Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KASUS PENYAKIT GINJAL KRONIS / CHRONIC


KIDNEY DISEASE (CKD)

NYOMAN WULAN SARI

NIM. 2114901170

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN 2021/2022
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Chronic Kidney Disease (CKD)
a) Pengertian Chronic Kidney Disease (CKD)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis
dengan etiologi beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya,
gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
(Suwitra, 2014)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu spektrum proses-
proses patofiologik yang berbeda-beda serta berkaitan dengan kelainan
fungsi ginjal dan penurunan progresif laju filtrasi glomerolus (LFG).
(Jameson dan Loscalz, 2013)
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal tahap akhir
(ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) . (Nuari dan Widayati, 2017).
National Kidney Foundation mendefinisikan dampak dari kerusakan
ginjal adalah sebagai kondisi mikroalbuminuria/over-proteinuria,
abnormalitas sedimentasi dan abnormalitas gambaran ginjal (Prabowo &
Pranata, 2014). Oleh karena itu, perlu diketahui klasifikasi derajat gagal
ginjal kronis untuk mengetahui tingkat prognosanya.
Gagal ginjal kronik (CKD) adalah kemunduran fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh
untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit
yang mengakibatkan uremia atau azotemia (wijaya, 2013).
Jadi dapat disimpukan gagal ginjal kronis merupakan ganggun fungsi
renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan ginjal gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD)
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari
penyakit lainnya, sehingga merupakan penyakir sekunder. Prabowo &
Pranata (2014), penyebab gagal ginjal kronis diantaranya :
1) Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berkembang
lambat dan ditandai dengan inflamasi glomeruli, yang mengakibatkan
sklerosis, parut, dan akhirnya gagal ginjal.
2) Infeksi kronis (pyelonefritis kronis, TBC)
3) Kelainan kongenital (polikistik ginjal, asidosis tubulus ginjal)
4) Penyakit vaskuler (nefrosklerosis benigna / maligna, stenosis arteria
renalis)
5) Proses obstruksi (kalkuli, nefrolithisis)
6) Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodosa, sklerosis
sistemik progresif)
7) Agen nefrotik (amino-glikosida)
8) Penyakit metabolik (diabetes, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis)

Menurut Rendy & Margareth (2012), penyebab GGK dapat


dikelompokkan sebagai berikut :

a. Penyakit parenkim ginjal


1. Penyakit ginjal primer : glomerulonefritis, miebnefritis, ginjal
polikistik, TBC ginjal
2. Penyakit ginjal sekunder : nefritis lupus, nefropati, amilordosis
ginjal, poliartritis nodasa, selelosis sistemik, gout, DM.
b. Penyakit ginjal obstruktif
Pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluk ureter.
b. Patofisiologi
1. Penurunan GFR Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan
urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatini. Akibat dari penurunan
GFR, maka klirens kreatinin akan menurun, kreatinin akan meningkat,
dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.
2. Gangguan klirens renal Banyak masalah muncul pada ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, menyebabkan
penurunan klirens (subtansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal).
3. Retensi cairan dan natrium Ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsetrasi atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi
penahan cairan dan natrium, sehingga meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
4. Anemia . Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritroprotein
yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defiensi
nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi pendarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran GI.
5. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat Kadar serum kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR
maka tejadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan
kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi
paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon
terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di dalam
tulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit
tulang.
6. Penyakit tulang uremik (osteodiostrofi) Terjadi perubahan kompleks
kalsium fosfat dan keseimbangan parathormon.
c. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan
gangguan yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam
peran sirkulasi memiliki fungsi yang banyak sehingga kerusakan kronis
secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan
sirkulasi dan vasomotor ( Prabowo & Pranata, 2014). Menurut Long dalam
Rendy & Margareth (2012), tanda dan gejala GGK sebagai berikut :
1) Gejala dini : letargi, sakit kepala, kelelaham fisik dan mental, BB
berkurang, mudah tersinggung dan depresi.
2) Gejala lebih lanjut
Anoreksia, nausea, vomiting, nafas dangkal/sesak saat ada kegiatan
maupun tidak, edema disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi
mungkin juga sangat parah.
Sedangkan menurut Robinson (2013), tanda dan gejala pada gagal
ginjal kronis meliputi :
a. Ginjal dan Gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut
kering, penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual.
Kemudian terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri
kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah
peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami
kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan
mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah
terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi.
b. Kardiovaskule
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomiopati, uremic
perikarditis, efusi perikardial (kemungkinan terjadi tamponade
jantung), gagal jantung, edema periorbital dan edema perifer.
c. Sistem Respirasi
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan
efusi pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan
uremic lung dan sesak nafas.
d. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, doudenal
ulseratif, lesi pada intestinum/kolon, kolitis, dan pankreatitis.
Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea
dan vomitting.
e. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering, dan ada scalp.
Selain itu biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis,
petekie, dan timbunan urea pada kulit.
f. Neurologi
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropati perifer, nyeri,
gatal, pada lengan dan kaki. Selain iu, juga adanya kram pada otot
dan refleks kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk
meningkat, iritabilitas, pusing, koma dan kejang. Dari hasil EEG
menunjukkan adanya perubahan metabolik ensefalopati.
g. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorea dan
gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan
sekresi sperma, peningkatan sekresi aldosteron dan kerusakan
metabolisme karbohidrat.
h. Hematopoetic
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dialisis) dan kerusakan platelet. Biasanya
masalah yang serius pada sistem hematologi ditunjukkan dengan
adanya perdarahan (purpura, ekimosis, petekie).
i. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi pada tulang, fraktur
patologis, kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard)
d. Pemeriksaan Penunjang
Untuk hasil yang lebih akurat, pemeriksaan fungsi ginjal adalah
dengan analisa Creatinin Clearence. Menurut Prabowo & Pranata (2014),
pemeriksaan penunjang lainnya adalah sebagai berikut :
1) Pemeriksaan Laboratorium (Biokimia)
a. Laboratorium darah :
Pemeriksaan utama (BUN, Kreatinin), elektrolit (Na, K, Ca,
Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein,
antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin). Pemeriksaan
kadar elektrolit dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan
elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
b. Pemeriksaan Urin
Warna, pH, Berat Jenis, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2) Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3) Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate. Pada klien gagal ginjal, hasil
menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal.
4) Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen

e. Penatalaksanaan Medis
Mengingat bahwa fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk
dikembalikan, maka tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengoptimalkan
fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan keseimbangan secara
maksimal untuk memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit
yang kompleks, gagal ginjal kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu
dan serius sehingga akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan
harapan hidup klien (Prabowo & Pranata, 2014).
Menurut Robinson (2013), beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam penatalaksanaan yaitu:
1) Perawatan kulit yang baik
Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion tanpa alkohol
untuk mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan gliserin/sabun yang
mengandung gliserin karena akan mengakibatkan kulit semakin kering.
2) Jaga kebersihan oral
Gunakan sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut, kurangi konsumsi
gula untuk mengurangi rasa tidak nyaman di mulut.
3) Beri dukungan nutrisi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dengan
anjuran diet tinggi kalori, rendah protein (20-40 gr/hari), rendah
natrium dan kalium. Menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari
uremia, menyebabkan penurunan uremia, dan perbaikan gejala.
Hindari masukan berlebih dari kalium dan garam
4) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan
terdapat edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat
badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan
5) Pantau adanya hiperkalemia
Hiperkalemia ditunjukkan dengan adanya kejang/kram pada lengan
dan abdomen dan diarea, dan dapat dipantau melalui ECG. Hindari
masukan kalium yang besar (<60 mmol/hari). Hiperkalemia diatasi
dengan dialisis
6) Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Kondisi ini dapat diatasi dengan pemberian antasida (kalsium
karbonat)
7) Kaji status hidrasi dengan hati-hati
Periksa ada/tidaknya distensi vena jugularis dan crackles pada
auskultasi paru-paru. Pantau keringan berlebih pada aksila, lidah yang
kering, hipertensi dan edema perifer. Cairan hidrasi yang
diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24
jam.
8) Kontrol tekanan darah
Upayakan dalam kondisi normal, yang dapat dicegah dengan
mengontrol volume intravaskuler dan obat-obatan anti-hipertensi.
9) Pantau terjadinya komplikasi pada tulang dan sendi
10) Mencegah obstruksi jalan nafas
Latih klien nafas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinya
kegagalan nafas akibat obstruksi
11) Jaga kondisi septik dan aseptik setiap prosedur perawatan
12) Observasi tanda perdaraham
Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit. Pemberian heparin selama
proses dialisis harus disesuaikan dengan kebutuhan.
13) Observasi adanya gejala neurologis
Laporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran
delirium, kejang otot. Berikan diazepam/fenitoin jika dijumpai kejang.
14) Atasi komplikasi dan penyakit
Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi, maka
harus dipantau secara ketat. Gagal jantung kongestif dan edema
pulmonal dapat diatasi dengan membatasi cairan, diet rendah natrium,
diuretik, preparat inotropik (igitalis/dobutamin) dan lakukan dialisis
jika perlu. Kondisi asidosis metabolik dapat diatasi dengan pemberian
nartrium bikarbonat atau dialisis.
15) Laporkan segera jika mucul tanda-tanda perikarditis (friction rub &
nyeri dada)
16) Tata laksana dialisis/transplantasi ginjal
17) Transfusi darah
18) Obat-obatan
Diuretik untuk meningkatkan urinasi, alumunium hidroksida untuk
terapi hiperfosfatemia, anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta
diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa
bila terjadi anemia, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemid (membantu berkemih.
B. Askep Teori
Proses keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis
untuk menentukan masalah klien, membuat perencanaan, untuk mengatasi,
serta pelaksanaan dan evaluasi keberhasilan secara efektif, terhadap masalah
yang diatasinya. Proses keperawatan pada dasarnya adalah metode
pelaksanaan asuhan keperawatan yang sistematis yang berfokus pada respon
manusia secara individu, kelompok dan masyarakat terhadap perubahan
kesehatan baik actual maupun potesial. Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap
yaitu: pengkajian, diagnose, perencanaan, implementasi, dan evaluasi, dimana
masing-masing tahap saling berkaitan dan berkesinambungan dengan satu
sama lain.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan awal dari pengkajian untuk
mengumpulkan informasi tentang klien yang akan dilakukan secara
sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan
kesehatan klien sehari-hari meliputi:
1) Identitas
a) Identitas klien terdiri dari: nama inisial (untuk menjaga privasi
klien), umur (untuk menentukan dosis obat), agama (untuk
memberikan pelayanan agar dapat memenuhi kebutuhan
spiritual pasien), suku/bangsa(untuk mengetahui kebangsaan
dari pasien), pendidikan(untuk mengetahui pendidikan terakhir
sebagai pertimbangan pemberian edukasi kepada pasien),
pekerjaan(untuk mengetahui status ekonomi pasien ), diagnosa
medis (untuk mengetahui penyakit yang diderita pasien), status
marital(untuk mngetahui status perkawinan), alamat(untuk
mengetahui tempat tinggal pasien jika terjadi kesalahan agar
bisa di konfirmasi oleh pihak rumah sakit).
b) Identitas penangguang jawab terdiri dari:nama(untuk menjaga
privasi keluarga klien), umur(untuk mengetahui apakah
penanggung jawab sudah cukup umur atau tidak), agama
(suku/bangsa, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama, hubungan
dengan klien, alamat).
2) Status kesehatan
a) Demografi
Klien CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun
ada juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang
diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan,
penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi
pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai
peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /
mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang
tidak sehat.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang diraskan
klien.
c) Riwayat kesehatan yang lalu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler
hipertensif, gangguan saluran penyambung, gangguan
kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik
dan neropati obstruktif.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik,
riwayat menderita penyakit gagal ginjal kronik.
e) Riwayat Dialisis
f) Riwayat Alergi
g) Pengkajian Bio-psiko-Sosial
(1) Aktivitas istirahat
Gejala :
kelelahan ekstrem, kelemahan dan malaise, gangguan tidur
(insomnia/ gelisah atau somnolen).
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan
rentang gerak.
(2) Sirkulasi
Gejala :
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi : nyeri dada
(angina).
Tanda :
Hipertensi : nadi kuat, edema jaringan umum dan piting
pada kaki, telapak tangan, nadi lemah dan halus, hipotensi
ortostatik menunjukkan hipovolemia yang jarang terjadi
pada penyakit tahap akhir, friction rub pericardial (respon
terhadap akumulasi rasa) pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning, kecenderungan pendarahan.
(3) Integritas Ego
Gejala :
Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya.
Peran tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda :
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
(4) Eliminasi
Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi). Anoreksia, Malnutrisi, kembung, diare,
konstipasi. Tanda :
Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berwarna. Oliguria, dapat menjadi anuria.
(5) Makanan / Cairan Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual / muntah,
rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia),
pengguanaan diuretik.
Tanda :
Distensi abdomen/asietas, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan turgor kulit. Edema (umum, tergantung). Ulserasi
gusi, pendarahan gusi/lidah. Penurunan otot, penurunan
lemak subkutan, tampak tak bertenaga.
(6) Neorosensasi
Gejala :
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang : sindrom.
Kaki, gelisah ; kebas terasa terbakar pada telapak kaki.
Kebas kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas
bawah (neuropati perifer).
Tanda :
Gangguan sistem mental, contoh penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma. Kejang,
fasikulasi otot, aktifitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan
tips.
(7) Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki.
Memburuk pada malam hari.
Tanda :
Perilaku berhati-hati dan gelisah.
(8) Pernafasan
Gejala :
Nafas pendek : dipsnea, nokturnal parosimal, batuk dengan/
tanpa sputum kental atau banyak.
Tanda :
Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman
(Pernafasan kusmaul). Batuk produktif dengan sputum
merah muda encer (edema paru).
(9) Keamanan
Gejala :
Kulit gatal ada / berulangnya infeksi
Tanda :
Pruritus Demam ( sepsis, dehidrasi ; normotemia dapat
secara actual terjadi peningkatan pada klien yang
mengalami suhu tubuh lebih rendah dari pada normal (efek
CKD/depresi respon imum) Ptekie, araekimosis pada kulit,
Fraktur tulang ; defosit fosfat, kalsium, (klasifikasi
metastatik) pada kulit, jaringan lunak sendi, keterbatasan
gerak sendi.
(10) Seksualitas
Gejala :penurunan libido ; amenorea ; infertilitas.
(11) Interaksi Sosial
Gejala :
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekeja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
3) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan Umum :
Pada klien Keluhan umum yang biasanya dirasakan yaitu
lemas, nyeri pinggang. Tingkat kesadaran kompos mentis
sampai koma. TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR
meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi
ringan samapai berat.
b) Pengukuran antropometri :berat badan menurun, lingkar lengan
atas (LILA) menurun, berat badan kering.
c) Kepala
1. Mata
Inspeksi :konjungtiva anemis, mata merah, berair
dan penglihatan kabur,
Palpasi :edema periorbital

2. Rambut
Inspeksi : rambut mudah rontok, tipis
Palpasi : kasar.
3. Hidung
Inspeksi : pernapasan cuping hidung
4. Mulut
Inspeksi : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau
ammonia, mual,muntah serta cegukan, peradangan gusi.
5. Leher
Inspeksi dan palpasi : pembesaran vena leher.
6. Toraks
Inspeksi : bentuk dada: normal chest, pergerakan
simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan,
Pada sistem pernfasan klien bernafas dengan bau urenia
didapatkan adanya pernafasan kusmaul. Pola nafas cepat
dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan
karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
7. Abdomen :
Inspeksi : distensi abdomen
Auskultasi : bising usus menurun (< 5x/menit)
Perkusi : suara redup/pekak (berisi cairan/ascites)
Palpasi : ginjal : nyeri tekan pada sudut
kostovertebral
Pada sistem pencernaan didapatkan adanya mual dan
muntah, anoreksia, dan diare sekunder dan bau mulut
amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering didapatkan penurun intake nutrisi dari
kebutuhan.
8. Genital
Inspeksi dan Palpasi: atropi testikuler
9. Sistem perkemihan
Penurunan urine output >400 ml/hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat.
10. Sistem mukloskeletal
Didpatkan adanya nyeri panggul sakit kepala, kram otot,
nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/
berulanganya infeksi, pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi),
peteki, area ekimosis pada kulit praktur tulang, deposit
fospat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi,
keterbatasam gerak sendi. Dipadatkan adanaya kelemahan
fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan
perfusi periper dari hipertensi.
2. Diagnosa keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang mungkin muncul pada klien
dengan gagal ginjal kronik yaitu:
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi, perubahan membrane alveolus-kapiler.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas,
perubahan preload, perubahan afterload.
c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arter/vena, penurunan konsentrasi hemoglobin.
d. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi,
kelebihan asupan cairan.
e. Defisit nutrisi berhubungan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrient, ketidakmampuan mencerna makanan, faktor psikologis
(keengganan untuk makan).
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2, kelemahan.
g. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelebihan volume
cairan, perubahan sirkulasi.
h. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis, imunosupresi
(Nurarif & Kusuma, 2015, Tim Pokja SDKI, 2017).
3. Perencanaan

No. Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV (N, S RR, 1. Untuk mengetahui
gas berhubungan keperawatan, diharapkan TD). keadaan umum pasien,
dengan gangguan pertukaran gas dapat 2. Monitor hasil dan menentukan
ketidakseimbangan teratasi dengan kriteria hasil: pemeriksaan analisis gas intervensi lanjutan.
ventilasi-perfusi, 1. TTV dalam batas darah (AGD). 2. Untuk mengevaluasi gas
perubahan membrane normal. 3. Kaji frekuensi atau oksigen dan
alveolus-kapiler 2. GDA dalam rentang kedalaman pernafasan, karbondioksida serta
normal, tidak ada tanda pergerakan dada dan fungsi pernafasan.
sianosis, bunyi napas suara nafas tambahan. 3. Untuk mengetahui
tidak mengalami 4. Posisikan pasien untuk keadekuatan pergerakan
penurunan, auskultasi memaksimalkan ventilasi dinding dada dan
paru sonor. misalnya posisi semi mengetahui adanya nafas
fowler. tambahan.
5. Kolaborasi pemberian 4. Meningkatkan ekspansi
oksigen. paru.
5. Menghilangkan distress
respirasi dan sianosis.

2 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi bunyi jantung 1. Untuk mengetahui
jantung berhubungan keperawatan, diharapakan dan paru. adanya takikardia
dengan perubahan keadekuatan curah jantung dapat 2. Kaji adanya hipertensi. frekuensi jantung tidak
irama jantung, dipertahankan dengan kriteria 3. Selidiki keluhan nyeri teratur.
perubahan frekuensi hasil : dada, perhatikan lokasi, 2. Hipertensi dapat terjadi
jantung, perubahan 1. TD dan HR dalam batas rediasi, beratnya (skala karena gangguan pada
kontraktilitas, normal. 0-10). sistem aldosteron-renin-
perubahan preload, 2. Nadi perifer kuat dan 4. Kaji tingkat aktivitas. angiotensin (disebabkan
perubahan afterload sama dengan waktu oleh disfungsi ginjal).
pengisian kapiler 3. Untuk mengetahui
tingkat dan skala nyeri
pada gagal ginjal kronik.
4. Untuk mengetahui respon
terhadap aktivitas.

3 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV (N, S RR, 1. Untuk mengetahui
efektif berhubungan keperawatan, diharapkan perfusi TD) dan keadaan umum keadaan umum dan
dengan penurunan jaringan perifer adekuat dengan pasien. pasien.
aliran arter/vena, kriteria hasil : 2. Monitor Hb. 2. Untuk mengetahui Hb
penurunan 1. TTV dalam batas 3. Anjurkan untuk latihan pasien.
konsentrasi normal. ROM gerakan tangan 3. Untuk melatih
hemoglobin 2. Hb dalam rentang dan kaki. pergerakan tangan/kaki
normal. 4. KIE pasien dan keluarga yang mengalami oedem.
tentang pentingnya 4. Nutrisi berperan dalam
nutrisi. meningkatkan Hb pasien.
5. Korabolasi pemberian 5. Meningkatkan kadar Hb
transfusi darah. pasien.
6. Kolaborasi pemberian 6. Untuk meningkatkan
eritropoietin yaitu obat suplai sel darah merah.
epoetin alfa.

4 Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV (N, S RR, 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan, diharapkan TD). keadaan umum pasien
gangguan mekanisme kelebihan volume cairan dapat 2. Monitor status cairan, dan menentukan
regulasi, kelebihan teratasi dengan kriteria: turgor kulit dan adanya intervensi lanjutan.
asupan cairan, 2. Untuk mengetahui
kelebihan asupan 1. Terbebas dari edema. edema. seberapa besar efek
cairan 2. Terbebas dari kelelahan 3. Jelaskan pada pasien dan kelebihan cairan yang
kecemasan atau keluarga tentang terjadi sehingga bisa
kebingungan. pembatasan cairan. dilakukan penanganan
3. TTV dalam batas 4. Kolaborasi dengan yang tepat.
normal. dokter dalam pemberian 3. Untuk meningkatkan
deuretik. pemahaman pasien.
4. Untuk meningkatkan
deuresis cairan yang
terakumulasi.

5 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV (N, S RR, 1. Untuk mengetahui
berhubungan keperawatan, diharapkan TD). keadaan umum pasien,
ketidakmampuan ketidakseimbangan nutrisi dapat 2. Kaji adanya alergi dan menentukan
mengabsorbsi teratasi dengan kriteria hasil : makanan. intervensi lanjutan.
nutrient, 1. Adanya peningkatan 3. Monitor berat badan. 2. Mengetahui apakah
ketidakmampuan berat badan sesuai 4. Monitor mual dan klien mempunyai alergi
mencerna makanan, dengan tujuan. muntah. terhadap makanan.
faktor psikologis 2. Tidak ada tanda-tanda 5. Jelaskan pembatasan diet 3. Mengetahui
(keengganan untuk malnutrisi. dan hubungannya dengan perkembangan berat
makan) 3. Menunjukan penyakit ginjal dan bada pasien.
peningkatan fungsi peningkatan urea serta 4. Mengetahui apakah
pengecapan dan kadar kreatinin. pasien merasa mual atau
menelan. muntah.
5. Meningkatkan
pengetahuan pasien.

6 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV (N, S RR, 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan, diharapkan TD). keadaan umum pasien,
ketidakseimbangan intoleransi aktivitas dapat 2. Bantu klien untuk dan menentukan
antara suplai dan teratasi dengan kriterian hasil: mengidentifikasi intervensi lanjutan.
kebutuhan O2, 1. Berpartisipasi dalam aktivitas yang mampu 2. Mengetahui aktivitas apa
kelemahan aktivitas fisik. dilakukan. saja yang mampu
2. Mampu melakukan 3. Bantu untuk memilih dilakukan pasien.
aktivitas sehari-hari aktivitas konsisten yang 3. Mengetahui kemampuan
(ADLs) secara mandiri. sesuai dengan fisik yang dapat
3. Tanda-tanda vital dalam kemampuan fisik, dilakukan pasien.
batas normal. psikologi dan social. 4. Membantu pasien dalam
4. Bantu untuk melakukan akitivitas.
mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek.

7 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV (N, S RR, 1. Untuk mengetahui
kulit berhubungan keperawatan, diharapkan TD). keadaan umum pasien,
dengan kelebihan kerusakan integritas kulit dapat 2. Monitor kulit akan dan menentukan
volume cairan, teratasi dengan kriteria hasil: adanya kemerahan. intervensi lanjutan.
perubahan sirkulasi 1. Bisa mempertahankan 3. Mobilisasi pasien (ubah 2. Menandakan adanya
integritas kulit yang baik posisi pasien). sirkulasi atau kerusakan
(sensasi, elastis, 4. Jaga kebersihan kulit yang dapat
temperatur, tidak ada agar tetap bersih dan menimbulkan
luka atau lesi pada kulit). kering. pembentukan dekubitus
2. Menunjukan pemahaman atau infeksi.
dalam proses perbaikan 3. Menurunkan tekanan
kulit. pada edema,
3. Mampu melindungi kulit meningkatkan
dan mempertahanakan peninggian aliran balik
kelembaban kulit. statis vena sebagai
pembentukan edema.
4. Mengurangi resiko
kerusakan pada kulit.

8 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Awasi pemeriksaan 1. Mengetahui jumlah


berhubungan dengan keperawatan, diharapkan pasien laboratorium. neutrophil dan limfosit.
penyakit kronis, terbebas dari tanda dan gejala 2. Pantau tanda dan gejala 2. Untuk mengetahui
imunosupresi infeksi dengan kriteria hasil : infeksi. kondisi pasien terbebas
1. Tidak ada tanda dan 3. Bantu dan anjurkan dari infeksi.
gejala infeksi. keluarga dan pasien 3. Untuk mempertahankan
2. Jumlah neutrophil dan untuk menjaga personal kondisi pasien tetap
monosit dalam batas hygiene. bersih.
normal. 4. Ajarkan dan anjurkan 4. Untuk meminimalkan
keluarga dan pasien resiko infeksi.
untuk menjaga 5. Mengatasi berbagai
kebersihan lingkungan macam infeksi.
dan cara mencuci tangan
yang benar.
5. Kolaborasi pemberian
antibiotic.
4. Implementasi
Pelaksanaan tindak keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan, sebelum melaksanakan tindakan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana
tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini (here and now)
perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual, dan teknikal yang diperlukan untuk
melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan
aman bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan
boleh dilaksanakan. Pada saat akan melakukan tindakan keperawatan,
perawat membuat kontrak dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang
akan dilakukan dan peran serta yang diharapkan klien. Dokumentasikan
semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien. (Ade
Herman, 2011)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi
proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan,
evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara
respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Ade
Herman, 2011)
Evaluaasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
sebagai pola pikir:
S : Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat dilakukan dengan menanyakan langsung kepada
klien tentang tindakan yang telah dilakukan.
0 : Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
Dapat diukur dengan mengobservasi prilaku klien pada saat tindakan
dilakukan, atau menanyakan kembali apa yang telah dilaksanakan
atau memberi umpan balik sesuai dengan hasil observasi
A : Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data
kontra indikasi dengan masalah yang ada, dapat juga membandingkan
hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon
klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan perawat.
WOC

Zat Toksik Vaskuler Infeksi Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen/ Arterosklerosis Tertimbun di ginjal Retensi urine


antibodi

Suplai darah ke ginjal

GFR menurun

Gagal Ginjal Kronik

Sekresi protein terganggu Retensi Na Sekresi eritropoitis turun

Sindrome uremia Total CES naik Produksi Hb turun

Perpospatemia
Gangguan keseimbangan Tekanan kapiler naik Oksihemoglobin turun
asam basa
Pruritus
Volume interstisial naik Suplai O2 turun
Produksi asam naik
Kerusakan
Edema Gangguan Perfusi Jaringan
Integritas Kulit
Asam lambung naik
Kelebihan volume cairan
Nausea, Vomitus Iritasi lambung
Preload naik
Infeksi, Pendarahan
vvc
Ketidakseimbangan Nutrisi Beban Jantung Naik
Kurang Dari Kebutuhan Hematemesis melena
Tubuh Hipertrofi Ventrikel Kiri
Anemia
Payah Jantung Kiri
Keletihan

COP turun Bendungan atrium kiri naik

Kapiler Paru Naik


Aliran darah ke Suplai O2 ke Suplai O2 ke otak
ginjal turun jaringan turun turun Edema Paru

Retensi Na & H2O naik Metabolisme Anaerob Sinkop Gangguan


Pertukaran Gas
Kelebihan Asam laktat naik
Volume Cairan
Fatigue, Nyeri sendi Nyeri Akut
DAFTAR PUSTAKA

Nurani,V.M., & Mariyanti,S.(2013). gambaran makna hidup pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisa. Jurnal Psikoogi Esa Unggul,

2013,1101.

Nuratif, A. H, Kusuma, H. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Dignosa

Medis NANDA NIC-NOC.Edisi Revisi Jilid II. Yogyakarta. Mediaction

Publishing.

Prabowo,E.,& Pranata (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan

Pendekatan NANDA,NIC dan NOC.Yogyakarta: Nuha Medika.

Rendy, M. Clevo dan Margareth, TH.. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal

Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Smeltzer, S. C., & Bare, B. (2012). Buku ajar keperawatan medikal bedah

Brunner & Suddarth (Edisi 8 Volume 2). (M. Ester, Ed. & A. Waluya,

Trans.). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai