Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN TERMOREGULASI

Disusun Oleh :
Novi Alvianita (010118A096)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2019
A. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem yang mengatur suhu tubuh memiliki tiga bagian penting: sensor di
bagian  permukaan dan inti tubuh, integrator di hipotalamus, dan sistem efektor yang
dapat menyesuaikan produksi serta pengeluaran panas. (Kozier, et al., 2011)
Hipotalamus, yang terletak antara hemisfer serebral, mengontrol suhu tubuh
sebagaimana thermostat dalam rumah. Hipotalamus merasakan perubahan ringan
pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas, dan
hipotalamus posterior mengontrol produksi panas.
Bila sel saraf di hipotalamus anterior menjadi panas melebihi sel
point,implusakan dikirim untuk menurunkan suhu tubuh. Mekanisme pengeluaran
panas termasuk berkeringat, vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah dan hambatan
produksi panas. Darah didistribusi kembali ke pembuluh darah permukaan untuk
meningkatkan pengeluaran panas. Jika hipotalamus posterior merasakan suhu tubuh
lebih rendah dari set point, mekanisme konservasi panas bekerja. Vasokonstriksi
(penyempitan) pembuluh darah mengurangi aliran aliran darah ke kulit dan
ekstremitas. Kompensasi produksi panas distimulasi melalui kontraksi otot volunter
dan getaran (menggigil) pada otot. Bila vasokonstriksi tidak efektif dalam
pencegahan tambahan pengeluaran panas, tubuh mulai mengigi. Lesi atau trauma
pada hipotalamus atau korda spinalis, yang membawa pesan hipotalamus, dapat
menyebabkan perubahan yang serius pada kontrol suhu. (Potter dan Perry, 2005).

B. DEFINISI
Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologi tubuh manusia mengenai
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat di
perhatikan secara konstan. (Aziz, 2012)
Mekanisme fisiologis dan perilaku mengatur keseimbangan antara panas yang
hilang dan dihasilkan atau lebih sering disebut sebagai termoregulasi. Mekanisme
tubuh harus mempertahankan hubungan antara produksi panas dan kehilangan panas
agar suhu tubuh tetap konstan dan normal. Hubungan ini diatur oleh mekanisme
neurologis dan kardiovaskuler. (Potter dan Perry, 2010)
Termoregulasi adalah proses homeostatic yang berfungsi untuk
mempertahankan suhu tubuh untuk tetap dalam keadaan normal, yang dicapai dengan
menyeimbangkan panas yang ada dalam tubuh dan panas yang dikeluarkan (Broklyn,
2008)
Hipertermi merupakan kondisi dimana tubuh mengalami peningkatan suhu
diatas normal, kondisi ini terjadi karena memberikan reaksi terhadap serang racun
yang masuk dalam tubuh secara alami apabila jumlah toksik yang masuk tidak banyak
tubuh akan menetralisir secara normal pula. Namun apabila racun atau toksik yang
ada dalam tubuh sudah melebihi ambang batas, maka akan secara alami pula tubuh
akan memberikan reaksi yang setara (Asmadi, 2008)
Normalnya suhu tubuh berkisar 36º - 37ºC, suhu tubuh dapat diartikan sebagai
keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas yang hilang dari tubuh.
Kulit merupakan organ tubuh yang bertanggung jawab untuk memelihara suhu tubuh
agar tetap normal dengan mekanisme tertentu. Produksi panas dapat meningkat atau
menurun dapat dipengaruhi oleh berbagai sebab, misalnya penyakit atau stress. Suhu
tubuh yang terlalu ekstrim baik panas maupun dingin dapat memicu kematian.
(Hidayat, 2008).

C. FAKTOR YANG MEMPENGARU


a. Suhu
Suhu tubuh bayi dapat berespons secara drastis terhadap perubahan suhu
lingkungan. Pakaian harus cukup dan paparan pada suhu yang ekstrem harus
dihindari. Bayi baru lahir pengeluaran lebih dari 30% panas tubuhnya melalui
kepala dan oleh karena itu perlu menggunakan penutup kepala untuk mencegah
pengeluaran panas. Bila terlindung dari lingkungan yang ekstrem, suhu bayi
dipertahankan pada 35,5ºC sampai 39,5ºC.
Regulasi suhu tidak stabil sampai anak-anak mencapai pubertas. Rentang
suhu normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati masa lansia.
Lansia mempunyai rentang suhu tubuh lebih sempit daripada dewasa awal. Suhu
oral 35ºC tidak lazim pada lansia dalam cuaca dingin. Namun, rentang suhu tubuh
pada lansia sekitar 36ºC. Lansia terutama sensitif terhadap suhu yang ekstrem
karena kemunduran mekanisme kontrol, terutama pada kontrol vasomotor
(kontrol vasokonstriksi dan vasodilatasi), penurunan jumlah jaringan subkutan,
penurunan aktivitas kelenjar keringat dan penurunan metabolisme.
b. Olahraga
Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dan pemecahan
karbohidrat dan lemak. Hal ini menyebabkan peningkatan metabolisme dan
produksi panas. Segala jenis olahraga dapat meningkatkan produksi panas
akibatnya meningkatkan suhu tubuh. Olahraga berat yang lama, seperti lari jarak
jauh, dapat meningatkan suhu tubuh untuk sementara sampai 41ºC.
c. Kadar Hormon
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar
dibandingkan pria. Variasi hormonal selama siklus menstruasi menyebabkan
fluktuasi suhu tubuh. Kadar progesteron meningkat dan menurun secara bertahap
selama siklus menstruasi. Bila kadar progesteron rendah, suhu tubuh beberapa
derajat dibawah kadar batas. Suhu tubuh yang rendah berlangsung sampai terjadi
ovulasi. Selama ovulasi, jumlah progesteron yang lebih besar memasuki sistem
sirkulasi dan meningkatkan suhu tubuh sampai kadar batas atau lebih tinggi.
Variasi suhu ini dapat digunakan untuk memperkirakan masa paling subur pada
wanita untuk hamil. Perubahan suhu juga terjadi pada wanita menopause
(penghentian menstruasi).. Wanita yang sudah berhenti mentruasi dapat
mengalami periode panas tubuh dan berkeringat banyak, 30 detik sampai 5 menit.
Hal tersebut karena kontrol vasomotor yang tidak stabil dalam melakukan
vasodilatasi dan vasokontriksi.
d. Irama Sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,5ºC sampai 1ºC selama periode 24 jam.
Bagaimana pun, suhu merupakan irama stabil pada manusia. Suhu tubuh paling
rendah biasanya antara pukul 1:00 dan 4:00 dini hari. Sepanjang hari, suhu tubuh
naik, sampai sekitar pukul 18:00 dan kemudian turun seperti pada dini hari.
Penting diketahui, pola suhu tidak secara otomatis berubah pada orang yang
bekerja pada malam hari dan tidur di siang hari. Perlu waktu 1-3 minggu untuk
perputaran tersebut berubah. Secara umum, irama suhu sirkadian tidak berubah
sesuai usia. Penelitian menunjukkan, puncak suhu tubuh adalah dini hari pada
lansia.

e. Stres
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal
dan persarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan panas. Klien yang
cemas saat masuk rumah sakit atau tempat praktik dokter, suhu tubuhnya dapat
lebih tinggi dari normal.
f. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji dalam ruangan yang
sangat hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui
mekanisme pengluaran-panas dan suhu tubuh akan naik. Jika klien berada di
lingkungan luar tanpa baju hangat, suhu tubuh mungkin rendah karena
penyebaran yang efektif dan pengeluaran panas yang konduktif. Bayi dan lansia
paling sering dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena mekanisme suhu mereka
kurang efisien.

D. MASALAH YANG MUNCUL


a. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah
hipertermi.
Suhu tubuh lansia secara normal berada pada nilai akhir terendah dari batasan
suhu. Secara keseluruhan, kondisi fisik mempengaruhi kemampuan klien untuk
menoleransi peningkatan frekuensi jantung, peningkatan frekuensi pernapasan,
penurunan volume cairan, dan peningkatan kebutuhan oksigen metabolic saat
demam. Lansia, klien yang lemah dan dengan luka bakar berat, penyakit
neoplastic atau gangguan system imun beresiko tinggi terhadap komplikasi yang
diinduksi oleh demam. Suhu yang lebih tinggi dari 39ºC menunjukkan sedikit
perubahan fisiologis. Jika suhu tubuh mencapai 40ºC, intervensi perlu sekali
untuk menghindari kerusakan ireversibel terhadap sel.
b. Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu
tinggi dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut
heatstroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas yang
tinggi. Heatstroke dengan suhu lebih besar dari 40,5ºC mengakibatkan kerusakan
jaringan pada sel dari semua organ tubuh.
c. Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus trehadap dingin
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas., mengakibatkan
hipotermi. Dalam kasus hipotermi berat, klien menunjukkan tanda klinis yang
mirip dengan orang mati (misal tidak ada respon terhadap stimulus dan nadi serta
pernapasan sangat lemah).
E. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis :
Pada gangguan termoregulasi hipertermi diberikan antipiretik dan pada hipotermi
diberkan infus normal salin yang telah dihangatkan, beri terapi oksigen.

2. Penatalaksanaan lainnya :
1) Mengawasi kondisi pasien (Monitor suhu berkala 4-6 jam)
2) Berikan motivasi untuk minum banyak
3) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
4) Kompres dengan air hangat pada dahi, dada, ketiak, dan lipatan paha
5) Pemberian obat antipiretik seperti paracetamol, asetaminofen untuk membantu
dalam penurunan panas
6) Pemberian antibiotic sesuai indikasi
7) Ditempatkan pada ruangan bersuhu normal, menggunakan pakaian yang tidak
tebal, dan memberikan kompres
8) Terapi keperawatan nonfarmakologis juga dapat digunakan untuk menurunkan
demam dengan cara peningkatan pengeluaran panas melalui evaporasi,
konduksi, konveksi atau radiasi. Secara tradisional perawat telah menggunakan
mandi tepid spoge, mandi dengan menggunakan larutan air alcohol, kompres es
pada daerah aksila dan lipatan paha
9) Tindakan keperawatan mandiri meningkatkan kenyamanan, menurunkan
kebutuhan metabolik dan memberi nutrisi untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan energy. (Potte and Perry, 2005)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Labolatorium meliputi :
1) Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya resiko infeksi
2) Pemeriksaan urine
3) Uji widal
Uji widal merupakan suatu reaksi antigen dan antibody / agglutinin.
Agglutinin yang spesifik terdapat salmonella terdapat serum demam pasien.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense salmonella yang sudah
dimatikan dan telat diolah di labolatorium. Maksud uji widal ini adalah untuk
menentukan agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam
typoid.
4) Pemeriksaan elektrolit : Na, K, Cl
5) Uji tourniquet
6) Pemeriksaan SGOT (Serum Glutamate Oksaloasetat Transaminase) dan
ISGPT (Serum Glutamat Piruvat Transainase). SGOT SGPT sering
meningkat tetapi kembali nrmal setelah semuhnya demam, kenaikan SGOT
SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobtan.
2. Biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai, juga dapat dilakukan pemeriksaan
seperti angiografi, autografi atau limfangi giografi.
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry, Fundamental Keperawatan, volume 1, EGC. Jakarta, 2005.


A.Aziz Alimul Hidayat, 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Kozier, et al. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai