Anda di halaman 1dari 9

PENYAKIT GINJAL KRONIS (PGK)

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah keadaan dimana terjadi kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia dan limbah nitrogen lainnya yang
beredar dalam darah, serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi
ginjal. Kerusakan progresif fungsi ginjal dikatakan kronis jika terjadi dalam hitungan
beberapa bulan atau tahun, yang dapat ditandai dengan penurunan Glomerular Filtration Rate
(GFR) kurang dari 2 60mL/min/1,73 m selama minimal 3 bulan (Kidney Disease Improving
Global Outcomes, KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and
Management). Kerusakan ginjal juga dapat ditegakkan dengan adanya pemeriksaan jaringan
patologis, pemeriksaan darah lengkap, urin, serta studi pencitraan.
Pada derajat awal, PGK belum menimbulkan gejala dan tanda, bahkan hingga laju
filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih asimtomatik, namun sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Kelainan secara klinis dan laboratorium baru terlihat dengan
jelas pada derajat 3 dan 4. Saat laju filtrasi glomerulus sebesar 30%, keluhan seperti badan
lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan mulai dirasakan pasien.
Pasien mulai merasakan gejala dan tanda uremia yang nyata saat laju filtrasi glomelurus
kurang dari 30%.

Penjelasan Tahap-tahapan gagal ginjal kronik menurut Chronic Kidney Disease Renal
Assosiation (2009) adalah :
a. Tahap I : kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>90 ml/min/1,73m2).
Fungsi ginjal maish normal tetapi telah terjadi abnormalitas patologi dan komposisi
dari darah dan urin.
b. Tahap II : Penurunan GFR ringan yaitu 60-89 ml/min/1,73 m2 disertai dengan
kerusakan ginjal. Fungsi ginjal menurun ringan danditemukan abnormalitas patologi
dan komposisi dari darah dan urin.
c. Tahap III : Penurunan GFR sedang yaitu GFR 30-59 ml/min/1,73 m2. tahapan ini
terbagi lagi menjadi tahapan IIIA (GFR 45-59) dan tahapan IIIB (GFR 30-44).
Pasien mengalami penurunan fungsi ginjal sedang.
d. Tahap IV : Penurunan GFR berat yaitu 15-29 ml/min/1,73 m2, terjadi penuruna
fungsi ginjal yang berat.
e. Tahap V : Gagal ginjal dengan GFR <15 ml/min/1,73 m2, terjadi penyakit ginjal
tahap akhir (End Stage Renal Disease). Pasien mengalami penurunan fungsi ginjal
yang sangat berat dan dilakukan terapi pengganti ginjal secara permanen

Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi Penyakit Ginjal Kronis


meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok
umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki
(0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat
perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,dan petani/nelayan/buruh
(0,3%).

Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya penyakit ginjal
kronis. Respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis
yang memungkinkan dapat mengaibatkan Penyakit Ginjal Kronik/PGK bisa disebabkan
dari ginjal sendiri dan luar ginjal (Mutaqin, 2014).
a. Penyakit dari ginjal
1. Penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonephritis.
2. Infeksi kuman : pyelonephritis, ureteritis.
3. Batu ginjal : nefrolitiasis.
4. Kista di ginjal : polycistis kidney.
5. Trauma langsung pada ginjal.
6. Keganasan pada ginjal.
7. Sumbatan : batu, tumor, striktur.
b. Penyakit umum dari luar ginjal
1. Penyakit sistemik : DM, hipertensi, kolesterol.
2. Dyslipidemia.
3. Infeksi : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.
4. Preeklamsia.
5. Obat-obatan.
6. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang dapat muncul di berbagai sistem tubuh akibat penyakit ginjal
kronik (PGK) menurut Baradero, Dayrit, & Siswadi (2009) dan Price & Wilson (2013)
adalah sebagai berikut :
a. Sistem hematopoietik
Manifestasi klinik pada sistem hematopoietik yang dapat muncul sebagai berikut
ekimosis, anemia menyebabkan cepat lelah, trombositopenia, kecenderungan
perdarahan, hemolisis.
b. Sistem kardiovaskuler
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada kardiovaskuler antara lain hipertensi,
retinopati dan ensefalopati hipertensif, disritmia, perikarditis (friction rub), edema,
beban sirkulasi berlebihan, hipervolemia, takikardia, gagal jantung kongestif.
c. Sistem respirasi
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem respirasi antara lain sputum yang
lengket, pernafasan kusmaul, dipsnea, suhu tubuh meningkat, pleural friction rub,
takipnea, batuk disertai nyeri, hiliar pneumonitis, edema paru, halitosis uremik atau
fetor.
d. Sistem gastrointestinal
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem gastrointestinal manifestasi klinik
yang dapat muncul adalah distensi abdomen, mual dan muntah serta anoreksia
menyebabkan penurunan berat badan, nafas berbau amoniak, rasa kecap logam, mulut
kering, stomatitis, parotitis, gastritis, enteritis, diare dan konstipasi, perdarahan
gastrointestinal.
e. Sistem neurologi
Tanda yang dapat muncul dari terganggunya distribusi metabolik akibat PGK antara lain
penurunan ketajaman mental, perubahan tingkat kesadaran, letargi/gelisah, bingung atau
konsentrasi buruk, asteriksis, stupor, tidur terganggu/insomnia, kejang, koma.
f. Sistem muskuloskeletal
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem skeletal yaitu nyeri sendi, perubahan
motorik – foot drop yang berlanjut menjadi paraplegia, osteodistrofi ginjal, pertumbuhan
lambat pada anak, rikets ginjal.
g. Sistem dermatologi
Tanda yang dapat muncul dari terganggunya distribusi metabolik akibat PGK antara lain
ekimosis, uremic frosts / “kristal” uremik, lecet, pucat, pigmentasi, pruritus, perubahan
rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis – garis merah – biru
yang berkaitan dengan kehilangan protein), kulit kering, memar.
h. Sistem urologi
Manifestasi klinik pada sistem urologi dapat muncul seperti berat jenis urin menurun,
haluaran urin berkurang atau hiperuremia, azotemia, proteinuria, hipermagnesemia,
ketidakseimbangan natrium dan kalium, fragmen dan sel dalam urin.

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan
mencegah komplikasi yaitu sebagai berikut.
a) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius seperti
hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisi memperbaiki abnormalitas biokimia;
menyebabkan caira, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;
menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan membantu penyembuhan luka
(O'callaghan, 2009).
b) Koreksi Hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalalemi dapat menimbulkan
kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan menimbulkan
hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah , hiperkalemia juga dapat didiagnosis
dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah
dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus
glukosa (Mutaqin, 2014).
c) Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari
apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada
keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila
ada indikasi yang kuat, misalnya inusfisiensi koroner (Mutaqin, 2014).
d) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat
dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat
diberikan intravena secara perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis
dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
e) Pengendalian Hipertensi
Pemberian β-Blocker, α-Metildopa dan vasodilator dilakukan. Mengurangi intake
garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal
disertai retensi natrium.
f) Transplantasi Ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien PGK, maka seluruh faal ginjal
diganti yang baru.
PERAWATAN KAKI DIABETES

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan tingginya kadar
gula darah (hyperglikemia) sebagai akibat dari kekurangan sekresi insulin, gangguan aktivitas
insulin atau keduanya Smeltzer, et al (2008) dalam Damayanti (2015). World Health
Organization (WHO) memprediksi Indonesia akan mengalami kenaikan jumlah penyandang DM
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. International Diabetes
Federation (IDF) juga memprediksi akan ada kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta
pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030 (Ernawati, 2013). Menurut diabetes care
(2004) dalam kemenkes RI (2011) Indonesia menduduki rangking ke 4 (empat) dunia setelah
Amerika serikat, Cina dan India dalam prevalensi diabetes.
Peningkatan insiden diabetes mellitus yang eksponesial ini tentu akan diikuti oleh
meningkatknya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes mellitus, salah satunya
adalah ulkus diabetikum. Insiden ulkus diabetikum dilaporkan sebanyak 2% setiap tahunnya,
diantara semua pasien dengan diabetes. Angka ini diperkirakan mengalami kenaikan menjadi 4%
seiring dengan pengendalian diabetes yang kurang optimal (Sudoyo, et al, 2006). Dalam Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2011, diabetes mellitus dengan komplikasi ulkus diabetik berada
pada urutan ke enam dari sepuluh penyakit utama pada pasien rawat jalan dan rawat inap di
rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian akibat ulkus berkisar 17-23%, angka amputasi
berkisar 15-30% dan angka kematian 1 tahun post amputasi sebesar 14,8% (Departemen
Kesehatan RI, 2011). Sedangkan menurut data dari Perkumpulan Endokrin Indonesia
(PERKENI) (2009), di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomu (RSCM), hampir 70% dari pasien
DM dirawat dengan diagnosa ulkus kaki diabetes.
Etiologi ulkus kaki diabetik biasanya memiliki banyak komponen meliputi neuropati
sensori perifer, trauma, deformitas, iskemia, pembentukan kalus, infeksi dan edema Oguejiofor,
Oli, & Odenigbo, 2009; Benbow, 2009 dalam Tarwoto, dkk (2012). Faktor lain yang
berkontribusi terhadap kejadian ulkus kaki adalah deformitas kaki (yang dihubungkan dengan
peningkatan tekanan pada plantar), gender laki-laki, usia tua, kontrol gula darah yang buruk,
hiperglikemi yang berkepanjangan dan kurangnya perawatan kaki (Tarwoto, dkk, 2012).Pada
hakekatnya ulkus kaki diabetik dapat dicegah dengan cara melakukan skrining dini serta edukasi
penalaksanaan kaki diabetes pada individu berisiko tinggi (Ariyanti, 2012). Ulkus diabetik
merupakan komplikasi DM yang dapat dicegah atau diminimalkan kejadiannya. Hal ini dapat
dilakukan dengan pencegahan ulkus diabetik, seperti perawatan kaki dan pemakaian alas kaki
yang tepat.
Perawatan kaki adalah aktivitas sehari-hari pasien diabetes mellitus yang terdiri dari
deteksi dini kelainan kaki diabetes, perawatan kaki dan kuku serta latihan kaki. Perawatan kaki
dapat dilakukan oleh pasien dan keluarga dengan diabetes mellitus untuk melakukan perawatan
kaki secara mandiri (Windasari, 2014). Tujuan perawatan kaki diabetes untuk mengetahui ada
kelainan sedini mungkin, menjaga kebersihan kaki dan mencegah perlukaan kaki yang dapat
menimbulkan resiko infeksi dan amputasi (Damayanti, 2015). Sayangnya, kesadaran masyarakat
penderita diabetes untuk segera memeriksakan kondisi kakinya segera ke petugas kesehatan
sampai saat ini masih sangat kurang. Menurut Smeltzer & Bare (2008), penderita diabetes
dianjurkan untuk segera memeriksakan/memberi tahu pelayanan kesehatan jika terjadi luka, lecet
atau bengkak yang tidak kunjung sembuh selama 1 hari untuk mendapatkan pengobatan yang
tepat. Penderita diabetes juga tidak disarankan untuk melakukan perawatan sendiri pada masalah
kaki.
Beberapa komponen perawatan kaki yang dianjurkan bagi diabetisi menurut Siebel
(2009) di kutip oleh Ariyanti (2012), Smeltzer et al., (2010) dan Damayanti (2015) terdiri dari :
1) Mencuci dan mengeringkan kaki harian dengan menggunakan sabun lembut dan air
hangat
2) Memeriksa konsidi kaki setiap hari dengan melihat adanya kering dan pecah-pecah,
lepuh, luka, kemerahan, teraba hangat dan bengkak saat diraba. Adanya bentuk kuku
yang tumbuh ke arah dalam (ingrown toenails), kapalan dan kalus
3) Merawat kuku. Memotong kuku dianjurkan dilakukan setelah mandi, saat kondisi kuku
masih basah dan lembut. Kuku harus dipotong menggunakan alat pemotong kuku,
dipotong secera mendatar, dan tidak boleh memotong sudut-sudut pada kuku
4) Hati-hati saat berolahraga. Diabetisi dianjurkan tidak berjalan telanjang kaki dan
memakai sepatu yang nyaman saatberolahraga
5) Melindungi kaki dengan sepatu dan kaos kaki. Pemakaian alas kaki yang dianjurkan
adalah yang tidak menampakkan jari dan tumit, dan sepatu yang dianjurkan adalah sepatu
tanpa “hak” tinggi.
6) Mempertahankan kelancaran aliran darah ke kaki, meninggikan kaki ketika duduk,
gerakan jari dan sendi kaki atau dengan melakukan senam kaki diabetes.

Senam Kaki Diabetes


Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil
kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas). Latihan senam kaki dapat
dilakukan dengan posisi berdiri, duduk, dan tidur, dilakukan dengan cara menggerakkan kaki dan
sendi-sendi kaki misalnya berdiri dengan kedua tumit diangkat, mengangkat kaki dan
menurunkan kaki. Gerakan dapat berupa gerakan menekuk, meluruskan, mengangkat memutar
keluar atau kedalam. Selain itu gerakan mencengkram dan meluruskan jari-jari kaki juga menjadi
bagian dari senam kaki Diabetes. Latihan senam kaki Diabetes dapat dilakukan setiap hari secara
teratur, dimana saja. Bisa sambil bersantai bersama keluarga maupun menonton televisi.

Anda mungkin juga menyukai