Anda di halaman 1dari 22

1

LAPORAN PENDAHULUAN
NYERI PADA PASIEN FRAKTUR

A. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia


1. Definisi
Menurut Zakiyah (2015:6), nyeri merupakan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan, persepsi nyeri seseorang sangat
ditentukan oleh emosionalnya. Persepsi nyeri bersifat sangat pribadi dan
subyektif. Oleh karena itu suatu rangsang yang sama dapat dirasakan
berbeda oleh dua orang yang berbeda bahkan dua rangsang yang sama
dapat dirasakan berbeda oleh satu orang karena kedaan emosionalnya
yang berbeda.
Menurut Zakiyah (2015:6), nyeri adalah pengalaman sensori yang
tidak menyenangkan, unsur utama yang harus ada untuk bisa disebut
nyeri adalah rasa tidak menyenangkan, tanpa unsur itu tidak dapat
dikategorikan sebagai nyeri, walaupun sebaliknya, semua yang tidak
menyenangkan tidak dapat disebut sebagai nyeri
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008:204), nyeri adalah
perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif dan hanya orang
yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi
Menurut Pearce (2017:334-337), susunan saraf pusat dibagi
atas dua bagian penting yaitu: susunan saraf pusat atau sistem
serebrospinal dan susunan saraf otonom, yang mencakup susunan
saraf simpatik dan susunan saraf parasimpatis.
1) Susunan saraf pusat
Susunan ini atas otak, sumsum tulang belakang, dan urat-urat saraf
atau saraf cabang yang tumbuh dari otak dan sumsum tulang
belakang, yang disebut urat saraf perifer (urat saraf tepi). Jaringan
saraf membentuk salah satu dari empat kolompok jaringan utama
pada tubuh.
2) Sistem saraf otonom
2

Sistem saraf otonom bergantung pada sistem saraf pusat, dan


antara keduanya dihubungkan urat-urat saraf aferen dan eferen.
Menurut fungsinya, susunan saraf otonom dibagi dalam dua bagian:
a) Sistem simpatis yang terletak didepan kolumna vertebra
berhubungan serta bersambung dengan tulang belakang melalui
serabut-serabut saraf.
b) Sistem parasimpatis yang terbagi dalam dua bagian yang terdiri
atas saraf kranial dan saraf otonom sakral.
b. Fisiologi
Menurut Kozier, et. al (2011:691-693), bagaimana nyeri
ditransmisikan dan dipersepsikan masih belum dipahami sepenuhnya.
Kapan nyeri dirasakan dan sampai berapa derajat bergantung pada
interaksi antara sistem analgesik tubuh dan transmisi sistem saraf
serta interpretasi stimulus.
1) Nosisepsi
Sistem saraf tepi meliputi saraf sensorik primer yang khusus
mendeteksi kerusakan jaringan dan menimbulkan sensasi
sentuhan, panas, dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang
menyalurkan sensasi nyeri disebut nosiseptor. Reseptor nyeri
atau nosiseptor ini dapat dieksitasi oleh stimulus mekanis, suhu,
atau kimia. Proses fisiologis yang berhubungan dengan persepsi
nyeri digambarkan sebagai nosisepsi. Empat proses terlibat dan
nosisepsi: transduksi, transmisi, persepsi, dan modulasi.
2) Transduksi
Pada fase transduksi, stimulus atau rangsangan yang
membahayakan memicu pelepasan mediator biokimia yang
mensensitisasi nosiseptor. Stimulus menyakitkan atau berbahaya
juga menyebabkan pergerakan ion-ion menembus membran sel,
yang membangkitkan nosiseptor. Obat nyeri dapat bekerja selama
fase ini dengan menghambat produksi prostaglandin atau dengan
menurunkan pergerakan ion-ion menembus membran sel.

3) Transmisi
Proses nosisepsi kedua, transmisi nyeri, meliputi 3 segmen:
3

a) Segmen pertama, implus nyeri berjalan dari serabut saraf tepi


ke medula spinalis. Zat P bertindak sebagai sebuah
neurotransmiter, yang meningkatkan pergerakan impuls
menyeberangi sinaps saraf dari neuron aferen primer ke
neuron ordo kedua di kornu dorsalis medula spinalis.
Dua tipe serabut nosiseptor menyebabkan transmisi ini ke
kornu dorsalis medula spinalis: serabut C, yang
mentransmisikan nyeri tumpul yang berkepanjangan dan
serabut A-delta, yang mentransmisikan nyeri tajam dan lokal.
b) Segmen kedua adalah transmisi dari medula spinalis dan
asendens, melalui traktus spinotalamikus, ke batang otak dan
talamus.
c) Segmen ketiga melibatkan transmisi sinyal antara talamus ke
korteks sensorik somatik tempat terjadinya persepsi nyeri.
Kendali nyeri dapat terjadi selama proses transmisi kedua ini.
Misalnya, opioid (narkotik) menghambat pelepasan
neurotransmiter, terutama zat P, yang menghentikan nyeri di
tingkat spinal.
4) Persepsi
Proses ketiga, persepsi, adalah saat klien menyadari rasa nyeri.
Diyakini bahwa persepsi nyeri terjadi dalam struktur kortikal, yang
memungkinkan strategi kognitif-perilaku yang berbeda dipakai
untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri. Misalnya,
intervensi nonfarmakologi seperti distraksi, imajinasi terbimbing,
dan musik dapat membantu mengalihkan perhatian klien dari
nyeri.
5) Modulasi
Pada fase ini neuron dibatang otak mengirimkan sinyal-sinyal
kembali ke kornu dorsalis medula spinalis. Fase ini disebut juga
sistem desenden. Serabut desenden tersebut melepaskan
substansi seperti opioid, serotonin, dan norepinefrin yang bekerja
untuk menghambat implus asenden yang membahayakan
dibagian dorsalis medula spinalis.

3. Klasifikasi Gangguan
4

a. Klasifikasi nyeri
Menurut Zakiyah (2015:18-21), klasifikasi nyeri dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu sebagai berikut:
1) Berdasarkan lama keluhan
a) Nyeri akut, adalah respons fisiologis normal yang diramalkan
terhadap rangsangan kimiawi, panas, atau mekanik yang
menyusul suatu pembedahan, trauma, dan penyakit akut.
b) Nyeri kronis, adalah perpaduan dari manifestasi fisik dan
psikologi sehingga nyeri ini idealnya diberikan intervensi fisik dan
psikologi.
2) Berdasarkan lokasi
a) Somatic pain, nyeri timbul karena gangguan bagian luar tubuh,
nyeri ini dibagi menjadi tiga:
(1) Nyeri superfisial (cutaneus pain), biasanya timbul pada
permukaan tubuh akibat stimulasi kulit seperti laserasi, dan
sebagainya.
(2) Nyeri somatik dalam, adalah nyeri yang terjadi pada otot dan
tulang serta struktur penyokong lainnya.
(3) Nyeri viseral, nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ
internal
b) Nyeri pantom (phantom pain), merupakan nyeri khusus yang
dirasakan klien yang mengalami amputasi
c) Nyeri menjalar, sensasi nyeri yang meluas dari tempat awal
cedera ke bagian tubuh yang lain.
d) Nyeri alih, merupakan nyeri yang timbul akibat adanya nyeri
viseral yang menjalar ke organ lain sehingga nyeri dirasakan
pada beberapa tempat.
3) Berdasarkan etiologi
a) Nyeri fisiologi atau nyeri organik, merupakan nyeri yang
diakibatkan oleh kerusakan organ tubuh
b) Nyeri psikogenik, penyebab fisik nyeri sulit diidentifikasi karena
nyeri ini diakibatkan oleh faktor psikologis.
b. Klasifikasi nyeri berdasarkan NANDA
Menurut Herdman dan Kamitsuru (2015:469-471), klasifikasi nyeri
dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
5

1) Nyeri akut, yaitu pengalaman sensori dan emosional tidak


menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual
atau potensial atau yang gambarkan sebagai kerusakan
(International Association for the Study of Pain) awitan yang tiba-
tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau diprediksi.
2) Nyeri kronis, yaitu pengalaman sensorik dan emosional tidak
menyenangkan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial,
atau digambarkan sebagai suatu kerusakan (International
Association for the Study of Pain) awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat, terjadi konstan atau
berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung lebih dari tiga (>3) bulan.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa nyeri


Menurut Zakiyah (2015:22-26), faktor-faktor yang mempengaruhi
rasa nyeri antara lain:
a. Usia
Usia memengaruhi persepsi dan ekspresi seseorang terhadap nyeri.
Perbedaan perkembangan pada orang dewasa dan anak sangat
memengaruhi bagaimana bereaksi terhadap nyeri.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang memengaruhi nyeri.
c. Kebudayaan
Pengaruh kebudayaan dapat menimbulkan anggapan pada orang
bahwa memperlihatkan tanda-tanda kesakitan berarti
memperlihatkan kelemahan pribadinya.
d. Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan peningkatan nyeri,
sedangkan upaya untuk menghilangkan perhatian dihubungkan
dengan penurunan sensasi nyeri.
e. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri dapat memengaruhi
pengalaman nyeri dan cara orang beradaptasi dengan nyeri.
f. Ansietas
6

Hubungan ansietas dengan nyeri merupakan suatu hal yang


kompleks.
g. Mekanisme koping
Gaya koping dapat memengaruhi klien dalam mengatasi nyeri
h. Keletihan
Rasa kelelahan dapat dapat menyebabkan peningkatan sensasi rasa
nyeri dan dapat menurunkan koping untuk mengatasi rasa nyeri,
apabila kelelahan disertai,masalah dengan masalah tidur maka
sensasi rasa nyeri bertambah berat.
i. Pengalaman sebelumnya
Seorang klien yang tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi
pertama dapat mengganggu mekanisme koping terhadap nyeri, akan
tetapi pengalaman sebelumnya tidak selalu berarti bahwa klien
tersebutakan dengan mudah menerima nyeri.
j. Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang dekat dan bagaimana sikap mereka terhadap klien
dapat memengaruhi respon terhadap nyeri.

5. Tanda dan Gejala


Menurut Prasetyo (2010:22), tanda dan gejala nyeri adalah sebagai
berikut:
a. Nyeri akut
1) Peningkatan tekanan darah
2) Peningkatan respirasi
3) Peningkatan denyut jantung
4) Diaphoresis
5) Dilatasi pupil
6) Memperlihatkan respon emosi
7) Mengerang kesakitan
8) Mengerutkan wajah dan menyeringai
9) Melaporkan secara verbal rasa ketidaknyamanan terkait dengan
nyeri
b. Nyeri kronis
1) Tanda vital sering kali dalam batas normal dan disertai dengan
dilatasi pupil
7

2) Timbulnya keputusan terhadap penyakitnya


3) Kelesuan
4) Penurunan libido dan berat badan
5) Perilaku menarik diri
6) Mudah tersinggung
7) Marah
8) Tidak tertarik dengan aktifitas fisik
9) Sedikit bertanya tentang nyeri yang pasien alami dengan petugas
kesehatan

6. Pengkajian
a. Pengkajian riwayat nyeri
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008:213-214), pengkajian
riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, antara lain:
1) Lokasi, untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien
untuk menunjukkan nyerinya.
2) Intensitas nyeri, penggunaan intensitas nyeri merupakan metode
yang mudah dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri
pasien.
3) Kualitas nyeri, nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau
“ditusuk-tusuk”.
4) Pola, pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan
atau interval nyeri.
5) Faktor presipitasi, aktivitas tertentu dapat memicu timbulnya
nyeri.
6) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
7) Gejala yang menyertai, gejala ini meliputi mual, muntah, pusing
dan diare.
8) Sumber koping, setiap individu memiliki strategi koping yang
berbeda dalam menghadapi nyeri.
9) Respons afektif, perawat perlu mengkaji adanya perasaan
ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri klien.
Selain poin di atas dapat juga dikaji menggunakan metode PQRST
1) P = Provoking atau pemicu,yaitu faktor yang memicu timbulnya
nyeri
8

2) Q = Quality atau kualitas nyeri (mis, tumpul, tajam)


3) R = Region atau daerah, yaitu daerah perjalanan ke daerah lain
4) S = Severity atau keganasan, yaitu intensitasnya
5) T = Time atau waktu, yaitu serangan, lamanya, kekerapan, dan
sebab
b. Pengukuran intensitas nyeri
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008:212-213),
mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan skala
longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk
keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri
paling hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu
bilangan yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri
yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada sebuah
grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subyektif
dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran,
konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas dan harapan keluarga.
Skala wajah (Wong-Baker Faces Pain Rating Scale)

Keterangan :
1) Ekspresi wajah 0 : tidak nyeri
2) Ekspresi wajah 1: nyeri ringan
3) Ekspresi wajah 2: nyeri sedang
4) Ekspresi wajah 3 : nyeri berat
5) Ekspresi wajah 4 : nyeri sangat berat
6) Ekspresi wajah 5 : nyeri hebat

7. Diagnosa Keperawatan
Menurut Zakiyah (2015:51), diagnosa keperawatan yang bisa muncul
pada klien dengan gangguan nyeri adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut
b. Nyeri kronis
9

Diagnosa yang utama dijabarkan oleh Herdman dan Kamitsuru


(2015:472), adalah sebagai berikut:
a. Diagnosa: nyeri akut
1) Definisi
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau
yang digambarkan sebagai kerusakan (international association
for the study of pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi.
2) Batasan karakteristik
a) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa
nyeri untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya
b) Diaforesis
c) Dilatasi pupil
d) Ekspresi wajah nyeri (mata kurang bercahaya, meringis)
e) Fokus pada diri sendiri
f) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala
nyeri
g) Mengekspresikan perilaku (gelisah, merengek, menangis,
waspada)
h) Perilaku distraksi
i) Perubahan selera makan
j) Sikap melindungi area nyeri
3) Faktor yang berhubungan
a) Agens cedera biologis (infeksi, iskemia, neoplasma)
b) Agens cedera fisik (abses, amputasi, luka bakar, terpotong)
c) Agens cedera kimiawi (luka bakar, kapsaisin, metilen
klorida, agens mustard)
b. Diagnosa: Nyeri kronis
1) Definisi
Pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau
digambarkan sebagai suatu kerusakan (international association
for the study of pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan
10

intensitas dari ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang


tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung lebih dari 3 bulan.
2) Batasan karakteristik
a) Anoreksia
b) Ekspresi wajah nyeri
c) Fokus pada diri sendiri
d) Hambatan kemampuan meneruskan aktivitas sebelumnya
e) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala
nyeri
f) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan
standar instrumen nyeri
g) Laporan tentang perilaku nyeri/ perubahan aktivitas
h) Perubahan pola tidur
3) Faktor yang berhubungan
a) Agen pencedera
b) Cedera medula spinalis
c) Cedera otot
d) Cedera tabrakan
e) Distres emosi
f) Fraktur
g) Gangguan genetik
h) Gangguan imun
i) Kerusakan sistem saraf
j) Mengangkat beban berat berulang

8. Perencanaan
a. Diagnosa Nyeri Akut
1) Menurut Moorhead, et. al (2013:321),NOC yang dapat muncul
adalah sebagai berikut:
NOC : Kontrol nyeri
Definisi : tindakan pribadi untuk mengontrol nyeri.
11

Tujuan : klien mampu mengontrol nyeri secara efektif sampai


tanggal …. dengan indikator:
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Mengenali kapan nyeri terjadi
2. Menggambarkan faktor penyebab
3. Menggunakan tindakan pencegahan
4. Mengenali yang terkait dengan nyeri
5. Melaporkan nyeri yang terkontrol
Keterangan skala :
1 Tidak pernah menunjukan
2 Jarang menunjukan
3 Kadang-kadang menunjukan
4 Sedang menunjukan
5 Secara konsisten menunjukan
2) NIC (Nursing Interventions Clasifications)
Menurut Bulechek, et. al (2013:198), NIC yang dapat muncul
adalah sebagai berikut:
NIC I : Manajemen nyeri
Definisi : Pengurangan atau reduksi nyeri sampai pada tingkat
kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.
Aktivitas:
a) Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau
memperbesar nyeri.
b) Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri dalam
interval yang spesifik.
c) Dukung istirahat atau tidur yang adekuat untuk membantu
penurunan nyeri.
d) Dorong pasien untuk menggunakan obat-obatan penurun nyeri
yang adekuat.
e) Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup
pasien (misalnya: tidur, nafsu makan, pengertian, perasaan,
hubungan, performa kerja dan tanggung jawab peran).
f) Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan dirasakan dan antsipasi dari
ketidakseimbangan akibat prosedur.
12

g) Berikan informasi yang akurat yang meningkatkan


pengetahuan dan respon keluarga terhadap analgesik
pengalaman nyeri.
h) Pastikan keperawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat.
i) Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan
lainnya untuk tindakan penurunan nyeri nonfarmakologi sesuai
kebutuhan.
j) Beri tahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan
pasien saat ini berubah signifikan dari pengalaman nyeri
sebelumnya.
NIC 2 : Aplikasi panas/dingin
Definisi : Stimulasi kulit dan jaringan di bawahnya dengan
(menggunakan) aplikasi panas atau dingin untuk tujuan
mengurangi rasa sakit, kejang otot, atau peradangan.
Aktivitas:
a) Jelaskan penggunaan (aplikasi) panas atau dingin, alasan
perawatan, dan bagaimana hal tersebut akan mempengaruhi
gejala pasien.
b) Monitor bagaimana keadaan pasien apakah
c) Pilih metode stimulasi yang nyaman dan tersedia (misalnya, tas
plastik tahan air dengan es yang mencair, bungkusan gel beku,
bungkusan es kimiawi, rendaman es, kain atau handuk di
lemari es untuk penggunaan dingin, botol air panas, bantal
pemanas listrik, panas, kompres basah, perendaman di bak
mandi atau pancuran air, lilin parafin, bak mandi, lampu yang
bercahaya, atau bungkus plastik untuk perangkat panas).
d) Pertimbangkan kondisi kulit dan identifikasi setiap perubahan
yang memerlukan perubahan prosedur atau kontraindikasi
terhadap stimulasi.
e) Gunakan kain lembab sebelah kulit untuk meningkatkan dingin
atau panas disaat yang tepat
f) Ganti tempat pengunaan panas atau dingin atau alihkan
stimulasi jika kenyamanan tidak didapatkan.
13

g) Instruksikan bagaimana menghindari kerusakan jaringan yang


terkait dengan perangkat panas atau dingin.
h) Anjurkan untuk tidak menyesuaikan pengaturan suhu secara
mandiri tanpa instruksi sebelumnya.
i) Kolaborasikan dengan farmasi untuk pemberian obat
pengurang nyeri.
j) Evaluasi dan dokumentasikan respon terhadap aplikasi panas
dan dingin
b. Diagnosa Nyeri Kronis
1) Menurut Moorhead, et. al (2013:577), NOC yang dapat muncul
adalah sebagai berikut:
NOC : Tingkat nyeri
Definisi : keparahan dari nyeri yang diamati atau dilaporkan
Tujuan : klien mampu mencapai tingkat nyeri yang minimal
pada tanggal…. dengan indikator:
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Nyeri yang dilaporkan
2. Panjangnya episode nyeri
3. Mengerang dan menangis
4. Tidak bisa beristirahat
5. Berkeringat berlebihan
Keterangan skala:
1 Berat
2 Cukup berat
3 Sedang
4 Ringan
5 Tidak ada
2) NIC (Nursing Interventions Clasifications)
Menurut Bulechek, et. al (2013:247), NIC yang dapat muncul
adalah sebagai berikut:
NIC : Pemberian analgesik
Definisi : Penggunaan agen farmakologi untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri
Aktivitas:
14

a) Monitor tanda vital sebelum dan setelah memberikan


analgesik narkotik pada pemberian dosis pertama kali atau
jika ditemukan tanda-tanda yang tidak biasanya.
b) Cek adanya riwayat alergi obat.
c) Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi
obat analgesik yang diresepkan.
d) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri
sebelum mengobati pasien.
e) Berikan analgesik sesuai waktu paruhnya, terutama pada
nyeri yang berat.
f) Berikan kebutuhan kenymanan dan aktivitas lain yang dapat
membantu relaksasi untuk memfasilitasi penurunan nyeri.
g) Susun harapan yang positif mengenai keefektifan analgesik
untuk mengoptimalkan respon pasien.
h) Perbaiki kesalahan pengertian/mitos yang dimiliki pasien dan
anggota keluarga yang mungkin keliru tentang analgesik.
i) Ajarkan tentang penggunaan analgesik, strategi untuk
menurunkan efek samping, dan harapan terkait dengan
keterlibatan dalam keputusan pengurangan nyeri.
j) Kolaborasi dengan dokter apakah obat, dosis, rute
pemberian, atau perubahan interval dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus berdasarkan prinsip analgesik
NIC 2 : Peningkatan koping
Definisi : fasilitasi usaha kognitif dan perilaku untuk mengelola
stressor yang dirasakan, perubahan, atau ancaman yang
mengganggu dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan
peran.
Aktivitas:
a) Bantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan jangka pendek
dan jangka panjang yang tepat.
b) Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan
c) Berikan penilaian mengenai dampak dari situasi kehidupan
pasien terhadap peran dan hubungan yang ada.
d) Kolaborasikan dengan keluarga pasien untuk perspektif
terhadap situasi yang penuh stres
15

e) Eklsplorasi bersama pasien mengenai metode sebelumnya


pada saat menghadapi masalah kehidupan
f) Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
sesuai dengan kebutuhan.
g) Dukung kemampuan mengatasi situasi secara berangsur-
angsur.
h) Berikan suasana penerimaan.
i) Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
sesuai dengan kebutuhan.
j) Mengenali pasien pada seseorang (atau kelompok) yang
telah berhasil melewati pengalaman yang sama.

B. Konsep Penyakit
1. Definisi
Menurut Istianah (2017:207), fraktur adalah kondisi tulang yang
patah atau terputus sambungannya akibat tekanan berat. Tulang adalah
bagian tubuh yang keras, namun jika diberi gaya tekan yang lebih besar
daripada yang dapat diabsorpsi, maka bisa terjadi fraktur. Gaya tekan
berlebihan yang dimaksud antara lain seperti pukulan keras, gerakan
16

memuntir atau meremuk yang terjadi mendadak, dan bahkan kontraksi


otot ekstrem.

2. Penyebab
Menurut Istianah (2017:208), penyebab terjadinya fraktur adalah :
a) Trauma
1) Trauma langsung, misalnya pada kecelakaan lalu lintas.
2) Trauma tidak langsung, misalnya jatuh dari ketinggian dengan
posisi berdiri/duduk dapat mengakibatkan fraktur tulang belakang.
b) Patologis, metastase tulang
c) Degenerasi
d) Spontan, misalnya akibat tarikan otot yang sangat kuat.
Sedangkan menurut Wahid (2013:10), penyebab terjadinya fraktur
adalah :
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Farktur demikian sering bersifat fraktur terbuka denagn
garis patah melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dan
ketiganya, dan penarikan.

3. Patofisologi
Menurut Wahid (2013:10), tulang bersifat rapuh namun cukup
mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang,
maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak
17

yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan


tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi
sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya.

4. Pemeriksaan penunjang
Menurut Istianah (2017:214), pemeriksaan penunjang yang umum
dilakukan pada kasus fraktur adalah:
a) Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
b) Scan tulang, tomogram, atau scan CT/MRI untuk memperlihatkan
fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c) Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
d) Hitung darah lengkap. Hemokonsentrasi mungkin meningkat atau
menurun pada perdarahan, selain itu peningkatan leukosit mungkin
terjadi sebagai respons terhadap peradangan.
e) Kretinin. Trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.
f) Profil koagulasi. Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi atau cedera organ hati.

5. Tanda dan gejala


Menurut Wahid (2013:15), tanda dan gejala dari fraktur adalah :
a) Deformitas
b) Bengkak/edema
c) Echimosis (Memar)
d) Spasme otot
e) Nyeri
f) Kurang/hilang sensasi
g) Krepitasi
h) Pergerakan abnormal
i) Rontgen abnormal
18

6. Penatalaksanaan
Menurut Wahid (2013:16), penatalaksaan untuk kasus fraktur
adalah:
a) Faktur terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam
(golden peroid). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
1) Pembersihan luka
2) Eksisi jaringan mati/debridement
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b) Seluruh frakur
1) Rekognisis/ pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya.
2) Reduksi/manipulasi/reposisi
Upaya untuk memanipulasikan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula seacra optimum. Dapat juga diartikan reduksi fraktur
(setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasfanatomis.
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup
dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya
denagn manipulasi dan traksi manual.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi
dan imonilisasi. Bertanya traksi disesuaikan dengan spasme otot
yang terjadi. Sinar X digunakan untuk memantau reduksi fraktur
dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan
terlihat pembentukan kalus pada sinar X. Ketika kalus telah kuat
dapat dipasang gips atau bidai untuk melnajutkan imobilisasi.
Reduksi terbuka. Pad fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen yulang direduksi. Alat fiksasi
interna dalambentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan
logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini
diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang,
19

alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi


fragmen tulang.
3) Retensi/ immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun.
Immobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimbolisasi atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang
benar sampai terjadisasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan
gips. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang
berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi
dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status
neurovaskuler dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neuromuskuler.

7. Komplikasi
Menurut Istianah (2017:212-214), komplikasi fraktur antara lain:
a) Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma ditandai dengan menghilangnya
denyut nadi, menurunkan CRT, sianosis bagian distal, dan
hematoma melebar. Tanda lain adalah rasa dingin pada
ekstermitas akibat tindakan darurat splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement syndrome
Kompartement syndrome adalah komplikasi serius ynag terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh edema atau
perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
Penyebab lain mungkin berasal dari tekanan luar, seperti gips atau
pembebatan yang terlalu kuat.
3) Avaskuler nekrosis
20

Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu. Kondisi


ini dapat menyebabkan nekrosis tulang yang diawali dengan
munculnya Volkman’s Ischemia.
4) Shock
Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler. Kondisi yang umum terjadi pada kasus
fraktur ini bisa menyebabkan turunnya oksigenasi.
5) Fat embolism syndrom
Adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur
tulang panjang, FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan menurunkan
tingkat oksigen dalam darah. Kondisi ini ditandai denagn gangguan
pernafasan, takikardi, hipertensi, takipne, dan demam.
6) Infeksi
Trauma pada jaringan dapat menurunkan fungsi sistem
pertahanan tubuh. Pada trauma ortopedik, infeksi dimulai pada
kulit dan masuk ke dalam tubuh. Kondisi ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, akan tetapi bisa juga karena penggunaan
bahan asing dalam pembedahan seperti pin dan plat.
b) Komplikasi lanjutan
1) Delayed union
Kondisi ketika fraktur gagal menyatu sesuai denagn waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Umumnya disebabkan oleh
penurunan suplai darah ke tulang.
2) Non union
Kondisi ketika fraktur gagal menyatu dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat dan stabil setelah enam bulan.
Kondisi ini ditandai denagn pergerakan berlebih pada sisi fraktur
yang membentuk sendi palsu .
3) Mal union
Kondisi penyembuhan tulang yang terlihat dari meningkatnya
kekuatan tulang dan perubahan bentuk. Kondisi ini dicapai melalui
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
21

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M et. al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Elsevier
Global Right, United Kingdom.

Hariyanto, Awan dan Rini Sulistyowati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah 1 dengan Diagnosis Nanda Internasional. Ar-Ruzz Media, Jakarta.
22

Herdman, T. Heather dan Shigemi Kamitsuru. 2015. NANDA International


Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. EGC, Jakarta.

Istianah, Umi. 2017. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Pustaka Baru Press, Yogyakarta.

Kozier, Barbara et. al. 2011. Buku Ajar Fundamental Keprawatan: konsep, proses,
dan praktik. EGC, Jakarta.

Moorhead, Sue et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Elsevier
Global Right, United Kingdom.

Mubarak, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia : Teori dan Aplikasi dalam Praktik. EGC, Jakarta.

Pearce, Evelyn C. 2017. Anatomi dan Fisiologis untuk para Medis.CV Prima
Grafika, Jakarta.

Prasetyo, Sigit Nian. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu,
Yogyakarta.

Wahid, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. CV. Trans Info Media, Jakarta.
Zakiyah, Ana. 2015. Nyeri: Konsep dan Penatalaksaan dalam Praktik
Keperawatan Berbasis Bukti. Salemba Medika, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai