Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN A.N R DENGAN GANGGUAN HIPERTERMIA DENGAN


INDIKASI AFI (ACUTE FEBRILE ILLNESS) DI RUANG MARWAH

RSI MASYITOH BANGIL

Disusun oleh :
Fina Yunis Eka Wulandari 212303102001

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
KAMPUS KOTA PASURUAN
TAHUN 2021/2022
A. PENGERTIAN
1. Pengertian Suhu Tubuh
Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang dihasilkan
tubuh dengan jumlah lingkungan luar. Panas yang dihasilkan – panas yang
hilang = suhu tubuh. Mekanisme kontrol suhu tubuh pada manusa menjaga
suhu inti (suhu jaringan dalam) tetap konstan pada kondisi lingkungan dan
aktivitas fisik yang ekstrim. Namun suhu permukaan berubah sesuai aliran
darah ke kulit dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Karena
perubahan tersebut, suhu normal pada manusia berkisar dari 36-37°C.
Pada rentang ini, jaringan dan sel tubuh akan berfungsi secara optimal.

Nilai suhu tubuh juga di tentukan oleh lokasi pengukuran (oral,


rektal, aksila, membran timpani). Suhu oral rata bagi dewasa muda yang
sehat adalah 37°C (98,6° Fahrenheit). Tidak ada satu nilai suhu tunggal
yang normal bagi semua orang. Pengaturan suhu tubuh bertujuan
memperoleh nilai suhu jaringan dalam pada tubuh.

Mekanisme fisiologi dan perilaku mengatur keseimbangan antara


panas yang hilang dan dihasilkan, atau lebih sering disebut sebagai
termoregulasi. Mekanisme tubuh harus mempertahankan hubungan antara
produksi panas dan kehilangan panas agar suhu tubuh tetap konstan dan
normal. Hubungan ini diatur oleh mekanisme neurologis dan
kardiovaskuler. Suhu tubuh di atur oleh hipotalamus yang terletak diantara
dua hemisfer otak. Fungsi hipotalamus adalah seperti termostat. Suhu yang
‘nyaman’ merupakan ‘sel-point’ untuk operasi sistem pemanas. Penurunan
suhu lingkungan akan mengaktifkan pemanas, sedangkan peningkatan
suhu akan mematikan sistem pemanas tersebut.

Hipotalamus mendeteksi perubahan kecil pada suhu tubuh.


Hipotalamus anterior mengatur kehilangan panas, sedangkan hipotalamus
posterior mengatur produksi panas. Jika sel saraf di hipotalamus anterior
menjadi panas di luar batas titik pengaturan (sel point), maka impuls
dikirimkan untuk menurunkan suhu tubuh. Mekanisme kehilangan panas
adalah keringat, vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah, dan hambatan
produksi panas, tubuh akan mendistribusikan darah ke pembuluh darah
permukaan untuk menghilangkan panas.

Jika hipotalamus posterior mendeteksi penurunan suhu tubuh di


bawah titik pengaturan, tubuh akan memulai mekanisme konservasi panas.
Vasokontriksi (penyempitan) pembuluh darah mengurangi aliran darah ke
kuliistimulasi melalui kontraksi otot volunter dan otot yang menggigil.
Saat vasokontriksi tidak efektif, maka akan timbul gerakan menggigil.
Penyakit atau trauma pada hipotalamus atau sumsum tulang belakang
(yang meneruskan pesan hipotalamus) akan mengubah kontrol suhu
dengan berat.

Termoregulasi bergantung pada fungsi normal dari proses produksi


panas. Panas yang dihasilkan tubuh adalah hasil sampingan metabolisme,
yaitu reaksi kimia dalam seluruh sel tubuh. Makanan merupakan sumber
utama bahan bakar untuk metabolisme.

2. Pengertian hipertermia

Hipertermia merupakan keadaan ketika individu mengalami atau


berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh <37,8oC per oral atau 38,8oC
per rektal yang sifatnya menetap karena faktor eksternal (Lynda Juall,
2012).
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
(Nurarif, Amin H dan Hardhi Kusuma, 2015).
Hipertermia adalah keadaan suhu tubuh seseorang yang meningkat
diatas rentang normalnya (NIC NOC, 2007).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
hipertermia adalah keadaan dimana suhu inti tubuh diatas batas normal
fisiologis sehingga menyebabkan peningkatan suhu tubuh dari individu.
Menurut Nurarif, Amin H dan Hardhi Kusuma (2015) mengatakan
suhu normal tubuh berkisar antara 36,50C – 37,50C, hipertermia jika
suhu tubuh > 37,50C dan hipotermi jika suhu tubuh <36,50C.

 Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh


Usia

Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme


pengaturan suhu sehingga terjadi perubahan suhu tubuh yang drastis
terhadap lingkungan. Pastikan mereka mengenakan pakaian yang
cukup dan hindari pajanan terhadap suhu lingkungan. Seorang bayi
lahir dapat kehilangan 30% panas tubuh melalui kepala untuk
mencegah kehilangan panas. Suhu tubuh bayi lahir berkisar antara
35,5-37,5°C. Regulasi tubuh baru mencapai kestabilan saat pubertas.
Suhu normal akan terus menurun saat seseorang semakin tua. Para
dewasa tua memiliki kisarab suhu tubuh yang lebih kecil dibandingkan
dewasa muda. Suhu oral senilai 35°C pada lingkungan dingin cukup
umum ditemukan pada dewasa tua. Namun, rerata suhu tubuh dari
dewasa tua adalah 36°C. Mereka lebih sensitif terhadap suhu ekstrem
karena perburukan mekanisme pengaturan, terutama pengaturan
vasomotor (vasokontriksi dan vasodilatasi) yang buruk, berkurangnya
jaringan subkutan, berkurangnya aktivitas kelenjar keringat, dan
metabolisme yang menurun.

Aktivitas

Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan


pemecahan karbohidrat dan lemak. Berbagai bentuk olahraga
meningkatkan metabolisme dan dapat meningkatkan produksi panas
sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Olahraga berat yang lama,
seperti lari jarak jauh, dapat meningkatkan suhu tubuh sampai 41°C.

Kadar Hormon

Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih


bersar. Hal ini dikarenakan adanya variasi hormonal saat siklus
menstruasi. Kadar progesteron naik dan turun sesuai siklus menstruasi.
Saat progesteron rendah, suhu tubuh berada dibawah suhu dasar, yaitu
1/10nya. Suhu ini bertahan sampai terjadi ovulasi. Saat ovulasi, kadar
progesteron yang memasuki sirkulasi akan meningkat dan menaikkan
suhu tubuh dasar atau suhu yang lebih tinggi. Variasi suhu ini dapat
membantu mendeteksi masa subur seorang wanita. Perubahan suhu
tubuh juga terjadi pada wanita menopause. Mereka biasanya
mengalami periode panas tubuh yang intens dan perspirasi selam 30
detik dampai 5 menit. Pada periode ini terjadi peningkatan suhu tubuh
sementara sebanyak 4°C, yang sering disebut hot flashes. Hal ini
diakibatkan ketidakstabilan pengaturan vasomotor.

Irama Sirkandian

Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 1°C selama periode
24 jam. Suhu terendah berada di antara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada
siang hari, suhu tubuh meningkat dan mencapai maksimum pada pukul
6 sore, lalu menurun kembali sampai pagi hari. Pola suhu ini tidak
mengalami perubahan pada individu yang bekerja di malam hari dan
tidur di siang hari. Dibutuhkan 1 sampai 3 minggu untuk terjadinya
pembalikan siklus. Secara umum, irama suhu sirkadian tidak berubah
seiring usia.

Stress

Stres fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui


stimulasi hormonal dan saraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan
metabolisme, yang akan meningkatkan produksi panas. Klien yang
gelisah akan memiliki suhu normal yang lebih tinggi.

Lingkungan

Lingkungan memengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme


kompensasi yang tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti
suhu lingkungan. Suhu lingkungan lebih berpengaruh terhadap anak-
anak dan dewasa tua karena mekanisme regulasi suhu mereka yang
kurang efisien.

Kecepatan metabolisme basal.


Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini
memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula.

Rangsangan saraf simpatis.

Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme


menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat
mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme.
Hampir seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya,
rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan
peningkatan produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan
metabolisme.

Demam

Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan


metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.

Status gizi

Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan


metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat
makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan
demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah mengalami
penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan
lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak
merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas
dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain.

Gangguan organ.

Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus,


dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan.
Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat
merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah
kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme
pengaturan suhu tubuh terganggu.
1) Pengukuran Suhu Tubuh
Pemeriksaan suhu tubuh dapat di lakukan dengan cara mengukur
suhu tubuh seseorang dengan menggunakan alat yang dinamakan
Thermometer. Menurut skalanya terdapat beberapa macam
Thermometer, diantaranya :

1) Thermometer Celcius
2) Thermometer Fahrenheit
3) Thermometer Reamur
4) Thermometer Kelvin
Sedangakan tempat untuk mengukur derajat suhunya yaitu :

1) Ketiak (aksila) : mengukur suhu klien dengan menggunakan


thermometer yang di tempatkan di aksila/ketiak.
 Keuntungan:
 Aman dan tidak mengganggu.
 Dapat digunakan dapat bayi baru lahir.
 Pelaksanaan:

Menurut kebiasaan rumah sakit.


Dimana tidak dapat dikerjakan pada bagaian tubuh lainnya.
 Nilai normal untuk suhu per aksila
Orang dewasa adalah 35,8-37,3° C
Bayi 36,8-37° C.
 Kontraindikasi : Pasien yang luka / kudis diketiak, operasi
pada mammae.
2) Mulut (kavum oris) : mengukur suhu tubuh klien dengan
menggunakan thermometer yang ditempatkan di mulut/oral.
 Keuntungan: paling mudah dilakukan, nyaman, pembacaan
hasil akurat.
 Nilai normal suhu per oral adalah 35,8-37,3° C
 Kontraindikasi : Klien tidak mampu menahan termometer di
dalam mulut, Resiko tergigit oleh klien seperti bayi atau anak
kecil, Klien bingung atau tidak sadar, Perbedaan oral, trauma
mulut atau wajah, Bernapas hanya dengan melalui mulut,
Riwayat kejang-kejang,Gemetar kedinginan.
3) Pelepasan (rectum) : Mengukur suhu tubuh dengan menggunakan
thermometeryang ditempatkan di rectal/anus/pelepasan.
 Kontraindikasi;

- Pembedahan atau gangguan pada rectal seperti pada


tumor/hemoroid.

- Klien yang tidak dapat berposisi baik seperti mereka dengan


traksi atau pada bayi baru lahir.

- Pada klien yang berpenyakit kelamin.


 Nilai normal suhu per rectal pada orang dewasa adalah :36,1-
37°C

B. PATOFISIOLOGI

Substansi yang menyebabkan demam disebut pirogen dan berasal


baik dari oksigen maupun endogen. Mayoritas pirogen endogen adalah
mikroorganisme atau toksik, pirogen endogen adalah polipeptida yang
dihasilkan oleh jenis sel penjamu terutama monosit, makrofag, pirogen
memasuki sirkulasi dan menyebabkan demam pada tingkat termoregulasi
di hipotalamus. Peningkatan kecepatan dan pireksi atau demam akan
engarah pada meningkatnya kehilangan cairan dan elektrolit, padahal
cairan dan elektrolit dibutuhkan dalam metabolism di otak untuk menjaga
keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior. Apabila seseorang
kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi), maka elektrolit-elektrolit
yang ada pada pembuluh darah berkurang padahal dalam proses
metabolisme di hipotalamus anterior membutuhkan elektrolit tersebut,
sehingga kekurangan cairan dan elektrolit mempengaruhi fungsi
hipotalamus anterior dalam mempertahankan keseimbangan
termoregulasi dan akhirnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh.

1. Etiologi hipertermia
1. Dehidrasi
2. Penyakit
2. Trauma
3. Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk berkeringat
4. Pemakaian pakaian yang tidak sesuai
5. Peningkatan laju metabolisme
6. Pengobatan/ anesthesia
7. Terpajan pada lingkungan yang panas
8. Aktivitas yang berlebihan
PATHWAY

Endogen
Meningkatnya metabolik tubuh
( Mikroorganisme, monosit,
makrofag, toksik)

Panas, peningkatan evaporasi

Pirogen
( substansi penyebab
Resiko defisit volume cairan
demam )

Sirkulasi darah

Hipotalamus

Hipotalamus Anterior

 titik patokan suhu

(sel point)

 kehilangan cairan elektrolit


tubuh

 elektrolit pada pembuluh


darah (dehidrasi)

 suhu tubuh

Hipertermia
2. Tanda dan gejala
1. Suhu tinggi 37,8oC peroral atau 38,80C per rektal
2. Takikardi
3. Takipnea
4. Konvulsi (kejang)
5. Kulit kering, kemerahan dan terasa hangat
6. Menggigil
7. Dehidrasi
8. Pusing
9. Kehilangan nafsu makan
3. Klasifikasi
1. Hipertermi yang disebabkan karena peningkatan produksi panas
a. Hipertermi maligna
Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan
anesthesia. Hipertermia ini merupakan miopati akibat mutasi gen
yang diturunkan secara autosomal dominan. Pada episode akut
terjadi peningkatan kalsium intraselular dalam otot rangka
sehingga terjadi kekakuan otot dan hipertermia. Pusat pengatur
suhu di hipotalamus normal sehingga pemberian antipiretik tidak
bemanfaat.
b. Exercise-Induced hyperthermia (EIH)
Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak besar/remaja
yang melakukan aktivitas fisik intensif dan lama pada suhu cuaca
yang panas. Pencegahan dilakukan dengan pembatasan lama
latihan fisik terutama bila dilakukan pada suhu 30C atau lebih
dengan kelembaban lebih dari 90%, pemberian minuman lebih
sering (150 ml air dingin tiap 30 menit), dan pemakaian pakaian
yang berwarna terang, satu lapis, dan berbahan menyerap keringat.
c. Endocrine Hyperthermia (EH)
Kondisi metabolic/endokrin yang menyebabkan hipertermia
lebih jarang dijumpai pada anak dibandingkan dengan pada
dewasa. Kelainan endokrin yang sering dihubungkan dengan
hipertermia antara lain hipertiroidisme, diabetes mellitus,
phaeochromocytoma, insufisiensi adrenal dan Ethiocolanolone
suatu steroid yang diketahui sering berhubungan dengan demam
(merangsang pembentukan pirogen leukosit).

2. Hipertermia yang disebabkan oleh penurunan pelepasan panas.


a. Hipertermia neonatal
Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari kedua dan
ketiga kehidupan bisa disebabkan oleh:
 Dehidrasi
Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan
cairan atau paparan oleh suhu kamaryang tinggi. Hipertermia jenis
ini merupakan penyebab kenaikan suhu ketiga setelah infeksi dan
trauma lahir. Sebaiknya dibedakan antara kenaikan suhu karena
hipertermia dengan infeksi. Pada demamkarena infeksi biasanya
didapatkan tanda lain dari infeksi seperti leukositosis/leucopenia,
CRP yang tinggi, tidak berespon baik dengan pemberian cairan,
dan riwayat persalinan prematur/resiko infeksi.
 Overheating
Pemakaian alat-alat penghangat yang terlalu panas, atau
bayi terpapar sinar matahari langsung dalam waktu yang lama.
 Trauma lahir
Hipertermia yang berhubungan dengan trauma lahir timbul
pada 24% dari bayi yang lahir dengan trauma. Suhu akan menurun
pada 1-3 hari tapi bisa juga menetap dan menimbulkan komplikasi
berupa kejang. Tatalaksana dasar hipertermia pada neonatus
termasuk menurunkan suhu bayi secara cepat dengan melepas
semua baju bayi dan memindahkan bayi ke tempat dengan suhu
ruangan. Jika suhu tubuh bayi lebih dari 39C dilakukan tepid
sponged 35C sampai dengan suhu tubuh mencapai 37C.
b. Heat stroke
Tanda umum heat stroke adalah suhu tubuh > 40.5C atau
sedikit lebih rendah, kulit teraba kering dan panas, kelainan
susunan saraf pusat, takikardia, aritmia, kadang terjadi perdarahan
miokard, dan pada saluran cerna terjadi mual, muntah, dan kram.
Komplikasi yang bisa terjadi antara lain DIC, lisis eritrosit,
trombositopenia, hiperkalemia, gagal ginjal, dan perubahan
gambaran EKG. Anak dengan serangan heat stroke harus
mendapatkan perawatan intensif di ICU, suhu tubuh segera
diturunkan (melepas baju dan sponging dengan air es sampai
dengan suhu tubuh 38,5 C kemudian anak segera dipindahkan ke
atas tempat tidur lalu dibungkus dengan selimut), membuka akses
sirkulasi, dan memperbaiki gangguan metabolic yang ada.
c. Haemorrhargic Shock and Encephalopathy (HSE)
Gambaran klinis mirip dengan heat stroke tetapi tidak ada
riwayat penyelimutan berlebihan, kekurangan cairan, dan suhu
udara luar yang tinggi. HSE diduga berhubungan dengan cacat
genetic dalam produksi atau pelepasan serum inhibitor alpha-1-
trypsin. Kejadian HSE pada anak adalah antara umur 17 hari
sampai dengan 15 tahun (sebagian besar usia < 1 tahun dengan
median usia 5 bulan). Pada umumnya HSE didahului oleh penyakit
virus atau bakterial dengan febris yang tidak tinggi dan sudah
sembuh (misalnya infeksi saluran nafas akut atau gastroenteritis
dengan febris ringan). Pada 2 –5 hari kemudian timbul syok berat,
ensefalopati sampai dengan kejang/koma, hipertermia (suhu >
41C), perdarahan yang mengarah pada DIC, diare, dan dapat juga
terjadi anemia berat yang membutuhkan transfusi. Pada
pemeriksaan fisik dapat timbul hepatomegali dan asidosis dengan
pernafasan dangkal diikuti gagal ginjal. Pada HSE tidak ada
tatalaksana khusus, tetapi pengobatan suportif seperti penanganan
heat stroke dan hipertermia maligna dapat diterapkan. Mortalitas
kasus ini tinggi sekitar 80% dengan gejala sisa neurologis yang
berat pada kasus yang selamat. Hasil CT scan dan otopsi
menunjukkan perdarahan fokal pada berbagai organ dan edema
serebri.
d. Sudden Infant Death Syndrome (SIDS)
Definisi SIDS adalah kematian bayi (usia 1-12 bulan) yang
mendadak, tidak diduga, dan tidak dapat dijelaskan. Kejadian yang
mendahului sering berupa infeksi saluran nafas akut dengan febris
ringan yang tidak fatal. Hipertermia diduga kuat berhubungan
dengan SIDS. Angka kejadian tertinggi adalah pada bayi usia 2- 4
bulan. Hipotesis yang dikemukakan untuk menjelaskan kejadian ini
adalah pada beberapa bayi terjadi mal-development
atau maturitas batang otak yang tertunda sehinggaberpengaruh
terhadap pusat chemosensitivity, pengaturan pernafasan, suhu, dan
respons tekanan darah. Beberapa faktor resiko dikemukakan untuk
menjelaskan kerentanan bayi terhadap SIDS, tetapi yang terpenting
adalah ibu hamil perokok dan posisi tidur bayi tertelungkup.
Hipertermia diduga berhubungan dengan SIDS karenadapat
menyebabkan hilangnya sensitivitas pusat pernafasan sehingga
berakhir dengan apnea.

C. PEMERIKSAAN FISIK

1) Riwayat penyakit dan keluhan


2) Pemeriksaan Fisik
3) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap : mengindetifikasi kemungkinan
terjadinya resiko infeksi
b. Pemeriksaan urine
c. Uji widal : suatu reaksi oglufinasi antara antigen dan antibodi
untuk pasien thypoid
d. Pemeriksaan elektrolit : Na, K, Cl
4) Uji tourniquet
D. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan
farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani demam pada anak :

a. Tindakan farmakologis Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu


memberikan antipiretik berupa:

1) Paracetamol

Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan pertama


untuk menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15 mg/Kg BB
akan menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan puncak pada 2 jam
setelah pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam waktu 3-4 jam.
Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6 jam dari dosis
sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4 oC, sehingga jelas
bahwa pemberian obat paracetamol bukan untuk menormalkan suhu namun
untuk menurunkan suhu tubuh. Paracetamol tidak dianjurkan diberikan pada
bayi < 2 bulan karena alasan kenyamanan. Efek samping parasetamol antara
lain : muntah, nyeri perut, reaksi, alergi berupa urtikaria (biduran), purpura
(bintik kemerahan di kulit karena perdarahan bawah kulit), bronkospasme
(penyempitan saluran napas), hepatotoksik dan dapat meningkatkan waktu
perkembangan virus seperti pada cacar air (memperpanjang masa sakit).

2) Ibuprofen

Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki efek


antiperadangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila alergi
terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan jarak antara 6-8
jam dari dosis sebelumnya. Untuk penurun panas dapat dicapai dengan dosis
5mg/Kg BB. Ibuprofen bekerja maksimal dalam waktu 1jam dan berlangsung
3-4 jam. Efek penurun demam lebih cepat dari parasetamol. Ibuprofen
memiliki efek samping yaitu mual, muntah, nyeri perut, diare, perdarahan
saluran cerna, rewel, sakit kepala, gaduh, dan gelisah. Pada dosis berlebih
dapat menyebabkan kejang bahkan koma serta gal ginjal.
Tindakan non farmakologis

Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat


dilakukan seperti (Nurarif, 2015):

1) Memberikan minuman yang banyak


2) Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
3) Menggunakan pakaian yang tidak tebal
4) Memberikan kompres.
Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif karena pada
daerah tersebut lebih banyak terdapat pembuluh darah yang besar dan banyak
terdapat kelenjar keringat apokrin yang mempunyai banyak vaskuler sehingga
akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi yang akan
memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga
delapan kali lipat lebih banyak. (Lestari, 2016)

E. ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

1. Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian pada anak dengan kejang
demam adalah:

a. Biodata/ Identitas pasien Biodata pasien mencakup nama, umur, jenis


kelamin. Sedangkan biodata orang tua perlu ditanyakan untuk
mengetahui status sosial anak meliiputi nama, umur, agama, suku/
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat.
b. Keluhan utama Meliputi keluhan paling utama yang dialami oleh
pasien
c. Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan,
apakah betul ada kejang. Diharapkan ibu atau keluarga yang
mengantar memperagakan kejang yang dialami oleh anak.
 Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang,
maka diketahui apakah terdapat infeksi. Infeksi mempengaruhi penting
dalam terjadinya bangkitan kejang pada anak.
 Lama serangan Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang
merasakan waktu berlangsung lama. Dari lama bangkitan kejang dapat
kita ketahui respon terhadap prognosa dan pengobatan.
d. Riwayat penyakit dahulu Sebelum penderita mengalami serangan
kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang
sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kalinya.
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, OMA dan
lain-lain.
e. Riwayat penyakit keluarga Adakah keluarga yang memiliki penyakit
kejang demam seperti pasien ( 25 % penderita kejang demam
mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit saraf atau lainnya. Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit seperti ISPA, diare atau oenyakit infeksi menular yang dapat
mencetuskan terjadinya kejang demam
f. Riwayat imunisasi Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang
belumditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari
imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek
sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
g. Riwayat perkembangan Ditanyakan kemampuan perkembangan
meliputi: Personal sosial (kepribadian/ tingkah laku sosial):
berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan
berinteraksi dengan lingkungannya. Motorik halus: berhubungan
dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan
gerakan yang melibatkan bagian- bagian tubuh tertentu saja dan
dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat,
misalnya menggambar, memegang suatu benda dan lain-lain. Motorik
kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Bahasa:
kemampuan memberikan respon terhadap suara mengikuti perintah
dan berbicara spontan.
Pemeriksaan fisik

a. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali, adakah dispersi bentuk
kepala, apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial, yaitu ubun-
ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup
atau belum.

b. Rambut

Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristiklain rambut.


Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien

c. Muka/ Wajah

Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis


tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke
sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus, apakah
ada gangguan nervus cranial.

d. Mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Bagaimana keadaan sklera, konjungtiva.

e. Telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda- tanda adanya


infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.

f. Hidung

Adakah ada pernafasan cuping hidung, polip yang menyumbat jalan


nafas, apakah keluar sekret, bagaimana konsistennsinya, jumlahnya.

g. Mulut

Adakah tanda-tanda sardonicus, bagaimana keadaan lidah, adakah


stomatitis, berapa jumlah gigi yang tumbah, apakah ada carries gigi.
h. Tenggorokan

Adakah tanda-tanda peradangan tonsil, adakah tanda- tanda infeksi


faring.

i. Leher

Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tyroid, adakah


pembesaran vena jugularis.

j. Thorax

Pada infeksi amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernafasan,


frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi dada. Pada auskultasi
adakah suara nafas tambahan.

k. Jantung

Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya, adakah


bunyi tambahan, adakah bradicardi atau tachycardia.

l. Abdomen

Adakah distensi abdomen serta kekakuan otot pada abdomen,


bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus, adakah tanda
meteorismus, adakah pembesaran lien dan hepar.

m. Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya, apakah


terdapat oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.

n. Ekstremitas

Apakah terdapat kulit baik kebersihan maupun warnanya, apakah


terdapat oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.

b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit


2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
3. Hipovolemia berhubungan dengan evaporasi

c. Intervensi keperawatan

NO Diagnosa Tujuan (Luaran & Intervensi Keperawatan


Keperawatan Kriteria Hasil)

1 (D.0130) Setelah dilakukan Manajemen hipertermia (I.15506)


Hipertermia intervensi
Observasi
berhubungan keperawatan selama
dengan proses 3x24 jam maka  Identifikasi penyebab hipetermia

pennyakit Termoregulasi (dehidrasi, terpapar lingkungan panas,

(L.14134) membaik penggunaan incubator)

dengan kriteria hasil  Monitor suhu tubuh


 Monitor kadar elektrolit
 Menggigil menurun
 Monitor komplikasi akibat hipertermia
 Kulit merah
Terapeutik
menurun
 Kejang menurun  Sediakan lingkungan yang dingin

 Pucat menurun  Longgarkan atau lepaskan pakaian

 Takikardi menurun  Berikan cairan oral

 Takipnea menurun  Ganti linen setiap hari atau lebih jika

 Bradikardi menurun mengalami hyperhidrosis

 Suhu tubuh  Lakukan pendinginan eksternal

membaik (kompres hangat pada axila)

 Suhu kulit membaik  Berikan oksigen

 Kadar glukosa darah Edukasi

membaik  Anjurkan tirah baring


 Tekanan darah Kolaborasi
membaik
 Kolaborasi pemberian cairan elekrolit
intravena
2 (D.0055) Setelah dilakukan Dukungan tidur(I.05174)
intervensi Observasi
Gangguan pola
keperawatan selama  Identifikasi pola aktivitas dan tidur
tidur
3x 24 jam, maka pola
berhubungan  identifikasi faktor pengganggu tidur
tidur (L.05045)
dengan kurang (fisik dan/atau psikologis)
membaik dengan
kontrol tidur  identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
kriteria hasil :
Terapeutik
 Kemampuan  Modifikasi lingkungan
beraktivitas (mis.pencahayaan, kebisingan, suhu,
meningkat matras dan tempat tidur )
 Keluhan sulit tidur  fasilitasi menghilangkan stress sebelum
menurun tidur
 Keluhan sering  tetapkan jadwal tidur rutin
terjaga menurun  lakukan prosedur untuk meningkatkan
 Keluhan tidak kenyamanan
puas menurun  Sesuaikan jadwal pemberian obat atau
 Keluhan pola tidur tindakan untuk menunjang siklus tidur-
berubah menurun terjaga
 Keluhan istirahat Edukasi
tidak cukup  Jelaskan pentingnya tidur cukup selama

menurun sakit
 anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur
 ajarkan relaksasi otot autogenik atau
cara non farmakologi lainnya
2 (D.0023) Setelah dilakukan Manajemen hipovolemia(I.03116)
intervensi
Hipovolemia Observasi
keperawatan selama
berhubungan
3x24 jam maka Status  Periksa tanda dan gejala hipovolemia
dengan
cairan(L.03028) (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
evaporasi
membaik dengan teraba lemah, tekanan darah menurun,

kriteria hasil: tekanan nadi menyempit,turgor kulit


menurun, membrane mukosa kering,
 Kekuatan nadi
volume urine menurun, hematokrit
meningkat
 Turgor kulit meningkat, haus dan lemah)
meningkat
 Output urine  Monitor intake dan output cairan
meningkat
 Ortopnea menurun Terapeutik
 Dispnea menurun
 Parroxymal  Hitung kebutuhan cairan
nocturnal dispnea
menurun  Berikan posisi modified trendelenburg
 Edema anasarka
menurun  Berikan asupan cairan oral
 Edema perifer
menurun Edukasi
 Frekuensi nadi
membaik
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan
 Tekanan darah
membaik oral
 Tekanan nadi
membaik  Anjurkan menghindari perubahan posisi
 Membram mukosa mendadak
membaik
 Jugular venous Kolaborasi
pressure (JVP)
membaik
 Kolaborasi pemberian cairan IV
 Kadar Hb
membaik issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
 Kadar Ht
membaik  Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)

 Kolaborasi pemberian cairan koloid


(mis. albumin, plasmanate)

 Kolaborasi pemberian produk darah


DAFTAR PUSTAKA

Anisa, K. (2019). Efektifitas Kompres Hangat Untuk Menurunkan Suhu Tubuh


Pada an.D Dengan Hipertermia. Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan: Wawasan
Kesehatan, 5(2), 122–127. https://doi.org/10.33485/jiik-wk.v5i2.112

Lestari. (2016). Konsep Demam. Karya Tulis Ilmiah Demam Pada Anak, 8–30.

Mintarto, E., & Fattahilah, M. (2019). Efek Suhu Lingkungan Terhadap Fisiologi
Tubuh pada saat Melakukan Latihan Olahraga. JSES : Journal of Sport and
Exercise Science, 2(1), 9. https://doi.org/10.26740/jses.v2n1.p9-13

Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.
Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Herlman,T. Heather.2015. NANDA International Diagnosis Keperawatan :
Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.Edisi 10. Jakarta : EGC
Nurarif, Amin H dan Hardhi Kusuma. 2014.Handbook for Health Student.
Yogyakarta:MediAction Publishing
PPNI. (2017). SDKI. Dewan pengurus pusat PPNI.

PPNI. (2018). SIKI. Dewan pengurus pusat PPNI.

PPNI. (2019). SLKI. Dewan pengurus pusat PPNI.

WIDIYANI, F. (2019). Hipertermi. 37.

Anda mungkin juga menyukai