1
2
c. Kandung kemih
Merupakan kantung muskular tempat urin bermuara dari ureter.
Ketika kosong atau setengah terisi, kandung kemih terletak di
belakang simfisis pubis. Pada pria, kandung kemih terletak di
antara kelenjar prostat dan rektum. Pada wanita, kandung kemih
terletak di antara uterus dan vagina. Dinding kandung kemih
sangat elastis sehingga mampu menahan regangan yang sangat
besar. Saat penuh, kandung kemih bisa melebihi simfisis pubis,
bahkan bisa setinggi umbilikus.
d. Uretra
Uretra membentang dari kandung kemih sampai meatus uretra.
Panjang uretra pada pria sekitar 20 cm dan membentang dari
kandung kemih sampai ujung penis. Uretra pria terdiri atas tiga
bagian, yaitu uretra pars prostatika, uretra pars membranosa, dan
uretra pars spongiosa. Pada wanita, panjang uretra sekitar 3 cm
dan membentang dari kandung kemih sampai lubang di antara
labia minora, 2,5 cm di belakang klitoris. Karena uretranya yang
pendek, wanita lebih rentan mengalami infeksi saluran kemih.
3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015 : 86), beberapa faktor-faktor
yang mempengaruhi eliminasi urine diantaranya adalah :
a. Diet dan Asupan
Jumlah dan tipe makan merupakan faktor yang mempengeruhi
output atau jumlah urin. Protein dan natrium dapat menentukan
jumlah urin yang dibentuk. Selain itu kopi juga dapat
meningkatkan pembentukan urin.
b. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengakibatkan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urin banyak tertahan di dalam vesika urinaria
sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah
pengeluaran urin.
c. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengarui pemenuhan
kebutuhan eliminasi dalam kaitannya dengan ketersediaan fasilitas
toilet.
3
d. Stres psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan seringnya frekuensi
keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas
untuk keinginan berkemih dalam jumlah urin yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot vesika yang baik untuk
fungsi sfingter hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan
kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan
tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat mempengaruhi
pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak-anak,
yang lebih memiliki kecenderungan untuk mengalami kesulitan
mengontrol buang air kecil. Namun dengan bertambahnya usia,
kemampuan untuk mengontrol buang air kecil meningkat.
g. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit seperti diabetes militus, dapat mempengaruhi
produksi urin.
h. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi
urin, seperti adanya kultur masyarakat yang melarang buang air
kecil ditempat tertentu.
i. Kebiasaan seseorang
Dalam keadaan tirah baring, seseorang yang sakit akan merasa
kurangnyaman atau bahkan kesulitan untuk berkemih melalui
urinal atau pot urin karena terbiasa kemih di toilet.
j. Tonus otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses
berkemih adalah kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis.
Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi pengontrolan
pengeluaran urin.
k. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus yang
dapat menyebabkan penurunan jumlah produksi urin karena
dampak pemberian obat anestesi.
4
l. Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan
jumlah urin. Misalnya, pemberian deuretik dapat meningkatkan
jumlah urin, sedangkan pemberian obat antikolinergik atau
anthipertensi dapat menyebabkan retensi urin.
m. Pemeriksaan diagnostic
Prosedur diagnostik yang berhubungan dengan tindakan
pemeriksaan saluran kemih seperti intravenous pyelogran(IVP),
dengan membatasi jumlah asupan dapat mempengaruhi produksi
urin. Kemudian tindakan cystoscopydapat menimbulkan edema
lokal pada uretra yang dapat menggangu pengeluaran urin.
4. Klasifikasi atau Jenis Gangguan
Menurut Mubarak dan Chayatin (2007 : 117), gangguan dalam
eliminasi urine adalah :
Salah satu ukuran utama dari fungsi perkemihan normal adalah
karakteristik urin yang diproduksi jumlah urin yang terkandung dalam
sekali buang air kecil berkisar antara 250-400 ml. Jumlah urin
bervariasi tergantung usia seseorang. BBL rata-rata 500 ml/hari,
sementara orang dewasa rata-rata 1500 ml/hari. Keluaran urin yang
kurang dari 30 ml/jam menunjukkan masalah pada fungsi perkemihan.
Urin biasanya berwarna kuning jernih dan memiliki bau yang khas.
Beberapa perubahan yang terjadi pada pola eliminasi urin akibat
kondisi tersebut antara lain inkontinensia, retensi, enuresis, frekuensi,
urgensi, dan disuria.
a. Inkontinensia urin
Merupakan kondisi ketika dorongan berkemih tidak mampu
dikontrol oleh sfingter eksternal. Sifatnya bisa menyeluruh
(inkontinensia komplet) atau bagian (inkontinensia parsial). Ada
dua jenis inkontinensia, yakni inkontinensia stres dan inkontinensia
urgensi.
1) Inkontinensia stres : terjadi saat tekanan intra abdomen
meningkat dan menyebabkan kompresi kandung kemih.
Kondisi ini biasanya terjadi ketika seseorang batuk atau
tertawa. Penyebabnya atara lain peningkatan tekanan intra
abdomen, perubahan degeneratif terkait usia.
5
f. Disuria
Merupakan rasa nyeri dan kesulitan saat berkemih. Ini biasanya
terjadi pada kasus infeksi uretra, infeksi saluran kemih, trauma
kandung kemih.
5. Tanda dan Gejala
Menurut Yuli A (2015 : 20), Tanda dan gejala di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Frekuensi
1) Poliuri adalah sering miksi.
2) Oliguri adalah jumlah urine yang keluar < normal, minimal urine
keluar 400 cc.
3) Stanguri adalah sering miksi, sediki – sedikit, lambat, sakit.
4) Urgency adalah berkeinginan untuk b.a.k tapi tidak terkontrol
untuk keluar.
5) Noktury adalah klien terbangun tengah malam untuk miksi.
6) Incontinensia urine adalah urine keluar dengan sendirinya
tanpa disadari.
b. Kelainan miksi
1) Disuria adalah adanya rasa sakit sewaktu miksi.
2) Adanya rasa panas sewaktu miksi.
3) Hematuri adalah adanya darah yang keluar bercampur miksi.
4) Piuri adalah adanya nanah dalam urine, keadaan ini diketahui
melalui pemeriksaan makroskopi, karena tidak semua urine
yang keruh mengandung nanah.
5) Lithuria adalah urine keluar bersama batu kecil sewaktu miksi.
6. Proses Keperawatan dan Perubahan Fungsi Berkemih
a. Pengkajian
Menurut Mubarak dan Chayatin (2007 : 119), pengkajian riwayat
keperawatan pada pasien dengan gangguan eliminasi urin adalah
menanyakan kepada klien secara cermat dan menyeluruh tentang
hal-hal sebagai berikut :
1) Pola berkemih
Pertanyaan terkait pola berkemih sifatnya individual ini
bergantung pada individu, apakah pola berkemihnya termasuk
dalam kategori normal atau apakah ia merasa ada perubahan
7
b. Pengkajian fisik
Menurut Mubarak dan Cahyatin (2007 : 121), pemeriksaan fisik
pasien dengan gangguan eliminasi urin meliputi :
8
1) Abdomen
Kaji dengan cermat adanya pembesaran, distensi kandung
kemih, pembesaran ginjal, nyeri tekan pada kandung kemih.
2) Genitalia
Kaji kebersihan daerah genitalia. Amati adanya bengkak, rabas,
atau radang pada meatus uretra. Pada laki-laki, kaji adanya
lesi, pembesaran skrotum, atau nyeri tekan. Sedangkan pada
wanita, kaji adanya lesi, nodul, dan adanya radang pada labia
minora maupun mayora.
3) Urin
Kaji karakteristik urin klien, bandingkan dengan karakteristik
urine normal yaitu warna: kekuningan atau bening, bau : sedikit
aromatik atau berbau khas, ph: 4,4 – 7,5, BD: 1,010 – 1,025,
konsistensi : cair atau sangat encer, jumlah: 1200 – 1500 ml/24
jam.
4) Tes diagnostic
Menurut Mubarak dan Chayatin (2007:121) tes diagnostik
eliminasi urine sebagai berikut :
a) Pemeriksaan urin
Hal yang perlu dikaji meliputi warna, kejernihan, dan bau
urin. Untuk melihat adanya kejanggalan, bisa dilakukan
pemeriksaan protein, glukosa.
b) Tes darah
Pemeriksaan meliputi BUN, bersihan kreatinin, nitrogen non-
protein (NPN), sistoskopi, intravenous pyelogram (IVP).
7. Diagnosa Keperawatan
Menurut Diagnosa Utama berdasarkan Nanda 2015-2017
(Hermand, T. Heather, Shigemi Kamitsuru, ed. 2015 : 405), diagnosa
keperawatan yang berhubungan dengan eliminasi urin adalah :
a. Inkontinensia urine (fungsional, stres, tidak tertahankan)
b. Gangguan eliminasi urine
c. Retensi urine
8. Perencanaan
Menurut Moorhead, et al., ed. (2015) dan Bulechek, Butcher, dan
Dochteman, ed al (2013) :
9
Keterangan:
1 = Banyak sekali
2 = Banyak
3 = Cukup
4 = Sedikit
10
5 = Tidak berkemih
NIC I : Bantuan Perawatan Diri: Eliminasi
Aktivitas :
a. Monitor integritas kulit pasien.
b. Observasi budaya pasien saat mempromosikan aktivitas
perawatan diri.
c. Observasi usia pasien saat mempromosikan aktivitas perawatan
diri.
d. Observasi respon pasien terhadap kurangnya privasi.
e. Bantu pasien ke toilet untuk eliminasi.
f. Beri privasi pasien selama eliminasi.
g. Fasilitasi kebersihan toilet setelah eliminasi.
h. Ajarkan pasien dalam rutinitas toilet.
i. Ajarkan menyiram toilet atau bersihkan alat-alat eliminasi (seperti
pispot).
j. Kolaborasikan dengan keluarga untuk menyediakan alat
bantueliminasi.
NIC II : Manajemen eliminasi Perkemihan
Aktivitas :
a. Monitor eliminasi urin termasuk frekuensi, konsistensi, bau,
volume, dan warna.
b. Pantau tanda dan gejala retensi urine.
c. Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya
episode inkontinensia.
d. Dapatkan spesimen urin pancaran tengah, dengan tepat.
e. Sediakan minuman 8 gelas per hari pada saat makan, diantara
jam makan dan di sore hari.
f. Ajarkan pasien mengenai tanda dan gejala infeksi saluran kemih.
g. Anjurkan pasien atau keluarga untuk mencatat output urin, yang
sesuai.
h. Anjurkan pasien untuk memantau tanda-tanda dan gejala infeksi
saluran kemih.
i. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum
(pelaksanaan) prosedur yang relevan.
11
Keterangan :
1= Tidak pernah menunjukkan
2= Jarang menunjukkan
3= Kadang-kadang menunjukkan
4= Sering menunjukkan
5= Secara konsisten menunjukkan
NIC I:Kateterisasi Urin
Aktivitas :
a. Monitor intake dan output.
b. Jelaskan prosedur dan rasionalisasi kateterisasi.
c. Berikan privasi dan tutupi pasien dengan baik untuk kesopanan (yaitu,
hanya mengekspos area genetalia).
d. Pastikan pencahayaan yang tepat untuk visualisasi anatomi yang
tepat.
e. Pertahankan teknik aseptik yang ketat.
f. Bersihkan daerah sekitar meatus uretra dengan larutan anti bakteri,
saline steril, atau air steril, sesuai kebijakan lembaga.
g. Pastikan bahwa kateter yang dimasukkan cukup jauh ke dalam
kandung kemih untuk mencegah trauma pada jaringan uretra dengan
inflasi balon.
h. Lakukan atau ajarkan pasien untuk membersihkan selang kateter di
waktu yang tepat.
i. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan kateter yang tepat.
j. Kolaborasikan dengan keluarga untuk memposisikan dengan tepat
(misalnya, perempuan terlentang dengan kedua kaki direnggangkan
atau fleksi pada bagian panggul dan lutut; laki-laki dengan posisi
terlentang).
NIC II: Perawatan Retensi Urine
Aktivitas:
a. Monitor efek dari obat-obat yang diresepkan,seperti calcium channel
blockers dan anticolinergics.
b. Monitor derajat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
bantu toileting pada interval yang reguler, sesuai kebutuhan.
13
3. Patofisiologi
Menurut Muttaqin dan Sari (2011 : 259), pathway BPH yaitu:
Struktur uretra terdiri atas lapisan mukosa dan lapisan
submukosa. Lapisan mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari
mukosa buli-buli ureter dan ginjal. Mukosa terdiri atas epitel kulumnar,
kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan
berlapis. submukosanya terdiri atas lapisan erektil vascular. Struktur
uretra dapat diakibatkan dari proses peradangan, iskemik, atau
traumatic. Apabila terjadi iritasi uretra makan akan terjadi psoses
penyembuhan cara epimorfosis,artinya jaringan yang rusak diganti
oleh jaringan ikat yang tidak sama dengan semula. Jaringan ini
menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang memberukan
manifestasi hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen uretra.
16
Pathway :
Menurut Muttaqin dan Sari (2011 : 259),
Hiperplasia prostat
Penyempitan
lumen uretra
-Trabekulasi -Hidroureter
-Selula -Hidronefrosis
-Gagal ginjal
Tindakan pembedahan
Respons prsikologis : koping
maladaptif, kecemasan
4. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Haryono ( 2012 : 117 ), Terdapat tiga pemeriksaan
Penunjang yaitu :
a. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus
sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan dalam
rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur dapat
diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul
pada prostat, apakah batas atas dapat diraba. Derajad berat
obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin
setelah miksi spontan. Sisa miksi ditentukan dengan mengukur
urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat
pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih
setelah miksi.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopi urin, elektrolit, kadar
ureum kreatinin.
2) Bila perlu Prostate Spesific Antigen ( PSA ), untuk dasar
penentuan biopsi.
c. Pemeriksaan radiologi :
1) Pemeriksaan polos abdomen.
2) BNO – IVP.
3) Systocopy / Systografi.
5. Tanda dan gejala
Menurut Haryono ( 2012 : 116), tanda dan gejala dari pembesaran
prostat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Gejala obstruktif, yaitu :
1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali
disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh otot
destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama untuk
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi tekanan
dalam uretra prostatika.
2) Intermitency yaitu teputus-putus aliran kencing yang
disebabkan oleh ketidakmampuan otot destrussor dalam
pertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
18
e. Infeksi
f. Hemoragic post operasi
g. Struktur pasca operasi dan inkontinensia urin
8. Pengkajian
Kaji berapa lama keluhan hesistansi (mengejan untuk memulai urine),
keluhan intermitensi (miksi kemudian berhenti dan kemudian
memancar lagi), pancaran miksi melemah, keluhan miksi tidak puas,
keluhan miksi menetes, keluhan peningkatan frekuensi miksi, keluhan
miksi sering pada malam hari, keluhan sangat ingin miksi dan keluhan
rasa sakit sewaktu miksi dan keluhan rasa sakit sewaktu miksi mulai
dirasakan.
Kaji pengaruh gangguan miksi pada respon psikologis dan
perencanaan pembedahan. Pada pengkajian sering didapatkan
adanya kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) yang
merupakan respons dari adanya penyakit dan rencana untuk
dilakukan pembedahan.
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan TTV dilakukan terutama pada klien praoperatif. Nadi
dapat meningkat pada keadaan kesakitan, pada retensi urine akut,
dehidrasi sampai syok pada retensi urine, serta urosepsis sampai
syok septik.
Pada pemeriksaan pengaruh penyempitan lumen uretra
memberikan manifestasi pada tanda-tanda obstruksi dan iritasi
saluran kemih. Tanda obstruksi yang didapatkan, meliputi
hesistansi, pancaran miksi melemah, intermitensi, dan menetes
setelah miksi. Sementara itu tanda irirtasi, meliputi, adanya :
peningkatan frekuensi, urgensi, nokturia, dan disuria.
Penis dan uretra juga harus diperiksa untuk mendeteksi
kemingkinan striktur urea, batu uretra.
Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mendeteksi adanya
hidronefrosis.
b. Pengkajian diagnostik
1) Urinalisis untuk melihat adanya tanda infeksi pada saluran
kemih
20
1) Pantau eliminasi
2) Kaji secara komprehensif mengenai keluaran urine
3) Jelaskan pada klien tentang perubahan eliminasi
4) Anjurkan pada klien untuk minum sampai 3000ml sehari,
dalam toleransi jantung bila diindikasikan
5) Monitor laboratorium : urinanalisa, dan kultur, BUN dan
kreatinin
22
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul. 2015. “Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia”. Jakarta Selatan.
Moorhead, Sue, et al., ed. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). Mosby
Elsevier, St. Louis.
Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2008. “Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori & Aplikasi dalam Praktik". EGC, Jakarta.
Yulia Aspiani, Reni. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. IKPI, Jakarta