Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN SUHU TUBUH (TERMOREGULASI)

Disusun untuk Memenuhi Laporan Individu Praktik Klinik Keperawatan Dasar


Departemen Keperawatan Dasar di Ruang Marwah
RSI Masyitoh Bangil

Oleh :
Nama : INE LUSIANA
NIM : P17220194048
Tingkat : 3B
Kelompok : 5B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
KONSEP DASAR TERMOREGULASI (SUHU)

A. Definisi
Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologi tubuh manusia mengenai
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat di
perhatikan secara konstan (Aziz Alimul Hidayat & Uliyah, 2012).
Mekanisme fisiologis dan perilaku mengatur keseimbangan antara panas yang
hilang dan dihasilkan atau lebih sering disebut sebagai termoregulasi. Mekanisme
tubuh harus mempertahankan hubungan antara produksi panas dan kehilangan panas
agar suhu tubuh tetap konstan dan normal. Hubungan ini diatur oleh mekanisme
neurologis dan kardiovaskuler. (Potter & Perry, 2010)
Termoregulasi adalah proses homeostatik yang berfungsi untuk
mempertahankan suhu tubuh untuk tetap dalam keadaan normal, yang dicapai dengan
menyeimbangkan panas yang ada dalam tubuh dan panas yang dikeluarkan (Broklyn
Uno, 2008).
Suhu adalah pernyataan tentang perbandingan (derajat) panas suatu zat. Dapat
pula dikatakan sebagai ukuran panas/dinginnya suatu benda. Temperatur adalah suatu
subtansi panas atau dingin. Sementara dalam bidang termodinamika suhu adalah suatu
ukuran kecenderungan bentuk atau sistem untuk melepaskan tenaga secara spontan.
Normalnya suhu tubuh berkisar 36º - 37ºC, suhu tubuh sapat diartikan sebagai
keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas yang hilang dari tubuh.
Kulit merupakan organ tubuh yang bertanggung jawab untuk memelihara suhu tubuh
agar tetap normal dengan mekanisme tertentu. Produksi panas dapat meningkat atau
menurun dapat dipengaruhi oleh berbagai sebab, misalnya penyakit atau stres. Suhu
tubuh yang terlalu ekstrim baik panas maupun dingin dapat memicu kematian.
(Hidayat, 2008)

B. Etiologi dan Faktor resiko


Menurut (Potter & Perry, 2010), faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh
antara lain:
1. Usia
Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan suhu
sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh yang drastis terhadap lingkungan.
Regulasi suhu tubuh baru mencapai kestabilan saat pubertas. Suhu normal akan terus
menurun saat seseorang semakin tua. Mereka lebih sensitif terhadap suhu yang
ekstrem karena perburukan mekanisme pengaturan, terutama pengaturan vasomotor
(vasokonstriksi dan vasodilatasi) yang buruk, berkurangnya jaringan subkutan,
berkurangnya aktivitas kelenjar keringat, dan metabolisme menurun.
2. Olahraga
Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan pemecahan
karbohidrat dan lemak. Berbagai bentuk olahraga meningkatkan metabolisme dan
dapat meningkatkan produksi panas terjadi peningkatan suhu tubuh.
3. Kadar Hormon
Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar. Hal ini
karena ada variasi hormonal saat siklus menstruasi. Kadar progesteron naik dan turun
sesuai siklus menstruasi. Variasi suhu ini dapat membantu mendeteksi masa subur
seorang wanita. Perubahan suhu tubuh juga terjadi pada wanita saat menopause.
Mereka biasanya mengalami periode panas tubuh yang intens dan perspirasi selama
30 detik sampai 5 menit. Pada periode ini terjadi peningkatan suhu tubuh sementara
sebanyak 40 C, yang sering disebut hot flashes. Hal ini diakibatkan ketidakstabilan
pengaturan vasomotor.
4. Irama Sirkadian
Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 10C selama periode 24 jam. Suhu
terendah berada diantara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada siang hari, suhu tubuh
meningkat dan mencapai maksimum pada pukul 6 sore, lalu menurun lagi sampai
pagi hari. Pola suhu ini tidak mengalami perubahan pada individu yang bekerja di
malam hari dan tidur di siang hari.
5. Stress
Stress fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan saraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan metabolisme, yang akan
meningkatkan produksi panas. 6. Lingkungan Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh.
Tanpa mekanisme kompensasi yang tepat, suhu tubuh manusia akan berubah
mengikuti suhu lingkungan.
Selain itu sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap produksi panas tubuh
yang lain menurut Kozier, et al., (2010) antara lain :
1. Laju Metabolisme Basal (BMR)
Laju metabolisme basal (BMR) merupakan lagi penggunaan energi yang
diperlukan tubuh untuk mempertahankan aktivitas penting seperti bernapas. Laju
metabolisme akan meningkat seiring dengan peningkatan usia. Pada umumnya,
semakin muda usia individu, semakin tinggi BMR-nya.
2. Aktivitas otot
Aktivitas otot , termasuk menggigil akan meningkatkan laju metabolisme.
3. Sekresi tiroksin
Peningkatan sekresi tiroksin akan meningkatkan laju metabolisme sel di seluruh
tubuh. Efek ini biasanya disebut sebagai termogenesis kimiawi, yaitu stimulasi untuk
menghasilkan panas di seluruh tubuh melalui peningkatan metabolisme seluler.
4. Stimulasi epinefrin, norepinefrin, dan simpatis.
Hormon ini segera bekerja meningkatkan laju metabolisme seluler di banyak
jaringan tubuh. Epinefrin dan norepinefrin langsung bekerja mempengaruhi sel hati
dan sel otot, yang kemudian akan meningkatkan laju metabolisme seluler.
5. Demam
Demam dapat meningkatkan laju metabolisme dan kemudian akan meningkatkan
suhu tubuh.

C. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinis


Perubahan suhu tubuh di luar rentang normal mempengaruhi set point
hipotalamus. Perubahan ini dapat berhubungan dengan produksi panas yang
berlebihan, pengeluaran panas yang berlebihan, produksi panas minimal. Pengeluaran
panas minimal atau setiap gabungan dari perubahan tersebut. Sifat perubahan tersebut
mempengauhi masalah klinis yang dialami klien :
1. Demam
Demam terjadi karena mekanisme pengeluaran panas tidak mampu untuk
mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas, yang
mengaibatkan peningkatan suhu tubuh abnormal. Demam biasanya tidak berbahaya
jika berada pada suhu dibawah 39oC. demam sebenarnya merupakan akibat dari
perubahan set point hipotalamus.
2. Kelelahan akibat panas
Kelelahan akibat panas terjadi bila diaphoresis yang banyak mengakibatkan
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebih.disebabkan oleh lingkungan yang
terpajan panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan adalah hal yang umum selama
kelelahan akibat panas.
3. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah
hipertermia. Biasanya suhu tubuh mencapai >40oC.
4. Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu
tinggi dapatmempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut
heatstroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas uang
tinggi.klien yang berisiko termasuk yang masih muda maupun sangat tua, yang
memiliki penyakit kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik, orang yang
menjalankan olahraga berat. Tanda dan gejala heatstroke adalah delirium, sangat
haus, mual, kram otot, gangguan visual dan bahkan inkontinensia urine. Penderita
heatstroke tidak berkeringat karena kehilangan elektrolit sangat berat dan malfungsi
hipotalamus. Heatstroke dengan suhu >40,5ºC mengakibatkan kerusakan jaringan
pada sel dari semua organ tubuh.
5. Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus menerus terhadap dingin
mempengaruhi kemempuan tubuh untuk memproduksi panas, mengakibatkan
hipotermia. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35ºC, klien mengalami gemetar yang
tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menilai. Jika suhu tubuh
turun di bawah 34,4ºC frekuensi jantung, pernapasan, dan tekanan darah turun, kulit
menjadi sianosis.

D. Patofisiologi
Suhu tubuh secara normal dipertahankan di kisaran 37ºC oleh pusat pengatur
suhu di dalam otak yaitu hipotalamus. Pusat pengatur suhu tersebut selalu menjaga
keseimbangan antara jumlah panas yang diproduksi tubuh dari metabolisme dengan
panas yang dilepas melalui kulit dan paru sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan
dalam kisaran normal. Walaupun demikian, suhu tubuh memiliki fluktuasi harian
yaitu sedikit lebih tinggi pada sore hari jika dibandingkan pagi harinya.
Demam ini terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen oksigen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologi yang tidak berdasarkan
suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu protein yang identik
dengan interleukin 1. Di dalam hipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam
arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintetis prostaglandin E2 yang langsung
dapat menyebabkan pireksia.
Pengaruh autonom akan mengakibatkan terjadinya vasokontriksi perifer
sehingga pengeluaran (dissipasion) panas menurun dan penderita merasa demam.
Suhu badan dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatnya aktivitas metabolisme
yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena kurang adekuat
penyalurannya kepermukaan, maka rasa demam bertambah pada seorang penderita
(Suparman & Suparmin, 2002)
Demam timbul sebagai respon terhadap pembentukan interleukin 1 yang
disebut pirogen endogen. Interleukin 1 disebabkan oleh neurotrofil akif, makrofag dan
sel– sel yang mengalami cidera. Interleukin 1 tampaknya menyebabkan panas dengan
menghasilkan prostaglandin yang merangsang hipotalamus. Apabila sunber
interleukin 1 dihilangkan (misalnya setelah sistem imun berhasil mengatasi
mikroorganisme), maka kadarnya akan turun. Hal ini akan mengembalikan titik
patokan suhu ke normal. Untuk jangka waktu singkat, suhu tubuh akan tertinggal dari
pengembalian titik patokan tersebut dan hipotalamus akan menganggap bahwa suhu
tubuh terlalu tinggi. Sebagai responnya hipotalamus akan merangsang berbagai
respon misalnya berkeringat untuk mendinginkan tubuh (Corwin, 2001).
E. Pathway Termogulasi (Price et al., 2006)
Toksin bakteri Berbagai hasil pemecahan Komplek imun
Pada kerusakan jaringan

Laju metabolik Pelepasan pirogen


Meningkat ke dalam tubuh

Kerja otot Masukan nutrisi Suhu tubuh Pembebasan interlikulin 1 oleh


Tubuh meningkat in adekuat meningkat magrofag dan sel yang cidera

Kelemahan Ketidakseimbangan Menghasilkan prostaglandin


Nutrisi : kurang dari
Kebutuhan tubuh Merangsang pengaturan suhu di

Intoleransi Hipotalamus
Aktivitas Daya tahan tubuh
Menurun Mengirim impuls ke pusat
vasomotor

Resiko Infeksi
Pengaturan suhu tidak seimbang

Metabolisme meningkat

Hipertermi
Hipertermi

Gangguan rasa nyaman Kelenjar keringat


Ketidakefektifan termoregulasi
Bertambah aktif

Tidak bisa tidur


Resiko ketidakseimbangan
Penguapan cairan dari
Volume cairan
permukaan tubuh meningkat
Gangguan pola tidur
F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium meliputi :

a. Pemeriksaan darah lengkap Untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya


resiko infesi
b. Pemeriksaan urin
c. Uji widal
Uji widal aalah suatu reaksi antigen dan antibody / agglutinin.
Agglutininyang spesifik terdapat salmonella terdapat serum demam pasien.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan telah diolah di laboratoriaum. Maksud uji Widal ini adalah untuk
menentukan adanya agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita
demam thypoid.
d. Pemeriksaan elektrolit : Na, K, Cl
e. Uji tourniquet
f. Pemeriksaan SGOT (Sserum glutamat Oksaloasetat Transaminase) dan ISGPT
(Serum Glutamat Piruvat Transaminase)
SGOT SGPT sering meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya demam,
kenaikan SGOT SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan. - Biopsi pada
tempat-tempat yang dicurigai, juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti
angiografi, autografi atau limfangi giografi

G. Penatalaksanaan
1. Mengawasi kondisi klien (monitor suhu berkala 4-6 jam)
2. Berikan motivasi untuk minum banyak
3. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
4. Kompres dengan air hangat pada dahi, dada, ketiak, dan lipatan paha
5. Pemberian obat Antipiretik seperti paracetamol, asetaminofen untuk membantu
dalam penurunan panas
6. Pemberian Antibiotik sesuai indikasi
7. Ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal, menggunakan pakaian yang tidak
tebal, dan memberikan kompres.
8. Terapi keperawatan nonfarmakologis juga dapat digunakan untuk menurunkan
demam dengan cara peningkatan pengeluaran panas melalui evaporasi, konduksi,
konveksi, atau radiasi. Secara tradisional perawat telah menggunakan mandi tepid
sponge, mandi dengan menggunakan larutan air alkohol, kompres es pada daerah
aksila dan lipatan paha dan kipas angin.
9. Tindakan keperawatan mandiri meningkatkan kenyamanan, menurunkan
kebutuhan metabolik dan memberi nutrisi untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan energi (Potter & Perry, 2010)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TERMOREGULASI (SUHU)

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dalam asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang
melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Oktavianus.h.59) dalam (Aprisal, 2018)
Adapun pengkajian pada pasien Termoregulasi yaitu :
1. Pengkajian identitas pasien
Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku / bangsa, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, no medic,
diagnose medic, alamat klien. Identitas penanggung jawab (meliputi pengajian
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.
2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama :
b. Riwayat penyakit sekarang
1. Hipertermi : Pola Demam
a. Terus menerus : Tingginya menetap >24 jam, bervariasi (1- 2)oC.
b. Intermitten : Demam memuncak secara berseling dengan suhu
normal.
c. Remitten : Demam memuncak dan turun tanpa kembali ke
tingkat suhu normal.
d. Relaps : periode episode demam diselingi dengan tingkat suhu
normal, episode demam dengan normotermia dapat memanjang
lebih dari 24 jam.Mulai timbulnya panas, berapa lama, waktu,
upaya untuk mengurangi.
2. Hipotermi : Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur
dan tidak diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun
menjadi 35 ºC, klien mengalami gemetar yang tidak terkontrol,
hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menelan. Jika suhu tubuh
turun di bawah 34,4 ºC, frekuensi jantung, pernafasan, dan tekanan
darah turun. kulit menjadi sianotik.
c. Riwayat kesehatan lalu
1. Hipertermi : sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang
menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makan, eliminasi,
nyeri otot dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah, atau kedinginan.
2. Hipotermi : tanyakan suhu pasien sebelumnya, sejak kapan timbul
gejala gemetar, hilang ingatan, depresi dan gangguan menelan.
d. Riwayat penyakit keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik
atau tidak)
3. Pemeriksaan fisik
Ukur suhu inti selama setiap fase demam Kaji factor-faktor pemberat seperti
dehidrasi, insfeksi, atau suhu lingkungan. Identifikasi respons fisiologis
terhadap suhu
a. Ukur semua tanda-tanda vital
b. Observasi semua warna kulit
c. Kaji suhu kulit (palpasi)
d. Kaji kenyamanan dan kesejatrahan kilien Tentukan fase demam :
kedinginan, stabil, serangan demam.

B. Diagnosa Keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)


1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan suhu tubuh
diatas nilai normal dan kulit terasa hangat
2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan
dengan kulit hangat, suhu tubuh fluktuatif
3. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan disfungsi intestinal

C. Intervensi Keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

No Diagnosa Tujuan dan Tindakan Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
1. Hipertermia Setelah dilakukan 3. Indikasi 1. Mengetahui
berhubungan tidakan penyebab penyebab
dengan proses keperawatan hipertermi hipertermia
penyakit selama 2 x 24 jam a 2. Mengetahui
dibuktikan dengan hipertermia yang 4. Monitor perkembangan
suhu tubuh diatas pasien rasakan suhu tubuh suhu klien
nilai normal dan menurun, dengan 5. Sediakan 3. Untuk membuat
kulit terasa hangat kriteria hasil : lingkungan pasien merasa
1. Suhu tubuh yang nyaman
membaik dingin 4. Penanganan
2. Suhu kulit 6. Kolaborasi asidosis yang
membaik pemberian berhubungan
cairan dan dengan dehidrasi
elektrolit dan
intravena kekurangan/kehila
ngan ion alkali
dalam tubuh
2. Termoregulasi Setelah dilakukan 3. Monitor 1. Untuk mengetahui
tidak efektif tidakan suhu tubuh perkembangan
berhubungan keperawatan setiap 2 jam suhu tubuh pasien
dengan proses selama 2 x 24 jam 4. Monitor setiap 2 jam
penyakit termoregulasi warna dan 2. Untuk mengetahui
dibuktikan dengan tidak efektif yang suhu kulit warna dan suhu
kulit hangat, suhu pasien rasakan 5. Ajarkan kulit pasien
tubuh fluktuatif menurun, dengan kompres 3. Agar pasien
kriteria hasil : hangat jika mengetahui cara
1. Suhu tubuh demam kompres hangat
membaik 6. Ajarkan 4. Agar pasien
2. Suhu kulit cara mengetahui cara
membaik pengukuran pengukuran suhu
suhu tubuh tubuh
3. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Untuk mengetahui
ketidakseimbangan tidakan status status hidrasi pasien
cairan dibuktikan keperawatan hidrasi (kelembapan
dengan disfungsi selama 2 x 24 jam (kelembapa mukosa, turgor
intestinal resiko n mukosa, kulit dan tekanan
ketidakseimbangan turgor kulit, darah)
volume cairan dan tekanan 2. Untuk mengetahui
menurun, dengan darah) intake-output
kriteria hasil 2. Catat pasien balance atau
1. Asupan cairan intake- tidak
meningkat output dan 3. Agar asupan cairan
2. Turgor kulit hitung pasien terpenuhi
membaik balance
cairan 24
jam
3. Berikan
asupan
cairan

D. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
diberikan (Hidayat, 2008)

E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan guna tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai
atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana
dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
pasien (Dinarti & Muryanti, 2017).
Komponen catatan perkembangan yaitu :
S (Subjective) : Pernytaan atau keluhan pasien
O (Objektive) : Data yang diobservasi
A (Analisis|) : Kesimpulan berdasarkan data objektif dan subjektif
P (Planning) : Apa yang dilakukan terhadap masalah
I (Implementasi) : Bagaimana dilakukan
E (Evaluasi ) : Respon pasien terhadap tindakan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Aprisal. (2018). Asuhan Keperawatan pada Tn. MR dengan Gangguan Sistem


Cardiovaskuler Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kambang.

Aziz Alimul Hidayat, A., & Uliyah, M. (2012). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia].
Health Books Publishing.

Broklyn Uno, H. (2008). Perencanaan Pembelajaran. Bui Aksara.

Corwin. (2001). Buku Saku Patofisiologi. EGC.

Dinarti, & Muryanti. (2017). Dokumentasi Keperawatan.

Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan (2nd ed.). Salemba Medika.

Potter, & Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice (7th ed.).
EGC.

Price, Anderson, A., & Lorraine. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (6th ed.). EGC.

Suparman, & Suparmin. (2002). Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. UGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). SDKI (1st ed.). Dewan Pengurus Pusat.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). SIKI (1st ed.). Dewan Pengurus Pusat.

Anda mungkin juga menyukai