Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR KEBUTUHAN MANUSIA

DENGAN GANGGUAN TERMOREGULASI

Disusun oleh :

1. Eva Yuliana ( 22018002 )


2. Devita Feby W.R ( 22018014 )
3. Muhammad Irfan A ( 22018017 )
4. Lilis Setiyowati ( 22018018 )
5. Retna Puspitasari ( 22018021 )
6. Purwati Agustin ( 220180 )
7. Intan Prasetyanti ( 22018026 )
8. Mila Kusumawati ( 22018027 )
9. Rina Aguatina ( 22018028 )
10. Indah Nurlaili F ( 22018029 )
11. Dimas Wahyu ( 22018031 )
12. Muntiasih ( 220180232 )
13. Rinta Nevi Andriyani ( 22018034 )
14. Winda Septiya ( 22018036 )
15. Zida Shufi Azizah ( 220180 )

PROGRAM STUDI SARJANA KKEPERAWATAN

STIKES ESTU UTOMO

BOYOLALI

2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR KEBUTUHAN MANUSIA

DENGAN GANGGUAN TERMOTREGULASI

A. KONSEP DASAR TEORI

1. Pengertian
Termoregulasi merupakan suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia
mengenai keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh
dapat dipertahankan secara konstan. Keseimbangan suhu tubuh diregulasi oleh
mekanisme fisiologis dan perilaku agar suhu tubuh tetap konstan dan berada dalam
batasan normal, hubungan antara produksi panas dan pengeluaran panas harus
dipertahankan. Hubungan diregulasi melalui mekanisme neurologis dan
kardiovaskular. (Fithrah, Mawarni, Sari, & Lahmudin, 2014)
Termoregulasi merupakan salah satu hal penting dalam homeostasis.
Termoregulasi sebagai proses yang melibatkan homeostatik yang mempertahankan
suhu tubuh dalam kisaran normal, yang dicapai dengan mempertahankan
keseimbangan antara panas yang dihasilkan dalam tubuh dan panas yang dikeluarkan
(Brooker, 2008). Manusia biasanya berada pada lingkungan yang suhunya lebih
dingin dari pada suhu tubuh mereka. Oleh karena itu, manusia terus menerus
menghasilkan panas secara internal untuk mempertahankan suhu tubuhnya.
Sistem termoregulasi dikendalikan oleh hipotalamus di otak, yang berfungsi
sebagai termostat tubuh. Hipotalamus mampu berespon terhadap perubahan suhu
darah sekecil 0,01ºC .Pusat termoregulasi menerima masukan dari termoreseptor di
hipotalamus itu sendiri yang berfungsi menjaga temperatur ketika darah melewati
otak (temperatur inti) dan reseptor di kulit yang menjaga temperatur eksternal.
Keduanya, diperlukan oleh tubuh unyuk melakukan penyesuaian. Dalam individu
yang sehat, suhu inti tubuh diatur oleh mekanisme kontrol umpan balik yang
menjaga hampir konstan sekitar 98,6ºF (37ºC) sepanjang hari, minggu, bulan atau
tahun. (Yang, 2006)
2. Klasifikasi termoregulasi
Termoregulasi di klasifikasikan menjadi beberapa macam menurut Potter dan
Perry (2005) diantaranya yaitu:
a. Kelelahan akibat panas
Terjadi bila diaphoresis yang banyak mengakibatkan kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan. Disebabkan oleh lingkungan yang terpejan panas.
Tanda dan gejala kurang volume caiaran adalah hal yang umum selama
kelelahan akibat panas. Tindakan pertama yaitu memindahkan klien
kelingkungan yang lebih dingin serta memperbaiki keseimbangan cairan dan
elektrolit.
b. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah
hipertermi.
c. Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu
tinggi dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini
disebut heatstroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka
mortalitas yang tinggi. Heatstroke dengan suhu lebih besar dari 40,50C
mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh.
d. Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus trehadap dingin
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas.,
mengakibatkan hipotermi. Dalam kasus hipotermi berat, klien menunjukkan
tanda klinis yang mirip dengan orang mati (misal tidak ada respon terhadap
stimulus dan nadi serta pernapasan sangat lemah).
e. Radang beku (frosbite)
Terjadi bila tubuh terpapar pada suhu dibawah normal. Kristal es yang
terbentuk di dalam sel dapat mengakibatkan kerusakan sirkulasi dan jaringan
secara permanen. Intervensi termasuk tindakan memanaskan secara bertahap,
analgesik dan perlindungan area yang terkena.(Yang, 2006)

3. Etiologi
Menurut Nanda (2018-2020) etiologi pada gangguan termoregulasi yaitu:
a. Agen infeksi
b. Dehidrasi
c. Pakaian yang tidak sesuai

(NANDA, 2018)

4. Faktor predisposisi
Faktor-faktor pencetus yang mempengaruhi adanya gangguan termoregulasi
yaitu sebagai berikut:
a. Usia Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme
pengaturan suhu sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh yang
drastis terhadap lingkungan. Regulasi suhu tubuh baru mencapai
kestabilan saat pubertas. Suhu normal akan terus menurun saat seseorang
semakin tua. Mereka lebih sensitif terhadap suhu yang ekstrem karena
perburukan mekanisme pengaturan, terutama pengaturan vasomotor
(vasokonstriksi dan vasodilatasi) yang buruk, berkurangnya jaringan
subkutan, berkurangnya aktivitas kelenjar keringat, dan metabolisme
menurun.
b. Olahraga Aktivitas
Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan
pemecahan karbohidrat dan lemak. Berbagai bentuk olahraga
meningkatkan metabolisme dan dapat meningkatkan produksi panas
terjadi peningkatan suhu tubuh.
c. Kadar Hormon
Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar. Hal
ini karena ada variasi hormonal saat siklus menstruasi. Kadar progesteron
naik dan turun sesuai siklus menstruasi. Variasi suhu ini dapat membantu
mendeteksi masa subur seorang wanita. Perubahan suhu tubuh juga
terjadi pada wanita saat menopause. Mereka biasanya mengalami periode
panas tubuh yang intens dan perspirasi selama 30 detik sampai 5 menit.
Pada periode ini terjadi peningkatan suhu tubuh sementara sebanyak 40C,
yang sering disebut hot flashes. Hal ini diakibatkan ketidakstabilan
pengaturan vasomotor.
d. Irama Sirkadian
Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 10C selama periode 24 jam.
Suhu terendah berada diantara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada siang hari,
suhu tubuh meningkat dan mencapai maksimum pada pukul 6 sore, lalu
menurun lagi sampai pagi hari. Pola suhu ini tidak mengalami perubahan
pada individu yang bekerja di malam hari dan tidur di siang hari.
e. Stress
Stress fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui
stimulasi hormonal dan saraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan
metabolisme, yang akan meningkatkan produksi panas.
f. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi
yang tepat,suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu lingkungan.
(Fithrah et al., 2014)
5. Patofisiologi
Suhu tubuh kita dalam rentang normal dipertahankan dikisaran 36,8 0c oleh
pusat pengaturan suhu di dala otak yaitu hipotalamus. Dalam pengaturan shu
tersebut selalu menjaga keseimbangan antara jumlah panas yang diproduksi
tubuh dari metabolisme dengan panas yang dilepas melalui kulit dan paru-paru
sehingga suhu tubuh dapat mempertahankan dalam kisaran normal. Walaupun
demikian suhu tubuh dapat memiliki fluktuasi hormon yaitu sedikit lebih tinggi
pada sore hari dibandingakan pagi harinya.
Demam atau hiperpireksia terjadi karena mekanisme pengeluara panas tidak
mampu untuk mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas,
yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh abnormal. Tingkat ketika demam
mengancamkesehatan seringkali merupkan sumber yang diperdebatkan di antara
pemberi perawatan kesehatan. Demam biasanya tidak berbahaya jika berada pada
suhu dibawah 39 ºC. Pembacaan suhu tunggal mungkin tidak menandakan
demam. Demam dapat ditentukan berdasarkan beberapa pembacaan suhu dalam
waktu yang berbeda pada satu hari dibandingkan dengan suhu normal tersebut
pada waktu yang sama, di samping terhadap tanda vital dan gejala infeksi.
Demam sebenarnya merupakan akibat dari perubahan set point hipotalamus.
(Fithrah et al., 2014)
6. Manifestasi klinis
a. Kelelahan akibat panas
Kelelehan akibat panas terjadi bila diaforesis yang banyak mengakibatkan
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebih. Disebabkan oleh lingkungan
yang terpajan panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan adalah hal yang
umum selama kelelehan akibat panas. Tindakan pertama yaitu memindahkan
klien ke lingkungan yg lebih dingin serta memperbaiki keseimbangan cairan
dan elektrolit.
b. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh
untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas
adalah hipertermia. Setiap penyakit atautrauma pada hipotalamus dapat
mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Hipertermia malignan adalah
kondisi bawaan tidak dapat mengontrol produksi panas, yang terjadi ketika
orang yang rentan menggunakan obat-obatan anestetik tertentu.
Tanda dan gejala hipertermi yaitu:
1. Vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah),
2. Takipnea (nafas lebih dari 24 x/menit),
3. Takikardi (nadi lebih dari 100x/menit),
4. kulit kemerahan,
5. kulit terasa hangat,
6. kejang,
7. gelisah,
8. suhu diatas 37,5o
c. Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu
tinggi dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut
heatstroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas yg
tinggi. Klien berisiko termasuk yang masih sangat muda atau sangat tua, yang
memiliki penyakit kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik.
Yang juga termasuk beresiko adalah orang yang mengkonsumsi obat yang
menurunkan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan panas (mis. Fenotiasin,
antikolinergik, diuretik, amfetamin, dan antagonis reseptor beta- adrenergik)
dan mereka yang menjalani latihan olahraga atau kerja yang berat (mis. Atlet,
pekerja kontruksi dan petani).
Tanda dan gejala heatstroke termasuk gamang, konfusi, delirium, sangat haus,
mual, kram otot, gangguan visual, dan bahkan inkotinensia. Tanda yang paling
dari heatstroke adalah kulit yang hangat dan kering.
Penderita heatstroke tidak berkeringat karena kehilangn elektrolit
sangat berat dan malfungsi hipotalamus. Heatstroke dengan suhu lebih besar
dari 40,5 ºC mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari semua organ
tubuh. Tanda vital menyatakan suhu tubuh kadang-kadang setinggi 45 ºC,
takikardia dan hipotensi. Otak mungkin merupakan organ yang terlebih dahulu
terkena karena sensitivitasnyaterhdap ketidakseimbangan elektrolit. Jika
kondisi terus berlanjut, klien menjadi tidak sadar, pupil tidak reaktif. Terjadi
kerusakan nourologis yang permanen kecuali jika tindakan pendinginan segera
dimulai.

d. Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas, mengakibatkan
hipotermia. Hipotermia diklasifikasikan melalui pengukuran suhu inti. Hal
tersebut dapat terjadi kebetulan atau tidak sengaja selama prosedur bedah
untuk mengurangi kebutuhan metabolik dan kebutuhan tubuh terhada oksigen.
Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak
diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35 ºC, klien
menglami gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak
mampu menila. Jika suhu tubuh turun di bawah 34,4 ºC, frekuensi jantung,
pernafasan, dan tekanan darah turun. kulit menjadi sianotik.
Tanda dan gejala terjadi hipotermi yaitu :
1. bradikardi (nadi kurang dari 60x/menit),
2. sianosis,
3. hipoksia,
4. kulit dingin,
5. CRT lambat,
6. menggigil,
7. pengkatan konsumsi oksigen,
8. penurunan ventilasi,
9. takikardi,
10. vasokontriksi perifer,
11. suhu di bawah 36,5oC

7. Pathway

Agen infeksius
Mediator inflamasi

Monosit / Makrofag

Sitokin / Pirogen Dehidrasi

Mempengaruhi Pakaian yang Tubuh kehilangan


Hipotalamus tidak sesuai cairan

Aksi Demam Penurunan cairan


Sistem saraf antipiretik intrasel

Kelenjar
keringat Meningkatnya Gangguan rasa peningkatan
Metabolik tubuh nyaman suhu tubuh
Kontrol
Pengurangan Kelemahan Tidak bisa Hipertermi
Gas tidur
Intoleransi
Hipotermi aktivitas Gangguan
Istirahat tidur
8. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Darah Lengkap Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood
Count / CBC) untuk mengindetifikasi kemungkinan terjadinya resiko infeksi.

(Teori, 2007)

9. Penatalaksanaan medis
a. Tindakan farmakologis
Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik
berupa:
1) Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan pertama untuk
menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15 mg/Kg BB
akan menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan puncak pada 2
jam setelah pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam waktu 3-4
jam.Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6 jam dari dosis
sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4 oC, sehingga
jelas bahwa pemberian obat paracetamol bukan untuk menormalkan suhu
namun untuk menurunkan suhu tubuh.
Paracetamol tidak dianjurkan diberikan pada bayi < 2 bulan karena alasan
kenyamanan. Bayi baru lahir umumnya belum memiliki fungsi hati yang
sempurna, sementara efek samping paracetamol adalah hepatotoksik atau
gangguan hati.
2) Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki efek
antiperadangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila
alergi terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan
jarak antara 6-8 jam dari dosis sebelumnya. Untuk penurun panas dapat
dicapai dengan dosis 5mg/Kg BB. Ibuprofen bekerja maksimal dalam
waktu 1jam dan berlangsung 3-4 jam.
Efek penurun demam lebih cepat dari parasetamol. Ibuprofen memiliki
efek samping yaitu mual, muntah, nyeri perut, diare, perdarahan saluran
cerna, rewel, sakit kepala, gaduh, dan gelisah. Pada dosis berlebih dapat
menyebabkan kejang bahkan koma serta gagal ginjal.(Pratiwi, 2018)
10. Penatalaksanaan keperawatan
a. Hipertermi
1) kenakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
2) beri banyak minum
3) beri kompres
4) beri obat penurun panas
b. Hipotermi
1) kenakan pakaian yang tebal, hindari pakaian yang dingin dan basah
2) berikan minum hangat tanpa alkohol dan kafein
3) berikan pemanas yang pasif(misalnya selimut, pakaian hangat dan
penutup kepala)
c. Ketidakefektifan termoregulasi
1) monitor suhu setiap 2 jam sesuai kebutuhan
2) monitor TTV
3) monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala hipotermi
4) berikan air putih dan nutrisi yang adekuat
5) berikan antipiretik sesuai kebutuhan
d. Kurang pengetahuan
1) berikan edukasi mengenai perawatan klien

(Ii, 2014)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1) Kaji adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarganya
2) Kaji adanya riwayat peningkatan suhu tubuh
3) Kaji adanya riwayat trauma kepala
b. Pengkajian fisik
1) Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tekanan darah, nadi dan pernafasan
2) Ditemukan adanya anoreksia, mual muntah dan penurunan BB
3) Kaji adanya kelemahan dan keletihan
4) Kaji adanya kejang
5) Pemeriksaan darah pada pasien
c. Riwayat psikososial dan perkembangan
1) Tingkat perkembangan dan pertumbuhan pada ana terkait psikis
2) Adanya kekerasan pada obat-obatan
3) Pengalaman tentang perawatan sebelum dan sesudah sakit
d. Pengetahuan keluarga
1) Tingkatkan pengetahuan keluarga dan pasien yang kurang
2) Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
3) Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
4) Keterbatasan menerima keadaan klien saat sakit
2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan penyakit infeksi atau trauma
b. Hipotermii berhubungan dengan penurunan laju metabolisme
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
(NANDA, 2018)
3. Rencana tindakan keperawatan
Diagnosa NOC NIC Rasional
keperawatan
1. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Monitirtanda- 1). Untuk
b.d proses tindakan tanda vital mengetahui
infeksi keperawatan 3x24 2. Pantau tanda-tanda
diharapkan suhu keluhan utama vital klien
tubuh pasien 3. Anjurkan 2). Mengetahui
berkurang dengan untuk kompres keluhan
kriteria hasil: air hangat utama klien
1) Pasien 4. Anjurkan 3). Kompres
tampak untuk minum hangat untuk
rileks banyak menurunkan
2) Tanda-tanda 5. Anjurkan suhu klien
vital dalam untuk 4). Mencegah
rentang memakai dehidrasi
normal pakaian yang 5). Agar pasien
tipis nyaman dan
6. Kolaborasi suhu cepat
dengan dokter turun
dalam 6). Pemberian
pemberian obat untuk
obat menurukan
panas
Hipotermi Setelah dilakukan Perawatan 1). Mengetahui
b.d tindakan hipotermi: keadaan
penurunan keperawatan 3 x 24 1) Monitor suhu umum pasien
laju jam diharapkan pasien, 2). Untuk
metabolis suhu tubuh pasien menggunakan menghangatk
me dalam rentang alat pengukur an tubuh
normal dengan dan rute yang 3). Untuk
kriteria hasil: paling tepat mempercepat
1) Suhu tubuh 2) Anjurkan penyembuhan
dalam memakai dan
rentang pakaian meningkatka
normal 36,5 hangat, misal n suhu ubuh
ºC- 37,5 ºC selimut, 4).
2) Nadi dan penutup Meningkatka
respirasi kepala dan n suhu tubuh
dalam pakaian yang 5).
rentang tebal Mempercepat
normal 3) Anjurkan proses
(nadi makan dan penyembuhan
rentang minum hangat 6). Pemberian
normal 80- 4) Memfasilitasi obat agar
100 lingkungan suhu kembali
x/menit,RR yang hangat normal
rentang 5) Anjurkan
normal 16- untuk bad rest
20 x/menit) 6) Kolaborasi
3) Tidak ada pemberian
perubahan obat dengan
warna kulit dokter

Intoleransi Setelah dilakukan 1) Pantau 1). Mengetahui


aktifitas b/d timdakan keluhan utama keluhan
kelemahan keperawatan 3 klien utama yang
fisik x24jam pasien 2) Monitor sedang
dapat istirahat dan Tanda-tanda dirasakan
tidur dengan baik vital 2). Mengetahui
dengan kriteria 3) Berikan posisi tanda-tanda
hasil : nyaman vital pasien
1) Pasien dapat 4) Anjurkan 3). Agar pasien
beraktivitas minum banyak nyaman
seperti air putih 4). Mencegah
sebelumnya hangat dehidrasi
dengan baik 5) Ajarkan 5). Dilakukan
2) Pasien tekhnik ROM agar
tambak 6) Kolaborasi ektremitas
bugar dan dengan dokter tidak kaku
tidak pucat dalam 6). Pemberian
3) Pasien pemberian obat agar
merasa obat panas cepat
nyaman turun dan
aktivitas
normal

4. Evaluasi hasil

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN EVALUASI


1. Hipertermia berhubungan dengan proses S: Pasien mengatakan pusing berkurang
infeksi Pasien mengatakan sudah tidak panas
lagi
O:Suhu pasien dalam rentang normal
antara 36,5 ºC- 37,5 ºC
Pasien tampak segar dan tidak pucat
Tidak ada keluhan mual dan muntah
A:Masalah keperawatan hipertermia
teratasi
P:Intervensi dihentikan
2. Hipotermi berhubungan dengan S: Pasien mengatakan sudah tidak
penurunan laju metabolisme mengigil lagi
O: Suhu pasien dalam rentang normal
36,5 ºC- 37,5 ºC
Pernafasan pasien normal yaitu 22 x/
menit
Nadi pasien dalam rentang normal
yaitu 80 x/ menit
A: Masalah keperawatan hipotermi
teratasi
P: Intervensi dihentikan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan S: Pasien mengatakan sudah dapat
kelemahan fisik melakukan aktivitas kesehariannya
seperti biasa
O: Pasientampak tidak pucat
Pasien bisa melakukan tekhnik ROM
secara mandiri
A: Masalah keperawatan Intoleransi
aktivitas teratasi
P: Intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Fithrah, K., Mawarni, R., Sari, W., & Lahmudin, A. (2014). “ Sistem
Termoregulasi .”
Ii, B. A. B. (2014). Laporan pendahuluan. 2014.
NANDA. (2018). Diagnosa keperawatan: definisi dan klasifikasi. In E. T. H.
Herdman & S. Kamitsuru, NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Pratiwi, N. R. R. (2018). Penerapan Kompres Hangat pada Anak Demam dengan
Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nyaman di RSUD Sleman.
Eprints.Poltekkesjogja.Ac.Id, 8–30. Retrieved from Teori, I. K. D. (2007).
PASIEN DENGAN HIPERTERMI.
Yang,H.E.(2006)No.主観的健康感を中心とした在宅高齢者における健康関
連指標に関する共分散構造分析Title. 58.

Sumber lain :
https://doi.org/http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/laporan-pendahuluan
hepatitis.html#.WnzdVXk9LIU
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1413/

Anda mungkin juga menyukai