LAPORAN PENDAHULUAN
NYERI PADA PASIEN FRAKTUR
3) Transmisi
Proses nosisepsi kedua, transmisi nyeri, meliputi 3 segmen:
3
3. Klasifikasi Gangguan
4
a. Klasifikasi nyeri
Menurut Zakiyah (2015:18-21), klasifikasi nyeri dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu sebagai berikut:
1) Berdasarkan lama keluhan
a) Nyeri akut, adalah respons fisiologis normal yang diramalkan
terhadap rangsangan kimiawi, panas, atau mekanik yang
menyusul suatu pembedahan, trauma, dan penyakit akut.
b) Nyeri kronis, adalah perpaduan dari manifestasi fisik dan
psikologi sehingga nyeri ini idealnya diberikan intervensi fisik dan
psikologi.
2) Berdasarkan lokasi
a) Somatic pain, nyeri timbul karena gangguan bagian luar tubuh,
nyeri ini dibagi menjadi tiga:
(1) Nyeri superfisial (cutaneus pain), biasanya timbul pada
permukaan tubuh akibat stimulasi kulit seperti laserasi, dan
sebagainya.
(2) Nyeri somatik dalam, adalah nyeri yang terjadi pada otot dan
tulang serta struktur penyokong lainnya.
(3) Nyeri viseral, nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ
internal
b) Nyeri pantom (phantom pain), merupakan nyeri khusus yang
dirasakan klien yang mengalami amputasi
c) Nyeri menjalar, sensasi nyeri yang meluas dari tempat awal
cedera ke bagian tubuh yang lain.
d) Nyeri alih, merupakan nyeri yang timbul akibat adanya nyeri
viseral yang menjalar ke organ lain sehingga nyeri dirasakan
pada beberapa tempat.
3) Berdasarkan etiologi
a) Nyeri fisiologi atau nyeri organik, merupakan nyeri yang
diakibatkan oleh kerusakan organ tubuh
b) Nyeri psikogenik, penyebab fisik nyeri sulit diidentifikasi karena
nyeri ini diakibatkan oleh faktor psikologis.
b. Klasifikasi nyeri berdasarkan NANDA
Menurut Herdman dan Kamitsuru (2015:469-471), klasifikasi nyeri
dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
5
6. Pengkajian
a. Pengkajian riwayat nyeri
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008:213-214), pengkajian
riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, antara lain:
1) Lokasi, untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien
untuk menunjukkan nyerinya.
2) Intensitas nyeri, penggunaan intensitas nyeri merupakan metode
yang mudah dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri
pasien.
3) Kualitas nyeri, nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau
“ditusuk-tusuk”.
4) Pola, pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan
atau interval nyeri.
5) Faktor presipitasi, aktivitas tertentu dapat memicu timbulnya
nyeri.
6) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
7) Gejala yang menyertai, gejala ini meliputi mual, muntah, pusing
dan diare.
8) Sumber koping, setiap individu memiliki strategi koping yang
berbeda dalam menghadapi nyeri.
9) Respons afektif, perawat perlu mengkaji adanya perasaan
ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri klien.
Selain poin di atas dapat juga dikaji menggunakan metode PQRST
1) P = Provoking atau pemicu,yaitu faktor yang memicu timbulnya
nyeri
8
Keterangan :
1) Ekspresi wajah 0 : tidak nyeri
2) Ekspresi wajah 1: nyeri ringan
3) Ekspresi wajah 2: nyeri sedang
4) Ekspresi wajah 3 : nyeri berat
5) Ekspresi wajah 4 : nyeri sangat berat
6) Ekspresi wajah 5 : nyeri hebat
7. Diagnosa Keperawatan
Menurut Zakiyah (2015:51), diagnosa keperawatan yang bisa muncul
pada klien dengan gangguan nyeri adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut
b. Nyeri kronis
9
8. Perencanaan
a. Diagnosa Nyeri Akut
1) Menurut Moorhead, et. al (2013:321),NOC yang dapat muncul
adalah sebagai berikut:
NOC : Kontrol nyeri
Definisi : tindakan pribadi untuk mengontrol nyeri.
11
B. Konsep Penyakit
1. Definisi
Menurut Istianah (2017:207), fraktur adalah kondisi tulang yang
patah atau terputus sambungannya akibat tekanan berat. Tulang adalah
bagian tubuh yang keras, namun jika diberi gaya tekan yang lebih besar
daripada yang dapat diabsorpsi, maka bisa terjadi fraktur. Gaya tekan
berlebihan yang dimaksud antara lain seperti pukulan keras, gerakan
16
2. Penyebab
Menurut Istianah (2017:208), penyebab terjadinya fraktur adalah :
a) Trauma
1) Trauma langsung, misalnya pada kecelakaan lalu lintas.
2) Trauma tidak langsung, misalnya jatuh dari ketinggian dengan
posisi berdiri/duduk dapat mengakibatkan fraktur tulang belakang.
b) Patologis, metastase tulang
c) Degenerasi
d) Spontan, misalnya akibat tarikan otot yang sangat kuat.
Sedangkan menurut Wahid (2013:10), penyebab terjadinya fraktur
adalah :
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Farktur demikian sering bersifat fraktur terbuka denagn
garis patah melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dan
ketiganya, dan penarikan.
3. Patofisologi
Menurut Wahid (2013:10), tulang bersifat rapuh namun cukup
mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang,
maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak
17
4. Pemeriksaan penunjang
Menurut Istianah (2017:214), pemeriksaan penunjang yang umum
dilakukan pada kasus fraktur adalah:
a) Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
b) Scan tulang, tomogram, atau scan CT/MRI untuk memperlihatkan
fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c) Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
d) Hitung darah lengkap. Hemokonsentrasi mungkin meningkat atau
menurun pada perdarahan, selain itu peningkatan leukosit mungkin
terjadi sebagai respons terhadap peradangan.
e) Kretinin. Trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.
f) Profil koagulasi. Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi atau cedera organ hati.
6. Penatalaksanaan
Menurut Wahid (2013:16), penatalaksaan untuk kasus fraktur
adalah:
a) Faktur terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam
(golden peroid). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
1) Pembersihan luka
2) Eksisi jaringan mati/debridement
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b) Seluruh frakur
1) Rekognisis/ pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya.
2) Reduksi/manipulasi/reposisi
Upaya untuk memanipulasikan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula seacra optimum. Dapat juga diartikan reduksi fraktur
(setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasfanatomis.
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup
dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya
denagn manipulasi dan traksi manual.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi
dan imonilisasi. Bertanya traksi disesuaikan dengan spasme otot
yang terjadi. Sinar X digunakan untuk memantau reduksi fraktur
dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan
terlihat pembentukan kalus pada sinar X. Ketika kalus telah kuat
dapat dipasang gips atau bidai untuk melnajutkan imobilisasi.
Reduksi terbuka. Pad fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen yulang direduksi. Alat fiksasi
interna dalambentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan
logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini
diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang,
19
7. Komplikasi
Menurut Istianah (2017:212-214), komplikasi fraktur antara lain:
a) Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma ditandai dengan menghilangnya
denyut nadi, menurunkan CRT, sianosis bagian distal, dan
hematoma melebar. Tanda lain adalah rasa dingin pada
ekstermitas akibat tindakan darurat splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement syndrome
Kompartement syndrome adalah komplikasi serius ynag terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh edema atau
perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
Penyebab lain mungkin berasal dari tekanan luar, seperti gips atau
pembebatan yang terlalu kuat.
3) Avaskuler nekrosis
20
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M et. al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Elsevier
Global Right, United Kingdom.
Hariyanto, Awan dan Rini Sulistyowati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah 1 dengan Diagnosis Nanda Internasional. Ar-Ruzz Media, Jakarta.
22
Kozier, Barbara et. al. 2011. Buku Ajar Fundamental Keprawatan: konsep, proses,
dan praktik. EGC, Jakarta.
Moorhead, Sue et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Elsevier
Global Right, United Kingdom.
Mubarak, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia : Teori dan Aplikasi dalam Praktik. EGC, Jakarta.
Pearce, Evelyn C. 2017. Anatomi dan Fisiologis untuk para Medis.CV Prima
Grafika, Jakarta.
Prasetyo, Sigit Nian. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu,
Yogyakarta.