Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN CKD (CHRONIK KIDNEY

DISEASE) ATAU PGK (PENYAKIT GINJAL GRONIK)


DI RUANG KENANGA RSUD Dr. H SOEWONDO KENDAL

DISUSUN OLEH :
IMAN PUTRA MALENDA
690150137

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

A. PENGERTIAN
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penyakit ginjal tahap akhir dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lainnya dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2014).
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau Chronik Kidney Disease (CKD)
adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang
racun dan produk dari darah, ditamdai adanya protein dalam daram urin serta
laju filtrasi glomerulus, berlangsung lebih dari 3 bulan (Black & Hawks,
2009).
Penyakit ginjal kronik (chronic kidney disease) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2006).

B. ETIOLOGI
Penyebab PGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit
vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris
sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes) (Price
& Wilson, 2005).
Menurut Price & Wilson (2005) penyebab PGK dibagi menjadi delapan
kelas, antara lain:
1) Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2) Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3) Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
4) Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
5) Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
6) Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7) Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
8) Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
C. KLASIFIKASI
Tahapan klasifikasi penyakit ginjal kronis berdasarkan Glomerulus Filtration
Rate adalah :
Tahap 1 : GFR > 90 mL/menit/1.73 m2
Tahap 2 : GFR 60 - 89 mL/menit/1.73 m2
Tahap 3 : GFR 30 - 59 mL/menit/1.73 m2
Tahap 4 : GFR 15 - 29 mL/menit/1.73 m2
Tahap 5 : GFR < 15 mL/menit/1.73 m2
( Lavey, 2003 )

D. TANDA DAN GEJALA


Pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi
uremia, oleh karena itu pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian dan tingkat
kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari adalah usia pasien. Berikut
merupakan tanda dan gejala gagal ginjal kronis (Brunner & Suddarth, 2010)
1. Manifestasi klinik antara lain :
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, oedem
yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga
sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut Smeltzer & Bare (2014) antara lain :
hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -
Tangiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner
(akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan
perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
 Hipertensi
 Pitting edema
 Edema periorbital
 Pembesaran vena leher
 Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
 Krekel
 Nafas dangkal
 Kusmaull
 Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
 Anoreksia, mual dan muntah
 Perdarahan saluran GI
 Ulserasi dan pardarahan mulut
 Nafas berbau ammonia
d. Sistem muskuloskeletal
 Kram otot
 Kehilangan kekuatan otot
 Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
 Warna kulit abu-abu mengkilat
 Pruritis
 Kulit kering bersisik
 Ekimosis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
 Amenore dan Atrofi testis
E. PATOFISIOLOGI
Smeltzer & Bare (2014) menjelaskan bahwa patofisilogi penyakit ginjal
kronik sebagai berikut:
1. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapat urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens
kreatinin, kreatinin akan meningkat dan nitrogen urea darah (BUN) juga
akan meningkat.
2. Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
(subtansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)
3. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium;
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan
hipertensi.
4. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi erotropoetin yang tidak
adequate, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran GI.
5. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain saling timbal balik,
jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya
GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya
penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu
sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak
berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di
tulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang
6. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)

Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan


parathormon.

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN)
normal dan penderita asimtomatik.
b. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration
Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen
mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat
melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
c. Stadium 3 (Penyakit ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration
rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang.
Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat
sangat mencolok dan timbul oliguri (Price & Wilson, 2005)
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu:
1. Tahap pertama terdiri dari terapi konservatif yang ditujukan untuk
meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif,
penatalaksanaan ini diantaranya yaitu mengoptimalisasikan dan
mempertahankan keseimbangan cairan dan garam, diet tinggi kalori,
rendah protein, kontrol hipertensi, kontrol ketidakseimbangan elektrolit,
deteksi dini, terapi infeksi dan deteksi terapi komplikasi. Tindakan ini juga
bertujuan untuk mempertahankan fungsi nefron dan meningkatkan kualitas
kesehatan pasien (PERNEFRI, 2003).

2. Tahap kedua adalah terapi hemodialisis dan transplantasi ginjal. Terapi


hemodialisis dilakukan setelah tindakan konservatif tidak lagi efektif. Pada
keadaan ini terjadi gagal ginjal terminal dan satu-satunya pengobatan yang
efektif adalah hemodialisis dan tranplantasi ginjal (Black & Hawks, 2009).

G. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN


PENGKAJIAN
Peran perawat dalam pengkajian dan penatalaksanaan pada masalah-
masalah keseimbangan cairan termasuk pengukuran masukan dan haluaran
yang adekuat, berat badan, dan tanda-tanda vital. Tanda paling sensitif pada
perubahan air tubuh adalah diukur pada berat badan dan pola masukan dan
haluaran. Pengkajian keseimbangan cairan didasari oleh observasi dan
pengenalan gejala-gejala yang ada ( Nursalam, 2006 ).
Pengkajian pada pasien dengan Chronic Kidney Disease meliputi
pemantauan masukan dan haluaran untuk mengevaluasi dan menangani
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Adanya kehilangan yang berlebihan
diperlukan pencatatan yang lebih teliti, dan penjumlahan dilakukan 1 sampai
4 jam.
Pengkajian berikutnya yaitu pemantauan kenaikan dan penurunan
berat badan per hari. Hal ini biasanya berhubungan dengan perubahan volume
cairan. Karena kesulitan untuk mendapatkan gambaran masukan dan haluaran
yang adekuat, pengukuran berat badan berkala sering lebih dapat diandalkan.
Perlu diingat bahwa perubahan berat badan akan lebih dulu terjadi pada
ketidakseimbangan cairan sebelum gejala-gejala nampak.
Hipovolemia, hipervolemia, hiponatremia dan hipernatremia
merupakan fokus pengkajian berikutnya setelah pemantauan berat badan.
Perubahan status volume dan natrium serum menunjukkan adanya
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh.
Dari penjelasan diatas terlihat bahwa pemantauan dengan cermat
terhadap gejala-gejala pasien, keadaan umum, dan pengkajian perubahan
berat badan, tekanan darah dan nadi dapat memberikan petunjuk dini adanya
perubahan dalam status volume dan gangguan keseimbangan cairan.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
3. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder,
kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan.

I. INTERVENSI
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan
kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R : Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan
terutama pemasukan dan haluaran
R : Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,


mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria
hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R : Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R : Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R : Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R : Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R : Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai
dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

3. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:


kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R : Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R : Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R : Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R : Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak


adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat

DAFTAR PUSTAKA

Black & Hawks. (2009). Medical surgical nursing clinical management for
positive outcomes.elseveir Saunders. Publications thousand: oaks
Brunner & Suddarth. (2010). Keperawatan medikal bedah, Edisi: 12. Jakarta:
EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC
Chaplin, J.P. (2009). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT Raja grafindo persada
Corwin, E. J. (2009). Baku saku patofisilogi corwin. Jakarta: Aditya media
Daurgidas, J.T., Blake, P.G. & Ing,T.S. (2001). Handbook of dialysis (3rd.)
Levey AS, Coresh J, Balk E, Kautz T, Levin A, Steves M et al. National Kidney
Philadelphia: Lippincott Willians & Wilkin Foundation Guidelines for
Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification.
Ann Intern Med. 2003;139:137-47
Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan, Jakarta: Salemba Medika
PERNEFRI. (2003). Konsensus dialisis perhimpunan nefrologi indonesia. Jakarta
Price, S & Wilson, L. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8 Vol.2. Jakarta : EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
PATHWAYS

infeksi vaskuler zat toksik Obstruksi saluran kemih

reaksi antigen arteriosklerosis tertimbun ginjal Retensi urin batu besar dan iritasi / cidera
antibodi kasar jaringan
suplai darah ginjal turun
menekan saraf hematuria
perifer
anemia
nyeri pinggang
GFR turun

GGK

sekresi protein terganggu retensi Na sekresi eritropoitis turun

sindrom uremia urokrom tertimbun di kulit total CES naik resiko suplai nutrisi dalam darah turun produksi Hb turun
gangguan nutrisi

perpospatemia
gang. keseimbangan asam - basa tek. kapiler naik oksihemoglobin turun
perubahan warna kulit
pruritis Perubahan pola nafas intoleransi aktivitas
vol. interstisial naik suplai O2 turun

gang. prod. asam naik


edema payah jantung kiri bendungan atrium kiri naik
integritas kulit as. lambung naik (kelebihan volume cairan)

nausea, vomitus iritasi lambung preload naik COP turun


tek. vena pulmonalis

resiko gangguan nutrisi infeksi perdarahan beban jantung naik aliran darah ginjal turun
suplai O2 jaringan turun suplai O2 ke otak turun
kapiler paru naik
gastritis
- hematemesis hipertrofi ventrikel kiri
- melena RAA turun metab. anaerob syncope edema paru
mual, muntah
(kehilangan kesadaran)
retensi Na & H2O naik
timb. as. laktat naik
anemia gang. pertukaran gas

kelebihan vol. cairan - fatigue intoleransi aktivitas


- nyeri sendi

Anda mungkin juga menyukai