Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS KDP

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


TERMOREGULASI PADA PASIEN DENGAN THYPOID FEVER DI
RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT Tk. III
BALADHIKA HUSADA JEMBER

OLEH:
Desi Rahmawati, S.Kep

NIM 122311101021

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER JEMBER

2016
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Termoregulasi

Termoregulasi merupakan sebuah proses pengaturan suhu tubuh


mendekati nilai konstan. Manusia memiliki kemampuan pengaturan suhu
tubuh mendekati nilai konstan agar fungsi fisiologis tubuh seperti kelancaran
aliran darah, reaksi kimia dan enzim dalam tubuh menjadi optimal (Rosati
dalam Giddens, 2009). Menurut Gabriel (1996) termoregulasi adalah suatu
pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai kesemibangan antara produksi
panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara
konstan.
Suhu tubuh manusia terutama suhu permukaan cenderung berfluktuasi
setiap saat yang dipengaruhi oleh jumlah aliran darah ke kulit serta jumlah
panas yang hilang ke lingkungan luar (Potter & Perry, 2005). Untuk
mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukanlah
regulasi tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan balik
negatif (negative feedback) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di
hipotalamus (Rosati dalam Giddens, 2009). Rentang suhu tubuh manusia
dapat diklasifikasikan dengan gambar rentang termoregulasi di bawah ini:

Sumber: Giddens (2009)

B. Epidemiologi
Belum terdapat data yang tepat mengenai gangguan termoregulasi, tetapi bayi
dan lansia merupakan kelompok resiko yang rentang mengalami permasalah
termoregulasi terkait respon fisiologi. CDC melaporkan kematian akibat
permasAlahan demam dan dingin meningkat secara drastis pada lansia yang
berusia diatas 75 tahun (Giddens, 2009)

C. Etiologi
Menurut Giddens (2009) beberapa kondisi medis dapat menjadi faktor resiko
terjadinya perubahan termoregulasi antara lain:
a. Kondisi autoimun
b. Luka bakar
c. Kondisi penyakit kronis
d. Cidera hipotalamik seperti: cidera trauma kepala, stroke, neoplasma otak
e. Infeksi
f. Inflamasi
g. Prosedur bedah yang lama
h. Kondisi metabolik seperti: hipertiroideisme, hipotiroidisme
i. Prematuritas
j. Malnutrisi protein kalori

Selain itu terdapat juga beberapa faktor yang mempengaruhi termoregulasi


yakni variabel fisiologis atau perilaku yang dapat mengganggu hubungan antara
produksi panas dan pengeluaran panas (Potter & Perry, 2005). Faktor-faktor
tersebut antara lain:

1. Usia
Pada saat bayi suhu tubuh berespon secara drastis terhadap perubahan
suhu lingkungan, dan ketidakstabilan regulasi suhu tubuh akan berkurang
hingga memasuki usia remaja. Rentang suhu normal akan dipertahankan
dan akan turun secara berangsur sampai seseorang mendekati lansia.
Adanya penurunan fungsi vasomotor menyebabkan lansia sensitif
terhadap perubahan suhu.

2. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik memerlukan suplai darah dan pemecahan lemak serta
karbohidrat. Hal ini menyebabkan peningkatan metabolisme serta
produksi panas.
3. Kadar hormon
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar
daripada pria. Variasi hormonal pada siklus menstruasi menyebabkan
fluktuasi suhu tubuh. Kadar progesteron meningkat dan menurun secara
bertahap selama siklus menstruasi disertai dengan peningkatan serta
penurunan suhu tubuh.
4. Irama sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,50 sampai 10C selama periode 24
jam. Sepanjang hari suhu tubuh akan naik. Suhu tubuh paling rendah
biasaya terjadi pukul 01.00 hingga 04.00 dini hari
5. Stres
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan persarafan. Perubahan fisiologis tersebut dapat
meningkatkan panas.
6. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika klien mengalami demam
ditempatkan pada suhu ruangan sangat hangat maka klien mungkin tidak
mamapu meregulasi suhu tubuh menlalui mekanisme pengeluaran panas
dan suhu tubuh akan naik. Sebaliknya jika klien ditempatkan di
lingkungan luar tanpa baju hangat maka suhu tubuh akan rendah akibat
penyebaran panas yang efektif serta pengeluaran panas yang konduktif.

D. Tanda dan Gejala


Seseorang yang mengalami perubahan termoregulasi memiliki beberapa tanda
dan gejala antara lain:

a. Hipertermia:
Suhu tubuh > 37,50C wajah memerah, kulit teraba hangat hingga panas,
gelisah, menggigil, dan haus, banyak berkeringat, kulit dan membran
mukosa kering, takipnea, takikardia, hipotensi, vasodilatasi, urin output
berkurang bahkan hingga dapat disertai kejang (Rosdahl & Kowalski,
2012).
Dalam NANDA (2015) kondisi hipertermia ditandai dengan Kulit teraba
hangat, postur abnormal, koma, apnea, kejang, kulit memerah, hipotensi,
vasodilatasi, lethargi, takikardia, takipnea, irritable.
b. Hipotermia: Suhu tubuh <36,50C, lemas, pucat, kulit teraba dingin, kuku
terlihat kebiruan, bradikardi, hipertensi, bradipnea, hipoglikemia, CRT
lambat, sedikit bekeringat, kulit lembab, (Rosdahl & Kowalski, 2012).
Dalam NANDA (2015) kondisi hipertermia ditandai dengan kulit teraba
dingin, muka pucat, hipertensi, berkurangnya ventilasi, meningkatnya
laju metabolik, hipoksia,hipoglikemia, acroasianosis, bradikardi,
bradipnea, kuku sianosis, menggigil, CRT lambat, meningkatnya
konsumsi oksigen, piloereksi, vasokonstriksi perifer.

E. Patofisiologi dan Clinical Pathway


Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh.
Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (core
temperature) yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam seperti rektum,
memran timpani, esofagus, arteripuloner, kandung kemih. Suhu ini biasanya
relatif konstan (±37oC). Selain itu ada suhu permukaan (surface temperature),
yaitu suhu yang terdapat pada kulit, jaringan sub kutan, dan lemak (Potter &
Perry, 2005).
Suhu tubuh diatur oleh suatu mekanisme yang menyangkut susunan saraf,
biokimia, dan hormonal. Hipotalamus menerima informasi suhu tubuh bagian
dalam dari suhu darah yang masuk ke otak dan informasi suhu luar tubuh dari
reseptor panas di kulit. Termostat dalam hipotalamus diatur pada set-point
sekitar suhu 370C dengan rentang sekitar 10C, dan suhu dipertahankan dengan
menjaga keseimbangan pembentukan atau pelepasan panas. Saraf eferen dari
hipotalamus terdiri dari saraf somatik dan saraf autonom, sehingga
hipotalamus dapat mengatur aktifitas otot, kelenjar keringat, peredaran darah,
dan ventilasi paru. Hipotalamus posterior merupakan pusat pengatur yang
bertugas meningkatkan produksi panas dan mengurangi pengeluaran panas.
Bila suhu luar lebih rendah, pembentukan panas akan dilakukan dengan
meningkatkan metabolisme, dengan mekanisme kontraksi otot/menggigil,
pengeluaran panas akan dikurangi dengan vasokonstriksi pembuluh darah.
Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 36,5-
37,5oC. Apabila hipotalamus mendekati suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh
akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi
bila suhu inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk
mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point) yakni pada suhu
370C (Giddens, 2009). Perubahan suhu tubuh diluar rentang normal
mempengaruhi set point hipotalamus. Perubahan ini dapat berhubungan
dengan produksi panas berlebihan, pengeluaran panas berlebihan, produksi
panas minimal, pengeluaran panas minimal atau setiap gabungan dari
perubahan tersebut (Giddens, 2009). Sifat perubahan tersebut mempengaruhi
masalah-masalah klinis yang dialami klien berupa:
a. Demam
Hiperpireksia atau demam terjadi karena mekanisme pengeluaran
panas tidak mampu mempertahankan kecepatan pengeluaran produksi
panas yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh abnormal ataupun
karena sistem imun yang bekerja melawan pathogen. Demam merupakan
mekanisme pertahanan penting untuk meningkatkan sistem imun saat
exogenous pyrogen (baik bakteri maupun virus) masuk ke tubuh yang
memicu hipotalamus untuk mekanisme produksi panas, penyimpanan
panas serta pengeluaran panas yang ditandai dengan peningkatan suhu
set point di hipotalamus.
Exogenous pyrogen tersebut masuk ke dalam tubuh kemudian
mengeluarkan endotoksinnya yang dikenal menjadi antigen dan
menyebabkan produksi endogenous pyrogen oleh fagosit sel darah putih
sebagai respon imun yang terdiri atas interleukin-1, interleukin-6, TNF
(tumuor necrosis factor), dan IFN (interferon) untuk melawan infeksi.
Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzim cyclooxygenase
untuk meningkatkan pembentukan prostaglandin. Prostaglandin
kemudian mempengaruhi hipotalamus mencapai set point sehingga
terjadilah demam (Giddens, 2009). Suhu yang meningkat menurunkan
konsentrasi zat besi dalam plasma darah, menekan pertumbuhan bakteri.
Selain itu adanya peningkatan suhu menyebabkan interferon meningkat
untuk melawan virus. Selama demam, metabolisme dalam tubuh akan
meningkat sejumlah 7% untuk setiap derajat kenaikan suhu. Selama
peningkatan metabolisme itu pula terjadi peningkatan konsumsi oksigen.
Mekanisme regulasi dalam mengatasi demam melalui proses diaforesis
serta kehilangan air melalui peningkatan pernapasan dapat pula
mengakibatkan resiko kekurangan volume cairan (Potter & Perry, 2005).
b. Hipertermia
Meskipun peningkatan suhu tubuh dapat terjadi pada demam dan
hipertermia tetapi terdapat proses mekanisme yang berbeda. Pada
hipertermia tidak terjadi peninglatan suhu set point di hipotalamus.
Terdapat tiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan hipertermia yakni
produksi panas berlebih, ketidakmampuan mengeluarkan panas, serta
disfungsi regulator hipotalamus. Peningkatan suhu tubuh sehubungan
dengan ketidakmampuan meningkatkan pengeluaran panas atau
menurunkan produksi panas akan mengakibatkan kondisi hipertermia.
Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus dapat mengakibatkan
hipertermia. Hipertermia malignan adalah sebuah konidisi tidak dapat
mengontrol produksi panas ketika orang yang rentan menggunakan obat-
obatan anastetik tertentu (Giddens, 2009).

c. Hipotermia
Hipotermia terjadi akibat kehilangan panas berlebihan, produksi panas
yang kurang serta disfungsi regulasi hipotalamus. Hipotermia dapat
terjadi akibat aksidental ataupun terapeutik. Hipotensi aksidental dapat
terjadi akibat paparan dari lingkungan sedangkan terapeutik dapat terjadi
akibat proses tindakan atau perawatan pada penyakit misalnya
pembedahan yang teralalu lama (Giddens, 2009).
Clinical Pathway:

Faktor resiko perubahan termoregulasi

Infeksi (salmonella Luka Bakar Autoimun Cidera hipotalmik Hipotiroidisme/hipertiroidisme Malnutrisi Stres
thyposa) Kadar hormon
Lingkungan Inflamasi Usia Aktifitas fisik Irama sirkardian

Exogenous pyrogenic (bakteri) masuk ke dalam tubuh Hipotalamus

Pengeluaran endotoksin sebagai antigen Produksi panas, penyimpanan panas, pengeluaran panas

Merangsang fagosit sel darah putih

Produksi endogenous pyrogen (IL-1, IL-6, TNF, dan IFN)


enzim cyclooxygenase

Produksi prostagladin
Hipotermia
Merangsang hipotalamus mencapai set point

Kenaikan suhu tubuh (demam)

Hipertermia
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk termoreguasi antara lain:
1. Terapi cairan intrevena untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh
2. Pemberian obat antipiretik, terkadang disertai antiinfamasi
3. Pada kasus infeksi diberikan antibiotik
4. Pemberian terapi oksigen sebagai kompensasi kebutuhan oksigen akibat
permasalahan termoregulasi

G. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan untuk termoreguasi antara lain:
1. Memantau TTV meluputi suhu tubuh, nadi, frekueni napas, tekanan darah
2. Memodifikasi lingkungan dengan cara menyediakan lingkungan yang
nyaman dengan menyesuaikan suhu
3. Menggantikan pakaian yang sesuai kondisi klien: jika pasien demam
perawat mengganti baju pasien dengan baju yang tipis, jika pasien
mengalami hipotermia lepaskan baju yang terkena keringat dan ganti
dengan baju hangat serta kenakan kaos kaki penutup kepala dan selimut
hangat.
4. Memberikan kompres hangat pada pasien yang mengalami hipertermi dan
membalurkan minyak kayu putih pada pasien yang mengalami hipotermi
5. Memberikan banyak minum pada pasien yang mengalami hipertermia.
6. Memantau balance cairan dari intake dan output cairan pasien.

a. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit; meningkatnya laju


metabolik; berkurangnya respon berkeringat; dehidrasi; suhu lingkungan
tinggi; ketidaksesuaian berpakaian; iskemik; agen farmasi; sepsis; trauma;
aktivitas berlebih, ditandai dengan:
a. Kulit teraba hangat
b. Postur abnormal
c. Koma
d. Apnea
e. Kejang
f. Kulit memerah
g. Hipotensi
h. Vasodilatasi
i. Lethargi
j. Takikardia
k. Takipnea
l. Irritable
2. Hipotermia berhubungan dengan ketidakefektifan pengeluaran panas
(evaporasi, konduksi, konveksi, radiasi); kerusakan hipotalamus;
penurunan laju metabolik; suhu ruangan yang rendah; keterbatasan
ekonomi; malnutrisi; agen farmasi; radiasi; trauma; beratbadan ekstrem;
umur ektrem; kurang pengetahuan tentang pencegahan hipotermia;
ketidaksesuaian berpakaian; keterbatasan suplai lemak subcutan, ditandai
dengan:
a. Kulit teraba dingin
b. Muka pucat
c. Hipertensi
d. Berkurangnya ventilasi
e. Mennngkatnya laju metabolik
f. Hipoksia
g. Hipoglikemia
h. Acroasianosis
i. Bradikardi
j. Bradipnea
k. Kuku sianosis
l. Menggigil
m. CRT lambat
n. Meningkatnya konsumsi oksigen
o. Piloereksi
p. Vasokonstriksi perifer.

3. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses penyakit; suhu


lingkungan fluktuatif, trauma; umur ekstrem, ditandai dengan:
a. Kuku sianosis
b. Suhu tubuh fluktuatif diatas dan dibawah rentang normal
c. Kulit kemerahan
d. Hipertensi
e. Meningkatnya suhu tubuh diatas rentang normal
f. Menurunnya suhu tibuh dibawah rentang normal
g. Kejang
h. Meningkatnya laju pernapasan
i. Menggigil
j. Muka pucat
k. Piloereksi
l. Kulit teraba hangat
m. Kulit teraba dingin
n. CRT llambat
o. Takikardi
4. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh, faktor resiko:
a. Cidera kepala akut
b. Peningkatan laju metabolik
c. Dehidrasi
d. Berkurangnya respon berkeringat
e. Lingkungan ekstrem
f. Berat badan ekstrem
g. Kondisi yang memepengaruhi pengatuhran termoregulasi
h. Ketidaksesuaian berpakaian ntuk suhu lingkungan
i. Meningkatnya kebutuhan oksigen
j. Ketidakcukupan suplai lemak subcutan
k. Sedasi
l. Sepsis
m. Agen farmasi
n. Aktivitas berlebih
5. Resiko hipotermia, faktor resiko:
a. Ketidakefektifan pengeluaran panas (konduksi, konveksi, radoiasi,
evaporasi)
b. Kurang pengetahuan tentang pencegahan hipotermia
c. Kerusakan hipotalamus
d. Ketidaksesuaian berpakaian
e. Suhu lingkungan rendah
f. Malnutrisi
g. Radiasi
h. Trauma
i. Ketidakcukupan suplai lemak subcutan
j. Keterbatasan ekonomi
k. Umur ekstrem
l. Berat badan ekstrem
m. Konsumsi alkohol
n. Agen farmasi

b. Perencanaan/Nursing Care Plan :

No. Masalah NOC NIC


Keperawatan
1. Hipertermia Thermoregulation: Fever Treatment:
(00007) 1. Penurunan suhu Mandiri
tubuh (36,50- 1. Monitor suhu tubuh dan
37,50C) tanda-tanda vital
2. Berkeringat saat 2. Monitor warna kulit dan
demam suhu
3. Perubahan 3. Monitor intake dan otput
warna kulit cairan
(tidak 4. Selimuti pasien dengan
kemerahan) selimut tipis dan pakaian
4. Perubahan tipis
frekuensi Promotif
pernapasan (12- 5. Anjurkan pasien minum
20x/menit) banyak air (250 ml
5. Perubahan setiap 2 jam)
frekuensi nadi 6. Anjurkan pasien banyak
radial (80- istirahat, bila perlu
100x/menit) batasi aktivitas
6. Penurunan Edukasi
gelisah (tenang) 7. Ajarkan cara melakukan
7. Melaporkan kompres hangat pada
kenyamanan pasien saat pasien
suhu demam tinggi
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
obat (antipiretik,
antibiotik) atau cairan IV
9. Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium (darah
lengkap, urin)

2. Hipotermia Thermoregulation: Hypothermia Treatment:


(00006) 1. Kenaikan suhu Mandiri
tubuh (36,50- 1. Monitor suhu tubuh dan
37,50C) tanda-tanda vital
2. Menggigil saat 2. Monitor warna kulit dan
dingin suhu
3. Perubahan 3. Selimuti pasien dengan
warna kulit selimut tebal, penutup
(tidak pucat, kepala pakaian hangat
tidak kebiruan) Promotif
4. Perubahan 4. Anjurkan pasien
frekuensi mengonsumsi makanan
pernapasan (12- hangat, cairan
20x/menit) berkarbohidrat tinggi
5. Perubahan 5. Anjurkan pasien
frekuensi nadi meletakkan botol berisi
radial (80- air panas pada
100x/menit) ektremitas
6. Melaporkan Edukatif:
kenyamanan 6. Ajarkan pasien dan
suhu keluarga memodifikasi
lingkungan dan faktor
lain yang menyebabkan
hipotermia
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
cairan IV hangat,
warmed humid oxygen

3. Ketidakefektifan Thermoregulation: Temperature Regulation:


termoregulasi 1. Penurunan suhu Mandiri
(00008) tubuh (36,50- 1. Monitor suhu sdan
37,50C) tanda-tanda vital
2. Peningakatan setidaknya setiap 2 jam
suhu tubuh 2. Monitor warna kulit dan
(36,50-37,50C) suhu kulit
3. Berkeringat saat 3. Monitor tanda dan
demam gejala hipotermia dan
4. Menggigil saat hipertermia
dingin 4. Sediakan intake nutrisi
5. Perubahan dan cairan yang adekuat
warna kulit Edukatif
(tidak 5. Menginformasikan
kemerahan, pasien tanda gejala
tidak pucat, hipotermia dan
tidak kebiruan) penaganan hipotermia
6. Perubahan 6. Mengajarkan pasien
frekuensi cara mencegah
pernapasan (12- hipotermia
20x/menit) 7. Mengajarkan pasien
7. Perubahan untuk mencegah heat
frekuensi nadi stroke
radial (80- Promotif
100x/menit) 8. Anjurkan pasien
8. Penurunan memakai pakaian yang
gelisah (tenang) hangat dan selimut
9. Melaporkan untuk menaikkan suhu
kenyamanan tubuh
suhu Kolaboratif
9. Kolaborasi pemberian
antipiretik atau cairan
IV
4. Resiko Thermoregulation: Fever Treatment:
keitdakseimbangan 1. Penurunan suhu Mandiri
suhu tubuh tubuh (36,50- 1. Monitor suhu tubuh dan
37,50C) tanda-tanda vital
(00005)
2. Berkeringat saat 2. Monitor warna kulit dan
demam suhu
3. Perubahan 3. Monitor intake dan otput
warna kulit cairan
(tidak 4. Selimuti pasien dengan
kemerahan) selimut tipis dan pakaian
4. Perubahan tipis
frekuensi Promotif
pernapasan (12- 5. Anjurkan pasien minum
20x/menit) banyak air (250 ml
5. Perubahan setiap 2 jam)
frekuensi nadi 6. Anjurkan pasien banyak
radial (80- istirahat, bila perlu
100x/menit) batasi aktivitas
6. Penurunan Edukasi
gelisah (tenang) 7. Ajarkan cara melakukan
7. Melaporkan kompres hangat pada
kenyamanan pasien saat pasien
suhu demam tinggi
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
obat (antipiretik,
antibiotik) atau cairan IV
9. Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium (darah
lengkap, urin)

5. Resiko hipotermia Thermoregulation: Hypothermia Treatment:


(00253) 1. Kenaikan suhu Mandiri
tubuh (36,50- 1. Monitor suhu tubuh dan
37,50C) tanda-tanda vital
2. Menggigil saat 2. Monitor warna kulit dan
dingin suhu
3. Perubahan warna 3. Selimuti pasien dengan
kulit (tidak selimut tebal, penutup
pucat, tidak kepala pakaian hangat
kebiruan) Promotif
4. Perubahan 4. Anjurkan pasien
frekuensi mengonsumsi makanan
pernapasan (12- hangat, cairan
20x/menit) berkarbohidrat tinggi
5. Perubahan 5. Anjurkan pasien
frekuensi nadi meletakkan botol berisi
radial (80- air panas pada
100x/menit) ektremitas
6. Melaporkan Edukatif:
kenyamanan 6. Ajarkan pasien dan
suhu keluarga memodifikasi
lingkungan dan faktor
lain yang menyebabkan
hipotermia
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
cairan IV hangat,
warmed humid oxygen

Daftar Pustaka

Bulechek G, dkk.2008. Nursing Interventions Clarification (NIC). Firth Edition. :


Lowa city: Mosby

Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta :EGC

Gidden, Jean Foret. 2009. Concept for Nursing Practice 2nd Edition. Missouri:
Elsevier.

Nanda Internasional 2015. Diagnosis Keperawatan 2015-2017. Oxford: Willey


Backwell

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Vol.1 Edisis 4. Jakarta: EGC
Rosdahl, Bunker C & Kowalski, Marry T. 2012. Texbook of Basic Nursing 10th
Edition. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins.

Moorhead S, dkk. 2000. Nursing Outcames Clasification (NOC).Third Edition.


Lowa City: Mosby

Anda mungkin juga menyukai