Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN DASAR PROFESI

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN CAIRAN

OLEH :
LUH DILA AYU PARAMITA
NIM. 2002621001

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Cairan adalah volume air berupa kekurangan atau kelebihan air pada
tubuh manusia. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air pelarut)
dan zat tertentu (zat terlarut). Sedangkan elektrolit adalah zat kimia
yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion
jika berada dalam larutan (Khrisna, 2017). Fungsi cairan tubuh yaitu
pembentuk struktur tubuh, sarana transportasi, metabolisme sel, pelarut
elektrolit dan non elektrolit dan memelihara suhu tubuh (Rahayu &
Hermanto, 2016).

B. Anatomi dan Fisiologi Cairan Tubuh


Total Body Water ( TBW ) Air merupakan komponen utama dalam
tubuh yakni sekitar 60% dari berat badan pada laki-laki dewasa.
Persentase tersebut bervariasi bergantung beberapa faktor diantaranya:
TBW pada orang dewasa berkisar antara 45-75% dari berat badan.
Kisaran ini tergantung pada tiap individu yang memiliki jumlah
jaringan adipose yang berbeda, yang mana jaringan ini hanya
mengandung sedikit air.
TBW pada wanita lebih kecil dibanding dengan laki-laki dewasa
pada umur yang sama, karena struktur tubuh wanita dewasa yang
umumnya lebih banyak mengandung jaringan lemak.
TBW pada neonatus lebih tinggi yaitu sekitar 70-80% berat badan
Untuk beberapa alasan, obesitas serta peningkatan usia akan
menurunkan jumlah kandungan total air tubuh.
Cairan intra seluler merupakan 40% dari TBW. Pada seorang laki- laki
dewasa dengan berat 70 kg berjumlah sekitar 27 liter. Sekitar 2 liter
berada dalam sel darah merah yang berada di dalam intravaskuler.
Komposisi CIS dan kandungan airnya bervariasi menurut fungsi
jaringan yang ada. Misalnya, jaringan lemak memiliki jumlah
air yang lebih sedikit dibanding jaringan tubuh lainnya.
Komposisi dari CIS bervariasi menurut fungsi suatu sel. Namun
terdapat perbedaan umum antara CIS dan cairan interstitial. CIS
mempunyai kadar Na+, Cl- dan HCO3- yang lebih rendah dibanding CES
dan mengandung lebih banyak ion K+ dan fosfat serta protein yang
merupakan komponen utama intra seluler.
Komposisi CIS ini dipertahankan oleh membran plasma sel dalam
keadaan stabil namun tetap ada pertukaran. Transpor membran terjadi
melalui mekanisme pasif seperti osmosis dan difusi, yang mana tidak
membutuhkan energi sebagaimana transport aktif. Sekitar sepertiga dari
TBW merupakan cairan ekstraseluler (CES), yaitu seluruh cairan di luar
sel. Dua kompartemen terbesar dari mairan ekstrasluler adalah cairan
interstisiel, yang merupakan tiga perempat cairan ekstraseluler, dan
plasma, yaitu seperempat cairan ekstraseluler. Plasma adalah bagian
darah nonselular dan terus menerus berhubungan dengan cairan
interstisiel melalui celah-celah membran kapiler. Celah ini bersifat
sangat permeabel terhadap hampir semua zat terlarut dalam cairan
ekstraseluler, kecuali protein. Karenanya, cairan ekstraseluler terus
bercampur, sehingga plasma dan interstisiel mempunyai komposisi
yang sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi pada
plasma.
Cairan transeluler merupakan cairan yang disekresikan dalam tubuh
terpisah dari plasma oleh lapisan epithelial serta peranannya tidak
terlalu berarti dalam keseimbangan cairan tubuh, akan tetapi pada
beberapa keadaan dimana terjadi pengeluaran jumlah cairan transeluler
secara berlebihan maka akan tetap mempengaruhi keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh. Cairan yang termasuk cairan transseluler yaitu :
Cairan serebrospinal, cairan dalam kelenjar limfe, cairan intra okular,
cairan gastrointestinal dan empedu, cairan pleura, peritoneal, dan
pericardial (Agro, Fries & Venannri, 2012).
Pengaturan cairan tubuh
1. Asupan cairan
Asupan cairan diatur melalui mekanisme rasa haus, yang berpusat di
hipotalamus. Air dapat diperoleh dari asupan makanan (buah,
sayuran, dan daging, serta oksidasi bahan makanan selama proses
pencernaan). Sekitar 220ml air diproduksi setiap hari selama
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak berlangsung.
2) Haluaran cairan
Cairan terutama dikeluarkan melalui ginjal dan saluran
gastrointestinal. Pada orang dewasa, ginjal setiap menit menerima
sekitar 125ml plasma untuk disaring dan memproduksi urine.
Jumlah urine yang diproduksi ginjal dipengaruhi oleh hormon
antideuretik (ADH) dan aldosteron. Kehilangan air melalui kulit
diatur oleh saraf simpatis, yang mengaktifkan kelenjar keringat.
3) Hormon
Hormon utama yang memengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit adalah ADH dan aldosteron. ADH menurunkan produksi
urine dengan cara meningkatkan reabsosrbsi air oleh tubulus ginjal
dan air akan dikembalikan ke dalam volume darah sirkulasi.
Aldosteron mengatur keseimbangan natrium dan kalium,
menyebabkan tubulus ginjal mengekskresi kalium dan
mengabsorbsi natrium, akibatnya air akan direabsorbsi dan
dikembalikan ke volume darah. Glukokortikoid memengaruhi
keseimbangan cairan dan elektrolit.
Mekanisme pergerakan cairan dan elektrolit tubuh ada 4 macam, yaitu:
a. Difusi
Difusi adalah perpindahan larutan dari area konsentrasi tinggi
menuju konsentrasi yang rendah dengan melintasi membrane
semipermiable. Kecepatan laju difusi dipengaruhi oleh:
1) Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi
2) Peningkatan permeabilitas
3) Peningkatan luas permukaan difusi
4) Berat molekul substansi
5) Jarak yang ditempuh untuk difusi
b. Osmosis
Perpindahan pelarut murni melalu membrane semipermiable
berpindah dari konsentrasi solute rendah kekonsentrasi solute
tinggi. Bila konsentrasi solute disatu sisi membrane semipermeable
lebih besar laju osmosis akan cepat sehingga percepatan transfer
zat menembus membrane semipermeable. Larutan yang
osmolaritasnya plasma darah disebut isotonic.
c. Filtrasi
Perpindahan air dan sustansi yang dapat larut secara bersama
sebagai respon karena tekanan cairan. Jumlah caairan yang keluar
sebanding dengan besar perbedaan tekanan luas permukaaan
membrane dan permeabilitas membrane. Tekanan yang dihasilkan
likuid dalam sebuah ruangannya disebut tekanan hidrostatik.
d. Transport aktif
Transport aktif adalah gerakan partikel dari konsentrasi rendah
ketinggi karena adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa
jantung. Memerlukan banyak ATP karena untuk menggerakkan
berbagai materi guna menembus membrane sel. Contohnya pompa
Na untuk keluar dari sel dan kalium masuk ke sel. (Saryono &
Anggriyana, 2010 )

Pengeluaran cairan dapat melalui ginjal. Ginjal merupakan pengatur


utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter darah untuk
disaring setiap hari. Produksi urine untuk semua usia 1 ml/kg/jam.
Pada orang dewasa produksi urine sekitar 1,5 lt/hari. Jumlah urine
yang diproduksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron.
Proses pembentukan urine di dalam ginjal melalui tiga tahapan sebagai
berikut:
1) Filtrasi (penyaringan)
Filtrasi darah terjadi di glomerulus, yaitu kapiler darah yang
bergelung-gelung di dalam kapsul Bowman. Pada glomerulus
terdapat sel-sel endotelium sehingga memudahkan proses
penyaringan. Selain itu, di glomerulus juga terjadi pengikatan sel-
sel darah, keping darah, dan sebagian besar protein plasma agar
tidak ikut dikeluarkan. Hasil proses infiltrasi ini berupa urine
primer (filtrate glomerulus) yang komposisinya mirip dengan
darah, tetapi tidak mengandung protein. Di dalam urine primer
dapat ditemukan asam amino, glukosa, natrium, kalium, ion-ion,
dan garam-garam lainnya.
2) Reabsorpsi (penyerapan kembali)
Proses reabsorpsi terjadi di dalam pembuluh (tubulus) proksimal.
Proses ini terjadi setelah urine primer hasil proses infiltrasi
mengalir dalam pembuluh (tubulus) proksimal. Bahan-bahan yang
diserap dalam proses reabsorpsi ini adalah bahan-bahan yang
masih berguna, antara lain glukosa, asam amino, dan sejumlah
besar ion-ion anorganik. Selain itu, air yang terdapat dalam urine
primer juga mengalami reabsorpsi melalui proses osmosis,
sedangkan reabsorpsi bahan-bahan lainnya berlangsung secara
transpor aktif. Proses penyerapan air juga terjadi di dalam tubulus
distal. Kemudian, bahan-bahan yang telah diserap kembali oleh
tubulus proksimal dikembalikan ke dalam darah melalui pembuluh
kapiler yang ada di sekeliling tubulus. Proses reabsorpsi ini juga
terjadi di lengkung Henle, khususnya ion natrium.
Hasil proses reabsorpsi adalah urine sekunder yang memiliki
komposisi zat-zat penyusun yang sangat berbeda dengan urine
primer. Dalam urine sekunder tidak ditemukan zat-zat yang masih
dibutuhkan tubuh dan kadar urine meningkat dibandingkan di
dalam urine primer.
3) Augmentasi (Penambahan)
Urine sekunder selanjutnya masuk ke tubulus kontortus distal dan
saluran pengumpul. Di dalam saluran ini terjadi proses
penambahan zat-zat sisa yang tidak bermanfaat bagi tubuh.
Kemudian, urine yang sesungguhnya masuk ke kandung kemih
(vesika urinaria) melalui ureter. Selanjutnya, urine tersebut akan
dikeluarkan dari tubuh melalui uretra. Urine mengandung urea,
asam urine, amonia, dan sisa-sisa pembongkaran protein. Selain
itu, mengandung zat-zat yang berlebihan dalam darah, seperti
vitamin C, obat-obatan, dan hormon serta garam-garam (Khrisna,
2017).

C. Jenis Cairan Tubuh


Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan
intraseluler dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan
yang berada di dalam sel di tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler
adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok
yaitu cairan intravaskuler (plasma), cairan interstisial dan cairan
transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem
vaskuler, cairan interstitial adalah cairan yang terletak diantara sel,
sedangkan cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna (Nurlina,
2018).

D. Jenis Gangguan Kebutuhan Cairan


Ketidakseimbangan cairan
1) Ketidakseimbangan isotonik
(a) Kekurangan volume cairan
Kekurangan cairan, tetapi kadar elektrolit serum tidak berubah, terjadi
melalui gastrointestinal (muntah, diare), perdarahan, pemberian obat
diuretik, banyak keringat, demam, dan penurunan asupan per oral.
(b) Kelebihan volume cairan
Kelebihan cairan tanpa disertai perubahan elektrolit serum, terjadi pada
gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan sirosis.
(c) Sindrome ruang ketiga
Sindrome terjadi ketika cairan ekstrasel berpindah ke dalam suatu
ruangan tubuh sehingga cairan tersebut terperangkap di dalamnya.
Obstruksi usus, luka bakar dapat menyebabkan perpindahan cairan
sebanyak 5-10 liter, keluar dari ruang ekstrasel.
2) Ketidakseimbangan osmolar
(a) Hiperosmolar (dehidrasi)
Kehilangan cairan tanpa disertai kehilangan elektrolit yang
proporsional, terutama natrium. Misalnya, asupan oral tidak cukup,
lansia (penurunan cairan intrasel, penurunan respons terhadap rasa haus,
peningkatan proporsi lemak tubuh), penurunan sekresi ADH (diabetes
insipidus), deuresis osmotik, pemberian formula/larutan hipertonik,
yang meningkatkan jumlah solut dan konsentrasi darah.
(b) Hipoosmolar (kelebihan cairan)
Kelebihan cairan terjadi ketika asupan cairan berlebihan, sekresi ADH
berlebihan, sehingga terjadi pengenceran cairan ekstrasel disertai
osmosis cairan ke sel dan menyebabkan edema (Hidayat. Aziz &
Uliyah. 2012).

E. Intervensi Pemenuhan Kebutuhan Cairan


Terapi Cairan
Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu ;
1. Resusitasi cairan
Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh, sehingga
seringkali dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan pula untuk
ekspansi cepat dari cairan intravaskuler dan memperbaiki perfusi
jaringan.
2. Terapi rumatan
Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi
yang diperlukan oleh tubuh
Hal ini digambarkan dalam diagram berikut :
Prinsip pemilihan cairan dimaksudkan untuk :
- Mengganti kehilangan air dan elektrolit yang normal melaui urine,
IWL, dan feses
- Membuat agar hemodinamik agar tetap dalam keadaan stabil
Pada penggantian cairan, maka jenis cairan yang digunakan didasarkan
pada :
- Cairan pemeliharaan ( jumlah cairan yang dibutuhkan selama 24 jam)
- Cairan defisit ( jumlah kekurangan cairan yang terjadi )
- Caitran pengganti ( replacement )
o Sekuestrasi ( cairan third space )
o Pengganti darah yang hilang
o Pengganti cairan yang hilang melalui fistel, maag slang dan drainase

Pemilihan Cairan
Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid.
Kristaloid merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan
inorganik dilarutkan dalam air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik,
hipotonik, maupun hipertonik. Cairan kristaloid memiliki keuntungan
antara lain : aman, nontoksik, bebas reaksi, dan murah. Adapun
kerugian dari cairan kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah
kemampuannya terbatas untuk tetap berada dalam ruang intravascular
(Leksana, 2015).

F. Pemeriksaan Penunjang Kebutuhan Cairan


Pemeriksaan penunjang bisa berupa pemeriksaan elektrolit, darah
lengkap, pH, berat jenis urine, dan analisa gas darah.

G. Jurnal Pendukung
Judul : Penerapan asuhan keperawatan pada pasien ny.y dengan gagal
ginjal kronik (GGK) dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit
di ruang hemodialisa rsud labuang baji makassar.
Penulis : Nurlina, 2018
Ringkasan : Cairan dan elektrolit merupakan komponen terbesar dalam
tubuh manusia. Dimana dalam tubuh terdiri dari dua jenis cairan yaitu
cairan intra seluler dan cairan ekstra seluler. Cairan intra seluler
merupakan cairan yang berada dalam sel, sedangkan cairan ekstra
seluler adalah cairan yang berada di luar sel. Sekitar 60% berat tubuh
total terdiri atas air. Dari jumlah ini dua pertiga (66%) adalah cairan
intra sel. Cairan berperan penting dalam pembentukan energi,
pemeliharaan tekanan osmotik, dan transport zat-zat tubuh dan
menembus membrane sel, dan satu pertiga (33%) adalah cairan ekstra
sel. Sedangkan organ utama mengatur keseimbangan cairan tubuh
adalah ginjal. Jika keseimbangan cairan tidak baik, ginjal akan
mengalami masalah. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu
mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi
regulernya. Suatu bahan yang biasanya di eliminasi di urine menumpuk
dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan
terjadinya gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit,
serta asam basa.
DAFTAR PUSTAKA

Rahayu & Hermanto. (2016). Modul: Bahan ajar cetak keperawatan. Kebutuhan
dasar manusia II. PUSDIK SDM Kesehatan. Kemenkers, RI.
Nurlina. (2018). Penerapan asuhan keperawatan pada pasien ny.y dengan gagal
ginjal kronik (GGK) dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit di
ruang hemodialisa rsud labuang baji makassar. Jurnal Media Keperawatan.
Vol 9(2).
Khrisna. (2017). Keseimbangan cairan dan elektrolit. Simdos: Unud
Saryono dan Anggriyana Tri Widianti. (2010). Catatan Kuliah Kebutuhan Dasar
Manusia ( KDM ). Yogyakarta: Nuha Medika.
Mubarak, Iqbal dan Chayatin. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia dan
Aplikasi dalam Praktek. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat. Aziz., & Uliyah. (2012). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia (KDM):
Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya: Health Book
Leksana, Eri. (2015). Strategi Terapi Cairan Pada Dehidrasi. Semarang: Fakultas
Agro FE, Fries D, Vennari M. (2012). Body Fluid Management From Physiology
to Therapy. Verlag Italia: Springer.
Waterhouse BR, Famery AD. (2013). The Organization and Composition of Body
Fluids. Anaesthesia & Intensive Care Medicine.
Mangku G, Senapathi TGA. (2010). Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam
Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks;
Hines RL, Marschall KE. (2011). Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders.
Dalam Handbook for Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th ed.
Philadelphia: Elsevier Inc.
Guyton AC, Hall JE. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 9 No 02 2018
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny.Y DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT DI RUANG HEMODIALISA RSUD LABUANG
BAJI MAKASSAR

Application of Nursing Care In Patient Ny. "Y" With Chronic Kidney Failure In Fulfilling Needs Of Fluids And
Electrolytes In Hemodialisa Room RSUD Labuang Baji Makassar

Nurlina

Diploma III Study Program of Nursing


Nursing Academy of Muhammadiyah Makassar

ABSTRACT

Background: Based on data from the World Health Organization (WHO) showing that suffering from acute and
chronic kidney failure is 50% while only 25% and 12.5% are treated and treated well. The cause of renal failure
occurs when the kidneys are unable to transport the body's metabolic waste or perform its regular function, a
substance that is normally eliminated in the urine accumulate in body fluids due to renal excretion and leads to
impaired endocrine and metabolic functions, fluids, electrolytes, and acid-base acids. Objective: to give an idea of
nursing care to Ny. "Y" diagnosed Chronic Renal Failure Stage V, in fulfillment of fluid and electrolyte
requirements in hemodialysis chamber of RSUD Labuang Baji Makassar By using descriptive method and using
the technique of collecting interview data and observation with one resource (patient) Kidney Failure Stadium V.
Results: studies have shown excess fluid and electrolyte marked with swelling on both legs, increased weight, slight
urine output, and abdominal bloating. Conclusion: after doing research it can be concluded that by doing nursing
care in fluid and electrolyte restriction the patient can maintain ideal BB and not experiencing fluid overload.
Suggestion: in the implementation nurses and other health teams still provide education to patients and families.

Keywords: Chronic Kidney Failure, Liquid and Electrolyte Requirement.

ABSTRAK

Latar Belakang: berdasarkan data badan kesehatan dunia atau World Healt Organisation (WHO)
memperlihatkan yang menderita gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai 50% sedangkan yang diketahui
dan mendapat pengobatan hanya 25% dan 12,5% yang terobati dengan baik. Adapun penyebab gagal ginjal terjadi
ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya, suatu bahan
yang biasanya di eliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat ekskresi renal dan menyebabkan terjadinya
gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, seta asam basa. Tujuan: untuk memberikan gambaran
mengenai asuhan keperawatan pada Ny. “y” yang terdiagnosa Gagal Ginjal Kronik Stadium V, dalam pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit di ruang hemodialisa RSUD Labuang Baji Makassar. Metode deskriptif dengan
menggunakan tekhnik pengumpulan data yaitu wawancara dan observasi dengan satu sabyek (pasien) Gagal
Ginjal Kronik Stadium V. Hasil: penelitian yang telah dilakukan menunjukkan kelebihan cairan dan elektrolit yang
di tandai dengan bengkak pada kedua kaki, berat badan meningkat, haluaran urin sedikit, dan perut terlihat
kembung Kesimpulan: setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan asuhan
keperawatan dalam pembatasan cairan dan elektrolit pasien dapat mempertahankan BB ideal dan tidak mengalami
overload cairan. Saran: dalam pelaksanaannya perawat dan tim kesehatan lainnya tetap memberikan edukasi
pada pasien dan keluarga.

Kata Kunci: Gagal Ginjal Kronik, Askep Kebutuhan Cairan dan Elektrolit.
PENDAHULUAN sedangkan cairan ekstra seluler adalah cairan yang
berada di luar sel. Sekitar 60% berat tubuh total
Latar Belakang terdiri atas air. Dari jumlah ini dua pertiga (66%)
Cairan dan elektrolit merupakan komponen adalah cairan intra sel. Cairan berperan penting
terbesar dalam tubuh manusia. Dimana dalam tubuh dalam pembentukan energi, pemeliharaan tekanan
terdiri dari dua jenis cairan yaitu cairan intra seluler osmotik, dan transport zat-zat tubuh dan menembus
dan cairan ekstra seluler. Cairan intra seluler membrane sel, dan satu pertiga (33%) adalah cairan
merupakan cairan yang berada dalam sel, ekstra sel. Sedangkan organ utama mengatur
keseimbangan cairan tubuh adalah ginjal. Jika

151
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 9 No 02 2018
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

keseimbangan cairan tidak baik, ginjal akan asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal
mengalami masalah. (Corwin, 2009) Kronik.
Menurut hasil penelitian hierarki maslow Subjek studi kasus
kebutuhan cairan merupakan kebutuhan dasar Subjek stadi kasus yang akan dikaji adalah
manusia yang pertama yang harus di penuhi. pasien dengan penyakit Gagal Ginjal Kronik dalam
Masalah ini harus segera diatasi karena kelebihan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit.
volume cairan apabila tidak di tangani akan
menyebabkan beban sirkulasi berlebihan, udem, Fokus studi kasus
hipertensi dan gagal jantung kongestif Studi kasus berfokus pada pasien Gagal
(Hedrman, 2015) Ginjal Kronik yang mengalami gangguan pemenuhan
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia kebutuhan cairan.dan elektrolit
atau World Health Organisation (WHO) Tempat dan waktu
memperlihatkan yang menderita gagal ginjal baik Tempat pelaksanaan studi kasus bertempat
akut maupun kronik mencapai 50% sedangkan yang di ruang hemodialisa RSUD Labuang baji Makassar
diketahui dan mendapatkan pengobatan hanya 25% Waktu pelaksanaan studi kasus pada tanggal
dan 12,5% yang terobati dengan baik. (Indrasari, 15 s/d 22 Mei 2018.
2015) Pengumpulan data
Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi Tehnik pengumpulan data yang di gunakan
gagal ginjal kronis berdasar diagnosis di Indonesia yaitu: wawancara dan observasi
sebesar 0,2%. Pravelensi tertinggi di Sulawesi Penyajian data
Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorongtalo Data yang telah terkumpul dari hasil
dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4% sementara pengumpulan data yang di peroleh dari pasien di
Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, sajikan secara tekstural/narasi dari subjek studi
Jawa Barat, Jawa Tengah, di Yogyakarta, dan Jawa kasus yang merupakan data pendukungnya.
Timur masimg-masing 0,3%. Provinsi Sumatera HASIL STUDI KASUS
Utara sebesar 0,2%. Gambaran umum lokasi pelaksanaan studi kasus
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15
mengangkut sampah metabolik tubuh atau s/d 22 Juli 2018 di Ruangan Hemodialisa, Rumah
melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuang Baji Makassar
biasanya di eliminasi di urine menumpuk dalam yang terletak di bagian selatan Kecamatan
cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan Mamajang Kota Makassar tepatnya di Jalan Dr.
menyebabkan terjadinya gangguan fungsi endokrin Ratulangi No. 81 Makassar.
dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa. Data Umum Subyek Studi Kasus
(Suharyanto & Madjid, 2009) Pengkajian studi kasus dilakukan pada
Penyakit ginjal kronis adalah beban selasa, 15 Mei 2018 jam 07.40 WIB, dengan jumlah
kesehatan global dengan biaya ekonomi tinggi populasi GGK sebanyak 20 orang, yang sesuai
terhadap sistem kesehatan dan merupakan faktor dengan kriterian inklusi hanya 2 orang tetapi satu
risiko independen untuk penyakit kardiovaskular pasien bukan pasien tetap yang melakukan HD di RS
(Cardiovaskular Disease/CVD). Semua stadium GGK Labuang Baji Makassar, sehingga penelitian ini
dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas hanya menggunakan satu subjek penelitian saja
kardiovaskular, mortalitas dini, dan / atau penurunan dengan data sebagai berikut:
kualitas hidup (Hill, et al., 2016). Pasien bernama Ny.Y berumur 46 tahun,
Dari beberapa hasil penelitian penulis jenis kelamin perempuan, pekerjaan sebagai Ibu
menyimpulkan bahwa apabila kelebihan cairan pada Rumah Tangga, pendidikan terakhir SMA, suku
pasien gagal ginjal kronik tidak ditangani secara Makassar, Alamat Perumnas antang. Nomor rekam
tepat dan teratur maka akan menyebabkan medik 15.16.15, diagnosa medis Gagal Ginjal Kronik
komplikasi seperti penyakit kardiovaskular, serta (GGK) Ny.Y pertama kali menjalani terapi
memperburuk kualitas hidup pada penderita. Maka Hemodialisa pada 22 juli 2008 sampai saat ini
salah satu upaya untuk mencegah hal tersebut dengan frekuensi 2x dalam satu minggu. Penulis
penulis akan melakukan penerapan asuhan melakukan penelitian selama satu minggu melalui
keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik dalam penerapan asuhan keperawatan yang dimulai dari
pemenuhan Cairan dan elektrolit. Pengkajian, perumusan diagnosa, intervensi,
Tujuan studi Kasus implementasi sampai evaluasi keperawatan yang
Mengetahui penerapan asuhan diperoleh sebagai berikut :
keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik Pengkajian keperawatan
dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit. Keluhan utama
Rencana studi kasus Dari hasil pengkajian di peroleh data, keluhan
Karya tulis ilmiah ini menggunakan utama ”sesak karena adanya penumpukan cairan
rancangan studi kasus deskriptif, dan data hasil pada rongga perut”, bengkak pada kedua pungung
penelitian di sajikankan dalam bentuk penerapan kaki, mengalami peningkatan berat badan, klien
152
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 9 No 02 2018
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

mengatakan haluaran urine sedikit, dan berkeringat prioritas diagnosa keperawatan sesuai dengan
pada malam hari ketika klien merasa panas, kulit masalah keperawatan yang dialami pasien atau yang
terasa gatal dan merasa perutnya kembung. harus diberikan penanganan secara tepat.
Riwayat penyakit sekarang Adapun prioritas yang di angkat sebagai
Ny.Y mengatakan sejak positif di diagnosis masalah yaitu kelebihan volume cairan berhubungan
Gagal Ginjal Kronik pada tahun 2008 lalu, klien harus dengan kelebihan asupan cairan.
menjalani terapi Hemodialisa secara rutin dengan Data subjektif : Klien mengatakan ia merasa
frekuensi 3x dalam seminggu dan klien berusaha sesak, klien mengatakan bengkak pada punggung
untuk melakukan pembatasan cairan mengingat kaki, perut terasa kembung. Klien mengatakan
perawat dan dokter selalu memberikan edukasi haluaran urine hanya sedikit, dimana intake cairan
tentang pembatasan cairan pada pasien Gagal Ginjal selama 24 jam yaitu 1000 ml, sedangkan keluaran
Kronik. Tetapi sampai saat ini klien belum mampu urine hanya 80 ml/24 jam tetapi klien banyak
untuk membatasi cairan dengan alasan pasien selalu mengeluarkan keringat.
merasa haus. Data objektif : Klien nampak sesak dengan
1) Riwayat kesehatan masa lalu frekuensi napas 26x/mnt, TD:140/80 mmHg,
Ny.Y mengatakan ia memiliki riwayat nadi:80x/mnt suhu:37oC, nampak udem pada kedua
penyakit hipertensi yang mengharuskannya kaki positif 2 terjadi peningkatan BB dari 43 kg post
mengomsumsi obat secara teratur. Pada tahun 2008 hemodialisa menjadi BB 45 kg pre hemodialisa pada
klien merasa pusing, sakit kepala, mual muntah saat dilakukan pengkajian.
sehingga memeriksakan dirinya ke puskesmas, klien Intervensi keperawatan
di beri obat mag dan antihipertensi seperti yang Intervensi keperawatan yang akan dibahas
biasa ia komsumsi, selang waktu dua minggu klien mengenai rencana keperawatan yang sesuai dengan
kembali memeriksakan diri karena merasa obat yang prioritas masalah pada klien dengan diagnosa
ia minum tidak memberikan hasil dan malah keperawatan kelebihan volume cairan berhubungan
memperburuk kondisinya dengan merasakan dengan kelebihan asupan cairan. Adapun yang
keluhan bengkak seluruh badan dan merasa gatal, menjadi tujuan dari intervensi keperawatan yang
dengan kondisi klien yang semakin memburuk ingin dicapai adalah setelah dilakukan tindakan
sehingga klien di Rujuk ke RS.Wahidin Sudirohusodo keperawatan, diharapkan klien mampu
untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. mempertahankan berat badan ideal tanpa kelebihan
Sebelum sakit klien mengatakan frekuensi cairan , dengan kriteria hasil : tidak ada edema,
makannya 3x sehari dengan porsi yang cukup, klien seimbang antara input & output, elektrolit dalam
biasanya mengomsumsi makanan siap saji, klien batas normal yaitu normal elektrolit 12-16 gr/dL.
mengatakan malas minum air putih serta klien sangat Intervensi yang dibuat berdasarkan diagnosa
menyukai minuman dingin yang bersoda. keperawatan adalah :
Ketika di lakukan pengkajian pre Hemodialisa 1) Kaji status cairan : timbang berat badan sebelum,
di peroleh data: kesadaran composmentis, keadaan sesudah, dan menanyakan riwayat post HD,
umum Ny.Y nampak sesak, TTV (TD:140/80 mmHg, adanya edema, pantau TTV.
nadi : 80x/mnt suhu : 37oC, pernafasan : 26x/mnt), Rasional : Pengkajian merupakan tindakan dasar
BB 45 kg, dengan BB post hemodealisa sebelumnya yang dilakukan sebagai tindak lanjut untuk
43 kg. memantau perubahan dan mengevaluasi setiap
Klien mengatakan haluaran urine sedikit, intervensi yang telah dilakukan.
dimana intake cairan selama 24 jam yaitu 1000 ml, 2) Identifikasi sumber potensial dan cairan
sedangkan keluaran urine hanya 80 ml/24 jam Rasional: Mengetahui sumber kelebihan cairan
dengan frekuensi 4-6x/hari dimana volume urine yang tidak dapat diidentifikasi
hanya ±20 ml setiap berkemih. Pemeriksaan fisik, 3) Batasi masukan cairan.
terdapat udem pada kaki derajat edema positif 2, Rasional : Membatasi cairan akan menentukan
pernapasan cepat, dan kulit klien nampak kering dan berat tubuh ideal, haluaran urin dan respon
hiperpigmentasi. terhadap terapi.
Hasil pemeriksaan penunjang dan 4) Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan
Laboratorium pada Ny.Y yang terakhir dilakukan sering.
pada 10 April 2018 untuk pemeriksaan Ureum Rasional: Hyigien oral mengurangi kekeringan
Kreatinin, Didapatkan hasil Ureum 78 mg/dL, membrane mukosa mulut.
Kreatinin 11,19 mg/dL. Adapun pemeriksaan untuk 5) Ajarkan pasien atau keluarga tentang diet
darah lengkap klien pada tanggal yang sama pembatasan natrium, tekankan tentang
didapatkan HB 10,2 g/dL WBC 8,4 103/µL, RBC 4,15 pentingnya pemeriksaan sebelum membawa
106/µL, HCT 35,70 %, LED 18 mm/jam. makanan ke pasien.
Diagnosa keperawatan Rasional : Kelebihan natrium memicu retensi air,
Diagnosa keperawatan yang muncul dari diet pembatasan natrium diberikan untuk
hasil pengkajian dan observasi diatas, penulis telah mengurangi penambahan air.
melakukan analisa data, kemudian menentukan
153
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 9 No 02 2018
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

6) Bantu pasien dalam menghadapi Hasil : klien mengerti dan tidak merasa sulit dalam
ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan melakukan pembatasan cairan.
Rasional : Kenyamanan pasien meningkatkan
kepatuhan terhadap pembatasan diet. Rabu 16 Mei 2018
Implementasi 1) Mengkaji status cairan dan elektrolit:
Berdasarkan intervensi keperawatan dari a) menimbang BB harian
prioritas masalah yang muncul yaitu kelebihan Hasil : 43 kg (09.25)
volume cairan b/d kelebihan asupan cairan adapun b) Memantau TTV (09.30)
implementasinya yaitu: Hasil : (TD 140/70 mmHg, N 80/i, P 20x/i, S : 370C)
Selasa 15 Mei 2018 c) Mengkaji pitting edema
1) Mengkaji status cairan dan elektrolit: Hasil : positif 2
a) menimbang BB pre dan post 2) Identifikasi sumber potensial dan cairan (Jam
Hasil : BB pre 45 kg (Jam 08.15) 09.45)
BB post HD sebelumnya 43 (Jam 12.45) Hasil: Penyebab kelebihan volume cairan akibat
b) Memantau TTV (Jam 08.20) ketidakpatuhan klien dalam melakukan pembatasan
Hasil : (TD 140/80 mmHg, N 80/i, P 26x/i, S : cairan dimana cairan yang masuk kedalam tubuh
370C) klien 500 cc saat klien merasa haus, 100 cc minum
c) Mengkaji pitting edema teh, dan kadang mengomsumsi air sayur 30 cc.
Hasil : positif 2 Tanpa di batasi klien minum 800 cc/Hari dan tidak
2) Identifikasi sumber potensial dan cairan (Jam patuh
08.25) Sedangkan hitungan keseimbangan
Hasil: Penyebab kelebihan volume cairan akibat masukan dan haluaran urine dilakukan jam 08.30
ketidakpatuhan klien dalam melakukan Hasil: Intake cairan 800cc, output 40 cc, fases 30 cc
pembatasan cairan dimana cairan yang masuk dan terkadang mengeluarkan keringat ketika
kedalam tubuh klien 500 cc saat klien merasa badannya merasa panas.
haus, 120 cc minum teh, dan kadang IWL = 15xBB
mengomsumsi air sayur 50 cc. Tanpa di batasi 24 Jam
klien minum 1000 cc/Hari. = 15x43 = 675 = 26,8x24 = 643
Sedangkan hitungan keseimbangan Output: 40+30+643 = 713 cc
masukan dan haluaran urine dilakukan jam 08.30. Input - output = 800 - 713 = 127 cc
Hasil: Intake cairan 1000 cc, output 80 cc, fases 30 3) Membatasi masukan cairan dan elektro lit (09.50)
cc dan terkadang mengeluarkan keringat ketika Hasil : klien belum patuh dalam pembatasan
badannya merasa panas. cairan (500 cc/24 jam) dan mengomsumsi
IWL = 15xBB nasi+ayam kira-kira 15 gr. Minuman: air putih 250
24 Jam cc, terkadang minum teh 100 cc, air sayur
= 15x45 = 675 = 28,1x24 = 674 kacangan 20 cc. Tidak sesuai dengan cairan
Output: 80+30+674 = 784 cc yang seharusnya diminum.
Input - output = 1000 - 784 = 216 cc 4) Mengingatkan kembali tentang hyigine oral
3) Membatasi masukan cairan dan elektrolit (09.15) dengan sering (10.05)
Hasil : klien belum patuh dalam pembatasan cairan Hasil : klien mengatakan masih mengingat
(800 cc/24 jam) dan mengomsumsi nasi+ayam kira- pentingnya kebersihan oral dan masih rutin
kira 15 gr, minuman: air putih 250 cc, terkadang melakukan sikat gigi minimal 2x sehari dan juga
minum teh 100 cc, air sayur kacang 20 cc. Tidak berkumur-kumur
sesuai dengan cairan yang seharusnya diminum. 5) Memberitahukan kembali kepada pasien atau
4) Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan keluarga tentang diet pembatasan natrium, dan
sering (09.45) menjelaskan kembali tentang pentingnya
Hasil : klien mengerti akan pentingnya memeriksa kandungan makanan sebelum
kebersihan oral dan rutin membersihkan mulut membawa makanan ke pasien misalnya
dengan sikat gigi minimal 2x sehari makanan kemasan yang siap saji (10.15)
5) Ajarkan pasien atau keluarga tentang diet Hasil : klien mengerti tentang pembatasan diet
pembatasan natrium, tekankan tentang yang dijelaskan dan mengetahui beberapa jenis
pentingnya memeriksa kandungan makanan makanan yang mengandung natrium.
sebelum membawa makanan ke pasien misalnya 6) Bantu pasien dalam menghadapi
makanan kemasan yang siap saji (09.50) ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan
Hasil : klien mengerti tentang pembatasan diet (10.00)
yang dijelaskan dan mengetahui beberapa jenis Hasil : klien mengerti dan tidak merasa sulit
makanan yang mengandung natrium. dalam melakukan pembatasan cairan.
6) Bantu pasien dalam menghadapi Kamis 17 Mei 2018
ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan 1) Mengkaji status cairan dan elektrolit:
(10.00) a) Menimbang BB harian
154
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 9 No 02 2018
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

Hasil : 44 kg (08.05) Hasil: Penyebab kelebihan volume cairan akibat


b) Memantau TTV (08.10) ketidakpatuhan klien dalam melakukan pembatasan
Hasil : (TD 140/70 mmHg, N 80/i, P 20x/i, S : 370C) cairan dimana cairan yang masuk kedalam tubuh
c) Mengkaji pitting edema klien 400 cc saat klien merasa haus, 80 cc minum
Hasil : positif 2 teh, dan kadang mengomsumsi air sayur 40 cc.
2) Identifikasi sumber potensial dan cairan (Jam Tanpa di batasi klien minum 850 cc/Hari dan tidak
08.15) patuh
Hasil: Penyebab kelebihan volume cairan akibat Sedangkan hitungan keseimbangan
ketidakpatuhan klien dalam melakukan pembatasan masukan dan haluaran urine dilakukan jam (Jam
cairan dimana cairan yang masuk kedalam tubuh 08.30) Hasil: Intake cairan 850 cc, output 70 cc,
klien 500 cc saat klien merasa haus, 100 cc minum fases 20 cc dan terkadang mengeluarkan keringat
teh, dan kadang mengomsumsi air sayur 50 cc. ketika badannya merasa panas.
Tanpa di batasi klien minum 850 cc/Hari dan tidak IWL = 15xBB
patuh 24 Jam
Sedangkan hitungan keseimbangan masukan = 15x44 = 660 = 27,5x24 = 660
dan haluaran urine dilakukan jam 08.30. Hasil: Intake Output: 70+20+674 = 660 cc
cairan 850 cc, output 40 cc, fases 30 cc dan Input - output = 850 - 660 = 190 cc
terkadang mengeluarkan keringat ketika badannya 3) Membatasi masukan cairan dan elektrolit (09.15)
merasa panas. Hasil : klien sudah mulai melakukan pembatasan
IWL = 15xBB cairan (850 cc/24 jam) Dengan mengomsumsi air
24 Jam 700 cc, teh 150 cc, dan sayur bening 15 gr.
= 15x44 = 660 = 27,5x24 = 660 4) Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan
Output: 40+30+660 = 740 cc sering (09.45)
Input - output = 850 - 740 = 110 cc Hasil : klien mengerti akan pentingnya kebersihan
3) Membatasi masukan cairan dan elektrolit (08.50) oral dan rutin membersihkan mulut dengan sikat gigi
Hasil : klien belum patuh dalam pembatasan cairan minimal 2x sehari
(500 cc/24 jam) dan mengomsumsi nasi+ayam kira- 5) Mengingatkan kembali pasien atau keluarga
kira 15 gr. Minuman: air putih 300 cc, terkadang tentang diet pembatasan natrium, tekankan tentang
minum teh 100 cc, air sayur kacangan 25 cc. Tidak pentingnya memeriksa kandungan makanan
sesuai dengan cairan yang seharusnya diminum. sebelum membawa makanan ke pasien misalnya
4) Mengingatkan kembali tentang hygiene oral makanan kemasan yang siap saji (09.50)
dengan sering (09.05) Hasil : klien mengerti tentang pembatasan diet yang
Hasil : klien mengatakan masih mengingat dijelaskan dan mulai mengurangi makanan yang
pentingnya kebersihan oral dam melakukan tinggi natrium termasuk makanan siap saji
kebiasaan menggosok gigi 6) Bantu pasien dalam menghadapi
5) Memberitahukan kembali kepada pasien atau ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan (10.00)
keluarga tentang diet pembatasan natrium, dan Hasil : klien mengerti dan tidak merasa sulit dalam
menjelaskan kembali tentang pentingnya memeriksa melakukan pembatasan cairan.
kandungan makanan sebelum membawa makanan
ke pasien misalnya makanan kemasan yang siap saji Evaluasi
(09.15) Hasil : klien mengerti tentang pembatasan Evaluasi yang dilakukan yaitu menggunakan
diet natrium dan mengetahui jenis makanan yang metode SOAP yaitu
tidak dapat dikomsumsinya secara berlebihan, tetapi S : Subjektif (klien mengatakan)
klien tidak dapat melakukan pembatasan diet secara O : Objektif (klien terlihat/hasil temuan perawat)
patuh A : Assesment (Apakah masalah teratasi atau
6) Bantu pasien dalam menghadapi belum),
ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan (09.25) P : Planning (Intervensi di lanjutkan atau di hentikan).
Hasil : klien mengerti dan tidak merasa sulit Evaluasi pada hari selasa tanggal 15 Mei
dalam melakukan pembatasan cairan. 2018 pukul 12.30 WITA, data subjektif : Klien
Jumat 18 Mei 2018 mengatakan sesak berkurang, klien mengatakan
1) Mengkaji status cairan dan elektrolit: tidak ada bengkak pada punggung kaki dan perut
a) menimbang BB pre dan post kembung berkurang. Data objektif : klien nampak
Hasil : BB pre 44 kg (Jam 08.20) sesaknya berkurang, terdapat edema pada kaki,
BB post HD sebelumnya 43 (Jam 01.30) ascites, TTV (TD 130/90 mmHg, N 82x/i, P 24x/i, S :
b) Memantau TTV 370C). BB post HD 43 kg. Assesment : masalah tidak
Hasil : (TD 140/80 mmHg, N 80/i, P 26x/i, S : 370C) teratasi. Planning : lanjutkan intervensi (1) Kaji status
c) Mengkaji pitting edema cairan : timbang berat badan Pre, post dan
Hasil : positif 2 menanyakan BB post HD sebelumnya, adanya
2) Identifikasi sumber potensial dan cairan (Jam edema, pantau TTV. (2) Batasi masukan cairan. (3)
08.25) Tingkatkan dan dorong hyigien oral dengan sering
155
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 9 No 02 2018
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

(3) Ajarkan pasien atau keluarga tentang diet Pengkajian


pembatasan natrium, tekankan tentang pentingnya Berdasarkan hasil laporan kasus Asuhan
pemeriksaan sebelum membawa makanan ke Keperawatan yang dilakukan pada klien Ny.Y
pasien. dengan diagnosa medis Gagal ginjal kronik di Ruang
Rabu tanggal 16 mei 2018 pukul 11.40 WITA, Hemodialisa di RSUD Labuang Baji Makassar
data subjektif: Klien mengatakan masih merasakan selama 8 hari dengan perawatan di rumah . Maka
sesak apabila beraktivitas, klien mengatakan pada bagian ini penulis akan membahas hasil studi
bengkak pada punggung kaki dan area mata dan kasus yang diperoleh saat penelitian berlangsung
perut kembung. Data objektif : klien nampak sesak, kemudian di temukan data sebagai berikut:
edema pada kaki, pada bagian perut terlihat Klien mengatakan bengkak pada kedua kaki
kembung TTV (TD 140/80 mmHg, N 80x/i, P 26x/i, S karena tidak patuh dalam pembatasan cairan dan
: 36,70C). BB post HD 43 kg. Assesment : masalah ketidakmampuan ginjal dalam mensekresi urine
belum teratasi. Planning : lanjutkan intervensi (1) Kaji Menurut Sari, (2016) Edema merupakan
status cairan : timbang berat badan setiap hari, tanda dan gejala umum pada kelebihan volume
adanya edema, kaji adanya distensi vena leher, cairan pada pasien GGK. Edema terjadi akibat
pantau TTV. (2) Batasi masukan cairan. (3) peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan
Tingkatkan dan dorong hyigien oral dengan sering tekanan osmotik yang biasanya terjadi pada bagian
(3) Ajarkan pasien atau keluarga tentang diet mata, jari maupun pergelangan kaki. (Ambarwati,
pembatasan natrium, tekankan tentang pentingnya 2014 dalam Sari 2016)
pemeriksaan sebelum membawa makanan ke Peningkatan berat badan dari BB 43 kg yang
pasien. (4) Kolaborasi pemberian diuretik yang di dapatkan post HD sebelumnya 45 kg saat di kaji
diresepkan sesuai petunjuk, pantau respon pasien pre HD
terhadap terapi. Pada pasien GGK keseimbangan cairan dan
kamis tanggal 18 Mei 2018 pukul 12.10 elektronik terganggu sehingga pasien dianjurkan
WITA, data subjektif : Klien mengatakan sesak saat untuk melakukan pembatasan asupan cairan dan
klien beraktivitas, klien mengatakan bengkak pada makanan hal ini penting di lakukan pasien GGK
kaki dan area mata dan mengatakan perut kembung. untuk tetap menjaga kondisi tubuhnya. Jadi pada
Data objektif : klien nampak sulit bernafas, edema pasien GGK umumnya mengalami peningkatan berat
pada kaki , TTV (TD 140/90 mmHg, N 88x/i, P 26x/i, badan akibat ketidakmapuan pasien dalam
S : 370C). BB post HD 43 kg. Assesment : masalah melakukan pembatasan cairan. Tanpa adanya
tidak teratasi. Planning : lanjutkan intervensi (1) Kaji pembatasan asupan cairan, maka akan
status cairan : timbang berat badan setiap hari, mengakibatkan cairan menumpuk dan akan
adanya edema, kaji adanya distensi vena leher, menimbulkan edema yang secara tidak langsung
pantau TTV. (2) Batasi masukan cairan. (3) akan mempengaruhi peningkatan berat badan
Tingkatkan dan dorong hyigien oral setiap 2 jam (3) (Budiyanto, 2001 dalam Savitri, Linggarjati dan
Ajarkan pasien atau keluarga tentang diet Parmitasari, 2015)
pembatasan natrium, tekankan tentang pentingnya a. Ureum kreatinin meningkat
pemeriksaan sebelum membawa makanan ke Ureum merupakan produksi akhir dari
pasien. (4) Kolaborasi pemberian diuretik yang metabolisme protein di dalam tubuh yang di produksi
diresepkan sesuai petunjuk, pantau respon pasien oleh hati dan di keluarkan melalui urine. Pada pasien
terhadap terapi. GGK mengalami gangguan ekskresi ginjal,
Jumat 19 Mei 2018 pukul 12.45 WITA, data pengeluaran ureum ke dalam urin terhambat
subjektif : Klien mengatakan sesak berkurang, klien sehingga kadar ureum meningkat dalam darah.
mengatakan bengkak berkurang pada kaki dan area Sedangkan kreatinin merupakan zat yang di hasilkan
mata dan mengatakan perut masih kembung. Data oleh otot dan dikeluarkan dari tubuh melalui urin
objektif : klien tida k sesak lagi, edema pada kaki (Indrasari, 2015)
berkurang, TTV dalam batas normal (TD 140/90 b. sesak napas
mmHg, N 88x/i, P 24x/i, S : 370C). BB post HD 43 kg. Ketidakseimbangan natrium dalam tubuh dapat
Assesment : masalah tidak teratasi. Planning : meretensi cairan dan natrium yang mengakibatkan
lanjutkan intervensi (1) Kaji status cairan : timbang tekanan hidrostatik didalam tubuh mengakibatkan
berat badan setiap hari, adanya edema, kaji adanya peningkatan tekanan hidrostatik didalam tubuh
distensi vena leher, pantau TTV. (2) Batasi masukan menyebabkan penurunan ekskresi urin dan
cairan. (3) Tingkatkan dan dorong hyigien oral setiap mmengakibatkan edema. Edema yang terjadi pada
2 jam (3) Ajarkan pasien atau keluarga tentang diet rongga peritoneal akan mengakibatkan terjadinya
pembatasan natrium, tekankan tentang pentingnya ascites. Pada edema paru terjadi peningkatan
pemeriksaan sebelum membawa makanan ke tekanan hidrostatik yang mengakibatkan difusi CO2
pasien. (4) Kolaborasi pemberian diuretik yang dan O2 terhambat sehingga klien mengalami sesak
diresepkan sesuai petunjuk, pantau respon pasien napas (Farianti, 2012)
terhadap terapi. c. Kulit hiperpigmentasi
PEMBAHASAN
156
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 9 No 02 2018
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

Menurut penelitian Astuti dan Husna (2017) Sari 2016). Dan menurut Mubarak, dkk (2015 dalam
menyatakan bahwa peningkatan kretinin memiliki Sari 2016) menyatakan bahwa tindakan ini dilakukan
pengaruh terhadap hiperpigmentasi seperti kulit untuk memantau peningkatan tekanan darah karena
kering dan terasa gatal. Dan faktor yanng jumlah cairan berlebihan dan produksi hormon vaso
mempengaruhi ekselbasi adalah panas berkeringat aktif. Hal ini sejalan dengan Black dan Hawk (2009
atau dingin sehingga semakin meningkatnya uremia dalam Anggraini dan Putri 2016) menyatakan bahwa
atau zat metabolisme di dalam tubuh maka akan pemantauan TD merupakan salah satu indikator
mengakibatkan terjadiya hiperpigmentasi kulit adanya meningkatan intravaskuler. Peningkatan
d. Klien mengatakan produksi urin menurun volume cairan berlebih pada kompartemen
(oliguria) intravaskuler lebih lanjut akan menyebabkan
Menurut smetzer dan bare (2013) dalam Sari perpindahan cairan dari pembulu darah menuju
(2016) menyatakan bahwa GGK adalah terjadinya jaringan intertisial tubuh. Oleh sebab itu, intervensi
penurunan fungsi ginjal sehingga retensi natrium dan pemantauan TD pada pasien GGK sangat penting
cairan mengakibatkan gijal tidak mampu dalam untuk memperkirakan terjadinya overload pada
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara pasien.
normal yang mengakibatkan terjadinya oliguria. Menimbang berat badan
Diagnosa Menurut Wang (2015 dalam Sari 2016)
Diagnosa yang di angkat pada studi kasus menyatakan penimbangan BB dilakukan setiap
yang terjadi pada Ny.Y dengan Gagal Ginjal Kronik harinya karena penambahan BB sangat berpengaruh
(GGK) “kelebihan volume cairan berhungan dengan terhadap keseimbangan cairan. Dan menurut Terry
asupan cairan yang berlebih” Di tandai dengan data dan Aurora (2013 dalam Sari 2016) menyatakan
: nampak udem pada kedua kaki, ascites, intake bahwa memonitoring BB setiap hari guna untuk
cairan selama 24 jam 1000 ml sedangkan keluaran mengetahui apakah pasien patuh atau tidak terhadap
urine sangat sedikit hanya 80 ml, turgor kulit kering pembatasan dietnya dan menimbang BB setiap
dan klien mengatakan kulitnya gatal, BB post HD harinya untuk memantau adanya retensi cairan atau
terakhir 43 kg kemudian menjadi 45 kg saat di kaji kehilangan cairan dalam waktu yang singkat. Hal ini
pre HD. Hal ini didukung oleh pendapat Nurarif sejalan dengan Lewis, Heitkemper, Dirksen, O’Brien
(2017) kelebihan cairan adalah suatu keadaan dan Bucher (2007 dalam Sari 2016), yang
dimana tubuh mengalami kelebihan cairan isotonik menyatakan bahwa perubahan BB secara signifikan
yang dapat menyebabkan overload (volume cairan yang terjadi dalam 24 jam menjadi salah satu
yang berlebih bagi penderita). Sejalan dengan indikator status cairan dalam tubuh dan kenaikan 1
pendapat (Setyohadi, Sally & Putu, 2016) yang kg dalam 24 jam menunjukkan kemungkinan adanya
menyatakan bahwa pentingnya untuk dilakukan tambahan akumulasi cairan pada jaringan tubuh
pembatasan cairan dan penanganan cepat bagi sebanyak 1 liter dan sebaliknya.
pasien GGK untuk mengurangi penumpukan cairan Monitoring input dan output cairan
Keseimbangan cairan tubuh di hitung
Intervensi berdasarkan jumlah cairan yang masuk dan jumlah
Intervensi keperawatan yang disusun cairan yang keluar. Kebutuhan cairan dapat dihitung
berdasarkan dengan kondisi klien dan berfokus pada dengan menggunakan cara perhitungan balance
tindakan mandiri seperti: observasi, helth education, cairan. Untuk menghitung IWL (Insensible Wather
perencanaan diagnosa keperawatan kelebihan Loss) dengan rumus (15xBB). Rumus balance
volume cairan berhubungan dengan asupan cairan cairan adalah (Intake-output). Tindakan ini dilakukan
yang berlebih, berfokus pada pemantauan TTV yang untuk mengetahui apakah cairan yang dikomsumsi
lakukan setiap jam, mengkaji status cairan dan oleh pasien sudah balance atau tidak. (Yuliana,
elektrolit serta melakukan pembatasan cairan dan Syuibah & Ambarwati, 2014 dalam Sari, 2016)
elektrolit saat HD berlangsung. Intervensi ini
bertujuan untuk mempertahankan berat badan ideal Membatasi masukan cairan
dengan kriteria hasil: tidak terdapat edema, tidak ada Asupan cairan pada pasien GGK di
ascites, input dan output seimbang, elektrolit dalam batasi sesuai dengan hasil pengukuran kebutuhan
batas normal, dan turgor kulit baik. cairan klien. Dengan menggunakan rumus
Implementasi kebutuhan cairan pada pasien GGK yaitu Jumlah
Implementasi dilakukan sesuai dengan Urin/24 jam ditambah dengan 500 ml. Pembatasan
perencanaan keperawatan dan kondisi pasien cairan bertujuan untuk mengurangi kelebihan cairan
selama pelaksanaan studi kasus, dengan diagnosa jika tidak dikurangi dapat menjadi edema, hipertensi,
kelebihan volume cairan berhubugan dengan dan hipertrovi ventrikal kiri. (Istanti, 2013 dalam Sari,
kelebihan intake cairan, yaitu: Mengkaji TTV 2016)
dilakukan untuk mengetahui kondisi pasien dan Membantu pasien dalam menghadapi
untuk mengontrol tekanan darah, karena tekanan ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan
darah yang tinggi dapat mempercepat Dalam melakukan pembatasan cairan
perkembangan kerusakan ginjal (Ariani, 2016 dalam biasanya pasien akan memiliki rasa haus atau
157
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 9 No 02 2018
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

keinginan yang disadari akan kebutuhan cairan. cairan, membantu pasien dalam menangani
Mekanisme rasa haus dimulai dari peningkatan ketidaknyamanan pembatasan cairan, kolaborasi
osmolaritas cairan ekstrasel, kemudian ginjal dalam pemberian diuretik sesuai indikasi, terbukti
melepas rening akan mengakibatkan produksi efektif dengan menurunannya jumlah balance cairan
angiotensin II kemudian merangsang hipotalamus pada penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK).
yang menghasilkan rasa haus (Saputra, 2013 dalam KESIMPULAN DAN SARAN
Sari, 2016) Kesimpulan
Ajarkan pasien atau keluarga pembatasan tinggi Berdasarkan pembahasan dan data yang di
natrium dan makanan cepat saji peroleh dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pada pasien GGK sangat memerlukan 1. Setelah dilakukan pengkajian pada Ny.Y di
dukungan keluarga tanpa dukungan dari keluarga, dapatkan data intake selama 24 jam adalah 1000
pengetahuan dan sikap pasien dia tidak akan mampu ml, sedangkan output klien hanya sekitar 80
mematuhi program diet yang sudah ditentukan. ml/24 jam, terdapat udem pada kedua kaki, dan
(Almatsier, 2008 dalam Riyanti, 2017) klien mengalami kenaikan BB dari 43 menjadi 45
Diet rendah natrium bertujuan untuk pre HD, ascites, dan klien tidak mampu
membantu menghilangkan retensi garam atau air melakukan pematuhan dalam pembatasan
dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan cairan.
darah. Dan garam mengandung unsur natrium yang 2. berdasarkan data yang di peroleh oleh peneliti,
bersifat menahan air, serta komsumsi garam dapat dirumuskan diagnosa yang muncul pada Ny.Y
menyebabkan tumpukan cairan dalam tubuh. adalah kelebihan volume cairan berhubungan
Sehingga pada pasien GGK harus dilakukan dengan asupan cairan yang berlebih.
pembatasan asupan natrium untuk mengurangi 3. Intervensi keperawatan yang dilakukan peneliti
penumpukan cairan dalam tubuh dan akan pada pasien Ny.Y yang mengalami kelebian
mengurangi rasa haus. (Colvi, 2010 dalam Institut volume cairan. Intervensi yang di terapkan
Pertanian Bogor, 2015) berfokus dalam mengkaji intake dan output,
Evaluasi menimbang BB post dan BB pre HD, melakukan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses pembatasan cairan. Intervensi tersebut dilakukan
keperawatan. Evaluasi dilakukan untuk menilai dengan tujuan pasien mampu membatasi cairan
apakah tujuan yang ditetapkan dalam rencana yang masuk ke tubuhnya.
keperawatan tercapai atau tidak. 4. Implementasi adalah tindakan yang dilakukan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah
pada Ny.Y dengan diagnosa kelebihan volume cairan direncanakan sebelumnya yang di kondisikan
berhubungan dengan asupan cairan yang berlebih sesuai dengan keadaan klien
maka diperoleh hasil evaluasi sebagai berikut: 5. Pada saat melakukan evaluasi keperawatan
Data subjektif: klien mengatakan sesaknya mengenai diagnosa yang di tegakkan oleh penulis
berkurang, klien mengatakan kedua kakinya sudah belum teratasi. Tetapi pada saat dilakukan evaluasi
tidak bengkak lagi dan perut kembung berkurang, post HD terjadi penurunan BB dari 45 kg pre HD
klien mengatakan sudah membatasi asupan cairan mejadi 43 kg post HD, dan tidak terdapat udem pada
yang di komsumsinya. kedua kaki.
Data objektif: klien nampak sesaknya Saran
berkurang, tidak terdapat edema pada kedua kaki, 1. Sebaiknya perawat dan Tim kesehatan lainnya
TTV: TD 130/90 mmHg, N: 80x/mnt, S: 370C, P: harus lebih sering memberikan pengetahuan
20x/mnt BB pre HD 45 kg menjadi 43 post HD. tentang Bahaya penyakit GGK dan faktor yang
Assesment : masalah tidak teratasi. Planning : memicu terjadinya GGK agar masyarakat lebih
lanjutkan intervensi (1) Kaji status cairan : timbang waspada sehingga jumlah penderita penyakit
berat badan setiap hari, adanya edema, kaji adanya GGK tidak bertambah banyak.
distensi vena leher, pantau TTV. (2) Batasi masukan 2. Diharapkan bagi semua anggota keluarga dan
cairan. (3) Tingkatkan dan dorong hygiene oral setiap masyarakat agar memberikan respon positif
2 jam (3) Ajarkan pasien atau keluarga tentang diet terhadap orang yang mengalami penyakit GGK
pembatasan natrium, tekankan tentang pentingnya agar klien merasa percaya diri dan dapat
pemeriksaan sebelum membawa makanan ke menerima kondisinya serta memiliki semangat
pasien. (4) Kolaborasi pemberian diuretik yang hidup.
diresepkan sesuai petunjuk, pantau respon pasien 3. Di harapkan ketika ingin melakukan pemantauan
terhadap terapi. Hal ini sejalan dengan hasil tentang berhasil tidaknya pembatasan cairan
penelitian dari Lusi Ratna Sari (2016), menyatakan maka perlu dilakukan edukasi kepada klien dan
bahwa dengan memberikan intervensi pada pasien keluarga dan sebaiknya para perawat
Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang menjalani terapi memberikan lembar pemantauan untuk
hemodialisa dengan diagnosa kelebihan cairan pelaksanaan batasan intake dirumah
dilakukan intervensi memonitoring tanda-tanda vital,
menimbang berat badan harian, membatasi masukan
158
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 9 No 02 2018
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap


Menjadi Perawat Profesional Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah
Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Singapore: Elsevier.
Brunner, & Suddarth`s. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Heriana, P. (2014). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Pamulang - Tangerang Selatan: Binarupa Aksara.
Hidayat, A. A. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Hidayat, A. A., & Uliyah, M. (2012). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya: Health Book.
Lemone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Pola Kesehatan
Patofisiologi dan Pola Kesehatan vol. 1 Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lemone, P., Burke, K., & Bauldoff, G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 5. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
M.black, J., & Haw, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan Edisi
8. Singapura: Elsevier.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Di Lengkapi Asuhan Keperawatan Pada Sistem Kardio,
Perkemihan, Integumen, Pensyarafan, Gastrointestinal, Muskuloskelatal, Reproduksi, Dan Respirasi.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Pranata, A. E. (2013). Manajemen Cairan dan Elektrolit. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2015). Buku Ajar Keperawatan Dasar Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Saputra, D. L. (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang: BINARUPA AKSARA.
Suharyanto, T., & Madjid, A. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta-Timur: CV. Trans Info Media.
Riset Kesehatan Dasar (Riskedas 2013). Jakarta: Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementrian Kesehatan RI Diaskes
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/general/pokok2%20hasil%20riskedas%202013.pdf
pada tanggal 20 Mei 2017
Wijaya, N. A., & Putri, N. Y. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori Dan Contoh
Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Standar Asuhan Keperawatan. DKI Jakarta: CV. Trans Info Media.
Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan (pedoman melaksanakan dan menrapkan hasil
penelitian). Jakarta: CV. Trans Info Media.
Kurniawati, D. P., Widyawati, I. Y., & Maryanti, H. (2015). Edukasi Dalam Meningkatkan Kepatuhan Intake Cairan
Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) On Hemodialisa. 3-7. Diakses dari http://journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-cmsnjb9804fc3052full.pdf pada tanggal 22 Mei 2017.
Melisa. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Tn. H Dengan Gagal Ginjal Kronik Di Bangsal Multazam RS PKU
Muhammadiyah Surakarta. Naskah Publikasi, 49. Diakses Dari
https://media.neliti.com/media/publications/108386-ID-pemantauan-intake output-cairan-pada-pas.pdf pada
tanggal 28 JUNI 2018.
Savitri, Y. A., Linggarjati, D., & Parmitasari, N. (2015). Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronis Dalam Melakukan Diet
Ditinjau dari Dokumen Sosial Keluarga. 2. Diakses dari Download.portalgaruda.org pada tanggal 20 April 2018
Ridwan Kamaluddin., Eva Rahayu, (2009). Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kepatuhan Asuhan Cairan
Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisis di RSUD Prof.Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Jurnal
Keperawatan Diakses Dari https://media.neliti.com/media/publications/104226-ID-analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi.jurnal. Pada Tanggal 09 Juli 2018.
Sari, L. R. (2016). Upaya Mencegah Kelebihan Volume Cairan Pada Pasien Chronic Kidney Desease.4.Diakses dari
http://jurnal.usu.ac.id pada tanggal 09 juli 2018

159

Anda mungkin juga menyukai