Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN PENINGKATAN SUHU TUBUH : HIPERTERMI

OLEH :

LUH PUTU RENA DEWI AGUSTINI


NIM. 2214901061

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

DENPASAR

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


PENINGKATAN SUHU TUBUH : HIPERTERMI

A. Konsep Teori
1. Definisi
Hipertermia adalah keadaan meningkatnya suhu tubuh di atas rentang
normal tubuh. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Hipertermi merupakan
keadaan di mana individu mengalami atau berisiko mengalami kenaikan suhu
tubuh >37,80C (100oF) per oral atau 38,80C (101oF) per rektal yang sifatnya
menetap karena faktor eksternal (Carpenito, 2012). Hipertermia merupakan
keadaan peningkatan suhu tubuh (suhu rektal >38,80C (100,4oF)) yang
berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas
ataupun mengurangi produksi panas (Perry & Potter, 2010). Hipertermia adalah
kondisi di mana terjadinya peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau
menurunkan produksi panas (Perry & Potter, 2010).
Hipertermia merupakan suatu kondisi di mana terjadinya peningkatan suhu
tubuh di atas 37,20C akibat dari system pertahanan tubuh dari infeksi (viremia).
(Sudoyo, Aru W, dkk, 2010). Jadi hipertermia merupakan salah satu gejala klinis
yang ditemukan pada DHF sehingga dimungkinkan bahwa hipertermi juga
berpengaruh terhadap derajat keparahan penyakit DHF.
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang
dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh
manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh
manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan
oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat temperatur
hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan
mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh
telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut
titik tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti
konstan pada 37°C. Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap,
hipotalamus akan merangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme untuk
mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan
meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap.
2. Anatomi Fisiologi
Bagian otak yang berpengaruh terhadap pengaturan suhu tubuh adalah
hipotalamus anterior dan hipotalamus posterior. Hipotalamus anterior
(AH/POA) berperanan meningkatkan hilangnya panas, vasodilatasi dan
menimbulkan keringat. Hipotalamus posterior (PH/POA) berfungsi
meningkatkan penyimpanan panas, menurunkan aliran darah, piloerektil,
menggigil, meningkatnya produksi panas, meningkatkan sekresi hormon tiroid
dan mensekresi epinephrine dan norepinephrine serta meningkatkan basal
metabolisme rate. Jika terjadi penurunan suhu tubuh inti, maka akan terjadi
mekanisme homeostasis yang membantu memproduksi panas melalui
mekanisme feed back negatif untuk dapat meningkatkan suhu tubuh ke arah
normal (Tortora, 2000). Thermoreseptor di kulit dan hipotalamus mengirimkan
impuls syaraf ke area preoptic dan pusat peningkata panas di hipotalamus, serta
sel neurosekretory hipotalamus yang menghasilkan hormon TRH (Thyrotropin
releasing hormon) sebagai tanggapan.hipotalamus menyalurkan impuls syaraf
dan mensekresi TRH, yang sebaliknya merangsang Thyrotroph di kelenjar
pituitary anterior untuk melepaskan TSH (Thyroid stimulating hormon). Impuls
syaraf dihipotalamus dan TSH kemudian mengaktifkan beberapa organ efektor.
Berbagai organ fektor akan berupaya untuk meningkatkan suhu tubuh untuk
mencapai nilai normal, diantaranya adalah :
1. Impuls syaraf dari pusat peningkatan panas merangsang syaraf sipatis
yang menyebabkan pembuluh darah kulit akan mengalami
vasokonstriksi. Vasokonstriksi menurunkan aliran darah hangat,
sehingga perpindahan panas dari organ internal ke kulit. Melambatnya
kecepatan hilangnya panas menyebabkan temperatur tubuh internal
meningkatkan reaksi metabolic melanjutkan untuk produksi panas.
2. Impuls syaraf di nervus simpatis menyebabkan medulla adrenal
merangsang pelepasan epinephrine dan norepinephrine ke dalam darah.
Hormon sebaliknya, menghasilkan peningkatan metabolisme selular,
dimana meningkatkan produksi panas.
3. Pusat peningkatan panas merangsang bagian otak yang meningkatkan
tonus otot dan memproduksi panas. Tonus otot meningkat, dan terjadi
siklus yang berulang-ulang yang disebut menggigil. Selama menggigil
maksimum, produksi panas tubuh dapat meningkat 4x dari basal rate
hanya dalam waktu beberapa menit.

4. Kelenjar tiroid memberikan reaksi terhadap TSH dengan melepaskan


lebih hormon tiroid kedalam darah. Peningkatan kadar hormon tiroid
secara perlahan-lahan meningkatkan metabolisme rate, dan peningkatan
suhu tubuh. Jika suhu tubuh meningkat diatas normal maka putaran
mekanisme feed back negatif berlawanan dengan yang telah disebutkan
diatas. Tingginya suhu darah merangsang termoreseptor yang
mengirimkan impuls syaraf ke area preoptic, dimana sebaliknya
merangsang pusat penurun panas dan menghambat pusat peningkatan
panas. Impuls syaraf dari pusat penurun panas menyebabkan dilatasi
pembuluh darah di kulit. Kulit menjadi hangat, dan kelebihan panas
hilang ke lingkungan melalui radiasi dan konduksi bersamaan dengan
peningkatan volume aliran darah dari inti yang lebih hangat ke kulit yang
lebih dingin. Pada waktu yang bersamaan, metabolisme rate berkurang,
dan tidak terjadi menggigil. Tingginya suhu darah merangsang kelenjar
keringat kulit melalui aktivasi syaraf simpatis hipotalamik. Saat air
menguap melalui permukaan kulit, kulit menjadi lebih dingin. Respon ini
melawan efek penghasil panas dan membantu mengembalikan suhu
tubuh kembali normal. Skema Mekanisme Feedback Negatif
Menghemat Atau Meningkatkan Produksi Panas Menurun.
3. Faktor Predisposi
1. Variasi diluar
Kegiatan tubuh sepanjang hari dapat bervariasi, penggunaan energy
dalam metabolisme selalu timbul panas. Kegiatan otot (organ yang paling
banyak pada tubuh manusia) banyak menimbulkan panas sistem saraf yang
lebih berperan pada waktu kegiatan jasmani meningkat. Biasanya pada siang
hari suhu tubuh lebih tinggi dari pada malam hari.
2. Umur
Pada bayi yang baru lahir, suhu tubuh masih belum mantap dalam masa
ini suhu tubuhnya masih mudah dipengaruhi oleh lingkungan. Pada dewasa
muda, suhu tubuh tetap mantap, sedangkan pada usia lanjut suhu tubuhnya
akan lebih rendah sehubung dengan laju metabolism pada golongan umur.
3. Jenis kelamin
Sesuai dengan kegiatan metabolism, suhu tubuh pria lebih tinggi dari
pada wanita. Disamping itu suhu tubuh wanita juga dipengaruhi oleh siklus
menstruasi, pada waktu terjadi ovulasi suhu menurun 0,20C sedangkan
setelah haid suhu tubuh naik 0,1-0,60C.
4. Lingkungan
Suhu lingkungan yang tinggi akan meningkatkan suhu tubuh yang
terdapat dalam tubuh, serta akibatnya pada laju metabolisme. Udara
lingkungan yang lembap, yang menyebabkan hambatan pada penguapan
keringan akan meningkatkan suhu tubuh.
4. Gangguan Terkait Hipertermi
Diantaranya disebabkan oleh:
1. Demam
Demam merupakan mekanisme pertahanan yang penting.
Peningkatan ringan suhu sampai 39°C meningkatkan sistem imun tubuh.
Demam juga meruapakan bentuk pertarungan akibat infeksi karena virus
menstimulasi interferon (substansi yang bersifat melawan virus). Pola
demam berbeda bergantung pada pirogen. Peningkatan dan penurunan
jumlah pirogen berakibat puncak demam dan turun dalam waktu yang
berbeda. Selama demam, metabolisme meningkat dan konsumsi oksigen
bertambah. Metabolisme tubuh meningkat 7% untuk setiap derajat
kenaikan suhu. Frekuensi jantung dan pernapasan meningkat untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh terhadap nutrient. Metabolisme
yang meningkat menggunakan energi yang memproduksi panas tambahan.
2. Kelelahan akibat panas
Kelelahan akibat panas terjadi bila diaforesis yang banyak
mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan.
Disebabkan oleh lingkungan yang terpajan panas. Tanda dan gejala kurang
volume cairan adalah hal yang umum selama kelelahan akibat panas.
Tindakan pertama yaitu memindahkan klien ke lingkungan yang lebih
dingin serta memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan
tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi
panas adalah hipertermia. Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus
dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Hipertermia
malignan adalah kondisi bawaan tidak dapat mengontrol produksi panas,
yang terjadi ketika orang yang rentan menggunakan obat-obatan anastetik
tertentu.

4. Heat stroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan
suhu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi
ini disebut heat stroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka
mortalitas yang tinggi. Klien beresiko termasuk yang masih sangat muda
atau sangat tua, yang memiliki penyakit kardiovaskular, hipotiroidisme,
diabetes atau alkoholik. Yang termasuk beresiko adalah orang yang
mengkonsumsi obat yang menurunkan kemampuan tubuh untuk
mengeluarkan panas (misalnya fenotiazin, antikolinergik, diuretik,
amfetamin, dan antagonis reseptor beta-adrenergik) dan mereka yang
menjalani latihan olahraga atau kerja yang berat (misalnya atlet, pekerja
konstruksi dan petani). Tanda dan gejala heatstroke termasuk gamang,
konfusi, delirium, sangat haus, mual, kram otot, gangguan visual, dan
bahkan inkontinensia. Tanda lain yang paling penting adalah kulit yang
hangat dan kering. Penderita heatstroke tidak berkeringat karena
kehilangan elektrolit sangat berat dan malfungsi hipotalamus. Heatstroke
dengan suhu yang lebih besar dari 40,5°C mengakibatkan kerusakan
jaringan pada sel dari semua organ tubuh. Tanda vital menyatakan suhu
tubuh kadang-kadang setinggi 45°C, takikardia dan hipotensi. Otak
mungkin merupakan organ yang terlebih dahulu terkena karena
sensitivitasnya terhadap keseimbangan elektrolit. Jika kondisi terus
berlanjut, klien menjadi tidak sadar, pupil tidak reaktif. Terjadi kerusakan
neurologis yang permanen kecuali jika tindakan pendinginan segera
dimulai.
5. Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin
memengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas sehingga akan
mengakibatakan hipotermia. Tingkatan hipotermia :
a. Ringan 34,6 - 36,5°C per rektal
b. Sedang 28,0 - 33,5°C per rektal
c. Berat 17,0 - 27,5°C per rektal
d. Sangat berat 4,0 - 16,5°C per rektal
Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak
diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35°C,
orang yang mengalami hipotermia mengalami gemetar yang tidak
terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menilai. Jika suhu
tubuh turun dibawah 34,4°c, frekuensi jantung, pernapasan, dan tekanan
darah turun. Jika hipotermia terus berlangsung, disritmia jantung akan
berlangsung, kehilangan kesadaran, dan tidak responsif terhadap stimulus
nyeri.
5. Pemeriksaan Suhu Tubuh
Kita dapat mengukur suhu tubuh pada tempat-tempat berikut:
1. Ketiak/ axilae: termometer didiamkan selama 10-15 menit
2. Anus/ dubur/ rectal: termometer didiamkan selama 3-5 menit
3. Mulut/ oral: termometer didiamkan selama 2-3 menit
Adapun suhu tubuh normal menurut usia dapat dilihat pada tabel berikut:
USIA SUHU(DERAJAT CELCIUS)
3 Bulan 37,5°C
6 Bulan 37,5°C
1 Tahun 37,7°C
3 Tahun 37,2°C
5 Tahun 37,0°C
7 Tahun 36,8°C
9 Tahun 36,7°C
11 Tahun 36,7°C
13 Tahun 36,6°C
Dewasa 36,4°C
>70 Tahun 36,0°C

6. Manifestasi Klinis
Pasien dengan gangguan typoid akan mengalami :
Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik , terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anoreksia, dan
mual, batuk, epitaksis, obstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut.

Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang
khas (putih , kotor pinggir hiperemi) hepatomegali, meteorismus, penurunan
kesadaran.

7. Komplikasi
Menurut Nurarif (2015), komplikasi dari demam adalah:
a. Dehidrasi
b. Kejang demam
8. Penatalaksanaan Medis
Menurut Kania dalam Wardiyah, (2016) penanganan terhadap demam
dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan non farmakologis
maupun kombinasi keduanya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk
menangani demam pada anak :
1. Tindakan farmakologis
Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik
berupa:
a. Paracetamol
Paracetamol merupakan obat pilihan pertama untuk menurunkan
suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15 mg/Kg BB akan
menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan puncak pada 2 jam
setelah pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam waktu 3-4 jam.
Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6 jam dari dosis
sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2-1,4oC, sehingga jelas
bahwa pemberian obat paracetamol bukan untuk menormalkan suhu
namun untuk menurunkan suhu tubuh. Paracetamol tidak dianjurkan
diberikan pada bayi < 2 bulan karena alasan kenyamanan. Bayi baru lahir
umumnya belum memiliki fungsi hati yang sempurna, sementara efek
samping paracetamol adalah hepatotoksik atau gangguan hati. Selain itu,
peningkatan suhu pada bayibaru lahir yang bugar (sehat) tanpa resiko
infeksi umumnya diakibatkan oleh factor lingkungan atau kurang cairan.
Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut, reaksi, alergi
berupa urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan di kulit karena
perdarahan bawah kulit), bronkospasme (penyempitan saluran napas),
hepatotoksik dan dapat meningkatkan waktu perkembangan virus seperti
pada cacar air (memperpanjang masa sakit).
b. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki
efek anti peradangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam,
bila alergi terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan
jarakantara 6-8 jam dari dosis sebelumnya. Untuk penurun panas dapat
dicapai dengan dosis 5mg/Kg BB. Ibuprofen bekerja maksimal dalam
waktu 1jam dan berlangsung 3-4 jam. Efek penurun demam lebih cepat
dari parasetamol. Ibuprofen memiliki efek samping yaitu mual, muntah,
nyeri perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel, sakit kepala, gaduh,
dan gelisah. Pada dosis berlebih dapat menyebabkan kejang bahkan
koma serta gagal ginjal.
2. Tindakan non farmakologis
Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat
dilakukan seperti (Nurarif, 2015):
1. Memberikan minuman yang banyak
2. Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
3. Menggunakan pakaian yang tidak tebal
4. Memberikan kompres.
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan
menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau
dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Kompres meupakan metode
untuk menurunkan suhu tubuh (Ayu, 2015). Ada 2 jenis kompres yaitu
kompres hangat dan kompres dingin. Pada penelitian ini Peneliti
menerapkan penggunaan kompres hangat. Kompres hangat adalah
tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan
pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga
dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh (Isfarida &
Eka, 2010). Kompres hangat yang diletakkan pada lipatan tubuh dapat
membantu proses evaporasi atau penguapan panas tubuh (Dewi, 2016).
Penggunaan Kompres hangat di lipatan ketiak dan lipatan selangkangan
selama 10-15 menit dengan temperature air 30-32oC, akan membantu
menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui
proses penguapan. Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih
efektif karena pada daerah tersebut lebih banyak terdapat pembuluh darah
yang besar dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin yang
mempunyai banyak vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang
mengalami vasodilatasi yang akan memungkinkan percepatan
perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih
banyak (Ayu, 2015).

B. Tinjauan Teori Askep Kebutuhan Dasar


a. Pengkajian
a) Data Subjektif
Melakukan wawancara kepada pasien/keluarga pasien.
b) Data Objektif
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan masalah peningkatan suhu
tubuh/hipertermi :
1) Factor yang berhubungan :
a) Anastesia
b) Penurunan respirasi
c) Dehidrasi
d) Pemajanan lingkungan yang panas
e) Penyakit
f) Pemakaian pakaian tidak sesuai dengan suhu lingkungan
g) Peningkatan laju metabolisme
h) Medikasi Trauma
i) Aktivitas berlebihan

c. Perencanaan
1) Prioritas Diagnosa Keperawatan
Hipertermi berhubungan dengan resiko penyakit
2) Rencana Asuhan Keperawatan
a) Hipertermi berhubungan dengan resiko penyakit

b) Tujuan :
Peningkatan Suhu tubuh berkurang/hilang setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama……x 5 jam
Kriteria hasil :
a) Suhu tubuh dalam rentan normal
b) Nadi dan RR dalam rentan normal
c) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi :
1. Monitor suhu sesering mungkin
Rasional : untuk mengetahui adanya peningkatan suhu tubuh
2. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
Rasional : untuk memantau adanya peningkatan atau penurunan
suhu tubuh
3. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Rasional: untuk membantu menurunkan suhu tubuh
4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi
5. Kolaborasi pemberian cairan intravena
Rasional : pemberian cairan intravena dapat membantu
menurunkan suhu tubuh
d. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yang dimulai setelah rencana keperawatan yang disusun dan
ditunjukkan pada nursing oders untuk membantu klien mencapai tujuan yang di
harapkan. Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana keperawatan, dan pelaksanaan keperawatan.
WOC
HIPERTERMI Infeksi atau
cedera jaringan

Inflamasi

Akumulasi monosit, makrofag,


sel T helper dan fibroblas

Pelepasan pyrogen
endogen (sitokin)

Merangsang saraf
vagus

Sinyal mencapai
sistem saraf pusat

Pembentukan
prostaglandin otak

Merangsang hipotalamus
meningkatkan suhu

Menggigil,
meningkatkan suhu basal

HIPERTERMI
DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardhi (2015). Asuhan Keperawatan Nanda Nic Noc.


Isfarida, Eka. (2010).”Fisiologi Manusia: Hipotermi dan Hipertermi”. Palembang:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Palembang.
Perry & potter 2010. Fundamental Keperawatan buku 3 edsi 7. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia PPNI (2019). Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai