Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN DASAR PROFESI

LAPORAN PENDAHULUAN
“SUHU TUBUH/TERMOREGULASI”

OLEH:

RAI ROSITA CANDRA DEWI


NIM:2102621036

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN DAN


PROFESI NERS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
SUHU TUBUH/ TERMOREGUULASI

A. Definisi
Termogulasi merupakan suatu pengatur fisiologis tubuh manusia mengenai
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat
dipertahankan secara konstan. Keseimbangan suhu tubuh diregulasi oleh mekanisme
fisiologis dan perilaku. Agar suhu tubuh tetap konstan dan berada dalam batasan
normal, hubungan antara produksi panas dan pengeluaran panas harus dipertahankan
(Potter & Perry, 2010)

SUHU TUBUH= Panas Yang Dihasilkan – Panas Yang Hilang

Hipotalamus yang terletak antara hemisfer serebral, mengontrol suhu tubuh


sebagaimana kerja termostat dalam rumah. Hipotalamus merasakan perubahan ringan
pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas, dan
hipotalamus posterior mengontrol produksi panas.
Suhu inti (core temperature), yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam,
seperti kranial, toraks, rongga abdomen, dan rongga pelvis. Mekanisme control suhu
pada manusia menjaga suhu inti tetap konstan pada kondisi lingkungan dan aktivitas
fisik yang ekstrem. Namun, suhu permukaan berubah sesuai aliran darah ke kulit dan
jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Karena perubahan tersebut, suhu normal
pada manusia berkisar 36 sampai 38⁰C (96,8 sampai 100,4 ⁰F). pada rentang ini,
jaringan dan sel tubuh akan berfungsi secara optimal (Potter & Perry, 2010).
B. Anatomi dan Fisiologi Organ Terkait

Gambar 1. Anatomi Sistem Limbik

Gambar 2. Anatomi - Hipotalamus


Pusat pengaturan panas tubuh adalah di dalam hipotalamus (Potter & Perry,
2010). Hipotalamus merupakan bagian diensefalon paling ventral, terletak di bawah
thalamus dan ventromedialis dari subtalamus. Di dasar otak, bagian hipotalamus dapat
terlihat ditempat area kecil yang dikelilingi oleh krus serebri, kiasma optikum, dan
traktus optikus. Di antara batas rostral dua krus serebri, pada sisi garis tengah, terletak
dua benjolan membulat, korpus mamilaris yang di dalamnya terdapat nucleus
mamilaris hipotalamikus. Pada garis tengah, tepat di bagian kaudal kiasma optikum,
terletak area yang sedikit meninggi yaitu tuber sinereum, yang bagian ujungnya
terdapat tangkai halus yaitu infundibulum (prosesus infundibularis) atau tangkai
kelenjar hipofisis. Struktur tersebut melekat pada kelenjar hipofisis yang merupakan
kelenjar seukuran kacang polong yang terletak pada sela turika dari os sfenoidalis.
Kelenjar hipofisis terdiri dari dua bagian besar yaitu hipofisis posterior (neurohipofisis)
dan kelenjar hipofisis anterior (adenohipofisis) (Crossman & Neary, 2015).
Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang terletak diantara dua hemisfer otak.
Fungsi hipotalamus adalah seperti termostat. Suhu yang nyaman merupakan
merupakan "set-point‟ untuk operasi sistem pemanas. Penurunan suhu lingkungan
akan mengaktifkan pemanas tersebut. Hipotalamus mendeteksi perubahan kecil pada
suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengatur kehilangan panas, sedangkan hipotalamus
posterior mengatur produksi panas. Jika sel saraf di hipotalamus anterior menjadi panas
diluar batas titik pengaturan (set point), maka implus dikirimkan untuk menurunkan
suhu tubuh atau proses kehilangan panas adalah keringat, vasodilatasi (pelebaran)
pembuluh darah, dan hambatan produksi panas. Tubuh akan mendistribusikan darah ke
pembuluh darah permukaan untuk menghilangkan panas (Potter & Perry, 2010).
Jika hipotalamus posterior mendeteksi penurunan suhu tubuh di bawah titik
pengaturan, maka tubuh akan memulai mekainisme konservasi panas. Vasokontriksi
(penyempitan) pembuluh darah mengurangi aliran darah ke kulit dan ekstremitas.
Produksi panas distimulasimelalui kontraksi otot volunteer dan otot yang menggigil.
Saat vasokontriksi tidak efektif, maka akan timbul gerakan menggigil (Potter & Perry,
2010).
1. Produksi Panas
Termoregulasi bergantung pada fungsi normal dari proses produksi panas.
Panas yang dihasilkan tubuh adalah hasil sampingan metabolism, yaitu reaksi kimia
dalam seluruh sel tubuh. Makanan merupakan sumber utama bahan bakar untuk
metabolism. Aktivitas yang membutuhkakn reaksi kimia tambahan akan meningkatkan
laju metabolism yang juga akan menambah produksi panas. Produksi panas terjadi saat
istirahat, gerakan volunteer, menggigil involunter, dan thermogenesis tanpa menggigil
(Potter & Perry, 2010).
a. Metabolisme basal berperan terhadap panas yang dihasilkan oleh tubuh saat
istirahat total. Laju metabolik basal atau basal metabolic rate (BMR)
biasanya bergantung pada area permukan tubuh. BMR juga dipengaruhi oleh
hormone tiroid. Dengan merangsang penguraian glukosa dan lemak,
hormone tiroid eningkatkan reaksi kimia dalam sel tubuh. Saat hormone
tiroid disekresikan dalam jumlah besar, BMR dapat meningkat 100%.
Ketiadaan hormone tiroid akan menurunkan BMR menjadi setengahnya,
sehingga terjadi pengurangan produksi panas. Hormone seks testosterone
meningkatkan BMR yang lebih tinggi daripada wanita.
b. Gerakan volunteer seperti aktivitas otot saat olah raga membutuhkan
energy tambahan. Laju metabolic meningkat saat aktivitas, terkadang
meningkatkan produksi panas hingga 50 kali lipat.
c. Menggigil adalah respon tubuh involunter terhadap perbedan suhu dalam
tubuh. Gerakan otot lurik saat menggigil membutuhkan energy yang cukup
besar. Meggigil menghasilkan panas 4 sampai 5 kali lipat dari normal. Panas
ini akan membantu menyeimbangkan suhu tubuh sehingga menggigil akan
berhenti.
d. Thermogenesis tanpa menggigil terjadi pada neonates. Neonatus tidak
dapat menggigil sehingga jaringan coklat vascular yang ada saat lahir
dimetabolisme untuk produksi panas. Jaringan tersebut sangat terbatas
jumahnya.
2. Kehilangan Panas
Kehilangan dan produksi panas berlangsung secara bersamaan. Struktur kulit dan
pajanan terhadap lingkungan mengakibatkan kehilangan panas normal dan konstan
melalui radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi (Potter & Perry, 2010)
a. Radiasi adalah transfer panas dari permukaan suatu objek ke permukaan
objek lainnya tanpa ontak langsung antara keduanya. Vasodilatasi perifer
meningkatkan aliran darah dari organ dalam ke kulit untuk meningkatkan
kehilangan panas. Vasokontrisi perifer meminimalisasi kehilangan panas.
Radiasi akan meningkat saat perbedaan suhu antara kedua objek semakin
besar. Sebaliknya, jika lingkungan lebih panas dibandingkan kulit, maka
tubuh akan menyerap panas melalui radiasi.
b. Konduksi adalah transfer panas dari dan melalui kontak langsung antara
dua objek. Benda padat, cair, dan gas menginduksi panas melalui kontak.
Saat kulit yang hangat menyentuh objek dingin, maka panas akan hilang.
Penggunaan bungkusan es untuk memandika klien dengan kain dingin akan
meningkatkan kehillangan panas konduktif. Tubuh memperoleh panas lewat
konduksi saat menyentuh benda yang lebih panas dari pada suhu kulit.
c. Konveksi adalah transfer panas melalui gerakan udara, contohnya adalah
kipas angina. Kehilangan panas konvektif meningkat jika kulit yang lembap
terpapar dengan udara yang bergerak.
d. Evaporasi adalah transfer panas saat cairan berubah menjadi gas. Tubuh
kehilangan panas secara kontinu melalui evaporasi.sekitar 600-900 cc air
tiap harinyamenguap dari kulit dan paru-paru seehhingga terjadi kehilangan
air dan panas. Tubuh menambah evaporasi melalui perspirasi (berkeringat).
Saat olah raga atau dalam tekanan emosional, perspirasi merupakan cara
menghilangkan panas berlebihan yang dihasilkan oleh peningkatan laju
metabolic.
C. Jenis/ Macam/ Klasifikasi Suhu Tubuh
Klasifikasi suhu tubuh adalah hipertermia, suhu normal, dan hipoermia.
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk meghilangkan panas ataupun mengurangi produksi
panas. Suhu tubuh normal adalah keadaan suhu tubuh dalam batas normal dimana
terjadi keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas. Hipotermia adalah
keadaan suhu tubuh dibawah batas normal. Panas yang hilang saat pajanan lama
terhadap lingkungan dingin akan melebihi kemampuan tubuh untuk menghasilkan
panas, sehingga terjadilah hipotermia. Hipotermia dapat dikelompokan menjadi
hipotermia disengaja dan tidak disengaja. Hipotermia disengaja dapat ditemui selama
prosedur operasi untuk menurunkan kebutuhan metabolism dan oksigen. Hipotermia
tidak disengaja biasanya terjadi secara perlahan dan tidak terlihat selama beberapa
jam. Saat suhu tubuh turun ke 35⁰C, klien akan mengalami menggigil, kehilangan
ingatan, depresi, dan gangguan akal. Jika suhu tubuh menurun di bawah 34⁰C maka
terjadi penurunan denyt jantung, freuensi nafas, dan tekanan darah. Kulit menjadi
sianotik. Apabiila terus berlajut, maka akan mengalami disritmia jantung, hilang
kesadaran, dan tidak responsive terhadap nyeri Potter & Perry, 2010).
D. Factor-Faktor yang Memengaruhi
Menurut Potter dan Perry (2010), terdapat banyak factor yang memengaruhi suhu
tubuh, diantaranya:
1) Usia, pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan
suhu sehingga dapat terjdi perubahan suhu tubuh yang draastis terhadap
lingkungan. Pastikan mereka menggunakan pakaian yang cukup dan hindari
pajanan dari suhu lingkungan. Suhu tubuh baru mencapai kestabilan saat
pubertas. Suhu normal akan terus menurun saat seseorang semakin tua.
2) Olah raga, aktivitas otot membuthkan lebih banyak darah serta pengingkatan
pemecahan karbohidrat dan lemak. Beberbagai bentuk olahraga
meningkatkan metabolism dan dapat meningkatakn produksi panas sehingga
terjadi peningkatan suhu tubuh.
3) Kadar hormone, umumnya wanita memiliki flukktuasi suhu tubuh yang
lebih besar. Hal ini karena adanya variasu hormonal saat siklus menstruasi.
Kadar progesterone naik turun sesuai siklus menstruasi. Saat progesterone
rendah, suhu tubuh berada di bawah suhu dasar yaitu 1/10nya. Suhu ini
bertahan sampai ovulasi. Saat ovulasi kadar progesterone yang memasuki
sirkulasi akan meningkat dan menaikan suhu tubuh lebih tinggi.
4) Irama sirkandian, suhu tubuh normalnya berubah 0,5 sampai 1⁰C selama
periode 24 jam. Suhu terendah berada di antara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada
siang, suhu tubuh kan meningkat dan mencapai maksimum pada pukul 6 sore,
lalu menurun kembai sampai pagi hari.
5) Stress, stress fsik maupun emosi meningatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan saraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan metabolism, yang
akan meningkatkan produksi panas. Klien gelisah akan memiliki suhu normal
yang lebih tinggi.
6) Lingkungan, lingkungan memengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme
kompensasi yang tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu
lingkungan. Suhu lingkungan lebih berpengaruh terhadap anak-anak dan
dewasa tua karena mekanismme regulasi suhu mereka yang kurang efisien.
E. Jenis Gangguan Kebutuhan Dasar
Adapun jenis-jenis gangguan kebutuhan dasar menurut Potter dan Perry (2010)
adalah sebagai berikut.
1. Deman atau Pireksia, terjadi karena ketidakmampuan mekanisme
kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang berlebihan
sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Demam adalah mekanisme
pertahanan yang penting. Peningkatan suhu ringan sampai 39⁰C menambah
system imun tubuh. Saat episode febris, produksi sel darah putih dirangsang.
Peningkatan suhu akan menurunkan konsetrasi besi dalam plasma darah
sehingga menekan pertumbuhan bakteri. Demam ini juga melawan infeksi
virus dengan menstimulasi interferon yaitu substansi antivirus alamiah pada
tubuh.
2. Hipertermia, adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas atau mengurangi
produksi panas.
3. Heatstroke, adalah suatu kegawaan berbahaya dengan mortalitas yang
tinggi. Mereka yang berisiko adalah anak-anak, lansia, penderita penyakit
kardiovaskular, hipotiroid, DM, alkoholisme, mengonsumsi obat-obatan
yang dapat mengurangi kemampuan tubuh membuang panas (cotoh:
fenotiazin, ntikolinergik, diuretic, amfetamin, dan antagonis beta-
adrenergik), serta orang yang berolah raga atau bekerja keras.
4. Kehabisan Panas/Heat Exhaustion, terjadi pada saat diaphoresis
berlebihan yang mengakibatkan kehillangan air dan elektrolit. Hal ini
disebabkan oleh pajanan panas lingkungan. Klien akan menunjukan tanda
dehidrasi. Pertolongan pertama adalah memindahkan klien ke lingkungan
yang lebiih dingin an mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Hipotermia, adalah keadaan suhu tubuh dibawah batas normal. Panas yang
hilang saat pajanan lama terhadap lingkungan dingin akan melebihi
kemampuan tubuh untuk menghasilkan panas, sehingga terjadilah
hipotermia. Hipotermia dapat dikelompokan menjadi hipotermia disengaja
dan tidak disengaja.
6. Frosbite, terjadi saat tubuh terpajan suhu di bawah normal. Kristal es akan
terbentuk di dalam sel, dan terjadi kerusakan permanen pada sirkulasi dan
jaringan. Daerah tubuh yang rentan adalah daun telinga, ujung hidung, jari
tangan dan kaki. Daerah yang terkena akan menjadi putih, berkilat, dan kaku
saat disentuh.
F. Pengkajian dan Pemeriksaan Penunjang
1) Identitas Klien
Mengkaji nama, umur, jenis kelamin, alamat, agam, pendidikan, pekerjaan
pasien
2) Keluhan Utama
Mengkaji keluhan utama terkait suhu tubuh, biasanya pasien mengeluh demam,
sakiat kepala, dll.
3) Data Riwayat Kesehatan
 Kaji riwayat kesehatan saat ini
 Riwayat penyakit terdahulu
 Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat alergi (obat/makanan)
4) Pemeriksaan Fisik (Head to toe)
5) Pemeriksaan tanda-tanda vital
 Respirasi
 Nadi
 Tekanan Darah
 Suhu
Pemeriksaan suhu intermiten dapat dilakukan di mulut, rectum,
membrane timpani, arteri temporalis, dan aksila.
G. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Menurut Potter & Perry (2010), diagnosis keperawatan untuk klien dengan
perubahan suhu adalah:
1. Termoregulasi tidak efektif
2. Risiko termoregulasi tidak efektif
3. Hipertermia
4. Hipotermia
5. Risiko hipertermia perioperatif
H. Nursing Care Plan
Diagnosa Tujuan/ Kriteria Hasil
Intervensi (NIC)
Keperawatan (NOC)
Hipertermia Setelah diberikan asuhan NIC Label: Perawatan
keperawatan selama 1x24 Demam
jam diharapkan 1. Pantau suhu dan tanda-
hipertermia pasien tanda vital lainnya
berkurang dengan kriteria 2. Moitor warna kulit dan
hasil: suhu
NOC Label: 3. Monitor asupan dan
Termoregulasi keluaran (sadari perubahan
 Peningkatan suhu kulit kehilangan cairan yang
tidak ada (5) tidak dirasakan)
 Sakit kepala tidak ada 4. Beri obat atau cairan IV
(5) (missal: antipiretik)
 Dehidrasi tidak ada (5) 5. Lakukan Kompres dengan
NOC Label: Tanda- Air Hangat dan Tepid
Tanda Vital Water Sponge (Suntari,

 Suhu tubuh normal (5) Astini, & Sugiani, 2019)


 Tekanan nadi normal 6. Tutup pasien dengan
(5) selimut atau pakaian ringan
 Pernafasan normal (5) tergantung fase demam
 Tekanan darah normal (selimut hangat untuk fase
(5) dingin; pakaian ringan
untuk untuk demam dan
fase bergejolak/flush)
7. Dorong konsumsi cairan
8. Tingkatkan sirkulasi udara
pantau komplikasi yang
berhubungan dengan
demam (missal: kejang,
penurunan kesadaran,
status elektrolit abnormal,
ketidakseimbangan asam-
basa, aritmia jantung)
Hipotermia Setelah diberikan asuhan NIC Label: Perawatan
keperawatan selama 1x24 Hipotermia
jam diharapkan hipotermia 1. Monitor suhu pasien dan
berkurang dengan kriteria tanda-tanda vital lainnya
hasil: 2. Bebaskan pasien dari
NOC Label: lingkungan dan pakaian
Termoregulasi yang dingin dan basah
 Denyut nadi apical dan 3. Dorong pasien yang
radial tidak terganggu hipotermia mengonsumsi
(5) cairan hangat, makanan
 Penurunan suhu kulit tinggi karbo tanpa alcohol
tidak ada (5) dan kafein
NOC Label: Tanda- 4. Berikan pemanas pasif
Tanda Vital seperti selimut, penutup
 Suhu tubuh normal (5) kepala, dan pakaian hangat.
 Tekanan nadi normal 5. Berikan pemanas interal
(5) aktif atau pemanas inti
 Pernafasan normal (5) (missal: cairan IV yang

 Tekanan darah normal hangat, oksigen humidifier

(5) yang hangat,dll)


6. Identifikasi factor
medis,lingkungan, dan
lainnya yang memengaruhi
hipotermi (contoh:
penggunaan air dingin,
penyakit, status syok,
imobilisasi, cuaca,
medikasi, umur, malnutrisi,
DM, hipotiroid)
Termoregulasi Setelah diberikan asuhan NIC Label: Pengaturan
Tidak Efektif keperawatan selama 1x24 Suhu
jam diharapkan suhu tubuh 1. Monitor suhu setidaknya 2
pasien stabil dengan jam sekali sesuai
kriteria hasil: kebutuhan
NOC Label: 2. Monitor tekanan darah,
Termoregulasi nadi, dan respirasi sesuai
 Berkeringat saat panas kebutuhan
tidak terganggu (5) 3. Monitor warna kulit
 Menggigil saat dingin 4. Monitor dan laporkan
tidak terganggu (5) adanya tanda gejala
 Melaporkan hipertermia atau
kenyamanan suhu tidak hipotermia
terganggu (5) 5. Tingkatkan intake cairan
NOC Label: Tanda- dan nutrisi adekuat
Tanda Vital 6. Sesuaikan suhu
 Suhu tubuh normal (5) lingkungan untuk
 Tekanan nadi normal kebutuhan pasien
(5) 7. Kolaborasi pemberian obat

 Pernafasan normal (5) antipiretik sesuai

 Tekanan darah normal kebutuhan

(5) 8. Informasikan mengenai


indikasi adanya hipotermia
dan penanganan emergensi
yang tepat
9. Informasikan indikasi
adanya kelelahan akibat
panas dan penanganan
emergensi yang tepat

I. Intervensi Pemenuhan Kebutuhan Dasar (Implementasi)


Diagnose Keperawatan Implementasi
Hipertermia NIC Label: Perawatan Demam
1. Memantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
2. Memoitor warna kulit dan suhu
3. Memonitor asupan dan keluaran (sadari perubahan
kehilangan cairan yang tidak dirasakan)
4. Memberi obat atau cairan IV (missal: antipiretik)
5. Memberikan Kompres dengan Air Hangat dan
Tepid Water Sponge (Suntari, Astini, & Sugiani,
2019)
6. Menutup pasien dengan selimut atau pakaian
ringan tergantung fase demam (selimut hangat
untuk fase dingin; pakaian ringan untuk untuk
demam dan fase bergejolak/flush)
7. Mendorong konsumsi cairan
8. Meningkatkan sirkulasi udara pantau komplikasi
yang berhubungan dengan demam (missal: kejang,
penurunan kesadaran, status elektrolit abnormal,
ketidakseimbangan asam-basa, aritmia jantung)
Hipotermia NIC Label: Perawatan Hipotermia
1. Memonitor suhu pasien dan tanda-tanda vital
lainnya
2. Membebaskan pasien dari lingkungan dan pakaian
yang dingin dan basah
3. Mendorong pasien yang hipotermia mengonsumsi
cairan hangat, makanan tinggi karbo tanpa alcohol
dan kafein
4. Memberikan pemanas pasif seperti selimut,
penutup kepala, dan pakaian hangat.
5. Memberikan pemanas interal aktif atau pemanas
inti (missal: cairan IV yang hangat, oksigen
humidifier yang hangat,dll)
6. Mengidentifikasi factor medis,lingkungan, dan
lainnya yang memengaruhi hipotermi (contoh:
penggunaan air dingin, penyakit, status syok,
imobilisasi, cuaca, medikasi, umur, malnutrisi,
DM, hipotiroid)
Termoregulasi Tidak NIC Label: Pengaturan Suhu
Efektif 1. Memonitor suhu setidaknya 2 jam sekali sesuai
kebutuhan
2. Memonitor tekanan darah, nadi, dan respirasi
sesuai kebutuhan
3. Memonitor warna kulit
4. Memonitor dan laporkan adanya tanda gejala
hipertermia atau hipotermia
5. Meningkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat
6. Menyesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan
pasien
7. Mengolaborasikan pemberian obat antipiretik
sesuai kebutuhan
8. Menginformasikan mengenai indikasi adanya
hipotermia dan penanganan emergensi yang tepat
9. Menginformasikan indikasi adanya kelelahan
akibat panas dan penanganan emergensi yang tepat

J. Jurnal Pendukung
Jurnal ini berjudul Pengaturan Suhu Tubuh dengan Metode Tepid Water
Sponge dan Kompres Hangat pada Balita Demam, karya Suntari, Astini dan dan
Sugiani yang dipulikasikan oleh Jurnal Kesehatan volume 10 no 1. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas metode tepid water sponge dan
kompres hangat terhadap pengaturan suhu tubuh pada anak usia balita dengan demam.
Demam merupakan kondisi terjadinya kenaikan suhu tubuh hingga >37,50C.
Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan
non farmakologis maupun kombinasi keduanya. Kompres adalah salah satu tindakan
non farmakologis untuk menurunkan suhu tubuh bila anak mengalami demam. Ada
beberapa macam kompres yang bisa diberikan untuk menurunkan suhu tubuh yaitu
tepid water sponge dan kompres air hangat. Tepid water sponge merupakan alternatif
teknik kompres yang menggabungkan teknik blok dan seka, sedangkan kompres hangat
merupakan tindakan menurunkan suhu tubuh dengan menggunakan kain atau handuk
yang telah dicelupkan pada air hangat.
Jenis penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design dengan rancangan
Non-equivalent Control Group Design. Jumlah sampel pada masing-masing kelompok
yaitu 30 orang yang dipilih dengan teknik Consequtive Sampling.
Rata-rata suhu tubuh sebelum tindakan kompres tepid water sponge yaitu 38,5⁰C.
Rata-rata suhu tubuh sebelum tindakan kompres hangat yaitu 38,3⁰C. Rata-rata suhu
15 menit setelah tindakan kompres tepid water sponge yaitu 38⁰C dan rata-rata suhu
30 menit setelah tindakan kompres tepid water sponge yaitu 37,5⁰C. Rata-rata suhu 15
menit setelah tindakan kompres hangat yaitu 38⁰C dan rata-rata suhu 30 menit setelah
tindakan kompres hangat yaitu 37,8⁰C. Terdapat perbedaan suhu tubuh sebelum dan
setelah pemberian tindakan kompres tepid water sponge dan kompres hangat. Kompres
hangat memberikan penurunan suhu tubuh sebesar 0,54⁰C atau dibulatkan menjadi
0,5⁰C, sedangkan kompres tepid water sponge memberikan penurunan suhu tubuh
sebesar 0,993⁰C atau dibulatkan menjadi 1⁰C.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G., M., Butcher, H., K., Dochterman J., M. Wagner, C., M. (2013). Nursing
Intervention Calssification (NIC), 6th edition. UK: Elsevier
Crossman, A., R., Neary, D. (2015). Neuroanatomi. Singapore: Elsevier
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th edition. UK: Elsevier
Nanda International, Inc. (2018). Nursing Diagnoses: Definitions and Classification
2018-2020 8th editions. New York: Tieme
Potter, P., A., Perry, A., G. (2010). Fundamental Of Nursing 7th edition: Fundamental
Keperawatan Buku 2 Edisi 7. Singapore: Elsevier
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Suntari, N., L., P., Y., Astini, P., S., N., Sugiani, N., M., D. (2019). Pengaturan Suhu
Tubuh dengan Metode Tepid Water Sponge dan Kompres Hangat pada Balita
Demam. Jurnal Kesehatan, 10(1). ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695
(Online)
Jurnal Kesehatan
Volume 10, Nomor 1, April 2019
ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online)
http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK

Pengaturan Suhu Tubuh dengan Metode Tepid Water Sponge


dan Kompres Hangat pada Balita Demam

NLP Yunianti Suntari C1, Putu Susy Natha Astini2, Ni Made Desi Sugiani3
1,2,3
Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan Denpasar, Indonesia
Email: yuni.suntari@yahoo.com

Abstract: Control The Body Temperature with Tepid Water Sponge and Warm Compress
Method for Children Under Five Years having a Fever. Fever is a condition of an increase in
body temperature. High fever can cause many complications. The purpose of this research was to
know the difference of effectiveness of tepid water sponge and warm compress method to control
the body in children under five years having a fever. This research was used quasi-experimental
design and non-equivalent control group design. The number of samples in each group was 30
people selected by consecutive sampling technique. The result of the average temperature drop in
the tepid water sponge group was 0.9930C, while the average temperature drop in the warm
compress group was 0,540C. The result of this research was used paired-samples t-test and
independent-samples t-test and obtained p-value=0,0001 (p<0,05). There was a difference of
effectiveness of tepid water sponge and warm compress method to control the body temperature in
children under five years with fever at Puskesmas Abiansemal I and Puskesmas Mengwi I Year
2018.

Keywords: Compress, Fever, Tepid water sponge

Abstrak: Pengaturan Suhu Tubuh dengan Metode Tepid Water Sponge dan Kompres Hangat
pada Balita Demam. Demam merupakan kondisi terjadinya kenaikan suhu tubuh. Demam tinggi
dapat menimbulkan banyak komplikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
efektivitas metode tepid water sponge dan kompres hangat terhadap pengaturan suhu tubuh pada
anak usia balita dengan demam. Jenis penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design
dengan rancangan Non-equivalent Control Group Design. Jumlah sampel pada masing-masing
kelompok yaitu 30 orang yang dipilih dengan teknik Consequtive Sampling. Hasil analisis rata-rata
penurunan suhu pada kelompok tepid water sponge yaitu 0,9930C, sedangkan pada kelompok
kompres hangat yaitu 0,540C. Hasil penelitian diuji dengan paired-samples t-test dan independent-
samples t-test didapatkan hasil p=0,0001 (p<0,05). Ada perbedaan efektivitas metode tepid water
sponge dan kompres hangat terhadap pengaturan suhu tubuh pada anak usia balita dengan demam.

Kata kunci: Kompres, Demam, Tepid water sponge

PENDAHULUAN dengue, ISPA, penyakit paru, demam thypoid,


dan parathypoid. Penyakit tersebut merupakan
Demam merupakan kondisi terjadinya bagian dari pola sepuluh besar penyakit pada
kenaikan suhu tubuh hingga >37,50C. Ikatan pasien di Puskesmas dan RSU Bali (Dinas
Dokter Anak Indonesia menetapkan suhu tubuh Kesehatan Provinsi Bali, 2016). Pada tahun 2015
normal untuk anak berkisar antara 36,5oC sampai kasus demam berdarah dengue berjumlah 10.704
37,5oC (Setiawati, 2009). Pada demam tinggi kasus, meningkat pada tahun 2016 berjumlah
dapat terjadi alkalosis respiratorik, asidosis 21.668 kasus, dan mengalami penurunan pada
metabolik, kerusakan hati, kelainan EKG, dan tahun 2017 berjumlah 3.986 kasus (Dinas
berkurangnya aliran darah otak. Dampak lain Kesehatan Provinsi Bali). Badung merupakan
yang dapat ditimbulkan jika demam tidak kabupaten di Bali dengan jumlah kasus demam
ditangani maka akan dapat menyebabkan tertinggi ketiga pada tahun 2017. Kasus demam
kerusakan otak, hiperpireksia yang akan di Puskesmas Abiansemal I Badung tahun 2017
menyebabkan syok, epilepsi, retardasi mental sebanyak 861 kasus, sedangkan di Puskesmas
atau ketidakmampuan belajar (Ganong, 2002). Mengwi I Gianyar tahun 2017 sebanyak 955
Di Bali, penyakit yang didahului dengan kasus.
demam yang sering terjadi yaitu demam berdarah

10
Suntari, Pengaturan Suhu Tubuh dengan Metode Tepid Water Sponge dan Kompres Hangat … 11

Penanganan terhadap demam dapat METODE


dilakukan dengan tindakan farmakologis,
tindakan non farmakologis maupun kombinasi Penelitian ini merupakan penelitian
keduanya. Tindakan farmakologis yaitu kuantitatif dengan jenis penelitian quasi-
memberikan obat antipiretik (Kania, 2007). eksperimental design dengan rancangan Non-
Tindakan non farmakologis yaitu tindakan equivalent Control Group Design. Penelitian ini
tambahan dalam menurunkan panas yang menggunakan jumlah sampel yaitu 60 orang (30
dilakukan setelah pemberian obat antipiretik orang untuk kelompok perlakuan dan 30 orang
(Kania, 2007). Kompres adalah salah satu untuk kelompok kontrol). Kelompok perlakuan
tindakan non farmakologis untuk menurunkan diberikan tindakan kompres tepid water sponge
suhu tubuh bila anak mengalami demam. Ada yang dilakukan di Puskesmas Abiansemal I,
beberapa macam kompres yang bisa diberikan sedangkan kelompok kontrol diberikan tindakan
untuk menurunkan suhu tubuh yaitu tepid water kompres hangat yang dilakukan di Puskesmas
sponge dan kompres air hangat (Dewi, 2016). Mengwi I. Pengukuran suhu dilakukan 3 kali
Tepid water sponge merupakan alternatif teknik yaitu sebelum dilakukan tindakan, 15 menit
kompres yang menggabungkan teknik blok dan setelah tindakan, dan 30 menit setelah tindakan.
seka (Efendi, 2012). Kompres hangat merupakan Teknik pengambilan sampel yang digunakan
tindakan menurunkan suhu tubuh dengan adalah dengan non-probability sampling yaitu
menggunakan kain atau handuk yang telah consecutive sampling. Consecutive sampling yaitu
dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan teknik pengambilan sampel yang berdasarkan pada
pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat waktu penelitian (Sugiyono, 2015).
memberikan rasa nyaman (Wardiyah, 2016). Analisa data diawali dengan analisa
Berdasarkan hasil penelitian Dede univariat untuk mendapatkan informasi sebaran
Mahdiyah, Topan Aditya Rahman, Aulia Dewi data pada kedua kelompok. Baik itu hasil mean
Lestari didapatkan kesimpulan bahwa kompres (rata-rata), nilai median (nilai tengah), nilai
air hangat lebih efektif dibandingkan plester modus (suhu terbanyak yang muncul), suhu
kompres dengan hasil nilai rata-rata suhu tubuh minimum dan suhu maksimum.
sebelum kompres hangat 38,14˚C dan plester Berikutnya analisis bivariat. Analisis
kompres 38,02˚C. Selisih suhu tubuh setelah bivariat bertujuan untuk mengetahui perbedaan
dilakukan kompres hangat yaitu 1,10 dan plester suhu sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
kompres yaitu 0,42 (Mahdiyah, 2015). Adapun kompres tepid water sponge dan kompres hangat,
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh S serta untuk mengetahui perbedaan efektivitas
Thomas, C Vijaykumar, R Naik, Pd Moses, dan B pengaturan suhu tubuh menggunakan kompres
Antonisamy didapatkan hasil bahwa penggunaan tepid water sponge dan kompres hangat. Data
metode tepid sponging dan antipiretik dapat yang diuji secara bivariat dalam penelitian ini
menurunkan suhu tubuh lebih cepat dibandingkan adalah suhu sebelum tindakan dan suhu 30 menit
hanya menggunakan antipiretik saja (Thomas, setelah tindakan, serta nilai perubahan suhu
2009). Hasil serupa juga didapatkan pada penelitian dengan menggunakan kompres hangat dan
yang dilakukan oleh João Guilherme Bezerra kompres tepid water sponge. Diawali dengan
Alves; Natália Dornelas Câmara Marques de memenuhi uji prasyarat analisis, didapat data
Almeida; Camila Dornelas Câmara Marques de berdistribusi normal sehingga uji yang digunakan
Almeida bahwa tepid sponge lebih efektif 15 menit yaitu paired-samples t test (untuk mengetahui
pertama dibandingkan jika hanya diberikan obat perbedaan suhu sebelum dan sesudah dilakukan
dypirone saja (Alves, 2008). tindakan kompres tepid water sponge dan
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik kompres hangat) dan independent-samples t test
melakukan penelitian tentang “Efektivitas Metode (untuk mengetahui perbedaan efektivitas
Tepid Water Sponge dan Kompres Hangat pengaturan suhu tubuh menggunakan kompres
Terhadap Pengaturan Suhu Tubuh pada Anak Usia tepid water sponge dan kompres hangat).
Balita dengan Demam di Puskesmas Abiansemal I
dan Puskesmas Mengwi I”. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas HASIL
metode tepid water sponge dan kompres hangat
terhadap pengaturan suhu tubuh pada anak usia Variabel yang diukur dalam penelitian ini
balita dengan demam di Puskesmas Abiansemal I adalah suhu sebelum tindakan, suhu 15 menit
dan Puskesmas Mengwi I. setelah tindakan, dan suhu 30 menit setelah
tindakan, serta dilakukan pengukuran untuk
12 Jurnal Kesehatan, Volume 10, Nomor 1, April 2019, hlm 10-16

mengetahui karakteristik subyek penelitian. Hasil Tabel 4 menunjukkan hasil mean (rata-
penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : rata) suhu tubuh 15 menit setelah dilakukan
tindakan yaitu 38,110C.
Tabel 1. Karakteristik Responden berdasarkan
Usia dan Jenis Kelamin pada Tabel 5. Hasil Analisis Suhu Tubuh Responden
Kelompok Tepid Water Sponge 30 Menit Setelah Tindakan Kompres
Karakteristik f % Tepid Water Sponge
Usia (Tahun) Variabel Mean n
1-2 17 56,67 Suhu 30 menit
37,61 30
2-3 5 16,67 setelah tindakan
3-4 3 10
4-5 5 16,67 Tabel 5 menunjukkan hasil mean (rata-
Jenis Kelamin rata) suhu tubuh 30 menit setelah dilakukan
Laki-laki 21 70 tindakan yaitu 37,610C atau dibulatkan menjadi
Perempuan 9 30
37,60C
Tabel 1 menunjukkan bahwa usia subjek Tabel 6. Hasil Analisis Suhu Tubuh Responden
penelitian sebagian besar berada pada rentang Sebelum Tindakan Kompres Hangat
usia 1-2 tahun yaitu sebanyak 17 orang (56,67%) Variabel Mean n
dan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki Suhu sebelum
38,38 30
yaitu sebanyak 21 orang (70%). tindakan

Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan hasil mean (rata-


Usia dan Jenis Kelamin pada rata) suhu tubuh sebelum dilakukan tindakan
Kelompok Kompres Hangat yaitu 38,380C.
Karakteristik f %
Usia (Tahun) Tabel 7. Hasil Analisis Suhu Tubuh
1-2 19 63,3
Responden 15 Menit Setelah
2-3 5 16,7
3-4 6 20 Tindakan Kompres Hangat
4-5 0 0 Variabel Mean n
Jenis Kelamin Suhu 15 menit
38,10 30
Laki-laki 18 60 setelah tindakan
Perempuan 12 40
Tabel 7 menunjukkan hasil mean (rata-
Tabel 2 menunjukkan bahwa usia subjek rata) suhu tubuh setelah dilakukan tindakan yaitu
penelitian sebagian besar berada pada rentang 38,100C atau dibulatkan menjadi 380C
usia 1-2 tahun yaitu sebanyak 19 orang (63,3%) Tabel 8. Hasil Analisis Suhu Tubuh Responden
dan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki 30 Menit Setelah Tindakan Kompres
yaitu sebanyak 18 orang (60%). Hangat
Tabel 3. Hasil Analisis Suhu Tubuh Responden Variabel Mean n
Suhu 30 menit
Sebelum Tindakan Kompres Tepid 37,84 30
setelah tindakan
Water Sponge
Variabel Mean n
Suhu sebelum Tabel 8 menunjukkan hasil mean (rata-
38,61 30 rata) suhu tubuh 30 menit setelah dilakukan
tindakan
tindakan yaitu 37,840C atau dibulatkan menjadi
Tabel 3 menunjukkan hasil mean (rata- 37,80C.
rata) suhu tubuh sebelum dilakukan tindakan Tabel 9. Hasil Analisis Suhu Tubuh Responden
yaitu 38,610C atau dibulatkan menjadi 38,60C Sebelum dan Setelah Tindakan
Kompres Tepid Water Sponge dengan
Tabel 4. Hasil Analisis Suhu Tubuh Responden uji Paired-Samples T Test
15 Menit Setelah Tindakan Kompres Variabel Mean p-value n
Tepid Water Sponge Suhu sebelum
Variabel Mean n 38,61
tindakan
Suhu 15 menit 0,0001 30
38,11 30 Suhu 30 menit
setelah tindakan 37,6167
setelah tindakan
Suntari, Pengaturan Suhu Tubuh dengan Metode Tepid Water Sponge dan Kompres Hangat … 13

Tabel 9 menunjukkan hasil uji hipotesis PEMBAHASAN


didapat nilai signifikan p=0,0001 (p<0,05) berarti
hipotesis ditolak, artinya terdapat perbedaan suhu Anak usia di bawah lima tahun (balita)
tubuh yang bermakna antara sebelum dan setelah merupakan kelompok yang rentan terhadap
dilakukan tindakan kompres tepid water sponge. gangguan kesehatan sehingga membutuhkan
perhatian dan pemantauan secara khusus terhadap
Tabel 10. Hasil Analisis Suhu Tubuh status kesehatan (Noviyanti, 2010). Kondisi anak
Responden Sebelum dan Setelah dari sehat menjadi sakit mengakibatkan tubuh
Tindakan Kompres Hangat dengan bereaksi untuk meningkatkan suhu yang disebut
uji Paired-Samples T Test sebagai demam (Hamid, 2011). Ikatan Dokter
Variabel Mean p-value n Anak Indonesia menetapkan suhu tubuh normal
Suhu sebelum
38,3833 untuk anak berkisar antara 36,5oC sampai 37,5oC.
tindakan Demam merupakan kondisi terjadinya kenaikan
0,0001 20
Suhu 30 menit
37,8433 suhu tubuh hingga >37,50C (Setiawati, 2009).
setelah tindakan Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan
termometer air raksa karena termometer tersebut
Tabel 10 menunjukkan hasil uji hipotesis tidak bergantung pada sumber energi apapun
didapat nilai signifikan p=0,0001 (p<0,05) berarti sehingga pengukuran dengan cara yang benar akan
hipotesis ditolak, artinya terdapat perbedaan suhu selalu sama ketepatannya (Handy, 2016).
tubuh yang bermakna antara sebelum dan setelah Kompres adalah salah satu tindakan non
dilakukan tindakan kompres hangat. farmakologis untuk menurunkan suhu tubuh bila
anak mengalami demam. Ada beberapa macam
Tabel 11. Hasil Analisis Efektivitas Pengaturan kompres yang bisa diberikan untuk menurunkan
Suhu Tubuh dengan Kompres Tepid suhu tubuh yaitu tepid water sponge dan kompres
Water Sponge dan Kompres Hangat air hangat (Dewi, 2016).
dengan menggunakan uji Studi pada kelompok tepid water sponge
Independent Samples T Test didapatkan hasil terjadi penurunan rata-rata suhu
Variabel Mean p value n setelah dilakukan tindakan. Rata-rata suhu tubuh
Perbedaan suhu kompres sebelum tindakan yaitu 38,610C atau dibulatkan
0,993
tepid water sponge
0,0001 30 menjadi 38,60C dan rata-rata suhu 30 menit
Perbedaan suhu kompres
0,540 setelah dilakukan tindakan kompres tepid water
hangat
sponge yaitu 37,610C atau dibulatkan menjadi
Tabel 11 menunjukkan hasil uji hipotesis 37,60C.
didapat nilai signifikan p=0,0001 (p<0,05) berarti Hasil penelitian ini menyatakan terjadi
hipotesis ditolak, artinya terdapat perbedaan penurunan rata-rata setelah dilakukan tindakan
efektivitas pengaturan suhu tubuh dengan metode kompres tepid water sponge, senada dengan hasil
kompres hangat dan kompres tepid water sponge. penelitian Bartolomeus Maling yang menyatakan
Kompres hangat memberikan penurunan suhu ada pengaruh kompres tepid water sponge
tubuh sebesar 0,540C atau dibulatkan menjadi terhadap penurunan suhu tubuh anak usia 1-10
0,50C, sedangkan kompres tepid water sponge tahun yang mengalami demam (Maling, 2012).
memberikan penurunan suhu tubuh sebesar Hasil penelitian ini diperkuat dengan kesimpulan
0,9930C atau dibulatkan menjadi 10C. dari penelitian Siti Haryani, Eka Adimayanti,
Masing-masing responden dilakukan Ana Puji Astuti yang menyatakan kompres tepid
pengukuran suhu tubuh sebelum diberikan tindakan water sponge berpengaruh pada penurunan suhu
kompres hangat dan kompres tepid water sponge. tubuh (Haryani, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian pada kelompok Hal tersebut senada dengan penelitian yang
kompres tepid water sponge diperoleh rata-rata dilakukan oleh João Guilherme Bezerra Alves;
suhu tubuh sebelum tindakan dari 30 responden Natália Dornelas Câmara Marques de Almeida;
yaitu sebesar 38,610C atau jika dibulatkan menjadi Camila Dornelas Câmara Marques de Almeida
38,60C dengan suhu minimum yaitu 37,80C dan bahwa tepid sponge lebih efektif 15 menit
suhu maksimum yaitu 39,50C. Hasil penelitian pertama dibandingkan jika hanya diberikan obat
pada kelompok kompres air hangat diperoleh dypirone saja (Alves, 2008).
rata-rata suhu tubuh sebelum tindakan dari 30 Teknik tepid water sponge berpengaruh
responden yaitu sebesar 38,380C atau jika terhadap penurunan suhu tubuh karena kompres
dibulatkan menjadi 38,40C, dengan suhu blok langsung dilakukan di beberapa tempat yang
minimum yaitu 37,70C dan suhu maksimum yaitu memiliki pembuluh darah besar, sehingga
39,20C. mengakibatkan peningkatan sirkulasi serta
14 Jurnal Kesehatan, Volume 10, Nomor 1, April 2019, hlm 10-16

peningkatan tekanan kapiler. Tekanan O2 dan Setelah 15 menit dilakukan tindakan


CO2 dalam darah akan meningkat dan pH dalam kompres tepid water sponge dan kompres hangat,
darah turun (Hamid, 2011). Tepid water sponge suhu kembali diukur dengan menggunakan
juga dilakukan dengan cara menyeka seluruh termometer air raksa. Berdasarkan hasil
tubuh klien dengan air hangat (Kusnanto, 2008). penelitian diperoleh rata-rata suhu 15 menit
Teknik kompres tepid water sponge dapat setelah tindakan pada kelompok tepid water
mempercepat vasodilatasi pembuluh darah sponge yaitu sebesar 38,110C atau dibulatkan
perifer di seluruh tubuh sehingga pengeluaran menjadi 38,10C, dengan suhu minimum yaitu
panas dari tubuh melalui kulit lebih cepat 37,40C dan suhu maksimum yaitu 390C. Hasil
dibandingkan teknik kompres air hangat yang penelitian pada kelompok kompres hangat
hanya pada daerah tertentu. Teknik kompres diperoleh rata-rata suhu 15 menit setelah
tepid water sponge lebih cepat memberikan tindakan yaitu sebesar 38,030C atau jika
rangsangan atau sinyal ke hipotalamus melalui dibulatkan menjadi 380C dengan suhu minimum
sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang yaitu 37,40C dan suhu maksimum yaitu 390C.
peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, Hasil penelitian tersebut senada dengan
sistem efektor mengeluarkan sinyal melalui hasil penelitian Arie Kusumo Dewi yang
berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan menyatakan ada perbedaan yang signifikan antara
pembuluh darah diatur oleh pusat vasometer suhu sebelum tindakan dan suhu setelah
pada medulla oblongata dari tangkai otak di dilakukan kompres air hangat dan tepid sponge
bawah pengaruh hipotalamus bagian anterior bath, serta ada perbedaan penurunan suhu tubuh
sehingga terjadi vasodilatasi. Dengan terjadinya antara pemberian kompres air hangat dan tepid
vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan atau sponge bath pada anak demam (Dewi, 2016).
kehilangan energi panas melalui kulit Berdasarkan hasil penelitian pada
meningkat (yang ditandai dengan tubuh kelompok tepid water sponge didapatkan rata-
mengeluarkan keringat), kemudian suhu tubuh rata penurunan suhu tubuh sebesar 0,990C atau
dapat menurun atau normal (Potter, 2005). dibulatkan menjadi 10C, sedangkan rata-rata
Hasil penelitian pada kelompok kompres penurunan suhu tubuh pada kelompok kompres
hangat juga didapatkan hasil terjadi penurunan hangat yaitu sebesar 0,50C.
rata-rata suhu setelah dilakukan tindakan. Rata- Penelitian serupa mengenai efektifitas
rata suhu tubuh sebelum dilakukan tindakan yaitu tepid water sponge dan kompres hangat, juga
38,380C atau dibulatkan menjadi 38,40C dan rata- dilakukan oleh Aryanti Wardiyah, Setiawati, Umi
rata suhu 30 menit setelah dilakukan tindakan Romayati. Didapatkan hasil bahwa metode tepid
kompres hangat yaitu 37,8430C atau dibulatkan water sponge lebih efektif dibandingkan kompres
menjadi 37,80C. hangat dalam membantu menurunkan suhu tubuh
Kompres air hangat dapat menurunkan anak, dimana dengan metode tepid water sponge
suhu tubuh melalui proses evaporasi. Dengan rata-rata penurunan suhu sebesar 0,80C.
kompres air hangat menyebabkan suhu tubuh di Sedangkan dengan kompres hangat rata-rata
luar akan hangat sehingga tubuh akan penurunan suhu sebesar 0,50C (Wardiyah, 2016).
menginterpretasikan bahwa suhu di luar cukup Hasil tersebut senada dengan hasil penelitian
panas, akhirnya tubuh akan menurunkan kontrol Memed Isneini, Irdawati, Agustaria, dimana
pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan didapatkan hasil rata-rata penurunan suhu tubuh
suhu pengatur tubuh, dengan suhu di luar hangat dengan metode tepid water sponge sebesar 0,50C
akan membuat pembuluh darah tepi di kulit dan rata-rata penurunan suhu tubuh dengan
melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga kompres hangat sebesar 0,20C (Isneini, 2014).
pori-pori kulit akan membuka dan mempermudah Tepid water sponge merupakan alternatif
pengeluaran panas sehingga akan terjadi teknik kompres yang menggabungkan teknik
penurunan suhu tubuh (Dewi, 2016). Senada blok dan seka (Efendi, 2012). Kompres hangat
dengan hasil penelitian Aminatul Fatayati yang merupakan tindakan menurunkan suhu tubuh
menyatakan ada pengaruh kompres hangat dengan menggunakan kain atau handuk yang
terhadap penurunan suhu tubuh pada balita telah dicelupkan pada air hangat, yang
demam (Fatayati, 2010). ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga
Mekanisme kerja dari tepid water dapat memberikan rasa nyaman (Wardiyah,
sponge sama dengan kompres hangat pada 2016).
umumnya, namun dengan teknik yang sedikit Memberikan kompres pada anak-anak
dimodifikasi yaitu dengan menggabungkan yang mengalami demam adalah hal yang terbiasa
teknik blok dan seka (Efendi, 2012). dilakukan orang tua pada anak-anak mereka.
Ketika anak demam, tentu diperlukan tindakan
Suntari, Pengaturan Suhu Tubuh dengan Metode Tepid Water Sponge dan Kompres Hangat … 15

yang dapat membantu proses penurunan suhu pemberian tindakan. Mencermati hasil yang
tubuhnya. Dari penelitian di atas dapat diketahui diberikan dari metode tepid water sponge ini,
keunggulan metode tepid water sponge. seyogyanya menjadi masukan bagi pemberian
Pengetahuan ini akan menjadi sangat berarti bagi asuhan keperawatan di fasilitas layanan
orang tua, untuk mengatasi anak mereka yang kesehatan dalam menangani demam pada anak,
sedang mengalami demam. balita khususnya.
Pemberian tindakan pada metode tepid Berdasarkan penelitian ini, dapat
water sponge, pada langkah awal, hampir sama disimpulkan bahwa metode tepid water sponge
dengan pemberian kompres hangat. Diawali lebih efektif digunakan dalam mempercepat
dengan mengompres pada lima titik (leher, 2 penurunan suhu tubuh dibandingkan kompres
ketiak, dan 2 pangkal paha). Kemudian hangat.
dilanjutkan dengan menyeka bagian perut dan Penelitian ini masih memiliki banyak
dada, atau seluruh badan dengan air hangat kekurangan, baik yang disebabkan oleh
menggunakan kain atau handuk kecil. Basahi keterbatasan penulis sendiri dari segi waktu
kembali kain, ketika sudah kering. maupun kondisi. Pada penelitian selanjutnya,
Metode tepid water sponge bekerja dengan tentu dengan jumlah sampel yang lebih besar,
memperlebar (vasodilatasi) pembuluh darah akan dapat memberikan informasi yang lebih
perifer di seluruh tubuh. Ini menyebabkan lengkap.
evaporasi dan konduksi panas dari kulit ke
lingkungan sekitar akan lebih cepat. Jika
dibandingkan dengan kompres hangat yang SIMPULAN
menurunkan panas dengan mengandalkan reaksi
dari rangsangan hipotalamus. Rata-rata suhu tubuh sebelum tindakan
Perawat di tatanan layanan kesehatan, baik kompres tepid water sponge yaitu 38,50C. Rata-
di puskesmas, rumah sakit, dapat mengajarkan rata suhu tubuh sebelum tindakan kompres
hal ini pada setiap orang tua yang anaknya hangat yaitu 38,30C.
dirawat dengan demam. Harapannya para orang Rata-rata suhu 15 menit setelah tindakan
tua dapat menangani dengan segera ketika kompres tepid water sponge yaitu 380C dan rata-
dihadapkan pada masalah kenaikan suhu tubuh rata suhu 30 menit setelah tindakan kompres
anak. Tentu upaya penanggulangan yang cepat tepid water sponge yaitu 37,50C. Rata-rata suhu
akan dapat membantu proses pemulihan dan 15 menit setelah tindakan kompres hangat yaitu
mengurangi kemungkinan cedera lebih lanjut. 380C dan rata-rata suhu 30 menit setelah tindakan
Cara ini dapat dikatakan sangat sederhana kompres hangat yaitu 37,80C.
dengan hasil yang baik sekali, serta dapat Terdapat perbedaan suhu tubuh sebelum
dilakukan dengan mudah oleh orang tua di dan setelah pemberian tindakan kompres tepid
rumah. Perawat sebagai educator bagi pasien water sponge dan kompres hangat dengan hasil
anak dan keluarga, memiliki peran yang sangat uji statistik yaitu nilai signifikan p=0,000 yang
penting dalam proses pembelajaran orang tua ini. berarti p<0,05 maka Ho ditolak.
Apalagi demam pada anak-anak di bawah usia Terdapat perbedaan efektivitas pengaturan
lima tahun, adalah hal yang perlu mendapat suhu tubuh dengan metode kompres tepid water
penanganan serius. Kita ketahui demam pada sponge dan kompres hangat. Hasil uji statistik
anak balita, berbeda pada demam anak usia lebih yaitu nilai signifikan (p)=0,000 yang berarti
tua, apalagi orang dewasa. Demam tinggi pada p<0,05 maka H0 ditolak. Kompres hangat
balita, dapat mengalami komplikasi yang lain, memberikan penurunan suhu tubuh sebesar
seperti kejang. 0,540C atau dibulatkan menjadi 0,50C, sedangkan
Tentu ada beberapa hal yang menjadi kompres tepid water sponge memberikan
catatan perawat, ketika melaksanakan dan penurunan suhu tubuh sebesar 0,9930C atau
mengajarkan metode tepid water sponge ini. dibulatkan menjadi 10C.
Seperti keadaan umum anak, respon anak selama

DAFTAR PUSTAKA

Alves, J. G. B., Almeida, N. D. C. M. de and reducing body temperature in febrile


Camila Dornelas Câmara Marques de children. Sao Paulo Medical Journal,
Almeida. (2008). Tepid sponging plus 126(2), pp. 107–111. doi: 10.1590/S1516-
dipyrone versus dipyrone alone for 31802008000200008.
16 Jurnal Kesehatan, Volume 10, Nomor 1, April 2019, hlm 10-16

Dewi, A. K. (2016). Perbedaan Penurunan Suhu Anak. Bandung: Pustaka UNPAD.


Tubuh antara Pemberian Kompres Hangat Kusnanto, Widyawati, I. Y. dan Cahyanti, I. S.
dengan Tepid Sponge Bath pada Anak (2008). Efektifitas Tepid Sponge Bath
Demam. Jurnal Keperawatan Suhu 320C dan 370C Dalam Menurunkan
Muhammadiyah, 1(1):63-71. Suhu Tubuh Anak Demam. Jurnal Ners.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2016). Profil 3(1) : 1–7.
Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2016. Mahdiyah, D., & RAHMAN, R. T. A. (2015).
http://www.diskes.baliprov.go.id/files/subd Perbedaan Efektifitas Kompres Hangat
omain/diskes/September Basah Dan Plester Kompres Terhadap
2017/Profil_Kesehatan_Bali_2016.pdf. Penuruan Suhu Tubuh Anak Demam
diakses tanggal 15 November 2017 Typhoid. DINAMIKA KESEHATAN
Efendi, D. (2012). Perbedaan Efektifitas JURNAL KEBIDANAN DAN
Kompres Hangat Teknik Blok Aksila KEPERAWATAN, 6(1), 35-47.
Dengan Kompres Hangat Tepid Sponge Maling, B. (2012). Pengaruh Kompres Tepid
Terhadap Penurunan Suhu Pada Anak Sponge Hangat Terhadap Penurunan Suhu
Dengan Demam Di Ruang Anak RSUD. Tubuh Pada Anak Umur 1-10 Tahun
Dr. Soebandi Jember dan Dr. H. Koesnadi Dengan Hipertermia (Studi Kasus Di
Bondowoso. The Indonesian Journal Of RSUD Tugurejo Semarang). Karya Ilmiah,
Health Science, 3(1):50-59. S.1 Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu
Fatayati, A. (2010). Pengaruh Pemberian Kompres Kesehatan Telogorejo.
Hangat Terhadap Penurunan Suhu Badan Noviyanti, R. D. dan Sarbini, D. (2010).
Pada Balita Dengan Demam Di RS PKU Hubungan Status Gizi Dengan Status
Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2010. Imunitas Anak Balita Di RW VII
(Karya Tulis Ilmiah, Universitas „Aisyiyah Kelurahan Sewu, Kecamatan Jebres, Kota
Yogyakarta). Surakarta. Jurnal Kesehatan. 3(1) : 58–65.
Ganong, W. F. (2002). Fisiologi Kedokteran. Potter, Patricia A & Perry, A. G. (2005). Buku
Jakarta: EGC. Ajar Fundamental Keperawatan. 4th edn.
Hamid, M. A. (2011). Keefektifan Kompres Tepid Jakarta: EGC.
Sponge Yang Ilakukan Ibu Dalam Sugiyono. (2015). Metode Penelitian, Kuantitatif,
Menurunkan Demam Padaanak: Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Randomized Control Trial Di Puskesmas Setiawati, T. (2009). Pengaruh tepid sponge
Mumbulsari Kabupaten Jember. (Tesis, terhadap penurunan suhu tubuh dan
Universitas Sebelas Maret). kenyamanan pada anak usia pra sekolah dan
Handy, F. (2016). A-Z Penyakit Langganan sekolah yang mengalai demam di ruang
Anak. 1st edn. Jakarta: Pustaka Bunda. perawatan anak Rumah Sakit
Haryani, S., Adimayanti, E. dan Astuti, A. P. Muhammadiyah Bandung. (Tesis, Fakultas
(2018). Pengaruh Tepid Sponge terhadap Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.).
Penurunan Suhu Tubuh pada Anak Pra Thomas, S. et al. (2009). Comparative
Sekolah yang Mengalami Demam di effectiveness of tepid sponging and
RSUD Ungaran. Jurnal Keperawatan dan antipyretic drug versus only antipyretic
Kesehatan Masyarakat Cendekia drug in the management of fever among
Utama, 7(1), 44-53. children: A randomized controlled trial.
Isneini, M., Irdawati dan Agustaria. (2014). Indian pediatrics. 46:133-136.
Efektifitas Penurunan Suhu Tubuh Antara Wardiyah, A., Setiawati dan Romayati, U.
Kompres Hangat dan Water Tepid Sponge (2016). Perbandingan Efektifitas
Pada Pasien Anak Usia 6 Bulan - 3 Tahun Pemberian Kompres Hangat Dan Tepid
Dengan Demam Di Puskesmas Kartasura Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh
Sukuharjo. (Skripsi, Fakultass Ilmu Anak Yang Mengalami Demam Di Ruang
Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Alamanda RSUD Dr . H . Abdul Moeloek
Surakarta). http://eprints.ums.ac.id/32263/ Provinsi Lampung Tahun 2015. Holistik
Kania, N. (2007). Penatalaksanaan Demam Pada Jurnal Kesehatan. 10(1): 36-44.

Anda mungkin juga menyukai