Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTERMIA

OLEH :
NITA PERASTIWI
NIM.2114901185

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN 2021
PANDUAN LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTERMIA

A. Konsep Teori kebutuhan


1. Definisi
Hipertermia adalah suhu inti tubuh diatas kisaran normal diural
karena kegagalan termoregulasi (Herdman & Kamitsuru, 2015).
Hipertermia adalah keadaan suhu tubuh meningkat di atas rentang
normal tubuh (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Hipertermia dapat didefinisikan dengan suatu keadaan suhu tubuh
di atas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di
hipotalamus (Mulyani & Lestari, 2020).
Dari beberapa definisi hipertermia diatas dapat disimpulkan
hipertermia adalah suatu keadaan suhu tubuh meningkat diatas rentang
normal yang diakibatkan karena peningkatan pusat pengatur suhu dan
kegagalan termoregulasi di hipotalamus.
2. Anatomi fisiologi terkait KDM (Budiantara, 2021).
Bagian otak yang berpengaruh terhadap pengaturan suhu tubuh
adalah hipotalamus anterior dan hipotalamus posterior. Hipotalamus
anterior (AH/POA) berperanan meningkatkan hilangnya panas,
vasodilatasi dan menimbulkan keringat. Hipotalamus posterior (PH/ POA)
berfungsi meningkatkan penyimpanan panas, menurunkan aliran darah,
piloerektil, menggigil, meningkatnya produksi panas, meningkatkan
sekresi hormon tiroid dan mensekresi epinephrine dan norepinephrine
serta meningkatkan basal metabolisme rate. Jika terjadi penurunan suhu
tubuh inti, maka akan terjadi mekanisme homeostasis yang membantu
memproduksi panas melalui mekanisme feedback negatif untuk dapat
meningkatkan suhu tubuh ke arah normal. Thermoreseptor di kulit dan
hipotalamus mengirimkan impuls syaraf ke area preoptic dan pusat
peningkatan panas di hipotalamus, serta sel neurosekretory hipotalamus
yang menghasilkan hormon TRH (Thyrotropin releasing hormon) sebagai
tanggapan. Hipotalamus menyalurkan impuls syaraf dan mensekresi TRH,
yang sebaliknya merangsang Thyrotroph di kelenjar pituitary anterior
untuk melepaskan TSH (Thyroid stimulating hormon). Impuls syaraf di
hipotalamus dan TSH kemudian mengaktifkan beberapa organ efektor.
Berbagai organ fektor akan berupaya untuk meningkatkan suhu
tubuh untuk mencapai nilai normal, diantaranya adalah:
a. Impuls syaraf dari pusat peningkatan panas merangsang syaraf sipatis
yang menyebabkan pembuluh darah kulit akan mengalami
vasokonstriksi. Vasokonstriksi menurunkan aliran darah hangat,
sehingga perpindahan panas dari organ internal ke kulit. Melambatnya
kecepatan hilangnya panas menyebabkan temperatur tubuh internal
meningkatkan reaksi metabolic melanjutkan untuk produksi panas.
b. Impuls syaraf di nervus simpatis menyebabkan medulla adrenal
merangsang pelepasan epinephrine dan norepinephrine ke dalam
darah. Hormon sebaliknya, menghasilkan peningkatan metabolisme
selular, dimana meningkatkan produksi panas.
c. Pusat peningkatan panas merangsang bagian otak yang meningkatkan
tonus otot dan memproduksi panas. Tonus otot meningkat, dan terjadi
siklus yang berulang-ulang yang disebut menggigil. Selama menggigil
maksimum, produksi panas tubuh dapat meningkat 4x dari basal rate
hanya dalam waktu beberapa menit.
d. Kelenjar tiroid memberikan reaksi terhadap TSH dengan melepaskan
lebih hormon tiroid ke dalam darah. Peningkatan kadar hormon tiroid
secara perlahan-lahan meningkatkan metabolisme rate, dan
peningkatan suhu tubuh. Jika suhu tubuh meningkat diatas normal
maka putaran mekanisme feedback negatif berlawanan dengan yang
telah disebutkan diatas. Tingginya suhu darah merangsang
termoreseptor yang mengirimkan impuls syaraf ke area preoptic,
dimana sebaliknya merangsang pusat penurun panas dan menghambat
pusat peningkatan panas. Impuls syaraf dari pusat penurun panas
menyebabkan dilatasi pembuluh darah di kulit. Kulit menjadi hangat,
dan kelebihan panas hilang ke lingkungan melalui radiasi dan
konduksi bersamaan dengan peningkatan volume aliran darah dari inti
yang lebih hangat ke kulit yang lebih dingin. Pada waktu yang
bersamaan, metabolisme rate berkurang, dan tidak terjadi menggigil.
Tingginya suhu darah merangsang kelenjar keringat kulit melalui
aktivasi syaraf simpatis hipotalamik. Saat air menguap melalui
permukaan kulit, kulit menjadi lebih dingin. Respon ini melawan efek
penghasil panas dan membantu mengembalikan suhu tubuh kembali
normal. Skema mekanisme feedback negatif menghemat atau
meningkatkan produksi panas menurun.
3. Faktor predisposisi (pendukung) dan Presipitasi (pencetus) (Ariati, 2021).
a. Usia
Pada saat lahir, bayi meninggalkan lingkungan yang hangat, yang relatif
konstan, masuk dalam lingkungan yang suhunya berfluktuasi dengan
cepat. Suhu tubuh bayi dapat berespon secara drastis terhadap
perubahan suhu lingkungan. Bayi baru lahir mengeluarkan lebih dari
30% panas tubuhnya melalui kepala oleh karena itu perlu menggunakan
penutup kepala untuk mencegah pengeluaran panas. Bila terlindung dari
lingkungan yang ektrem, suhu tubuh bayi dipertahankan pada 35,5 ºC
sampai 39,5ºC. Produksi panas akan meningkat seiring dengan
pertumbuhan bayi memasuki anak-anak. Perbedaan secara individu
0,25ºC sampai 0,55 ºC adalah normal.
b. Regulasi suhu tidak stabil sampai pubertas
Rentang suhu normal turun secara berangsur sampai seseorang
mendekati masa lansia. Lansia mempunyai rentang suhu tubuh lebih
sempit daripada dewasa awal. Suhu oral 35ºC tidak lazim pada lansia
dalam cuaca dingin. Namun rentang suhu tubuh pada lansia sekitar 36
ºC. Lansia terutama sensitif terhadap suhu yang ektrem karena
kemunduran mekanisme kontrol, terutama pada kontrol vasomotor
(kontrol vasokonstriksi dan vasodilatasi), penurunan jumlah jaringan
subkutan, penurunan aktivitas kelenjar keringat dan penurunan
metabolisme.
c. Jenis Kelamin
Sesuai dengan kegiatan metabolisme, suhu tubuh pria lebih tinggi dari
wanita. Selain itu wanita juga dipengaruhi oleh siklus menstruasi.
Disamping itu suhu tubuh wanita dipengaruhi oleh siklus menstruasi.
Pada waktu terjadi ovulasi suhu menurun 0,2°C sedangkan setelah haid
suhu tubuh naik 0,1°-0,6°C.
d. Gizi.
Pada keadaan kurang gizi atau puasa, suhu tubuh lebih rendah.
e. Olahraga
Olahraga aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dalam
pemecahan karbohidrat dan lemak. Hal ini menyebabkan peningkatan
metabolisme dan produksi panas. Segala jenis olahraga dapat
meningkatkan produksi panas akibatnya meningkatkan suhu tubuh.
Olahraga berat yang lama seperti lari jarak jauh dapat meningkatkan
suhu tubuh sampai 41°C.
f. Kadar hormon
Kadar hormon secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh
yang lebih besar dibandingkan pria.Variasi hormonal selama siklus
menstruasi menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Kadar progesteron
meningkat dan menurun secara bertahap selama siklus menstruasi. Bila
kadar progesteron rendah, suhu tubuh beberapa derajat dibawah kadar
batas. Suhu tubuh yang rendah berlangsung sampai terjadi ovulasi.
Perubahan suhu juga terjadi pada wanita menopause.Wanita yang sudah
berhenti mentruasi dapat mengalami periode panas tubuh dan
berkeringat banyak, 30 detik sampai 5 menit. Hal tersebut karena
kontrol vasomotor yang tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan
vasokontraksi.
g. Irama sirkadian
Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 1°C selama periode 24
jam. Bagaimanapun, suhu merupakan irama stabil pada manusia. Suhu
tubuh paling rendah biasanya antara 1:00 dan 4:00 dini hari. Sepanjang
hari suhu tubuh naik, sampai sekitar pukul 18:00 dan kemudian turun
seperti pada dini hari. Penting diketahui, pola suhu tidak secara
otomatis pada orang yang bekerja malam hari dan tidur siang hari. Perlu
waktu 1-3 minggu untuk pemutaran itu berubah. Secara umum, irama
suhu sirkadian tidak berubah sesuai usia, pada lansia puncak suhu tubuh
adalah dini hari.
h. Stres
Stres fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui
stimulasi hormonal dan saraf. Perubahan fisologis ini meningkatkan
metabolisme, yang akan meningkatkan produksi panas. Pasien yang
gelisah akan memiliki suhu normal yang lebih tinggi.
i. Kelelahan akibat panas
Terjadi bila diaphoresis yang banyak menyebabkan kehilangan cairan
dan elektrolit secara berlebih. Juga disebabkan oleh lingkungan yang
panas.
j. Lingkungan
Suhu lingkungan yang tinggi akan meningkatkan suhu tubuh yang
terdapat dalam tubuh, serta akibatnya pada laju metabolisme. Udara
lingkungan yang lembab yang menyebabkan hambatan pada penguapan
keringat akan meningkatkan suhu tubuh. Pembentukan panas dalam
tubuh sangat bergantung pada laju metabolisme yang ditentukan oleh
kegiatan proses kimia yang berlangsung pada jaringan. Oleh sebab itu
pembentukan panas sering dinyatakan sebagai pengendalian suhu tubuh
secara kimia. Faktor yang mempengaruhi pembentukan panas :
1) Jumlah makanan yang dimakan memenuhi syarat
2) Bahan makanan mengandung banyak kalori
3) Tonus otot
4) Kontraksi otot
5) Laju metabolisme yang memenuhi syarat
Biasanya suhu lingkungan lebih rendah dari suhu tubuh manusia.
Dengan demikian panas tubuh akan keluar atau pindah dari tubuh ke
benda lain yang terdapat di sekitar tubuh. Pada keadaan tertentu tidak
jarang suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu tubuh dalam hal ini justru
tubuh mendapat panas dari lingkungan. Pengeluaran panas bergantung
pada :
1) Luas permukaan badan
2) Beda suhu tubuh dengan suhu lingkungan
3) Kelembapan udara
Pengeluaran panas dari tubuh ke lingkungan atau sebaliknya
berlangsung melalui proses fisika. Oleh sebab itu pengeluaran panas
sering dinyatakan sebagai pengendalian suhu tubuh secara fisika.
Pengeluaran panas berlangsung melalui proses :
1) Konduksi yaitu perpindahan panas dari satu molekul ke molekul lain
dalam bentuk padat, cair dan gas.
2) Konveksi yaitu perpindahan panas melalui benda cair atau gas yang
mengalir makin cepat aliran makin besar proses konveksi.
3) Radiasi yaitu perpindahan panas melalui gelombang electromagnet.
4) Evaporasi yaitu panas hilang melalui penguapan yang biasanya
merupakan proses penguapan keringat.
k. Penyakit
Penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan suhu tubuh
diantaranya adalah :
1) Demam berdarah dengue
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri
sendi yang disertai leukopenia, raum, limfadenopi plasma yang
ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue :
a) Demam tifoid
Merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh
panas berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa
keterlibatan struktur endothelia atau endokardial dan invasi
bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit monocular dari
hati, limpa, kelenjar limfe dan peyer’s patch dan dapat menular
pada orang lain melalui makan atau yang terkontaminasi.
b) Febris /demam
Demam adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara
abnormal. Tipe demam yang sering dijumpai antara lain :
(1) Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada
pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat.
Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal
dinamakan juga demam septik.
(2) Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu badan normal, penyebab suhu yang mungkin
tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
(3) Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari
sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam
dintara dua serangan demam disebut kuartana.
(4) Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu
derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali
disebut hiperpireksia.
(5) Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa
hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti
semula. Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan
suatu penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten yang
dikaitkan dengan malaria. Seorang klien dengan demam
mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang
jelas. Dalam praktek 90% dari para klien dengan demam
yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu
penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit
virus sejenis lainnya.
(6) Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh
plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan
ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Penyebab dari
malaria adalah protozoa dari genus plasmodium, yang selain
menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti
golongan burung, reptile dan mamalia. Plasmodium terdiri
dari 4 spesies :
(a) Plasmodium falciparum menyebabkan malaria tropika
(maliganan malaria)
(b) Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertian (bening
malaria)
(c) Plasmodium malariae
(d) Plasmodium ovale
l. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan ketidakmampuan tubuh untuk
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas.
Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi
mekanisme pengeluaran panas.
m. Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan
suhu tinggi dapat mmpengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi
ini disebut heartstroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan
angka mortalitas yang tinggi. Sehingga dapat beresiko memiliki
penyakit kardiovaskular, hipotiroidsme, diabetes atau alkoholik yang
termasuk beresiko adalah orang yang mengonsumsi obat yang
menurunkan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan panas (mis,
Fenotiasin, antikolinergik, diuretik, amfetami, dan antagonis reseptor
beta – adrenergik) dan mereka yang mengalami kerja yang berat atau
olahraga yang berat. Penderita heartstroke tidak berkeringat karena
kehilangan elektrolit sangat berat dan malfungsi hipotalamus.
Heartstroke besar dari 40,50C mengakibatkan kerusakan jaringan pada
sel dari semua organ tubuh. Tanda vital menyatakan suhu tubuh kadang
– kadang setinggi 450C, takikardia dan hipotensi.
n. Hipotermia
Pengeluran panas akibat paparan terus – menerus terhadap dingin
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memperoduksi panas,
mengakibatkan hipotermia. Hipotermia dikalsifikasikan melalui
pengukuran suhu inti. Hal ini tersebut dapat mengurangi kebutuhan
metabolik dan kebutuhan tubuh terhadap oksigen.
4. Gangguan terkait hipertermia
a. Etiologi
Penyebab dari hipertermia (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Proses penyakit (misalnya infeksi, kanker)
4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolisme
6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan
8) Penggunaan inkubator
b. Proses terjadi hipertermia
Sinyal suhu yang dibawa oleh reseptor pada kulit akan diteruskan
ke dalam otak melalui traktus (jaras) spinotalamikus (mekanismenya
hampir sama dengan sensasi nyeri). Ketika sinyal suhu sampai tingkat
medulla spinalis, sinyal akan menjalar dalam kratus lissauer beberapa
segmen diatas atau dibawah,selanjutnya akan berakhir terutama pada
lamina I,II, dan III radiks dorsalis. Setelah mengalami percabangan
melalui satu atau lebih neuron dalam medulla spinalis, sinyal suhu
selanjutnya akan dijalarkan ke serabut termal asenden yang menyilang
ke traktus sensorik anterolateral sisi berlawanan,dan akan berakhir di
tingkat retikular batang dan kompleks ventrobasal talamus. Beberapa
sinyal suhu tubuh pada kompleks ventrobasal akan diteruskan ke
korteks somatosensorik (Ariati, 2021).
Tempat pengukuran suhu inti yang paling efektif yaitu rektum,
membran timpani, esofagus, arteri pulmonal, kandung kemih, rektal.
Suhu permukaan (surface temperature) yaitu suhu tubuh yang terdapat
pada kulit, jaringan subcutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat
berfluktuasi sebesar 40-20°C. Suhu tubuh adalah perbedaan antara
jumlah panas yang dihasilkan tubuh dengan jumlah panas yang hilang
ke lingkungan luar. Panas yang dihasilkan-panas yang hilang = suhu
tubuh (Ariati, 2021).
Mekanisme kontrol suhu pada manusia menjaga suhu inti (suhu
jaringan dalam) tetap konstan pada kondisi lingkungan dan aktivitas
fisik yang ekstrem. Namun, suhu permukaan berubah suatu aliran darah
ke kulit dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar karena
perubahan tersebut, suhu normal pada manusia berkisar dari 36 – 38°C
(98,8 – 100,4°F). Pada rentang ini jaringan dan sel tubuh akan berfungsi
secara optimal (Ariati, 2021).
Suhu normal ini dipertahankan dengan imbangan yang tepat antara
panas yang dihasilkan dengan panas yang hilang dan hal ini
dikendalikan oleh pusat pengaturan panas di dalam hipotalamus. Suhu
tubuh diatur oleh hipotalamus yang terletak diantara dua hemisfer otak.
Fungsi hipotalamus adalah seperti termostat. Suhu yang nyaman
merupakan merupakan “set-point” untuk operasi sistem pemanas.
Penurunan suhu lingkungan akan mengaktifkan pemanas tersebut.
Hipotalamus mendeteksi perubahan kecil pada suhu tubuh.
Hipotalamus anterior mengatur kehilangan panas, sedangkan
hipotalamus posterior mengatur produksi panas. Jika sel saraf di
hipotalamus anterior menjadi panas diluar batas titik pengaturan (set
point), maka implus dikirimkan kehilangan panas adalah keringat,
vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah, dan hambatan produksi panas.
Tubuh akan mendistribusikan darah ke pembuluh darah permukaan
untuk menghilangkan panas (Ariati, 2021).
Pusat pengatur panas dalam tubuh adalah hipotalamus, hipotalamus
ini dikenal sebagai termostat yang berada di bawah otak. Terdapat dua
hipotalamus, yaitu hipotalamus anterior yang berfungsi mengatur
pembuangan panas dan hipotalamus posterior yang berfungsi mengatur
upaya penyimpanan panas. Saraf-saraf yang terdapat pada bagian
preoptik hipotalamus anterior dan hipotalamus posterior memperoleh
dua sinyal yaitu :
1) Berasal dari saraf perifer yang menghatarkan sinyal dari reseptor
panas/dingin.
2) Berasal dari suhu darah yang mempengaruhi bagian hipotalamus
itu sendiri
3) Termostat hipotalamus memiliki semacam titik kontrol yang
disesuaikan untuk mempertahankan suhu tubuh (Ariati, 2021).
c. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda hipertermia (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
1) Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif
(tidak tersedia)
b) Objektif
(1) Suhu tubuh diatas nilai normal (>37,5oC)
2) Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif
(tidak tersedia)
b) Objektif
(1) Kulit merah
(2) Kejang
(3) Takikardi
(4) Takipnea
(5) Kulit teraba hangat
Gejala umum yang terjadi pada penyakit tifoid adalah demam
naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap
(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore atau
malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi
atau diare. Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting
yang timbul pada semua penderita demam tifoid (Ardiaria, 2019).
d. Komplikasi
1) Dehidrasi. Yang mana akan mengganggu keseimbangan elektrolit.
Dehidrasi yang berat dapat menyebabkan syok dan bisa berakibat
fatal hingga berujung kematian (Susilaningsih & Putri, 2016).
2) Kejang. Kejang berulang dapat menyebabkan kerusakan sel otak
yang dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku (Susilaningsih &
Putri, 2016).
3) Kerusakan rangkaian khususnya sistem saraf pusat dan otot,
sehingga mengakibatkan kematian (Kristianingsih & Sagita, 2019).
4) Letargi (Cahyaningrum, Anies, & Julianti, 2016).
5) Penurunan nafsu makan (Cahyaningrum, Anies, & Julianti, 2016).
5. Pemeriksaan Diagnostik / Pemeriksaan penunjang terkait KDM
a. Jenis Pemeriksaan Diagnostik (Ariati, 2021)
1) Riwayat penyakit dan keluhan
2) Pengukuran suhu di oral (mulut), axila (ketiak), rektal (anus)
3) Pemeriksaan Fisik
4) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap : WBC Hb, PLT, HCT , atau
mengindetifikasi kemungkinan terjadinya resiko infeksi
b) Pemeriksaan urine
c) Uji widal : suatu reaksi oglufinasi antara antigen dan antibodi
untuk pasien thypoid
d) Pemeriksaan elektrolit : Albumin, Na, K, Mg
5) Uji tourniquet : metode diagnostik klinis untuk menentukan
kecenderungan hemoragik (pendarahan) pada pasien, ini menilai
kerapuhan dinding kapiler dan digunakan untuk mengidentifikasi
trombositopenia (jumlah trombosit yang berkurang)
6. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan
farmakologis, tindakan nonfarmakologis maupun kombinasi keduanya
(Wardiah, Setiawati, & Romayati, 2016).
1) Tindakan farmakologis dengan memberikan obat antipiretik, seperti:
a) Paracetamol
Obat paracetamol diberikan pada anak pada saat suhu tubuh
>37oC. Obat paracetamol diberikan tiap 4 jam sekali pada demam
anak. Penurunan suhu dengan penggunaan paracetamol dicapai
dalam waktu 2-4 jam. Obat ini mayoritas diberikan dalam sediaan
sirup dan menggunakan sendok takar obat yang telah tersedia
dalam kemasan. Acuan yang digunakan dalam pemberian dosis
obat didapatkan dari dokter (Surya, Artini & Ernawati, 2018).
Paracetamol 10-15 mg/kgBB per dosis setiap 4-6 jam sudah
terbukti aman dan efektif. Onset sekitar 30-60 menit, sekitar 80%
anak akan mengalami penurunan suhu di dalam rentang waktu
tersebut (Kurnia, 2020).
b) Ibuprofen
Obat ibuprofen diberikan pada saat suhu anak >39 oC. Obat
ibuprofen diberikan tiap 4 jam sekali pada demam anak.
Penurunan suhu dengan penggunaan ibuprofen dicapai dalam
waktu <2 jam. Obat ini mayoritas diberikan dalam sediaan sirup
dan menggunakan sendok takar obat yang telah tersedia dalam
kemasan. Acuan yang digunakan dalam pemberian dosis obat
didapatkan dari dokter (Surya, Artini & Ernawati, 2018). Hal
yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ibuprofen adalah
kasus gastritis mengingat ibuprofen merupakan OAINS (Obat
Anti-Inflamasi Non-Steroid), meskipun belum ada laporan kasus
parah pada dosis yang direkomendasikan. Selain kasus
perdarahan saluran cerna, ibuprofen juga diketahui nefrotoksik
sehingga perlu hati-hati pada kasus anak dengan dehidrasi,
gangguan kardiovaskular, penyakit ginjal, ataupun obat- obat
nefrotoksik. Ibuprofen juga tidak dianjurkan untuk anak di bawah
6 bulan, karena farmakokinetik yang berbeda dan fungsi ginjal
yang belum sempurna. Selain kasus perdarahan saluran cerna dan
nefrotoksik, ibuprofen juga pernah dihubungkan dengan infeksi
Streptococcus grup A (Kurnia, 2020).

2) Tindakan nonfarmakologis

a) Observasi keadaan umum pasien (Ariati, 2021)


b) Observasi tanda-tanda vital pasien (Ariati, 2021)
c) Observasi perubahan warna kulit pasien (Ariati, 2021)
d) Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang tidak tebal
(Wardiah, Setiawati, & Romayati, 2016).
e) Anjurkan minuman yang banyak (Wardiah, Setiawati, &
Romayati, 2016). Pasien menjadi lebih mudah dehidrasi pada
waktu menderita panas. Minum air membuat mereka merasa baik
dan mencegah dehidrasi (Alwi, 2016).
f) Anjurkan pasien banyak istirahat, agar produksi panas yang
diproduksi tubuh seminimal mungkin (Alwi, 2016).
g) Beri kompres hangat. Kompres hangat adalah tindakan dengan
menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan pada air
hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga
dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh
(Wardiah, Setiawati, & Romayati, 2016). Kompres hangat di
beberapa bagian tubuh, seperti ketiak, lipatan paha, leher
belakang (Alwi, 2016). Tepid sponge merupakan suatu prosedur
untuk meningkatkan kontrol kehilangan panas tubuh melalui
evaporasi dan konduksi, yang biasanya dilakukan pada pasien
yang mengalami demam tinggi. Tujuan dilakukan tindakan tepid
sponge yaitu untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien yang
mengalami hipertermia (Hidayati, 2014). Terapi fisik seperti tepid
sponge atau kompres air suam kuku (32-350C) merupakan
kompres dengan air suam kuku di lipat ketiak dan lipat
selangkangan selama 10-15 menit, akan membantu menurunkan
panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui
proses penguapan. Kompres hanya efektif dalam 15-30 menit
pertama. Kompres tidak dianjurkan sebagai terapi utama karena
hanya menurunkan panas melalui evaporasi dari permukaan
tubuh, tetapi tidak memberi efek pada pusat termoregulasi
(Kurnia, 2020).
h) Beri Health Education ke pasien dan keluarganya mengenai
pengertian, penanganan, dan terapi yang diberikan tentang
penyakitnya (Ariati, 2021).

B. Tinjauan Teori Askep Kebutuhan Dasar


a. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama atau langkah awal dari proses
keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data atau informasi
tentang klien yang dibutuhkan, dikumpulkan dan dianalisa untuk
menentukan diagnosa keperawatan data yang dapat diperoleh data primer
melalui (wawancara dan observasi) atau data sekunder melalui (rekam
medis), dalam pengkajian ada beberapa tahap yaitu:
1) Identitas Klien
2) Riwayat Klien
a) Riwayat kesehatan dahulu
Menanyakan apakah sebenarnya pasien pernah mengalami penyakit
seperti sekarang ini, apakah pasien pernah dirawat di RS, atau
pernah sakit biasa seperti flu, pilek dan batuk, dan sembuh setelah
minum obat biasa yang dijual di pasaran.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Menanyakan bagaimana riwayat penyakit saat ini.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Menanyakan apakah ada dalam keluarga pasien yang pernah sakit
dengan diagnosa medisnya.
3) Data Subjektif
a) Pola persepsi kesehatan-menejemen kesehatan
Kaji adanya riwayat penyakit pada pasien, penggunaan obat-obatan
tertentu.
b) Pola nutrisi metabolic
Kaji adanya kehilangan nafsu makan, kesulitan mencerna,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk atau kering, bersisik,
kehilangan otot atau lemak subkutan, demam.
c) Pola eliminasi cairan
Kaji adanya muntah berisi cairan, atau defekasi
d) Pola aktivitas latihan
Kaji adanya kelelahan umum dan kelemahan, dispnea saat bekerja,
kelemahan otot, sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan.
e) Pola istirahat tidur
Kaji adanya kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam
hari, menggigil, berkeringat, sesak nafas.
f) Persepsi kognitif
Kaji adanya faktor (stress) lama, perasaan tidak berdaya, ketakutan,
ansietas.
g) Pola persepsi konsep diri
Kaji penyangkalan terhadap penyakitnya, pandangan terhadap
tubuhnya, harapan akan kesembuhan, perubahan pola kebiasaan dan
tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melakukan
peran.
h) Pola hubungan sosial
Kaji bagaimana interaksi dengan masyarakat sekitar, penolakan
terhadap masyarakat sekitar, hubungan dengan keluarga dan teman
sebaya.
i) Pola hubungan seksual
Kaji bagaimana perasaan pasien terhadap pasangan.
j) Pola koping toleransi stress
Bercerita tentang penyakitnya, memerlukan bantuan dalam
perawatan.
k) Pola spiritual
Kepercayaan terhadap penyakit adalah suatu cobaan dari Tuhan,
kepercayaan yang dianut oleh pasien, pengobatan dan perawatan
yang berhubungan dengan kepercayaan yang dianut oleh pasien.
4) Data Objektif
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 41oC,
muka kemerahan, dan suhu tubuh menurun < 36OC
b) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c) Pemeriksaan fisik persistem
(1) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam
dengan gambaran seperti bronchitis.
(2) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relative,
hemoglobin rendah.
(3) Sistem intergument
Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut
agak kusam.
(4) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor
(khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut
terasa tidak enak, peristaltic usus meningkat.
(5) Sistem musculoskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
(6) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan
konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi
didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus
meningkat.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis terhadap
adanya pengalaman dan respon individu, keluarga ataupun komunitas
terhadap masalah kesehatan, pada risiko masalah kesehatan atau pada
proses kehidupan. Diagnosis keperawatan adalah bagian vital dalam
menentukan proses asuhan keperawatan yang sesuai dalam membantu
pasien mencapai kesehatan yang optimal. Mengingat diagnosis
keperawatan sangat penting maka dibutuhkan standar diagnose
keperawatan yang bisa diterapkan secara nasional di Indonesia dengan
mengacu pada standar diagnosa yang telah dibakukan sebelumnya (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Adapun diagnosa yang muncul yaitu:
1) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit : infeksi.
c. Perencanaan
1. Prioritas Diagnosa Keperawatan
a) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit : infeksi.
2. Rencana Asuhan Keperawatan
a) Diagnosa Keperawatan 1
1) Rencana Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam
diharapkan hipertermia berkurang
2) Kriteria Hasil
a) Tidak ada pusing.
b) Tidak ada perubahan warna kulit.
c) Suhu tubuh membaik (35,5-37,50C)
d) Tekanan darah membaik (110-120/60-80 mmHg)
3) Rencana Tindakan
a) Identifikasi penyebab hipertermia (misalnya dehidrasi,
terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator).
Rasional : Mengetahui intervensi yang tepat yang akan
diberikan.
b) Observasi tanda-tanda vital pasien setiap kunjungan ke
rumah pasien.
Rasional : Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum dan tindak lanjut penatalaksanaan pasien.
c) Longgarkan atau lepaskan pakaian.
Rasional : Pakaian yang tipis membantu penguapan suhu
lebih lancar.
d) Basahi dan kipasi permukaan tubuh.
Rasional : Dengan membasahi dan mengkipasi permukaan
tubuh mampu membuat nyaman dan
mengurangi gelisah akibat keluar keringat dari
tubuh.
e) Berikan cairan oral.
Rasional : Sebagai upaya untuk mengganti cairan yang
keluar dari keringat.
f) Berikan kompres hangat tepid sponge
Rasional : Untuk menurunkan suhu dan untuk memberikan
rasa nyaman.
g) Anjurkan tirah baring.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan istirahat serta
dukungan fisiologis atau psikologis.
h) Kolaborasi pemberian obat antipiretik (Paracetamol).
Rasional : Mengurangi demam dengan menggunakan terapi
farmakologi.

d. Pelaksanaan (Pengertian)
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana
keperawatan oleh perawat dan pasien. Implementasi keperawatan
adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (Sagala, 2020).
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan
untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan
bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau
menghentikan rencana keperawatan. Evaluasi dilakukan dengan dua
cara yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
1) Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama
proses asuhan keperawatan. Hasil observasi dan analisa
perawat terhadap respon pasien segera pada saat atau setelah
dilakukan tindakan keperawatan dan ditulis pada catatan
perawatan (Sagala, 2020). Evaluasi formatif adalah evaluasi yang
dilakukan setiap hari oleh perawat yang dinas (pagi, sore, malam).
Evaluasi formatif diperlukan sebagai bentuk pertanggungjawaban
oleh perawat yang bertugas dan laporan untuk operan/timbang
terima terkait masalah pasien apakah mengalami peningkatan
kesehatan atau penurunan tingkat kesehatan pasien, sehingga
perkembangan status kesehatan pasien bisa dievaluasi (Tim
keperawatan dasar STIKES Bali, 2019).
2) Evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir. Rekapitulasi dan
kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai
waktu pada tujuan dan ditulis pada catatan perkembangan
(Sagala, 2020). Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan
berdasarkan tujuan dan kriteria hasil dari Nursing Care Plan (NCP).
NCP yang telah diencanakan. Sebagai contoh dalam tujuan dan
kriteria tindakan keperawatan yang dilakukan tindakan
keperawatan 2 x 24 jam, maka evaluasinya dilakukan pada hari
kedua (48 jam) dinas malam dan ditulis pada tabel evaluasi
keperawatan (Tim keperawatan dasar STIKES Bali, 2019).
C. Daftar Pustaka
Alwi, W. (2016). Asuhan Keperawatan Pada An. F Dengan Gangguan
Pemenuhan Kenyamanan Hipertermi Di Ruang Ismail 2 RS
Roemani Muhammadiyah Semarang. Diperoleh tanggal 22
September 2021, dari
https://www.scribd.com/document/344261504/ASKEP-
HIPERTERMI
Ardiaria, M. (2019). Epidemiologi, Manifestasi Klinis, dan Penatalaksanaan
Demam Tifoid. Journal of Nutrition and Health, 7(2), 32-38.
Ariati. (2021). Gangguan Temperature Tubuh (Termoregulasi). Denpasar :
Institut Teknologi dan Kesehatan Bali.
Budiantara. (2021). Laporan Pendahuluan Pengaturan Suhu Tubuh.
Denpasar : Institut Teknologi dan Kesehatan Bali.
Cahyaningrum, E. D., Anies, & Julianti, H.P. (2016). Suhu Tubuh Anak
Demam Sebelum Dan Sesudah Kompres Aloevera. Jurnal
Kesehatan, (12), 1-10.
Herdman, T. Heather & Kamitsuru, Shigemi. (2015). Diagnosis Keperawatan
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC.
Hidayati, R., dkk. (2014). Praktik Laboratorium Keperawatan Jilid 1.
Jakarta : Erlangga.
Kristianingsih, A., & Sagita, Y. D. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Ibu Tentang Demam dengan Penanganan Demam pada Bayi 0-12
Bulan di Desa Datarajan Wilayah Kerja Puskesmas Ngarip
Kabupaten Tanggamus Tahun 2018. Midwifery Journal: Jurnal
Kebidanan UM. Mataram, 4(1), 26-31.
Kurnia, B. (2020). Tatalaksana Demam pada Anak. Cermin Dunia
Kedokteran, 47(11), 698-702.
Mulyani, E., & Lestari, N. E. (2020). Efektifitas Tepid Water Sponge
Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Masalah
Keperawatan Hipertermia: Studi Kasus. Jurnal Keperawatan
Terpadu (Integrated Nursing Journal), 2(1), 7-14.
Putri, N., Zulaicha, E., & Kp, S. (2016). Penanganan Hipertermia Pada Anak
Dengan Demam Tifoid Di Rsud Pandan Arang Boyolali (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Sagala, H. G. (2020). Pentingnya Perencaan Asuhan Keperawatan Dalam
Memberi Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit.
Surya, M. A. N. I., Artini, G. A., & Ernawati, D. K. (2018). Pola penggunaan
parasetamol atau ibuprofen sebagai obat antipiretik single therapy
pada pasien anak. E-Jurnal Medika, 7(8), 1-13.
Tim Keperawatan Dasar STIKES Bali. (2019). Panduan Penulisan
Kebutuhan Dasar. Denpasar : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bali.
Wardiyah, A., Setiawati, S., & Romayati, U. (2016). Perbandingan efektifitas
pemberian kompres hangat dan tepid sponge terhadap penurunan
suhu tubuh anak yang mengalami demam di ruang alamanda
RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015.
Holistik Jurnal Kesehatan, 10(1), 36-44.
D. WOC
Infeksi atau cedera
jaringan

Inflamasi

Akumulasi monosit,
makrofag, sel T helper
dan fibroblas

Pelepasan pirogen
endogen (sitokin)

Merangsang saraf
vagus

Sinyal mencapai
sistem saraf pusat

Pembentukan
prostaglandin otak

Merangsang hipotalamus
meningkatkan suhu

Mengigil, suhu
basal meningkat

Hipertermia

Anda mungkin juga menyukai