Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pengampu : Marlyn Brigita, S.Kep, Ns, M.Kep

DISUSUN OLEH :

Nama : Hikmawati Sugi

NIM : P27904121059

Semester : 4

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES BANTEN

2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DIASEASE (CKD)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Gagal ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kondisi
penyakit pada ginjal yang persisten (≥3 bulan) dengan terjadinya kerusakan
pada ginjal dan kerusakan Glomerular filtration Rate (GFR ≤60 ml/menit/1,73
m2). Dengan kata lain, gagal ginjal kronis merupakan gagal ginjal akut yang
sudah berlangsung lama yang mengakibatkan gangguan yang persisten
(irreversible) dan bersifat kontinyu (Prabowo & Pranata, 2014). Gagal ginjal
kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia atau adanya retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Brunner & Suddarth, 2001). National Kidney Foundation mendefinisikan
dampak dari kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi mikroalbuminuria/over-
proteinuria, abnormalitas sedimentasi dan abnormalitas gambaran ginjal
(Prabowo & Pranata, 2014). Oleh karena itu, perlu diketahui klasifikasi derajat
gagal ginjal kronis untuk mengetahui tingkat prognosanya.

Stag GFR
Deskripsi
e (ml/menit/1,73 m2)
I Kidney damage with normal or increase of GFR ≥90
II Kidney damage with mild decrease of GFR 60-89
III Moderate decrease of GFR 30-59
IV Severe decrease of GFR 15-29
V Kidney Failure <15 (or dialysis)
2. Etiologi

Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit
lainnya, sehingga merupakan penyakir sekunder. Prabowo & Pranata (2014),
penyebab gagal ginjal kronis diantaranya :
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berkembang lambat dan
ditandai dengan inflamasi glomeruli, yang mengakibatkan sklerosis, parut,
dan akhirnya gagal ginjal.
b. Infeksi kronis (pyelonefritis kronis, TBC)
c. Kelainan kongenital (polikistik ginjal, asidosis tubulus ginjal)
d. Penyakit vaskuler (nefrosklerosis benigna / maligna, stenosis arteria renalis)
e. Proses obstruksi (kalkuli, nefrolithisis)
f. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodosa, sklerosis
sistemik progresif)
g. Agen nefrotik (amino-glikosida)
h. Penyakit metabolik (diabetes, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis)

Menurut Rendy & Margareth (2012), penyebab GGK dapat dikelompokkan


sebagai berikut :
a. Penyakit parenkim ginjal
1) Penyakit ginjal primer : glomerulonefritis, miebnefritis, ginjal polikistik,
TBC ginjal
2) Penyakit ginjal sekunder : nefritis lupus, nefropati, amilordosis ginjal,
poliartritis nodasa, selelosis sistemik, gout, DM.
b. Penyakit ginjal obstruktif
Pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluk ureter
3. Patofisiologi dan Pathway
Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu. (Long, 1996).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen
(BUN) normal dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration
Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen
mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat
melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration
rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang.
Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat

sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992)


Pathway
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang
bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi
memiliki fungsi yang banyak sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal
akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor
(Prabowo & Pranata, 2014). Menurut Long dalam Rendy & Margareth (2012),
tanda dan gejala GGK sebagai berikut :
a. Gejala dini : letargi, sakit kepala, kelelaham fisik dan mental, BB
berkurang, mudah tersinggung dan depresi.
b. Gejala lebih lanjut
Anoreksia, nausea, vomiting, nafas dangkal/sesak saat ada kegiatan
maupun tidak, edema disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi
mungkin juga sangat parah.
Sedangkan menurut Robinson (2013), tanda dan gejala pada gagal ginjal
kronis meliputi :
a. Ginjal dan Gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut
kering, penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian
terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat.
Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan
akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak
terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling
khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi yang
tinggi.
b. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomiopati, uremic
perikarditis, efusi perikardial (kemungkinan terjadi tamponade jantung),
gagal jantung, edema periorbital dan edema perifer.
c. Sistem Respirasi
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung
dan sesak nafas.
d. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, doudenal
ulseratif, lesi pada intestinum/kolon, kolitis, dan pankreatitis. Kejadian
sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan vomitting.
e. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering, dan ada scalp.
Selain itu biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petekie,
dan timbunan urea pada kulit.
f. Neurologi
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropati perifer, nyeri, gatal,
pada lengan dan kaki. Selain iu, juga adanya kram pada otot dan refleks
kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan
adanya perubahan metabolik ensefalopati.
g. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorea dan
gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi
sperma, peningkatan sekresi aldosteron dan kerusakan metabolisme
karbohidrat.
h. Hematopoetic
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dialisis) dan kerusakan platelet. Biasanya
masalah yang serius pada sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya
perdarahan (purpura, ekimosis, petekie).
i. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi pada tulang, fraktur
patologis, kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).

5. Komplikasi
1) Anemia
2) Penyakit vaskuler dan Hipertensi
3) Penyakit tulang
4) Gastrointestinal
5) Hiperkaliemia
6) Disfungsi seksual
7) Sistem pernafasan

6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk hasil yang lebih akurat, pemeriksaan fungsi ginjal adalah dengan
analisa Creatinin Clearence. Menurut Prabowo & Pranata (2014), pemeriksaan
penunjang lainnya adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Laboratorium (Biokimia)
1. Laboratorium darah :
Pemeriksaan utama (BUN, Kreatinin), elektrolit (Na, K, Ca,
Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody
(kehilangan protein dan immunoglobulin). Pemeriksaan kadar elektrolit
dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh
sebagai bentuk kinerja ginjal.
2. Pemeriksaan Urin
Warna, pH, Berat Jenis, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
b. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih serta prostate. Pada klien gagal ginjal, hasil menunjukkan adanya
obstruksi atau jaringan parut pada ginjal.
d. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen

7. Penatalaksanaan
Mengingat bahwa fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dikembalikan,
maka tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang
ada dan mempertahankan keseimbangan secara maksimal untuk memperpanjang
harapan hidup klien. Sebagai penyakit yang kompleks, gagal ginjal kronis
membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius sehingga akan meminimalisir
komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien (Prabowo & Pranata, 2014).
Menurut Robinson (2013), beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan yaitu :
a. Perawatan kulit yang baik
Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion tanpa alkohol
untuk mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan gliserin/sabun yang
mengandung gliserin karena akan mengakibatkan kulit semakin kering.
b. Jaga kebersihan oral
Gunakan sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut, kurangi konsumsi
gula untuk mengurangi rasa tidak nyaman di mulut.
c. Beri dukungan nutrisi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dengan
anjuran diet tinggi kalori, rendah protein (20-40 gr/hari), rendah natrium dan
kalium. Menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia,
menyebabkan penurunan uremia, dan perbaikan gejala. Hindari masukan
berlebih dari kalium dan garam
d. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan
terdapat edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat badan,
urine dan pencatatan keseimbangan cairan
e. Pantau adanya hiperkalemia
Hiperkalemia ditunjukkan dengan adanya kejang/kram pada lengan
dan abdomen dan diarea, dan dapat dipantau melalui ECG. Hindari masukan
kalium yang besar (<60 mmol/hari). Hiperkalemia diatasi dengan dialisis.
f. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Kondisi ini dapat diatasi dengan pemberian antasida (kalsium karbonat)
g. Kaji status hidrasi dengan hati-hati
Periksa ada/tidaknya distensi vena jugularis dan crackles pada
auskultasi paru-paru. Pantau keringan berlebih pada aksila, lidah yang
kering, hipertensi dan edema perifer. Cairan hidrasi yang diperbolehkan
adalah 500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24 jam.
h. Kontrol tekanan darah
Upayakan dalam kondisi normal, yang dapat dicegah dengan
mengontrol volume intravaskuler dan obat-obatan anti-hipertensi.
i. Pantau terjadinya komplikasi pada tulang dan sendi
j. Mencegah obstruksi jalan nafas
Latih klien nafas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinya
kegagalan nafas akibat obstruksi
k. Jaga kondisi septik dan aseptik setiap prosedur perawatan
l. Observasi tanda perdaraham
Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit. Pemberian heparin selama
proses dialisis harus disesuaikan dengan kebutuhan.
m. Observasi adanya gejala neurologis
Laporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran
delirium, kejang otot. Berikan diazepam/fenitoin jika dijumpai kejang.
n. Atasi komplikasi dan penyakit
Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi,
maka harus dipantau secara ketat. Gagal jantung kongestif dan edema
pulmonal dapat diatasi dengan membatasi cairan, diet rendah natrium,
diuretik, preparat inotropik (igitalis/dobutamin) dan lakukan dialisis jika
perlu. Kondisi asidosis metabolik dapat diatasi dengan pemberian nartrium
bikarbonat atau dialisis.
o. Laporkan segera jika mucul tanda-tanda perikarditis (friction rub & nyeri
dada)
p. Tata laksana dialisis/transplantasi ginjal
q. Transfusi darah
r. Obat-obatan
Diuretik untuk meningkatkan urinasi, alumunium hidroksida untuk
terapi hiperfosfatemia, anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi
obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi
anemia, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid
(membantu berkemih)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada
juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan
yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih,
dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan
air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir
kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
1) Gangguan Pertukaran Gas D.0003
2) Resiko Penurunan Curah Jantung D.0011
3) Perfusi Perifer Tidak Efektik D.0009
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Gangguan Pertukaran Tujuan: Pemantauan Respirasi I.01014
Gas Setelah dilakukan asuhan Observasi
keperawatan selama 3x8 1. Monitor frekuensi, irama,
jam diharapkan pertukaran Kedalaman upaya napas dan
gas tidak terganggu dengan 2. Monitor pola napas
Kriteria Hasil: 3. Monitor saturasi oksigen
 Tanda-tanda vital dalam 4. Auskultasi bunyi napas
rentan normal Terapeutik
 Tidak terdapat otot 1. Atur interval pemantuan
bantu napas respirasi sesuai kondisi pasien
 Memilihara kebersihan 2. Bersihkan sekret pada mulut
paru dan bebas dari dan hidung, jika perlu
tanda-tanda distress 3. Berikan oksigen tambahan,
pernapasan jika perlu
4. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan orosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
2. Resiko Penurunan Curah Setelah dilakukan asuhan Perawatan Jantung I.02075
Observasi
Jantung keperawatan selama 3x8
1. Identifikasi tanda atau gejala
jam diharapkan penurunan
primer penurunan curah
curah jantung meningkat jantung (meliputi dispnea,
Kriteria Hasil: kelelahan, edema, ortopnea,
 Kekuatan nadi perifer paroxysmal nocturnal dyspnea,
meningkat peningkatan CVP)
 Tekanan darah membaik 2. Identifikasi tanda atau gejala
100-130/60-90 mmHg sekunder penurunan curah
 Lelah menurun jantung (meliputi peningkatan

