Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

TERMOREGULASI

A. Definisi
Thermoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat
dipertahankan secara konstan. Keseimbangan suhu tubuh diregulasi oleh
mekanisme fisiologis dan perilaku. Agar suhu tubuh tetap konstan dan berada
dalam batasan normal, hubungan antara produksi panas dan pengeluaran panas
harus dipertahankan. (Mubarak, Indrawati dan Susanto, 2015 : 62)
Termoregulasi adalah mekanisme fisiologi dan perilaku mangatur
keseimbangan antara panas yang hilang dan panas yang dihasilkan. Mekanisme
tubuh harus mempertahankan hubungan antara produksi panas dan kehilangan
panas agar suhu tubuh tetap konstan dan normal. Hubungan ini diatur oleh
mekanisme neurologis dan kardiovaskular. (Potter dan Perry, 2010 : 164)

B. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi
Menurut Pearce (2012 : 290-292), kulit menutupi dan melindungi
permukaan tubuh, serta bersambung dengan selaput lendir yang melapisi
rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit yang di dalamnya terdapat
ujung saraf peraba mempunyai banyak fungsi, antara lain membantu mengatur
suhu dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh dan mempunyai sedikit
kemampuan ekskretori, sekretori, dan absorpsi.
Kulit dibagi menjadi dua lapisan :
a. Epidermis atau kutikula
Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah lapisan
sel yang tersusun atas dua lapis yang jelas tampak: selapis lapisan tanduk
dan selapis zona germinalis. Bagian-bagian epidermis dapat dilihat dengan
mikroskop.
Lapisan Epidermal adalah lapisan tanduk terletak paling luar, tersusun atas
tiga lapisan sel yang membentuk epidermis, antara lain :
1) Stratum korneum, yaitu selnya tipis, datar, seperti sisik dan terus-
menerus dilepaskan.
2) Stratum lusidum, yaitu selnya mempunyai batas tegas tetapi tidak ada
intinya.
3) Stratum granulosum, yaitu selapis sel yang jelas tampak berisi inti dan
granulosum.
4) Zona germinalis, terletak dibawah lapisan tanduk dan terdiri atas dua
lapisan epitel yang berbentuk tegas.
5) Sel berduri, yaitu sel yang dengan fibril halus yang menyambung sel
yang satu dengan yang lainnya di dalam lapisan ini, sehingga setiap
sel seakan-akan berduri.
6) Sel basal, sel ini terus-menerus memproduksi sel epidermis baru. Sel
ini disusun dengan teratur, berderet dengan rapat membentuk lapisan
pertama atau lapisan dua sel pertama dari sel basal yang duduk di
atas papila dermis.
b. Dermis atau korium
Korium atau dermis, tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang
elastis. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi
ranting-ranting pembuluh darah kapiler.
2. Fisiologi
Menurut Potter dan Perry (2010 : 163), suhu tubuh adalah perbedaan
antara jumlah panas yang dihasilkan tubuh dengan jumlah panas yang hilang
ke lingkungan luar.

Panas yang dihasilkan – Panas yang hilang = Suhu tubuh


Mekanisme kontrol suhu pada manusia menjaga suhu inti (suhu jaringan
dalam) tetap konstan pada kondisi lingkungan dan aktivitas fisik yang ekstrem.
Namun, suhu permukaan berubah sesuai aliran darah ke kulit dan jumlah
panas yang hilang ke lingkungan luar. Karena itu suhu normal pada manusia
berkisar 36 sampai 38° C (96,8 sampai 100,4° F). Pada rentang ini, jaringan
dan sel tubuh akan berfungsi secara optimal.
3. Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh
Menurut Potter dan Perry (2010:167-168), faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi suhu tubuh adalah:
a. Usia
Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan
suhu sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh yang drastis terhadap
lingkungan. Seorang bayi baru lahir dapat kehilangan 30% panas tubuh
melalui kepala sehingga ia harus menggunakan penutup kepala untuk
mencegah kehilangan panas. Suhu bayi baru lahir berkisar antara 35,5-
37,5oC. Regulasi tubuh baru mencapai kestabilan saat pubertas. Suhu
normal akan terus menurun saat seseorang semakin tua.
Para dewasa tua memiliki kisaran suhu tubuh yang lebih kecil dibandingkan
dewasa muda. Suhu oral senilai 35oC pada lingkungan dingin cukup umum
ditemukan pada dewasa tua. Namun, rata-rata suhu tubuh dari dewasa tua
adalah sekitar 36oC. Mereka lebih sensitif terhadap suhu yang ekstrem
karena pemburukan mekanisme pengaturan, terutama pengaturan
vasomotor (vasokonstriksi dan vasodilatasi) yang buruk, berkurangnya
jaringan subkutan, berkurangnya aktivitas kelenjar keringat dan
metabolisme yang menurun.
b. Olahraga
Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan
pemecahan karbohidrat dan lemak. Berbagai olahraga meningkatkan
metabolisme dan dapat meningkatkan produksi panas sehingga terjadi
peningkatan suhu tubuh. Olahraga yang berat lama, seperti lari jarak jauh,
dapat meningkatkan suhu tubuh sampai 41oC.
c. Kadar Hormon
Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu yang lebih besar. Hal ini di
karenakan adanya variasi hormonal saat siklus menstruasi. Kadar
progesteron naik dan turun sesuai siklus menstruasi. Saat progesteron
rendah, suhu tubuh berada di bawah suhu dasar, yaitu sekitar 1/10nya.
Suhu ini bertahan sampai terjadi ovulasi. Saat ovulasi, kadar progesteron
yang memasuki sirkulasi darah meningkat dan menaikkan suhu tubuh dasar
atau suhu tubuh yang lebih tinggi. Variasi ini mendeteksi masa subur
seorang wanita.
Perubahan suhu tubuh juga terjadi pada wanita menopause. Mereka
biasanya mengalami periode panas tubuh yang intens dan perspirasi
selama 30 detik sampai 5 menit. Pada periode ini terjadi peningkatan suhu
tubuh sementara sebanyak 4oC, yang sering disebut hot flases. Hal ini
diakibatkan ketidakstabilan pengaturan vasomotor.
d. Irama Sirkadian
Suhu tubuh yang normal berubah 0,5-1oC selama periode 24 jam. Suhu
terendah berada diantara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada siang hari, suhu
tubuh meningkat dan mencapai maksimum pada pukul 6 sore, lalu menurun
kembali sampai pagi hari. Pola suhu ini tidak mengalami perubahan individu
yang bekerja di malam hari dan tidur di siang hari. Dibutuhkan 1 sampai 3
minggu untuk terjadinya pembalikan siklus. Secara umum, irama suhu
sirkadian tidak berubah seiring usia.
e. Stres
Stres fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormon dan saraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan metabolisme,
yang akan meningkatkan produksi panas. Klien yang gelisah akan memiliki
suhu normal yang lebih tinggi.
f. Lingkungan
Lingkungan memngaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi yang
tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu lingkungan. Suhu
lingkungan lebih berpengaruh terhadap anak-anak dan dewasa karena
mekanisme regulasi suhu mereka yang kurang efisien.
g. Perubahan Suhu
Perubahan suhu tubuh duliar kisaran normal akan memengaruhi titik
pengaturan hipotalamus. Perubahan ini berhubungan dengan produksi
panas berlebihan, produksi panas minimal, kehilangan panas minimal, atau
kombinasi hal diatas. Sifat perubahan akan memengaruhi jenis masalah
klinis yang dialami klien.
4. Proses pengeluaran panas
Menurut Sutanto dan Fitriana (2017: 24), dalam pengaturan suhu tubuh,
input panas harus seimbang dengan output-nya. Input panas dapat berasal
dari lingkungan serta produksi panas internal. Sementara itu, panas dapat
keluar melalui eksposur permukaan tubuh terhadap lingkungan. Jika suhu
bagian dalam turun, produksi panas akan ditinggalkan serta keluaran panas
diminimalkan. Pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan dapat melalui
mekanisme radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi.
a. Radiasi.
Radiasi merupakan emisi energi panas dari permukaan tubuh yang hangat
dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau gelombang panas. Tubuh
bisa mendapatkan panas secara radiasi dari matahari, atau benda yang
terbakar (tanpa tersentuk secara langsung).
b. Konduksi
Konduksi merupakan transfer panas melalui kontak langsung. Panas akan
berpindah dari benda yang lebih panas ke benda yang kurang panas.
Misalnya, saat kita memegang es, tangan kita akan menjadi lebih dingin
karena panas berpindah dari tangan ke es tersebut.
c. Konveksi
Konveksi merupakan perpindahan melalui aliran udara atau air. Misalnya,
dengan hembusan kipas angin maupun seperti pada saat mengendarai
sepeda atau kendaraan dengan jendela terbuka. Itulah mengapa pada
kondisi tersebut, kita cenderung merasa lebih dingin.
d. Evaporasi
Evaporasi menurut Potter dan Perry (2010: 166), adalah transfer energi
panas saat cairan berubah menjadi gas. Tubuh kehilangan panas secara
kontinu melalui evaporasi. Sekitar 600-900 cc air tiap harinya menguap dari
kulit dan paru-paru sehingga terjadi kehilangan air dan panas. Tubuh
menambah evaporasi melalui perspirasi (berkeringat). Saat suhu tubuh
meningkat, hipotalamus anterior memberikan sinyal kepada kelenjar
keringat untuk melepaskan keringat melalui saluran kecil pada permukaan
kulit. Keringat akan mengalami evaporasi, sehingga terjadi kehilangan
panas. Saat olahraga atau dalam tekanan emosional, perspirasi merupakan
cara menghilangkan panas yang berlebihan yang dihasilkan oleh
peningkatan laju metabolik.

C. Klasifikasi Gangguan Termoregulasi


Menurut Potter dan Perry (2010 : 168) gangguan termoregulasi dibagi menjadi
enam, yaitu :
1. Pireksia atau Demam
a. Pengertian
Merupakan peningkatan suhu tubuh
b. Penyebab
Perubahan titik pengaturan hipotalamus dan ketidakmampuan mekanisme
kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang berlebihan
c. Tanda – tanda
1) Fase I (Awal dingin atau menggigil)
Peningkatan denyut jantung, rambut kulit berdiri, kedinginan,
peningkatan suhu tubuh.
2) Fase II (Plateu)
Merasa hangat dan kering
3) Fase III (Febris)
Kulit menjadi hangat dan merah biasa disertai dengan dehidrasi.
2. Hipotermia
a. Pengertian
Nilai suhu inti yang berada dibawah suhu normal
b. Penyebab
Panas yang hilang saat pajanan lama terhadap lingkungan dingin akan
melebihi kemampuan tubuh untuk menghasilkan panas
c. Tanda dan gejala
1) Suhu 350C akan menggigil, kehilangan ingatan, depresi dan gangguan
akal.
2) Suhu 34,40C mengalami penurunan denyut jantung, frekuensi napas,
dan tekanan darah.
3) Kulit menjadi sianotik jika terus berlanjut akan mengalami disritmia
jantung, kehilangan kesadaran, dan tidak responsive terhadap nyeri.
3. Hipertermia
a. Pengertian
Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan
tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas.
b. Penyebab
Beban yang berlebihan pada mekanisme pengaturan suhu tubuh, penyakit
atau trauma pada hipotalamus.
c. Tanda – tanda
Merasa hangat, kulit kemerahan, suhu diatas rentang normal, biasanya
disertai dehidrasi.
4. Heatstroke
a. Pengertian
Kegawatan berbahaya dengan mortalitas tinggi
b. Penyebab
Pajanan terhadap matahari atau lingkungan panas akan membebani
mekanisme kehilangan panas pada tubuh.
c. Tanda dan gejala
Rasa bingung, delirium, haus yang sangat, mual, kram otot, gangguan
pengelihatan bahkan inkontenesia.
5. Kehabisan panas atau Heat exhaustion
a. Pengertian
Merupakan kondisi kehilangan air dan elektrolit
b. Penyebab
Pajanan panas lingkungan
c. Tanda dan gejala
Defisit volume cairan
6. Frostbite
a. Pengertian
Pengaruh lingkungan suhu dibawah normal
b. Penyebab
Tubuh terpajan suhu dibawah normal, kristal es akan terbentuk di dalam sel
dan terjadi kerusakan permanen pada sirkulasi dan jaringan.
c. Tanda dan gejala
Telinga, ujung hidung, jari kaki dan tangan menjadi putih, berkilat dan kaku
saat disentuh.

D. Pengkajian Fungsional
Pengkajian fungsional menurut Potter dan Perry ( 2010 : 171 ), yaitu :
1. Lokasi
Pengukuran suhu interminten dapat dilakukan di mulut, rektum, membran
timpani, arteri temporalis, dan aksila. Hasil pengukuran suhu akan bervariasi
sesuai lokasi pengukuran, tetapi biasanya berkisar antara 36 °C dan 38 °C.
Suhu rektal lebih tinggi 0,5°C dari suhu oral, sedangkan suhu aksila lebih
rendah 0,5°C dari suhu oral.
2. Termometer
Merupakan alat pengukur suhu menggunakan skala celcius atau Fahrenheit.
Terdapat tiga jenis termometer yaitu :
a. Termometer elektronik
Memiliki unit penyajian yang disuplai oleh baterai, kabel kawat tipis
dan probe. Terdapat dua modus operasi yaitu suhu prediktif 4 detik dan
suhu standart 3 menit.
Bentuk lain thermometer elektronik digunakan secara eksklusif untuk
suhu timpani, speculum yang berbentuk otoskop dengan ujung sensor
inframerah mendeteksi panas yang diradiasikan dari membran timpani,
setelah beberapa detik sinyal suara dan pembacaan tempat tampak
diunit penyaji.
Thermometer terbaru berfungsi untuk mengukur suhu arteri temporalis
superfisial.
b. Termometer chemical dot
Merupakan lembaran plastik tipis dengan sensor suhu pada salah
satu ujungnya, sensor ini memiliki titik – titik yang ditanam secara kimiawi
dan dapat berubah warna pada suhu yang berbeda. Pada versi ini
celcius terdapat 50 titik kisaran 35,5 – 40,40C, pembacaan biasanya 60
detik.
Termometer ini berguna untuk skrining terutama pada balita dan
anak, termometer ini lebih rendah dari suhu oral sebanyak 0,4 0C atau
lebih. Saat ini diaplikasikan di dahi dan abdomen.
c. Termometer kaca
Berbentuk tube kaca yang tertutup pada salah satu ujungnya dan
bulatan yang berisi air raksa pada ujung lainnya. Pajanan bulatan
terhadap panas mengakibatkan air raksa mengembang dan naik dalam
tube tersebut, alat ini memiliki skala celcius dan Fahrenheit. Pengukuran
suhu dengan termometer ini membutuhkan persiapan yang khusus,
selain dibutuhkan posisi sesuai dengan lokasi pengukuran harus
mempertahankan posisi tersebut untuk jangka waktu tertentu agar
pengukurannya akurat. Mudah pecah sehingga terjadi pengeluaran air
raksa.
Rencana perawatan pada klien dengan perubahan suhu meliputi
tujuan khusus yang relistik dan hasil yang relevan. Tujuan jangka pendek
seperti memulihkan suhu tubuh akan memperbaiki kesehatan klien,
sedangkan tujuan perawatan adalah mengembalikan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Hasilnya adalah asupan dan keluaran klien akan
seimbang dalam 24jam.

E. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa yang mungkin muncul menurut NANDA International (2015: 456-463),
diagnosa yang muncul pada gangguan termoregulasi adalah:
a. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh
b. Hipertermia
c. Hipotermia
d. Risiko hipotermia
e. Risiko hipotermia perioperatif
f. Ketidakefektifan termoregulasi
2. Berikut ini adalah penjabaran diagnosa yang utama berdasarkan NANDA-I tahun
2015-2017 (Herdman dan Kamitsuru, 2015: 457-458)
a. Hipertermia
1) Definisi
Suhu inti di atas kisaran normal diurnal karena kegagalan
termoregulasi.
2) Batasan karakteristik
a) Apnea
b) Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
c) Gelisah
d) Hipotensi
e) Kejang
f) Koma
g) Kulit kemerahan
h) Kulit terasa hangat
i) Letargi
j) Postur abnormal
k) Stupor
l) Takikardia
m) Takipnea
n) Vasodilatasi
3) Faktor yang Berhubungan
a) Ages farmasutikal
b) Aktivitas berlebihan
c) Dehidrasi
d) Iskemia
e) Pakaian yang tidak sesuai
f) Peningkatan laju metabolisme
g) Penurunan perspirasi
h) Penyakit
i) Sepsis
j) Suhu lingkungan tinggi
k) Trauma
b. Ketidakefektifan termoregulasi
1) Definisi
Fluktuasi suhu diantara hipotermia dan hipertermia.
2) Batasan Karakteristik
a) Dasar kuku sianotik
b) Fluktuasi suhu diatas dan dibawah kisaran normal
c) Hipertensi
d) Kejang
e) Kulit dingin
f) Kulit hangat
g) Kulit kemerahan
h) Menggigil ringan
i) Pengisian ulang kapiler yang lambat
j) Peningkatan frekuensi pernapasan
k) Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
l) Penurunan suhu tubuh dibawah kisaran normal
m) Piloereksi
n) Pucat sedang
o) Takikardia
3) Faktor yang Berhubungan
a) Fluktuasi suhu lingkungan
b) Penyakit
c) Trauma
d) Usia yang ekstrem

F. Perencanaan
1. Diagnosa keperawatan : Hipertermia (Herdman dan Kamitsuru, 2015 : 563)
a. NOC : Tanda-Tanda Vital (Moorhead, et. al., 2016 : 563)
Definisi : tingkat suhu, denyutnadi, respirasi, dan tekanan darah berada
dalam kisaran normal.
Tujuan : klien mampu mencapai tanda-tanda vital yang optimal pada tanggal
yang telah ditetapkan dengan indikator :
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Suhu tubuh
2. Tingkat pernapasan
3. Tekanan darah sistolik
4. Tekanan darah diastolik
5. Kedalaman inspirasi

Keterangan :
Deviasi berat dari kisaran normal
Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
Deviasi sedang dari ksaran normal
Deviasi ringan dari kisaran normal
Tidak ada deviasi dari kisaran normal
b. NIC I: Perawatan Demam (Bulechek, et. al., 2016 : 355)
Definisi : manajemen gejala dan kondisi terkait yang berhubungan dengan
peningkatan suhu tubuh dimediasi oleh pirogen endogen.
Aktivitas :
1) Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
2) Kolaborasi dengan dokter untuk menentukan frekwensi pengkajian TTV
3) Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan yang tak
dirasakan
4) Beri obat atau cairan IV (misalnya., antipiretik, agen antibakteri, dan agen
anti menggigil)
5) Ajarkan pasien beristirahat dan menerapkan pembatasan aktivitas: jika
diperlukan
6) Berikan oksigen, yang sesuai
7) Mandikan (pasien) dengan spons hangat dengan hati-hati (yaitu: berikan
untuk pasien dengan suhu yang sangat tinggi, tidak memberikannya selama
fase dingin, dan hindari agar pasien tidak menggigil)
8) Tingkatkan sirkulasi darah
9) Lembabkan bibir dan mukosa hidung yang kering
10) Pantau komplikasi yang berhubungan dengan dema serta tanda dangejala
kondisi penyebab

c. NIC II: Perawatan Hipertermia (Bulechek, et. al., 2016 : 360)


Definisi : manajemen gejala dan kondisi yang berhubungan dengan
peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi termoregulasi.
Aktivitas :
1) Monitor tanda-tanda vital
2) Berikan oksigen, sesuai kebutuan
3) Jauhkan pasien dari sumber panas, pindahkan ke lingkungan yang lebih
dingin.
4) Berikan cairan IV, gunakan cairan yang sudah didinginkan, sesuai
kebutuhan.
5) Monitor suhu tubuh menggunakan alat yang sesuai.
6) Lakukan pemeriksaan labolatorium serum elektrolit, urinalisis, enzim
jantung, enzim hati dan hitung darah lengkap, monitor hasilnya.
7) Sediakan atau atur transportasi ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut.
8) Instruksikan pasien adanya faktor risiko dari kondisi sakit yang berkaitan
dengan panas.
9) Instruksikan pasien mengenai tindakan-tindakan untuk mencegah kondisi
sakit yang berhubungan dengan panas.
10) Kolaborasikan dengan dokter mengenai pemberian obat-obatan pada
pasien.
2.Diagnosa : ketidakefektifan termoregulasi
a. NOC : Termoregulasi (Moorhead, et. al., 2016 : 564)

Definisi : keseimbangan antara produksi panas, mendapatkan panas, dan


kehilangan panas.
Tujuan : klien mampu menunjukkan termoregulasi yang adekuatpada tanggal
yang telah ditetapkan dengan indikator :
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Merasa merinding saat dingin
2. Berkeringat saat panas
3. Menggigil saat dingin
4. Denyut nadi apikal
5. Tingkat pernapasan
Keterangan :
1. Sangat terganggu/berat
2. Banyak tergangg/cukup berat
3. Cukup terganggu/sedang
4. Sedikit terganggu/ringan
5. Tidak terganggu/tidak ada
b. NIC I: Pengaturan Suhu (Bulechek, et. al., 2016 : 308)
Definisi : mencapai atau memelihara suhu tubuh dalam batas normal.
Aktvitas :
1) Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai kebutuhan
2) Pasang alat monitor suhu inti secara kontinu, sesuai kebutuhan
3) Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi, sesuai kebutuhan
4) Instruksikan pasien bagaimana mencegah keluarnya panas dan serangan
panas.
5) Diskusikan pentingnya termoregulasi dan kemungkinan efek negatif dari
demam yang berlebihan, sesuai kebutuhan
6) Informasikan pasien mengenai indikasi adanya kelelahan akibat panas dan
penanganan emergensi yang tepat, sesuai kebutuhan
7) Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan pasien
8) Berikan medikasi yang tepat untuk mencegah atau mengontrol menggigil
9) Informasikan mengenai indikasi adanya hipotermia dan penganan
emergansi yang tepat, sesuai kebutuhan
10) Kolaborasikan pemberian obat-obatan antipiretik sesuai kebutuhan

c. NIC II: Monitor Tanda-Tanda Vital (Bulechek, et. al., 2016 : 237)
Definisi : pengumpulan dan analisa data kardiovaskuler, pernapasan, dan suhu
tubuh untuk menentukan dan mencegah komplikasi.
Aktivitas :
1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu tubuh, dan status pernapasan dengan tepat
2) Catat gaya dan fluktuasi yang luas pada tekanan darah
3) Kolaborasi dengan orangtua untuk pemantauan demam
4) Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika mungkin
5) Inisiasi dan pertahankan perangkat pemantauan suhu tubuh secar terus-menerus
dengan tepat
6) Auskultasi tekanan darah di kedua lengan dan bandingkan
7) Monitor pada pernapasan abnormal
8) Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital
9) Periksa secara berkala keakuratan instrumen yang digunakan untuk perolehan
data pasien
10) Monitor irama dan laju pernapasan (misalnya kedalaman dan kesimetrisan)

KONSEP PENYAKIT
THYPOID

1. Pengertian
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut dan ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat
difus, serta pembentukan mikro-abses dan ulserasi nodus peyer pada distal
ileum. (Mardalena, 2018 : 79)
Thypoid Abdominalis (demam typoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya terjadi pada saluran pencernaan dengan gejala demam
lebih dari satu minggu, gangguan saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran. (Dermawan dan Rahayuningsih, 2010:109)
Demam tifoid atau sering disebut dengan tifus abdominalis adalah penyakit
infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit
multisistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. (Muttaqin dan Sari, 2013:
488)

2. Penyebab
Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010 : 110), penyebab dari typoid
antara lain:
Salmonella Typosa ; basil gram negatif, berbulu getar, tidak bespora. Masa
tunas 14-20 hari. Mempunyai 3 antigen yaitu :
a. Antigen O : somatik, terdiri zat kompleks lipopolisakarida
b. Antigen H : fragella
c. Antigen Vi : simpai kuman

3. Patofisiologi
Menurut Mardalena (2018 : 80) penyakit typhoid abdominalis bisa
disebabkan oleh basil Salmonella typhosa. Penularan dapat terjadi melalui
mulut lewat makanan yang tercemar kemudian kuman mengadakan penetrasi
ke usus halus dan jaringan limfoit lalu berkembang biak. Selanjutnya kuman
masuk ke aliran darah dan mencapai retikuloendotelial pada hati dan limpa,
sehingga organ-organ tersebut membesar disertai rasa nyeri pada perabaan.
Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-sel
retikuloendotelial melepaskan kuman kedalam darah. Kuman-kuman
selanjutnya masuk kedalam beberapa organ-organ tubuh terutama kelenjar
lymphoid usus halus daan menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong pada
mukosa di atas plak peyeri. Tukak dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
dan perforasi usus.
4. Pathway
Menurut Muttaqin dan Sari (2013 : 490) pathway penyakit typoid yaitu :

kuman Salmonella Ganguan


typhi yang masuk ke pembentukan
saluran gastrointestinal eritrosit,
penghancuran
eritrosit ,
leukosit
Invaginasi ke jaringan limfoid usus
halus (plak player) dan jaringan
Perforasi
terjadilimfoid mesenterika
Respon
Respon pada tukak Splenome
adekuat
psikososial
Tidak
Resiko
inflamasi yang Gangguan gali dan
asupan nutrisi
Kecemasan Respon Sensitivitas Ke sistem
Mual,
ketidakseimba
lokal menembak aktivitas hepatome
Respon
konstipasi
pemenuhan inflamasi serabut muskuloskelet
muntah,
ngan nutrisi
intestinal serosa sehari-hari gali
inflasi RES
sistemik Distensi
Nyeri al,Penurunan
integumenimunitas
informasi
anoreksia Hipertermi saraf
Demam lokal
Tifoid
Peritonitis
Anemia,leukopenia
Invasi sistem retikulo endoteleal

(RES)

Penyebaran
kuman

Ke
sistem
saraf
Terbentuknya pusat
nekrosis dan
tukak di ileum
Meningitis
enselopati

Nyeri
Malaise, kepala,
kram otot, perubahan
penurunan kesadaran
turgor

5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010 : 111-112) pemeriksaan
penunjang typoid abdominalis adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan laboratorium :
a. Pemeriksaan darah tepi : terdapat gambaran leucopenia, limpositosis relatif
dan eosinofilia pada awal penyakit, anemia, trombositopenia ringan dan
pemeriksaan SGOT serta SGPT.
b. Pemeriksaan sumsum tulang : gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif
RES dengan adanya sel makrofag dan sistem eritropoesis, granulopoesis
dan trombopoesis berkurang.
c. Biakan/kultur empedu : basil salmonella typosa ditemukan pada darah
(minggu I), feses dan urin. Hasil (+) untuk menegakan diagnosa, Hasil (-)
menentukan penderita sembuh dan tidak menjadi karier.
d. Pemeriksaan widal : dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi antara serum
pasien (antibodi) dengan suspensi antigen salmonela typhosa. Hasil positif
bila terjadi reaksi aglutinasi.

6. Tanda dan Gejala


Menurut Dermawan dan Rahayuningsih ( 2010 : 109-110 ) tanda dan gejala
typoid abdominalis adalah sebagai berikut:
Tanda
a. Demam : khas ( pelana kuda ) : demam 3 minggu, sifat febris remitten dan
suhu tidak seberapa tinggi.
b. Gangguan saluran pencernaan : mulut ; nafas berbau tidak sedap, bibir
kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor (Coated Tongue),
ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor, anoreksia, mual dan
perasaan tidak enak diperut.
c. Gangguan kesadaran : kesadaran menurun yaitu apatis sampai samnolen.
Jarang terjadi spoor, koma atau gelisah.
d. Nyeri otot dan kepala
e. Bintik merah pada kulit (roseola) akibat emboli basil dalam kepiler kulit.
f. Epistaksis
Gejala
Prodromal : tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, tidak bersemangat.

6. Penatalaksanaan
Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010 : 113) penatalaksanaan yang
perlu diperhatikan adalah :
a. Medik
1) Isolasi pasien, disinfeksi pakaian dan ekskreta
2) Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit
yang lama, lemah anoreksia dll.
3) Istirahat selama demam s/d 2 minggu (7-14 hari); mencegah
perdarahan usus, setelah suhu normal kembali (bed rest total), boleh
duduk, bila tidak panas boleh berdiri dan berjalan di ruangan
4) Diit : TKTP (tinggi kalori tinggi protein), tidak mengandung banyak
serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2x satu
gelas. Diit typoid akut : “bubur saring”, setelah demam turun diberi
bubur kasar 2 hari, kemudian nasi tim dan nasi biasa setelah bebas
dari demam 7 hari. Untuk penderita dengan kesadaran menurun :
makanan cair lewat NGT, bila kesadaran baik diberikan makanan
lunak.
5) Terapi obat pilihan :
a) Kloramfemikol dosis tinggi yaitu 100 mg/kgBB/hari oral atau IM/IV
bila dianjurkan
b) Tiamfenikol
c) Kotrimoxazol
d) Amoxilin dan Ampixilin
b. Keperawatan
Masalah keperawatan yang perlu diperhatikan adalah:
1) Kebutuhan nutrisi / cairan dan eletrolit
a) Kesadaran baik : makanan lunak dengan lauk pauk dicincang
(hati,daging), sayuran, labu siam / wortel dimasak lunak sekali.
Tahu, telur setengah matang / matang. Susu 2x1 gelas/lebih.
b) Kesadaran menurun : makanan cair per sonde, kalori disesuaikan
kebutuhan. Diberikan setiap 3 jam termasuk ekstra sari buah,
bubur kacang hijau dihaluskan
c) Pasien payah (delirium) : infus dengan cairan glukosa dan NaCl
2) Gangguan suhu tubuh
Penyebab demam infeksi basil salmonella thyposa. Panas bisa
sampai 3 minggu menyebabkan kondisi melemah dan mengakibatkan
kekurangan caran karena perspirasi. Pasien menjadi gelisah, selaput
lendir mulut dan bibir kering dan pecah-pecah. Untuk menurunkan
susu dengan terapi obat, istirahat mulak (bed rest), mobilisasi
bertahap dan pengaturan ruangan yang cukup ventilasi
3) Gangguan rasa aman dan nyaman
a) Pasien dengan bibir kering lidah kotor : perawatan mulut 2x
sehari, oleskan krim dan sering minum
b) Pasien apatis : lebih diperhatikan dan diajak berkomunikasi
c) Pasien dengan sonde : perawatan mulut dan diberikan minum
agar selaput lendir dan tenggorokan tidak kering
4) Risiko terjadi komplikasi
a) Pengaturan jadwal pemberian terapi obat
b) Latihan ambulasi setelah bed rest : duduk di tempat tidur, berjalan
menggelilingi tempat tidur

8. Komplikasi
Menurut Mardalena (2018 : 81) komplikasi dapat terjadi pada usus halus,,
meskipun jarang terjadi. Akan tetapi, bila terjadi komplikasi total menyebabkan:
a. Perdarahan usus
Perdarahan dalam jumlah sedikit ditemukan ketika dilakukan pemeriksaan
tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat
disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjantan.
b. Perporasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketida dan biasanya terjadi pada bagian
distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat
ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum. Dalam kondisi ini
pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma.
Kondisi ini dapat terlihat pada foto abdomen yang dibuat dalam keadaan
tegak.
c. Peritonitis
Biasanya disertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Pemeriksaan mungkin menemukan gejala badomen akut yaitu nyeri perut
yang hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
d. Komplikasi luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis meningitis,
encepalopati, dan lain-lain. Komplikasi lain yang mungkin terjadi karena
infeksi sekunder adalah bronkopneumonia.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria. et al. 2013 Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Alih
Bahasa Intansari Nurjanah dan Roxsana Devi Tumanggor. Yogyakarta : Moco
Media.
Dermawan, Deden dan Tutik Rahayuningsih. 2010. Keperawatan Medikal Bedah (Sistem
Pencernaan). Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Herdman, T. Heather dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi NANDA Internasional 2015-2017. Edisi 10. Alih Bahasa Budi Anna Keliat.
et al. Jakarta : EGC.
Morhead, Sue. et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi 5. Alih Bahasa
Intansari Nurjanah dan Roxsana Devi Tumanggor. Yogyakarta : Moco Media.
Mardalena, Ida. 2018. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Mubarak, Wahit Iqbal, lilis Indrawati, Joko Susanto . 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Pearce, Evelyn C. 2012. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Potter Patricia A. dan Anne G. Perry.2010.Fundamental of Nursing Fundamental
Keperawatan.Buku 2 Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika.
Susanto, Andina Vita dan Yuni Fitriana. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi dalam Praktik Keperawatan. Yogyakarta : . PUSTAKA BARU PRESS.

Anda mungkin juga menyukai