Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Chronic Kidney Disease (CKD)


2.1.1 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan irreversibel, dimana tubuh tidak dapat memelihara metabolisme dan
keseimbangan cairan elektrolit yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan
ureum, kreatinin, sehingga diperlukan pengganti ginjal yaitu diantaranya adalah
Peritoneal dialysis, Hemodialilis dan trensplantasi ginjal (Fitrianasari, Tyaswati,
Srisurani, & Astuti, 2017).
Gagal ginjal merupakan kondisi klinis ditandai adanya penurunan fungsi
ginjal yang menetap dan memerlukan terapi pengganti ginjal yang tepat.
Kerusakan ginjal ini terjadi dalam jangka waktu 3 bulan atau lebih, ditandai
adanya penurunan laju filtrasi glomerulus<15 ml/menit/1,73m2 (Nurmansyah &
Arofiati Fitri, 2019). Penurunan fungsi ini terjadi secara perlahan namun progresif
dan bersifat irreversible sehingga mengakibatkan ginjal tidak dapat menjalankan
fungsinya (Maulana, Shalahuddin, & Hernawaty, 2021).

2.1.2 Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD)


Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) of
National Kidney Foundation (2016), ada dua penyebab utama dari penyakit ginjal
kronis yaitu diabetes dan tekanan darah tinggi. Diabetes terjadi ketika gula darah
terlalu tinggi, menyebabkan kerusakan banyak organ dalam tubuh, termasuk ginjal
dan jantung, serta pembuluh darah, saraf dan mata. Jika tekanan darah tinggi tidak
terkontrol bisa menjadi penyebab utama serangan jantung, stroke dan penyakit
ginjal kronis. Penyakit Ginjal hipertensi akan mengakibatkan arteri pada ginjal
mengalami penyempitan, kelemahan dan mengeras sehingga tidak mampu
mengalirkan cukup darah ke ginjal.
Menurut (Harmilah, 2020), banyak kondisi klinis yang menyebabkan
terjadinya gagal ginjal kronis. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan gagal ginjal kronis (GGK) dapat disebabkan dari ginjal sendiri
maupun luar ginjal.

5
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit dari saringan (glomerulus) glomerulonephritis
2) Infeksi kuman, peilonefritis, urethritis
3) Batu ginjal (nefrolitiasis)
4) Kista di ginjal ( polcystis kidney)
5) Trauma langsung pada ginjal
6) Keganasan pada ginjal
7) Sumbatan : batu, tumor, penyempitan
b. Penyakit umum diluar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
2) Dyslipidemia
3) Systemic lupus erythematosus (SLE)
4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
5) Preeklamsia
6) Obat-obatan
7) Kehilangan banyak cairan Luka
Menurut (Lappin, Onecia Benjamin, 2022) , berbagai penyakit kronis
dapat menyebabkan gagal ginjal kronis, di Amerika Diabetes melitus adalah
penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis. Penyebab lainnya antara lain:
1. Hipertensi
2. Penyakit pembulih darah
3. Penyakit glomerulus (primer atau sekunder)
4. Penyakit ginjal kistik
5. Penyakit tubulointerstisial
6. Obstruksi atau disfungsi saluran kemih
7. Penyakit batu ginjal berulang
8. Cacat bawaan (lahir) pada ginjal atau kandung kemih
9. Cedera ginjal akut yang belum pulih
10. Obat-pbatan tertentu termasuk obat antiinflamasi, nonsterois (NSAID),
inhibitor kalsineurin dan antiretroviral.

6
2.1.3 Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)
Menurut Chronic Kidney Disease Improving Global Outcomes
(CKDIGO): proposed classification (KDIGO, 2013), CKD dapat diklasifikasikan
menurut 2 hal, yaitu:
1. Menurut penurunan faal ginjal berdasarkan tes albumin-kreatinin klirens
Table 2.1 Klasifikasi penurunan faal ginjal menurut Chronic Kidney
Disease Improving Global Outcomes (CKDIGO)
Kategori AER ACR (approximates Keterangan
(mg/24 equivalent)
jam) (mg/mmol) (mg/g)
A1 <30 <30 <30 Normal
A2 30-300 3-30 30-300 Sedang *
A3 >300 >30 >300 Berat**
* Berhubungan dengan remaja dan dewasa
** termasuk dalam Nephrotic Syndrom; ekskresi albumin >2200 mg/24 jam
2. Menurut derajat (stage) CKD berdasarkan penurunan GFR, yaitu:
Table 2.2 Klasifikasi penurunan GFR
Stage GFR(ml/mnt/ Keterangan
2
1,73 m )
1 ≥90 Kidney damage with normal or ↑ GFR
(Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑)
2 60-89 Kidney damage with mild ↓ GFR (Kerusakan
ginjal dengan LFG ↓ atau ringan)
3 30-59 Moderate ↓ GFR (Kerusakan ginjal dengan
LFG ↓ atau sedang)
4 15-29 Severe ↓ GFR (Kerusakan ginjal dengan LFG ↓
atau berat)
5 <15 atau Kidney failure (gagal ginjal)
dialisis

2.1.4 Tanda dan Gejala Chronic Kidney Disease (CKD)


Penderita CKD stadium 1-3 (GFR > 30 mL/min) asimtomatik dan gejala
klinis CKD akan muncul pada stadium 4 dan 5. Manifestasi klinisnya berdasarkan
stage CKD adalah:

7
a) Berdasarkan Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO)
Tabel 2.3 Manifestasi CKD berdasarkan Kidney Disease Improving Global
Outcomes (KDIGO) (2013)
Chronic Kidney Disease (CKD)
Stage 1 Normal renal Function GFR
(90 ml/min)
Stage 2 Mild Impairment (GFR 60- Asymptomatic
89 ml/min)
Stage 3 Moderate Impairment (GFR Anemia, fatigue, muscle
30-59 ml/min) cramps
Stage 4 Severe impairment (GFR In addition: anorexia. Nausea,
15-29 ml/min) insomnia, neuropathy, gout
Stage 5 End stage renal disease In addition: itch, headache,
(GFR <15 ml/min) cognitive impairment; death

Tabel 2.4 Manifestasi yang terjadi pada sistem organ tubuh


Sistem Organ Manifestasi
Cardiovaskuler a. Tekanan darah meningkat
b. Adanya bengkak pada bagian kaki dan mata
c. Vena jugularis membesar
d. Nyeri dada
Pulmuner a. Crecles
b. Napas dangkal
c. Kusmaul
d. Sputum kental
Gastrointestinal a. Anoreksia, mual, muntah
b. Perdarahan saluran GI Ulserasi
c. Konstipasi atau Diare
d. Napas beraroma seperti urine
e.
Muskuloskeletal a. Terasa nyeri di bagian pinggang atau perut
b. Paralisis
c. Keterbatasan bagian depan kaki
Integumen a. Gatal – gatal pada kulit
Urinaria a. Asidosis metabolik akibat penumpuan sulfat,
fosfat, dan asam urat
Reproduksi a. Aminorea
b. Atrofi tesis
b) Peningkatan tekanan darah akibat overload cairan dan produksi hormon
vasoaktif (hipertensi, edem paru dan gagal jantung kongestif)
c) Gejala uremia (letargis, perikarditis hingga ensefalopati)
d) Akumulasi kalium dengan gejala malaise hingga keadaan fatal yaitu aritmia
e) Gejala anemia akibat sintesis eritropoietin yang menurun

8
f) Hiperfosfatemia dan hipokalsemia (akibat defisiensi vitamin D3
cholecalciferol yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan membantu
menyerap kalsium dan fosfor di dalam tubuh)

2.1.5 Faktor Resiko Chronic Kidney Disease (CKD)


Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat melatarbelakangi terjadinya
CKD, yaitu:
a) Keturunan
Masalah kesehatan yang di tandai dengan munculnya banyak kista pada
ginjal. Penyakit ini umumnya terjadi karena kelainan genetik.
b) Usia
Hal ini berhubungan dengan seiring bertambahan usia, maka fungsi organ
didalam tubuh (ginjal) akan mengalami penurunan.
c) Glomerulonefritis , Diabetes Melitus, Hipertensi, Polycystic Kidney Disease,
dan Nefrolitiasis menyebabkan gangguan pada proses fungsi ginjal untuk
filtrasi darah dan adanya sumbatan di ginjal dapat meningkatkan beban kerja
ginjal berlebih.
d) Jenis Penyakit Tertentu
Jenis penyakit yang dapat meningkatkan risiko terjadinya CKD adalah
kencing manis, Infeksi pada glomerulus, penyakit imun, hipertensi, penyakit
trauma ginjal, batu ginjal, keracunan, gangguan kongenital dan penyakit
keganasan.

2.1.6 Patofisiologi
Gagal ginjal kronis dimulai fase awal gangguan, keseimbangan cairan,
penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung
pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal,
manifestasi klinis ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang
sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan
kecepatan filtrasi, reabsorpsi dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi. Seiring
dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi
tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya

9
mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada
nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat
penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran
darah ginjal akan berkurang. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin
banyak terbentuk jaringan parut sebagai respons dari kerusakan nefron dan secara
progresif fungsi ginjal turun drastis dengan manifestasi penumpukan metabolitme
metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi
sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ
tubuh. Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan
sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi
gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein plasma
(Harmilah, 2020)

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Darah
1) Hemopoesis (Hb: < 7-8 gr/dl, Ht: menurun pada anemia)
2) GDA : asidosis metabolik, pH < 7,2
3) BUN : > 10 mg/dl
4) Protein albumin: < 3,4-4,8 gr/dl
b) Elektrolit
1) Natrium : < 1135-153 mEq/L
2) Kalium : >3,5-5,1 mEq/L
3) Magnesium : > 1,5-2,5 mEq/L
4) Kalsium :< 8,5-10,5 mEq/L
c) Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos abdomen : miniali bentuk dan besar ginjal atau melihat
adanya batu yang bersifat nefrokalsinosis.
2) Ultrasonografi: modalitas terpilih untuk menilai adanya
kemungkinan penyakit ginjal obstruktif, massa, dan kista pada
saluran perkemihan

1
3) CT Scan: pemeriksaan paling sensitif untuk mengidentifikasi
adanya batu ginjal yang menyebabkan terjadinya sumbatan
4) MRI: mendeteksi adanya trombosis vena renalis.
5) Endoskopi ginjal (nefroskopi): menentukan pelvis ginjal,
keluarnya batu, hematuria, dan pengangkatan tumor selektif
6) Arteriogram ginjal: menilai sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler.
7) Retrogade atau anterogade pyelography: dapat digunakan lebih
baik untuk mendiagnosis dan menghilangkan obstruksi traktus
urinarius
2. Pengkajian Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebihan dalam jaringan
Penyebab edema :
a. Peningkatan perneabilitas kapiler
b. Berkurangnya protein plasma
c. Peningkatan tekanan hidrostatik
d. Obstruksi limoa sekunder
e. Peningkatan tekanan koloid osmotic dalam jaringan
f. Retensi natrium dana air
Lokasi pemeriksaan/ daerah terjainya edema yaitu di daerah
sacrum, di atas tibia dan pergelangan kaki Penilaian derajat edema
a. Derajat I: kedalaman 1-3 mm dengan waktu kembali 3 detik
b. Derajat II: kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik
c. Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembalu 7 detik
d. Derajat : IV : kedalamannya 7 mm atau lebih dengan waktu kembali 7
menit

1
Gambar 2.1
Pengkajian Edema

2.1.8 Penatalaksanaan CKD


Menurut (Nuari & Widayati, 2017) penatalaksanaan pada pasien CKD
dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Terapi konservatif yang dapat dilakukan adalah dengan pengaturan diit
2. Terapi pengganti ginjal dengan tindakan hemodialisis dan peritoneal
dialisis.
3. Terapi operasi transplantasi ginjal.

2.2. Konsep Hemodialisis


2.2.1 Pengertian Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu proses terapi untuk pengganti fungsi ginjal
dengan menggunakan selaput membrane semi permiabel (dialiser), yang berfungsi
membantu menormalkan kembali keseimbangan cairan, membuang sisa
metabolisme tubuh, menyeimbangkan asam-basa elekterolit dalam tubuh, dan
membantu mengendalikan tekanan darah, hemodialisis tidak dapat memproduksi
sejumlah hormon yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh (Maulana et al.,
2021).

1
2.2.2 Indikasi Hemodialisis
Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI) merekomendasikan
untuk mempertimbangkan manfaat dan risiko memulai terapi pengganti ginjal
pada pasien dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus kurang dari 15
mL/menit/1,73m2 atau stage (Zasra, Harun, & Azmi, 2018).

2.2.3 Kontraindikasi Hemodialisis


Cuci darah tidak boleh dilakukan pada pasien yang mengalami tekanan
darah terlalu rendah, kerusakan hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan
(Nuari & Widayati, 2017).

2.2.4 Komplikasi Hemodialisis


Hemodialisis ini merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk
membantu menggantikan fungsi ginjal namun demikian tindakan hemodialisis
juga mempunyai efek samping apabila dilakukan secara terus menerus. Adapun
komplikasi hemodialisis seperti hipotensi terutama pada pasien gagal ginjal kronis
yang juga menderita diabetes, hipertensi terutama pada pasien gagal ginjal kronis
yang juga memiliki riwayat hipertensi, mual bahkan muntah yang terjadi karena
penumpukan racun dalam darah dan akibat dari penurunan tekanan darah, anemia,
kram otot, dan masalah pada kulit seperti xerosis (kulit kering) yang dapat
menyebabkan pruritus atau kulit gatal (Gelfand, Mandel, Mendu, & Lakin, 2020).
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani
hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun
dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat hemodialisis.
Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani hemodialisis
regular, namun sekitar 5-15% dari responden hemodialisis tekanan darahnya
justru meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic
hypertension (Agarwal, R., Light, 2017)

1
2.3. Konsep Nyeri
2.3.1 Definisi Nyeri
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016a)

2.3.2 Etiologi Nyeri


Penyebab nyeri akut yaitu kerusakan jaringan tubuh yang di picu oleh
kerusakan jaringan fisik, biologis dan kimia (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b)

2.3.3 Patofisiologi Nyeri Secara Umum


Pada permukaan kulit ada ujung syaraf bebas yang akan merespon pada
saat rangsangan nyeri datang sehingga akan menghantarkan rangsangan nyeri.
Nyeri yang di hantarkan memiliki rangsang yang berbeda – beda tergantung
serabut yang menghantarkan. Hal ini bersifat reversibel yang akan kembali normal
setelah rangsangan menghilang.

2.3.4 Patofisiologi nyeri Hipertensi Intradialisis


Riwayat genetik hipertensi, pola diit (berlemak, berkolesterol,
dan tinggi garam), pola aktivitas, olahraga

Hipertensi (Terjadi berkepanjangan)

kerusakan pembuluh dara (aterosklerosis)

Gangguan sirkulasi darah ke orga tubuh dan jaringan perifer

Ginj

Gan ggua perfusi ginjal

1
Penurunan GFR

Me kanis e Kompensasi

Aktivasi RA AS ( n angiotensin aldosteron system )

Sekresi Renin, Angiotensin 1, angiotensin 2, Aldosteron

Retensi Na Vaso kontriksi Arteriol

H iper olemia peningkatan tek ana


glomerulus
ke rusaka nefron
ginjal

CKD

Penatalaksanaan denga Hemodialisa Disfungsi Endotel

terapi antik gulan


CVC/I nsersi Akses UF bih ketidakseimbangan

Hum al sel endotel


or
Disintegrasi Jaringan Re siko erdarah

PenurunanNitrit toxid
Port Entry Mikroorganisme aktivasi RAAS

Re siko eksi hipersekresi renin dan angiotensin II

Peningka tan sistensi vaskler

1
Hipertensi Intradialis

Penurunan sirkulasi darah ke organ dan jaringan

Penurunan perfusi serebral suplai O2 a rea perifer tidak eimbang

Hipok a rasa lelah/sesak saat


Aktivitas

Sekresi/aktivasi bradikinin,prostaglandin Intoleransi aktivitas

Nyeri k epal akut

Gambar 2.2 Patofisiologi nyeri Hipertensi Intradialisis

2.4. Konsep Asuhan Keperawatan ( FOKUS )


2.4.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien, meliputi : Nama , alamat, usia, nomor rekam medic.
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Keluhan Utama Pasien : biasanya pada gagal ginjal kronik keluhan
pasien meliputi sesak nafas, adanya kelemhan saat beraktifitas,
kelelahan, nyeri pada dada, mual, muntah
b. Keluhan saat pengkajian: keluahn pasien yang pda saat itu langsung di
kaji oleh perawat ; seperti sesak , mual, muntah , lemas
c. Riwayat kesehatan Dahulu
Pada pengkajian ini biasanya perawat menanyakan riwayat penyakit
yang pernah diderita pasien, semisal ada hipertensi, diabetel, penyakit jantun
dan lain-lain atau oenyakit yang bias menimbulkan gagal ginjal yang sat ini
diderita oleh pasien, serta riwayat pemakian obat-obatan dan riwayat alergi
baik itu makanan atau obat obatan.

1
a. Riwayat Penyakit Keluarga Pengkajian ini perawat menyakan riwayat
penyakit yang pernah di derita oleh keluarga pasien.
b. Riwayat Psikososial yang meliputi kebiasaan, perasaan, dan emosi
pasien terkait kondisi atau penyakit yang sedang dialami oleh pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaaan umum : meliputi kondisi pasien, tanda-tanda vital pasien,
berat badan, tinggi badan.
b. Pemeriksaan Head Toe to Toe
1) Pemeriksaan kepala inspeksi penyebaran rambut ,warna bentuk
kepala, pada pasien gagal ginjal biasanya terjadi kerontokan
rambut. Palpasi : adakah nyeri tekan, adakah benjolan pada kepala
Wajah : biasanya terlihat pucat, lesu, adakah lesi atau tidak
Mata : konjungtiva anemis, simetris atau tidak pada mata
Hidung : Inspeksi : kesimetrisan hidung, adanya pernafasan cuping
hidung Mulut : inspeksi : sianosis, mulut kering, perdarahan tau
tidak pada gusi, adanya sariawan.
Leher : nyeri tekan, adanya akses CDL pada leher, pembengkakan
vena jugularis atau tidak
2) System Integumen : pruritus, kulit bersisik, perubahn kulit menjadi
warna hitam, gatal akibat uremic.
3) Sistem Pernafasan : bentuk dada, pernafasan dyspnea, batuk,
sputum, pada pasien gagal ginjal kronik biasanya pasien
mengalaim dipsnea.
4) Sistem kardiovaskuler : bunyi jantung tambahan, ictus cordis
tidak teraba, batas jantung, nadi : bradikardi, takikardi, arirmia,
cardiomegaly.
5) Sistem Gastrointestnial : adanya mual muntah, polifagi, diare,
dehidrasi, adanya acites, bentuk buncit atau datar
6) Sistem Eliminasi ; Urinaria ; poliuri, inkontinensia urin, retensi
urin, nyeri saat Bak, hematuria . Bab : Kontipasi, hemoroid
7) Sistem Muskuloskeletal : Biasanya pada pasien GGk adanya
Edema pada ekstremitas atas dan bawah, oedem pada wajah , dan
kelemahan otot

1
2.4.2 Diagnosa Keperawatan (SDKI)
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis
keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis
positif . diagnosis negatif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau
beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan
pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan
pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko.
Sedangkan diagnosis positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan
dapat mencapai kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga
dengan Diagnosis Promosi Kesehatan (ICNP, 2015)
Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan
tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala,
hanya memiliki faktor resiko. Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data
pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal
kronis adalah sebagai berikut : (Brunner & Suddarth., 2013 & Tim Pokja SDKI,
2016).
1. Hipervolemia b.d kelebihan asupan cairan, gangguan mekanisme regulasi,
kelebihan asupan natrium (D.0022)
2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan, factor psikologis
(D.0019)
3. Nausea b.d gangguan biokimiawi, factor psikologis (D.0076)
4. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis kimiawi fisik (D.0077)
5. Keletihan b.d kondisi fisiologis, stress berlebihan, depresi (D.0057)
6. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056)
7. Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,
perubahan membrane alveoulus-kapiler (D.0003)
8. Gangguan Integritas Kulit b.d perubahan status nutrisi, kelebihan volume
cairan, neuropati perifer (D.0129)

1
9. Perfusi Perifer Tidak efektif b.d hiperglikemia, penurunan konsentrasi
hemoglobin, peningkatan tekanan darah, kurang aktivitas fisik (D.0009)
10. Risiko Penurunan Curah Jantung b.d perubahan frekuensi jantung,
perubahan irama jantung (D.0011)

2.4.3 Luaran Keperawatan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018)


Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x5jam, maka keseimbangan
cairan meningkat dengan kriteria hasil (L.03020) :
a. Output urin meningkat
b. Membran mukosa lembap meningkat
c. Edema menurun
d. Asites menurun
e. Frekuensi nadi membaik
f. Tekanan darah membaik
g. Mata cekung membaik
h. Turgor kulit membaik
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x5jam, maka status nutrisi
membaik dengan kriteria hasil (L.03030) :
a. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b. Perasaan cepat kenyang menurun
c. Nyeri Abdomen menurun
d. Sariawan menurun
e. Frekuensi makan membaik
f. Nafsu makan membaik
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x5jam, maka tingkat nausea
menurun dengan kriteria hasil (L.08065) :
a. Perasaan ingin muntah menurun
b. Perasaan asam di mulut menurun
c. Takikardia menurun
d. Pucat membaik
e. Nafsu makan membaik

1
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x5jam, maka tingkat nyeri
menurun dengan kriteria hasil (L.08066) :
a. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat b.
Keluhan nyeri menurun
c. Meringis menurun d.
Gelisah menurun
e. Kesulitan tidur menurun f.
Frekuensi nadi membaik g.
Tekanan darah membaik h. Pola
nafas membaik
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x5jam, maka tingkat
keletihan menurun dengan kriteria hasil (L.05046) :
a. Tenaga meningkat
b. Kemampuan melakukan aktivitas rutin meningkat c.
Motivasi meningkat
d. Lesu menurun
e. Nafsu makan membaik f.
Pola nafas membaik
Setelah dilakukan intrevensi keperawatan selama 1x5jam, maka toleransi
aktivitas meningkat dengan kriteria hasil (L.05047) :
a. Frekuensi nadi meningkat b.
Keluhan lelah menurun
c. Dispnea setelah beraktivitas menurun d.
Warna kulit membaik
e. Tekanan darah membaik
f. Frekuensi napas membaik g.
Tekanan darah membaik
Setelah dilakukan intrevensi keperawatan selama 1x5jam, maka pertukaran gas
meningkat dengan kriteria hasil (L.01003) :
a. Tingkat kesadaran meningkat b.
Dispnea menurun
c. Bunyi nafas tambahan menurun

20
d. Takikardia menurun
e. Pola nafas membaik f.
Gelisah menurun
g. Pusing menurun
Setelah dilakukan intrevensi keperawatan selama 1x5jam, maka Integritas Kulit
meningkat dengan kriteria hasil (L.14125) :
a. Elastisitas meningkat b.
Tekstur membaik
Setelah dilakukan intrevensi keperawatan selama 1x5jam, maka Perfusi Perifer
meningkat dengan kriteria hasil (L.02011) :
a. Warna kulit pucat menurun b.
Akral membaik
c. Turgor kulit membaik d.Tekanan darah
sistolik membaik e.Tekanan darah
diastolic membaik
Setelah dilakukan intrevensi keperawatan selama 1x5jam, maka Curah Jantung
meningkat dengan kriteria hasil (L.02008) :
a. Kekuatan nadi perifer meningkat b.
Lelah menurun
c. Edema menurun
d. Tekanan darah membaik

2.4.4 Intervensi Keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)


Manajemen Hipervolemia (I.03114)
Observasi
a. Periksa tanda dan gejala hipervolemia
b. Identifikasi penyebab hipervolemia
c. Monitor status hemodinamik
d. Monitor intake dan output cairan
e. Monitor kecepatan infus secara ketat
f. Monitor efek samping diuretik
Terapeutik

21
g. Batasi asupan cairan dan garam
o
h. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40
Edukasi
i. Anjurkan melapor jika haluaran urine <0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam j.
Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalam sehari
k. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
l. Kolaborasi pemberian diuretik
Manajemen Energi (I.05178)
Observasi
a. Monitor kelelahan fisik dan emosional b.
Monitor pola dan jam tidur
Terapeutik
c. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
Edukasi
d. Anjurkan tirah baring
e. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
Manajemen Nutrisi (I. 03119)
Observasi
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

22
Terapeutik
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu

Menejemen Mual (I. 03117)


Observasi
 Identifikasi pengalaman mual
 Identifikasi isyarat nonverbal ketidak nyamanan (mis. Bayi, anak-
anak, dan mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif)
 Identifikasi dampak mual terhadapkualitas hidup (mis. Nafsu
makan, aktivitas, kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
 Identifikasi faktor penyebab mual (mis. Pengobatan dan prosedur)
 Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual (kecuali mual pada
kehamilan)
 Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
 Monitor asupan nutrisi dan kalori
Terapeutik
 Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis. Bau tak sedap,
suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)

2
 Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
 Berikan makan dalam jumlah kecil dan menarik
 Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak
berwarna, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
 Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang
mual
 Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak
 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual
(mis. Biofeedback, hipnosis, relaksasi, terapi musik, akupresur)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
Manajemen Nyeri (I. 08238)
Observasi
 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetic
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)

2
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Edukasi Aktivitas/Istirahat (1.12362)
Observasi
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
 Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat
 Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya
Edukasi
 Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik/olahraga secara rutin
 Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, aktivitas bermain atau
aktivitas lainnya
 Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
 Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis. kelelahan,
sesak nafas saat aktivitas)
 Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan

Anda mungkin juga menyukai