebut dan hipotalamus akan menganggap
bahwa suhu tubuh terlalu tinggi. Sebagai responnya hipotalamus akan merangsang
berbagai respon misalnya berkeringat untuk mendinginkan tubuh (Corwin, 2001).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Laboratorium meliputi :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya resiko infesi
b. Pemeriksaan urin
c. Uji widal
Uji widal aalah suatu reaksi antigen dan antibody / agglutinin.
Agglutininyang spesifik terdapat salmonella terdapat serum demam pasien.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang
sudah dimatikan dan telah diolah di laboratoriaum. Maksud uji Widal ini
adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum pasien yang
disangka menderita demam thypoid.
d. Pemeriksaan elektrolit : Na, K, Cl
e. Uji tourniquet
f. Pemeriksaan SGOT (Sserum glutamat Oksaloasetat Transaminase) dan
SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase) SGOT SGPT sering
meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya demam, kenaikan
SGOT SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
- Biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai, juga dapat dilakukan pemeriksaan
seperti angiografi, autografi atau limfangi giografi

H. PENATALAKSANAAN
a. Mengawasi kondisi klien (monitor suhu berkala 4-6 jam)
b. Berikan motivasi untuk minum banyak
c. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
d. Kompres dengan air hangat pada dahi, dada, ketiak, dan lipatan paha
e. Pemberian obat Antipiretik seperti paracetamol, asetaminofen untuk
membantu dalam penurunan panas
f. Pemberian Antibiotik sesuai indikasi
g. Ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal, menggunakan pakaian yang
tidak tebal, dan memberikan kompres.
h. Terapi keperawatan nonfarmakologis juga dapat digunakan untuk
menurunkan demam dengan cara peningkatan pengeluaran panas melalui
evaporasi, konduksi, konveksi, atau radiasi. Secara tradisional perawat telah
menggunakan mandi tepid sponge, mandi dengan menggunakan larutan air
alkohol, kompres es pada daerah aksila dan lipatan paha dan kipas angin.
i. Tindakan keperawatan mandiri meningkatkan kenyamanan, menurunkan
kebutuhan metabolik dan memberi nutrisi untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan energi (Potter and Perry, 2005)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS GANGGUAN


TERMOREGULASI

A. Pengkajian
Pengkajian umum
1. Tempat pengkajian suhu tubuh
Ada banyak tempat untuk mengkaji suhu inti dan permukaan tubuh. Suhu
inti dari arteri paru, esofagus dan kandung kemih digunakan untuk perawatan
intensif. Pengukuran ini membutuhkan peralatan yang di psang invasif secara
terus-menerus dalam rongga atau organ tubuh. Peralatan ini haus memiliki
pembacaan akurat yang secara cepet dan terus-menerus menunjukkan
pembacaan pada monitor elektronik.
Tempat yang paling sering digunakan untuk pengukuran suhu ini juga
invasif tetapi dapat digunakan secara intermiten. Termasuk membran timpani,
mulut rektum dan aksila. Lapisan termometer noninvasif yang disiapkan secara
kimia juga dapat digunkan pada kulit. Tempat pengukuran seperti oral, rektal,
aksila dan kulit menghandalkan sirkulasi efektif darah pada tempat
pengukuran.panas dari darah di alirkan ke alat termometer. Suhu timpani
mengandalkan radiasi panas tubuh erhadap sensor inframerah. Karena suplai
darah arteri membran timpani dianggap sebagai suhu inti.
Untuk memastikan bacaan suhu yang akurat, setiap tempat harus diukur
dengan akurat. Variasi suhu yang didapatkan bergantung pada tempat
pengukuran, tetapi harus antara 36 ºC dan 38 ºC. Walaupun temuan riset dari
banyak dari banyak didapati pertentangan; secara umum diterima bahwa suhu
rektal biasanya 0,5 ºC lebih tinggi dari suhu oraldan suhu aksila 0,5 ºC lebih
rendah dari suhu oral. Setiap tempat pengukuran tersebut memiliki keuntungan
dan kerugian. Perawat memilih tempat yang paling aman dan akurat untuk
pasien. Perlu dilakukan pengukuran pada tempat yang sama bila pengukuran
tersebut di ulang.
a. Termometer
Ada tiga jenis termometer yang digunakan untuk menentukan suhu
tubuh adalah air raksa-kaca, elektronik dan sekali pakai. Perawat
bertanggung jawab untuk banyak menetahui dan terampil dalam
menggunakan alat ukur yang dipilih. Tingkat pendidikan inservice dapat
mempengaruhi keakuratan dan reabilitas pembacaan suhu. Setiap alat
pengukuran menggunakan derajat celsius atau skala fahrenheit. Termometer
elektronik membuat perawat dapat mengonversi skala dengan cara
mngaktifkan tombol.
1) Termometer air raksa-kaca
Termometer air raksa-kaca adalah termometer yang paling dikenal,
telah digunakan sejak abad ke-15. termometer tersebut terbuat dari kaca
yang pada salah satu ujungnya ditutup dan jung lainya dengan bentolan
berisi air raksa. Ada 3 jenis termometer kaca, yaitu oral ( ujungnya
ramping), stubby, dan rektal (ujungnya berbentuk buah pir). Ujung
termometer oral langsing, sehingga memungkinkan pentolan lebih banyak
terpapar pada pembuluh darah di dalam mulut. Termometer oral biasanya
memiliki ujung berwarna biru. Termometer stubby biasanya lebih pendek
dan lebih gemuk dari pada jenis oral. Dapat digunakan mengukur suhu
dimana saja. Termometer rektar memiliki ujung yang tumpul atau
runcing, untuk mencegah trauma terhadap jaringan rektal pada saat
insersi. Termometer ini biasanya di kenali dengan ujung yang berwarna
merah. Keterlambatan waktu pencatatan dan dan mudah pecah merupakan
kerugian dari termometer air raksa-kaca. Keuntungan dari termometer air
raksa-kaca adalah harga murah, mudah diperoleh, dan banyak tersedia.
2) Termometer elektronik
Termometer elektronik terdiri atas unit tampilan tenaga batere yang
dapat diisi ulang,  kabel kawat yang tipis dan alas yang memproses suhu
yang dibungkus dengan kantung plastik sekali pakai. Salah satu bentuk
termometer elektronik menggunakan alat seperti pensil. Probe tersendiri
yang anti pecah tersedia untuk oral dan rektal. Probe untuk oral dapat
juga digunakan untuk mengukur suhu di aksila. Selama 20 sampai 50
detik dari insersi, pembacaan terlihat pada unit tampilan tanda bunyi yang
terdengar bila puncak pembacaan suhu terukur.
Bentuk lain dari termometer elektronik digunakan secara khusus
untuk pengukuran timpanik. Spekulum otoskop dengan ujung sensor
inframerah mendeteksi penyebaran panas dari membran timpani. Dalam 2
sampai 5 detik dari mulai dimasukkan ke dalam kanal auditorius, hasilnya
terlihat pada layar. Tanda bunyi terdengar saat puncak bacaan suhu telah
tercapai.
3) Termometer sekali pakai
Termometer sekali pakai dan penggunaan tunggal berbentuk strip
kecil yang terbuat dari plastik dengan sensor suhu pada salah satu
ujungnya. Sensor tersebut terdiri atas matrik dari lekukan seperti titik
yang mengandung bahan kimia yang larut dan berubah warna pada
perbedaan suhu. Digunakan untuk suhu oral dan aksila, terutama pada
anak-anak. Dipakai dengan cara yang sama dengan termometer aksila dan
digunakan hanya sekali. Waktu yang dibutuhkan untuk menunjukkan
suhu hanya 60 detik (Ericksonet al, 1996). Termometer di ambil dan
dibaca setelah sekitar 10 detik supaya stabil.
Bentuk lain dari termometer sekali pakai adalah koyo (patch) atau
pita sensitif suhu. Digunakan pada dahi atau abdomen, koyo akan berubah
warna pada suhu yang berbeda.
Kedua jenis termometer sekali pakai ini berguna untuk mengetahi suhu,
khususnya pada bayi yang baru lahir.

Pengkajian keperawatan
1. Pengkajian identitas pasien
Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku / bangsa, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, no medic, diagnose
medic, alamat klien. Identitas penanggung jawab (meliputi pengajian nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.
2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama :
b. Riwayat penyakit sekarang
1) Hipertermi : Pola Demam
a) Terus menerus : Tingginya menetap >24 jam, bervariasi (1-2)oC.
b) Intermitten : Demam memuncak secara berseling dengan suhu normal.
c) Remitten : Demam memuncak dan turun tanpa kembali ke tingkat
suhu normal.
d) Relaps : periode episode demam diselingi dengan tingkat suhu normal,
episode demam dengan normotermia dapat memanjang lebih dari 24
jam.Mulai timbulnya panas, berapa lama, waktu, upaya
untuk mengurangi.
2) Hipotermi : Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan
tidak diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35
ºC, klien mengalami gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan,
depresi, dan tidak mampu menelan. Jika suhu tubuh turun di bawah 34,4
ºC, frekuensi jantung, pernafasan, dan tekanan darah turun. kulit menjadi
sianotik.
c. Riwayat kesehatan lalu
1) Hipertermi : sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang
menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makan, eliminasi, nyeri
otot dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah, atau kedinginan.
2) Hipotermi : tanyakan  suhu pasien sebelumnya, sejak kapan timbul gejala
gemetar, hilang ingatan, depresi dan gangguan menelan.
d.  Riwayat penyakit keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik
atau tidak)

Pemeriksaan fisik
1. Ukur suhu inti selama setiap fase demam
2. Kaji factor-faktor pemberat seperti dehidrasi, insfeksi, atau suhu
lingkungan.
3. Identifikasi respons fisiologis terhadap suhu
- Ukur semua tanda-tanda vital
- Observasi semua warna kulit
- Kaji suhu kulit (palpasi)
- Kaji kenyamanan dan kesejatrahan klien
4. Tentukan fase demam : kedinginan, stabil, serangan demam.

Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia
2. Termoregulasi tidak efektif
3. Risiko termoregulasi tidak efektif
4. Risiko ketidakseimbangan cairan

SDKI SLKI SIKI


Hipertermia (D0130) Termoregulasi Manajemen
Definisi : (L.14134) Hipertermia (I.15506)
Suhu tubuh meningkat di Setelah dilakukan Tindakan :
atas rentang normal perawatan selama …. x  Identifikasi
tubuh. ….. Diharapkan suhu penyebab
Tanda dan Gejala : tubuh kembali normal, hipertermia
 Suhu tubuh diatas dengan kriteria hasil :  Monitor suhu tubuh
nilai normal  Mengigil  Monitor haluaran
 Kulit merah Skala outcome …. urin
 Kejang Ditingkatkan  Berikan cairan oral
 Takikardi menjadi ….  Lakukan
 Takipnea  Kulit merah pendinginan
 Kulit terasa hangat Skala outcome …. eksternal dengan
Ditingkatkan kompres hangat
menjadi ….  Anjurkan tirah
 Suhu tubuh baring
Skala outcome ….  Kolaborasi
Ditingkatkan pemberian cairan
menjadi …. intravena
 Takikardi
Skala outcome ….
Ditingkatkan
menjadi ….
 Takpnea
Skala outcome ….
Ditingkatkan
menjadi ….
Risiko Keseimbangan cairan Manajemen
ketidakseimbangan (L.05020) Hipertermia (I.15506)
cairan (D.0036) Setelah dilakukan Tindakan :
Definisi : perawatan selama …. x  Identifikasi
Berisiko mengalami ….. Diharapkan tidak penyebab
penurunan, peningkatan, terjadi hipertermia
atau percepatan ketidakseimbangan  Monitor suhu tubuh
perpindahan cairan dari cairan, dengan kriteria  Monitor haluaran
intravaskuler, interstitial, hasil : urin
atau intraseluler.  Asupan cairan  Berikan cairan oral
Skala outcome ….  Lakukan
Ditingkatkan pendinginan
menjadi …. eksternal dengan
 Keluaran urin kompres hangat
Skala outcome ….  Anjurkan tirah
Ditingkatkan baring
menjadi …. Kolaborasi pemberian
 Kelembaban cairan intravena
membrane mukosa
Skala outcome ….
Ditingkatkan
menjadi ….
 Asupan makanan
Skala outcome ….
Ditingkatkan
menjadi ….
 Dehidrasi
Skala outcome ….
Ditingkatkan
menjadi ….
 Turgor kulit
Skala outcome ….
Ditingkatkan
menjadi ….
 Berat badan
Skala outcome ….
Ditingkatkan
menjadi ….
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Konsep, proses, dan praktik.
Volume 1. Jakarta : EGC.
Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta : Salemba Medika.
A.Azis Alimul Hidayat. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
A.Azis Alimul Hidayat & Musrifatul Uliyah. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia ( KDM ), Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya
: Health Books Publishing.
Kozier, et al. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktik. Jakarta : EGC

T. Heatrher Herdman, Shigemi Katmisuru. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi &


Klasifikasi 2015-2017.E.10.Jakarta : EGC
Gloria M.Bulechek, Howard K.Butcher.Dkk. 2016. Nursing Intervensi Classification
(NIC).E.6.Elsevier.
Sue Moorhead, Marion Johnson. Dkk. 2016. Nursing Outcames Classification
(NOC). E.6.Elsevier

Anda mungkin juga menyukai