 Dispnea menurun dengan berat badan, hepatomegali,

frekuensi 16-24x/menit distensi vena jugularis,


palpitasi, ronkhi basah,
oliguria, batuk, kulit pucat)
3. Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu) • Monitor
intake dan output cairan
4. Monitor intake dan output
cairan
5. Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada
(mis. intensitas, lokasi, radiasi,
durasi, presivitasi yang
mengurangi nyeri)
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-Fowler
atau Fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol, dan
makanan tinggi lemak)
3. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu
4. Berikan dukungan emosional
dan spiritual
5. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
2. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
3. Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan asuhan Perawatan Sirkulasi I.14570
Efektif keperawatan selama 3x8 Observasi
jam maka perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer (mis.
meningkat nadi perifer, edema,
Kriteria Hasil: pengisapan kapiler, warna,
 Denyut nadi perifer suhu, anklebrachial index)
meningkat 2. Identifikasi faktor risiko
 Warna kulit pucat gangguan sirkulasi (mis,
menurun diabetes, perokok, orang tua,
 Kelemahan otot menurun hipertensi dan kadar kolesterol

 Pengisian kapiler tinggi)


3. Monitor panas, kemerahan,
membaik nyeri, atau bengkak pada
 Akral membaik ekstrimitas
 Turgor kulit membaik Terapeutik
1. Hindari pemasangan infus
atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas
dengan keterbatasan
berfungsi
3. Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada
area yang cedera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurunan
kolesterol, jika perlu
2. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Anjurkan berolahraga rutin
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
kortikosteroid
DAFTAR PUSTAKA

Long, B C. (2010). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid
3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Prabowo, Eko P. Dan Pranata, Eka A.. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Pperkemihan.
Yogyakarta : Nuha Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Jakarta:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai