1. PENGERTIAN
Gagal ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kondisi
penyakit pada ginjal yang persisten (≥3 bulan) dengan terjadinya kerusakan
pada ginjal dan kerusakan Glomerular filtration Rate (GFR ≤60 ml/menit/1,73
m2). Dengan kata lain, gagal ginjal kronis merupakan gagal ginjal akut yang
sudah berlangsung lama yang mengakibatkan gangguan yang persisten
(irreversible) dan bersifat kontinyu (Prabowo & Pranata, 2014). Gagal ginjal
kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia atau adanya retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Brunner & Suddarth, 2001). National Kidney Foundation
mendefinisikan dampak dari kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi
mikroalbuminuria/over-proteinuria, abnormalitas sedimentasi dan
abnormalitas gambaran ginjal (Prabowo & Pranata, 2014). Oleh karena itu,
perlu diketahui klasifikasi derajat gagal ginjal kronis untuk mengetahui tingkat
prognosanya.
GFR
Stage Deskripsi
(ml/menit/1,73 m2)
I Kidney damage with normal or increase of GFR ≥90
II Kidney damage with mild decrease of GFR 60-89
III Moderate decrease of GFR 30-59
IV Severe decrease of GFR 15-29
V Kidney Failure <15 (or dialysis)
Dalam penentuan ini, rumus yang lazim dipakai adalah Rumus “Cockcroft and
Gault”:
4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi
memiliki fungsi yang banyak sehingga kerusakan kronis secara fisiologis
ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor
(Prabowo & Pranata, 2014). Menurut Long dalam Rendy & Margareth (2012),
tanda dan gejala GGK sebagai berikut :
a. Gejala dini : letargi, sakit kepala, kelelaham fisik dan mental, BB
berkurang, mudah tersinggung dan depresi.
b. Gejala lebih lanjut
Anoreksia, nausea, vomiting, nafas dangkal/sesak saat ada kegiatan
maupun tidak, edema disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi
mungkin juga sangat parah.
Sedangkan menurut Robinson (2013), tanda dan gejala pada gagal ginjal
kronis meliputi :
a. Ginjal dan Gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian
terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat.
Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot
dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak
terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling
khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi
yang tinggi.
b. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomiopati, uremic perikarditis,
efusi perikardial (kemungkinan terjadi tamponade jantung), gagal
jantung, edema periorbital dan edema perifer.
c. Sistem Respirasi
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung
dan sesak nafas.
d. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, doudenal
ulseratif, lesi pada intestinum/kolon, kolitis, dan pankreatitis. Kejadian
sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan vomitting.
e. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering, dan ada scalp.
Selain itu biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis,
petekie, dan timbunan urea pada kulit.
f. Neurologi
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropati perifer, nyeri, gatal,
pada lengan dan kaki. Selain iu, juga adanya kram pada otot dan
refleks kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan
adanya perubahan metabolik ensefalopati.
g. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorea dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma,
peningkatan sekresi aldosteron dan kerusakan metabolisme
karbohidrat.
h. Hematopoetic
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dialisis) dan kerusakan platelet. Biasanya
masalah yang serius pada sistem hematologi ditunjukkan dengan
adanya perdarahan (purpura, ekimosis, petekie).
i. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi pada tulang, fraktur
patologis, kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk hasil yang lebih akurat, pemeriksaan fungsi ginjal adalah dengan
analisa Creatinin Clearence. Menurut Prabowo & Pranata (2014),
pemeriksaan penunjang lainnya adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Laboratorium (Biokimia)
1. Laboratorium darah :
Pemeriksaan utama (BUN, Kreatinin), elektrolit (Na, K, Ca,
Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein,
antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin). Pemeriksaan
kadar elektrolit dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan
elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
2. Pemeriksaan Urin
Warna, pH, Berat Jenis, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
b. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate. Pada klien gagal ginjal, hasil
menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal.
d. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
6. PENATALAKSANAAN
Mengingat bahwa fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk
dikembalikan, maka tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengoptimalkan
fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan keseimbangan secara maksimal
untuk memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit yang kompleks,
gagal ginjal kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius sehingga
akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien
(Prabowo & Pranata, 2014). Menurut Robinson (2013), beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam penatalaksanaan yaitu :
a. Perawatan kulit yang baik
Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion tanpa alkohol
untuk mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan gliserin/sabun yang
mengandung gliserin karena akan mengakibatkan kulit semakin kering.
b. Jaga kebersihan oral
Gunakan sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut, kurangi konsumsi
gula untuk mengurangi rasa tidak nyaman di mulut.
c. Beri dukungan nutrisi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dengan
anjuran diet tinggi kalori, rendah protein (20-40 gr/hari), rendah
natrium dan kalium. Menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari
uremia, menyebabkan penurunan uremia, dan perbaikan gejala.
Hindari masukan berlebih dari kalium dan garam
d. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan
terdapat edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat
badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan
e. Pantau adanya hiperkalemia
Hiperkalemia ditunjukkan dengan adanya kejang/kram pada lengan
dan abdomen dan diarea, dan dapat dipantau melalui ECG. Hindari
masukan kalium yang besar (<60 mmol/hari). Hiperkalemia diatasi
dengan dialisis.
f. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Kondisi ini dapat diatasi dengan pemberian antasida (kalsium
karbonat)
g. Kaji status hidrasi dengan hati-hati
Periksa ada/tidaknya distensi vena jugularis dan crackles pada
auskultasi paru-paru. Pantau keringan berlebih pada aksila, lidah yang
kering, hipertensi dan edema perifer. Cairan hidrasi yang
diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24
jam.
h. Kontrol tekanan darah
Upayakan dalam kondisi normal, yang dapat dicegah dengan
mengontrol volume intravaskuler dan obat-obatan anti-hipertensi.
i. Pantau terjadinya komplikasi pada tulang dan sendi
j. Mencegah obstruksi jalan nafas
Latih klien nafas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinya
kegagalan nafas akibat obstruksi
k. Jaga kondisi septik dan aseptik setiap prosedur perawatan
l. Observasi tanda perdaraham
Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit. Pemberian heparin selama
proses dialisis harus disesuaikan dengan kebutuhan.
m. Observasi adanya gejala neurologis
Laporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran
delirium, kejang otot. Berikan diazepam/fenitoin jika dijumpai kejang.
n. Atasi komplikasi dan penyakit
Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi, maka
harus dipantau secara ketat. Gagal jantung kongestif dan edema
pulmonal dapat diatasi dengan membatasi cairan, diet rendah natrium,
diuretik, preparat inotropik (igitalis/dobutamin) dan lakukan dialisis
jika perlu. Kondisi asidosis metabolik dapat diatasi dengan pemberian
nartrium bikarbonat atau dialisis.
o. Laporkan segera jika mucul tanda-tanda perikarditis (friction rub &
nyeri dada)
p. Tata laksana dialisis/transplantasi ginjal
q. Transfusi darah
r. Obat-obatan
Diuretik untuk meningkatkan urinasi, alumunium hidroksida untuk
terapi hiperfosfatemia, anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta
diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa
bila terjadi anemia, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemid (membantu berkemih)
B. KONSEP DASAR HEMODIALISA
1. PENGERTIAN
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialis
nadalah memisah dari yang lain, maka hemodialisa adalah pemisahan
komponen darah dari zat metabolisme dan zat yang dibutuhkan oleh tubuh
dengan menggunakan ginjal pengganti (dialyzer) dan dialisat melalui
membran semi permeabel.
Hemodialisa-dialisis merupakan suatu proses dimana solute dan air
mengadakan difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dan
kompartemen cair menuju kompartemen lain (Prince & Wilson, 2005). Proses
ini digunakan untuk mengeluarkan cairan dan elektrolit limbah dari dalam
tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.
2. TUJUAN HEMODIALISA
a. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein (toksin uremia)
b. Memperbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
c. Menjaga fungsi ginjal bila terjadi obstruksi.
3. INDIKASI HEMODIALISA
a. Gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik yang tidak berhasil dengan terapi
konservatif.
b. Gagal ginjal kronik yang dipersiapkan untuk transpantasi ginjal.
c. Dialisis pre operatif.
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi
dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada
hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi.
Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer,
demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan
ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
6. PRINSIP HEMODIALISA
Menempatkan darah disampingan dengan cairan dialisat, dipisahkan oleh
suatu membran (selaput tipis) yang disebut membrane semi permeabel.
Membrane dapat dilalui oleh air dan zat tertentu (zat sampah) sesuai dengan
besar molekulnya. Proses ini disebut dialisis yaitu pemisahan air dan zat
tertentu dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat atau sebaliknya dari
kompartemen dialisat ke kompartemen darah, melalui membrane semi
permeabel.
Menurut Muttaqin & Sari, (2011), Prinsip hemodialisis pada dasarnya
sama dengan prinsip ginjal; Namun demikian, ada tiga prinsip yang mendasari
kerja hemodialisis, yaitu sebagai berikut :
1. Proses difusi adalah semakin banyak bahan kimia yang mengalir ke
dialisat sebagai akibat dari perubahan kadar darah, semakin sukses dialisis.
2. Proses ultrafitrasi adalah perbedaan hidrostatik antara darah dan dialisat
menyebabkan cairan dan zat mengalir ke seluruh tubuh. Jumlah material dan
air yang dapat mengalir melalui filter membran ditentukan oleh luas
permukaan dan kemampuannya. Ada beberapa masalah yang mungkin timbul
selama dialisis, termasuk emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak memadai atau
berlebihan, hipotensi, kram dan muntah, kebocoran darah dan kontaminasi.
Pemantauan rutin populasi pasien dialisis sangat penting untuk mengetahui
masalah ini dan masalah lainnya lebih awal.
7. MEKANISME PERPINDAHAN HEMODIALISA
Mekanisme perpindahan ditentukan oleh 3 proses, yaitu:
a. Difusi
Berpindahnya suatu zat (solute) karena tenaga yang ditimbulkan oleh
keadaan kadar zat (konsentrasi) di dalam darah dan dializat yaitu makin
tinggi kadar zat dalam darah makin banyak yang dipindahkan ke dializat.
Kecepatan perpindahan darah dipengaruhi oleh:
1) Konsentrasi
2) Berat molekul
3) QB dan QD
4) Luas permukaan membran
5) Permeabilitas membrane
b. Osmosis
Perpindahan air oleh karena kimiawi, yaitu karena perbedaan osmolalitas
darah dan dialisat.
c. Ultrafiltrasi
Berpindahnya air dan zat melalui membran semi permeabel akibat tekanan
hidrostatik yang bekerja pada membrane atau perbedaan tekanan
hidrostatik di dalam kompartemen darah dan kompartemen dialisat.
Perpindahan dan kecepatan ini dipengaruhi oleh :
1) TMP (trans membrane pressure)
2) Luas permukaan membran
3) KUF (koefisien Ultra Filtrasi
4) QB dab QD
9. HEPARINISASI
Pemberian antikoagulan pada sirkulasi HD, merupakan pemberian/
mengedarkan suatu antikoagulan, dimana hal ini heparin di injeksi ke dalam
sirkulasi dalam tubuh maupun sirkulasi luar tubuh (sistemik atau
ekstrakorporeal) pada waktu proses hemodialisa. Tujuan heparisasi adalah
mencegah pembekuan darah di dalam kedua sirkulasi terutama pada dialyzer
AVBL, jarum punksi (avfistula/kanula).
Dosis heparin:
a. Dosis awal/dosis pemula
Dosis yang diberikan 25 unit-100 unit/kg (2500 unit) dimasukkan pada
awal hemodialisa.
b. Dosis lanjutan
Dosis yang diberikan 500-2000 unit/jam (1250 unit/jam diberikan sebelum
hemodialisa berakhir, heparin sudah harus di stop.
b. Intra Hemodialisa
1) Monitor penderita : KU pasien, Observasi TTV
2) Monitor mesin HD: QB ( kecepatan aliran HD), conductivity, TMP,
Venoeus pressure, UFG, UFR, ultrafiltrasi, heforinisasi, kecepatan
aliran dializat, kecepatan aliran darah, temperature.
3) Sirkulasi darah : Sambungan sirkulasi darah, gelombang darah,
kecepatan aliran darah, bekuan darah, kebocoran darah.
c. Post Hemodialisa
1) Darah dimasukkan di dorong dengan NaCl 0,9%
2) Tekan luka bekas tusukan dengan gaas betadine
3) Perhatikan KU pasien
4) Mengukur TTV
5) Menimbang BB
12. KOMPLIKASI
a. Hipotensi
Angka terjadinya komplikasi ini sekitar 15–30% dari pasien yang
menjalankan hemodialisa. Keadaan yang biasa menyebabkan hipotensi
menurut Clarkson et al (2010) antara lain kecepatan ultrafiltrasi yang
tinggi, diabetes mellitus, amyloidosis, medikasi (beta bloker, alpha bloker,
nitrat, calcium channel blocker), proses pencernaan makanan selama
dialisis.
b. Emboli udara
dapat terjadi bila udara memasuki sitem vaskuler pasien
c. Nyeri dada
dapat terjadi bila tekanan CO2 menurun bersama dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh
d. Kram otot
Kram otot terjadi sekitar 20% dalam terapi dialisis. Keram otot ini
berhubungan dengan kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi dan rendahnya
konsentrasi sodium diasilat yang dapat mengindikasi terkadinya keram
yang menjadikan penyebab terjadinya kontraksi akut volume ekstraseluler
(Clarkson et al., 2010). Selain itu kram mungkin adalah reflek dari
perubahan elektrolit yang berpindah ke otot membran (O’Callaghan, 2006)
e. Dialysis Disequilibrium Syndrome
Terjadi pada saat hemodialisis pertama kali atau pada awal dimulainya
terapi hemodialisis. Sindrom ini merupakan akibat dari perubahan osmotik
pada otak, khususnya pada dinding urea plasma. (O’Callaghan, 2006).
Sindrom ini berhubungan dengan sekumpulan gejala yang mencakup mual
dan muntah, kegelisahan, sakit kepala, dan kelelahan selama dilakukannya
hemodialisa atau setelah dilakukannya hemodialisa. Dialysis
Disequilibrium biasanya dilihat pada situasi dimana pada awal konsentrasi
larutan sangat tinggi dan alirannya menalami kemunduran kecepatan
(Clarkson et al., 2010).
f. Hipoglikemia
Disebabkan oleh pengurangan level potassium yang terlalu sering.
g. Perdarahan
Terjadi karena kerusakan fungsi platelet di daerah uremik dan adanya
perubahan permeabilitas kapiler serta anemia. Dari beberapa hal tersebut
dapat meningkatkan hilangnya di saluran pencernaan karena gastritis atau
angiodysplasia, lesi yang berhubungan dengan gagal ginjal. Pada awal
dilakukannya hemodialis, dilaporkan bahwa adanya sebagian kerusakan
yang disebabkan disfungsi platelet dan permeabilitas kapiler. Pasien yang
menjalani hemodialisis mempunyai resiko tinggi untuk terkena perdarahan
karena terpapar heparin secara berulang ulang (Clarkson et al., 2010).
h. Hipoksemia
Merupakan reflek dari hipoventilasi yang menyebabkan perpindahan dari
bikarbonat atau penutupan pulmo sehingga mengakibatkan perubahan
vasomotor dan terjadi aktifasi subtansi pada membran dialisis
(O’Callaghan, 2006).
i. Gatal gatal
Terjadi setelah proses hemodialisis dilakukan mungkin terjadi karena
adanya reflek gatal pada gagal ginjal kronik, eksaserbasi dari pelepasan
histamin menyebabkan adanya reaksi alergi ringan pada membran dialisis.
Jarang terjadi dengan terpaparnya darah pada membran dialisis dapat
meyebabkakan respon alergi yang general (O’Callaghan, 2006).
Penanganan komplikasi HD
1. Hipotensi : meningkatkan BB pasien sebelum HD kemudian
membandingkan antara BB pre HD dengan post HD terakhir untuk
menentukan jumlah cairan yang akan dikeluarkan
2. Emboli udara : penanganan dengan mengeluarkan udara dari dalam otot –
otot HD tidak boleh ada udara yang masuk dalam alat HD dan sebelum
alat dipasang pada pasien maka alat dibilas dulu dengan NaCl 0,9%
sekaligus untuk mendorong udara keluar, udara harus dikeluarkan dari alat
dan tidak boleh masuk ke dalam vaskuler pasien karena dapat
menimbulkan emboli.
3. Kram otot : bagian tubuh yang mengalami kram dipijat agar menjadi
lemas, pasien dianjurkan untuk relaks agar otot-otot yang kram bisa lemas
dengan cepat setelah dipijat.
4. Nyeri dada : nyeri disebabkan QB, tapi darah yang masuk dalam tubuh
lambat penanganannya dengan menurunkan QB.
5. Mual muntah : pasien diajarkan teknik relaksasi nafas dalam yang dapat
membantu merilekskan diri dan mengurangi rasa mual pasien.
C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pernapasan : nafas pendek, dispnea, batuk
b. Makan dan minum : peningkatan berat badan cepat (odema), penurun
berat badan (malnutrisi), anoreksia, mual, muntah, perubahan turgor kulit.
c. Eleminasi : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria
d. Aktifitas dan istirahat : kelelahan, kelemahan otot,penurunan rentang
gerak, kehilangan tonus, malaisie
e. Sirkulasi : riwayat hipertensi nyeri dada, odema jaringan umum (kaki
tangan)
f. Integritas ego : factor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan,
perubahan kepribadian takut.
g. Neurosensori : sakit kepala,penglihatan kabur, keram otot/kejang,
kehilangan memori, penurunan kesadaran
h. Seksualitas : penurunan libido, amenoria, infertilitas
i. Penyuluhan dan pembelajaran : riwayat dalam keluarga, penyakit
polikistik, nefrtis herideter, penggunaan antibiotik,terpejam toksik
j. Keamanan : kulit gatal, pruritis, demam
Intra Hemodialisa
Data Subjektif
- Pasien mengeluh lemas
- Pasien mengeluh mual, muntah
- Pasien mengatakan cemas dengan keadaannnya
Data objektif
- Kelemahan otot, kehilangan tonus
- Pendarahan
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak cemas dan gelisah
Post Hemodialisa
Data Subjektif
- Pasien mengeluh lemas, kepala pusing, gatal- gatal, pada tubuhnya
Data Objektif
- Pendarahan
- Terjadi atau terdapat tanda- tanda infeksi (kolor, dolor, rubor, tumor
dan fungsiolasia)
2. DIAGNOSA
a. Pre Hemodialisa
1) Pola nafas tidak efektif b/d penumpukan secret, edema sekunder pada
paru akibat GGK
2) Perubahan pefusi jaringan perifer b/d transportasi oksigen dan nutrisi
ke jaringan menurun
3) Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan natrium, penurunan
haluaran urine
4) Resiko penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangancairan yang
mempengaruhi volume sirkulasi
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia, mual, muntah
6) Kerusakan integritas kulit b/d penumpukan ureum
7) Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakitnya
b. Intra Hemodialisa
1) Resiko tinggi syok hipovolemik b/d proses ultrasi yang berlebihan
2) Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan, kehilangan darah
actual
3) Nyeri akut b/d proses patologis penyakit
4) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, terapi pembatasan
5) Ansietas b/d kurang pengetahuan terhadap penyakitnya, program
pengobatan
c. Post Hemodialisa
1) Resiko pendarahan b/d pemberian heparin yang berlebihan
2) Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasive
3. PERENCANAAN
1. Prioritas masalah
a. Pre Hemodialisa
1) Pola nafas tidak efektif
2) Perubahan perfusi jaringan perifer
3) Kelebihan volume cairan
4) Resiko penurunan curah jantung
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
6) Kerusakan integritas kulit
7) Ansietas
b. Intra Hemodialisa
1) Kekurangan volume cairan
2) Resiko syok hipovolemik
3) Nyeri akut
4) Intolerabsi aktivitas
5) Ansietas
c. Post Hemodialisa
1) Resiko terjadinya pendarahan
2) Resiko tinggi infeksi
2. Rencana Tindakan
a. Pre Hemodialisa
1) Diagnose : Pola nafas tidak efektif b/d penumpukan secret,
edema, sekunder pada paru akibat GGK
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
pola nafas pasien efektif
Kriteria Hasil :
a) Frekuensi nafas efektif
b) RR = 16-20 x/menit
c) Pasien tidak mengeluh sesak
d) Pasien tidak mengeluh nyeri dada
Intervensi :
a) Beri posisi semifowler / posisi yang nyaman
R/ : meningkatkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan
b) Kaji pola nafas, auskultasi kedalaman
pernafasan
R/ : untuk mengetahui kebutuhan
c) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/ : untuk mengetahui kebutuhan oksigen
pasien secara adekuat
b. Intra Hemodialisa
1) Diagnosa : Resiko tinggi syok hipovolemik b/d proses
ultrafiltrasi berlebihan.
Tujuan : Setekah diberikan asuhan keperawatan diharapka
klien tidak mengalami syok hipovolemik
Kriteria Hasil :
a) Volume darah dalam tubuh kembali normal
b) Keadaan pasien compos mentis
c) Keadaan umum pasien baik
d) TTV dalam batas normal (S= 36-37,40C, TD=
120/80 mmHg, RR=16-20 x/mnt, nadi=60-100
x/mnt)
Intervensi :
a) Observasi KU pasien
R/: Pasien syok tidak menunjukkan KU yang
lemah
b) Observasi TTV pasien tiap jam
R/: Penurunan TD dan nadi menunjukkan
adanya syok
c) Monitor nilai UFG & QB pada mesin HD
R/ : nilai UFG menunjukkan banyaknya cairan
yang telah ditarik dari tubuh dan nilai QB
merupakan kecepatan penarikan cairan
d) Berikan KIE pada pasien dan keluarga tentang
tanda-tanda syok hipovolemik yaitu penurunan
tekanan darah dan peningkatan nadi
R/ : KIE dapat membuat pasien dan keluarga
lebih waspada dan bisa melaporkan pada
petugas apabila tanda syok muncul
e) Kolaborasi pemberian cairan intravena (IVFD)
R/: mengganti kekurangan cairan dan
meneimbangkan cairan vaskuler
Kriteria Hasil :
a) Pasien tampak nyaman dan tenang
b) Kecemasan pasien berkuran/pasien tidak cemas
lagi
Intervensi :
a) Kaji tingkat ansietas
R/: Penentuan tindak lanjut intervensi
keperawatan yang akan diberikan
b) Berikan informasi mengenai tindakan HD yang
dilakukan
R/: Untuk mengetahui prosedur tindakan HD
dan menurunkan ansietas
c) Gunakan komunikasi terapeutik
R/: Segala sesuatu yang disampaikan, diajarkan
pada pasien agar memberikan hasil yang efektif
d) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang
penyakitnya
R/: Mengetahui sejauh mana klien tahu tentang
penyakitnya
c. Post Hemodialisa
1) Diagnosa : Resiko pendarahan b/d pemberian heparin yang
berlebih
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
pendarahan tindak lanjut
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda perdarahan
Intervensi :
a) Observasi daerah luka penusukan
R/: Untuk mengetahui terjadinya pendarahan
secara dini
b) Observasi TTV pasien
R/ : penurunan tekanan darah yang drastis dapat
menunjukkan terjadinya perdarahan
c) Lakukan fiksasi/penekanan pada tempat
penusukan dengan gaas berisi betadine
R/: Mencegah pengeluaran darah
Intervensi :
a) Ukur TTV pasien
R/: Sebagai data dasar untuk tindakan
selanjutnya
b) Observasi daerah pemasangan/daerah
penusukan
R/: Mengetahui tanda-tanda infeksi pada daerah
pemasangan alat HD/bekas luka tusukan
c) Lakukan teknik aseptik saat melakukan aff HD
dan tindakan perawatan luka bekas penusukan
R/: Tindakan aseptik merupakan tindakan
preventif terhadap kemungkinan terjadinya
infeksi
d) Tutup luka bekas penusukan dengan gaas steril
R/ : Perawatan dengan gaas steril dapat
mencegah kontaminasi kuman
e) Berikan KIE pada pasien dan keluarga tentang
tanda dan gejala infeksi
R/ : KIE dapat meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga tentang infeksi dan mampu
melaporkan ke petugas jika terjadi
f) Segera cabut jarum bila tampak adanya
pembengkakan/flebitis
R/: Menghindari kondisi yang lebih buruk
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana
asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan
yang telah dibuat, dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan
mandiri dan kolaborasi (Tarwoto dan Wartonah, 2003).
5. EVALUASI KEPERAWATAN
a. Pre Hemodialisa
1) Pola napas efektif
2) Perfusi jaringan perifer kembali efektif
3) Tidak terjadi penurunan curah jantung
4) Volume cairan klien seimbang
5) Nutrisi klien adekuat
6) Kerusakan integritas kulit dapat diatasi
7) Ansietas tidak terjadi
b. Intra Hemodialisa
1) Syok hipovolemik tidak terjadi
2) Keseimbangan cairan tetap tejaga
3) Rasa nyeri pasien berkurang
4) Aktivitas sehari-hari dapat terpenuhi
5) Ansietas tidak terjadi
c. Post Hemodialisa
1) Pendarahan tidak terjadi
2) Infeksi tidak terjadi
WEB OF CAUTION (WOC)
nefropati toksik, penyakit metabolik, hipoplasia renal, trauma ginjal yang hebat,
Nefron hipertropi
Filtrasi glomerulus
Beban solut
GFR < 5 ml
Kurang informasi
Pre HD tentang program
Intra HD Post HD
pengobatan (HD)
Ureum Retensi Na+ dan H2O Prognosis Defisiensi hormone Difusi, ultrafiltrasi,
penyakit eritropoetin osmosis Takut, cemas
Uremia
Jumlah cairan dalam Retensi RAA Kurang paparan Produksi eritrosit, Penarikan
tubuh informasi Fe, dan as.folat Ansietas
cairan dan
Gangguan Penumpukan Hipertensi elektrolit yang
di dalam kulit volume cairan
keseimbangan Tek. hidrostatis berlebihan
Respon Hb intravaskuler
asam basa
Beban jantung psikologis
Oedema,, ansietas Gangguan system
Asam Lambung Pruritus, kulit Transportasi O2 dan Kram Haus, mukosa
bersisik, kering Hipertropi cemas sirkulasi
nutrisi ke jaringan otot bibir kering,
Kelebihan volume ventrikel kiri turgor kulit < 3
Anoreksia, mual, cairan detik Tekanan Intoleransi
Kerusakan
muntah, BB darah Aktivitas
integritas
kulit
Resiko Syok
Nyeri
Hipovolemik
Akut
Ruang ventrikel Ansietas Sianosis, akral
kiri menyempit dingin, konjungtiva
Volume cairan sirkulasi pucat, muka pucat
Perubahan nutrisi Darah refluk Resiko
kurang dari kebutuhan ke atrium kiri kekurangan
Resiko penurunan curah Perubahan perfusi
tubuh volume cairan
jantung jaringan
Tekanan vena
pulmonalis
Tekanan kapiler
paru
Nausea
(SDKI D.0076) Mual, Muntah Retensi Urin
Hipervolemia
Ascites
(SDKI D.0022)
Nyeri Akut
Gangguan Rasa Nyaman (SDKI D.0077)
Intoleransi Aktifitas
(SDKI D.0056)
DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, Eko P. Dan Pranata, Eka A.. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem
Pperkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI