f. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu
dikaji dalam ruangan yang sangat hangat, klien
mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui
mekanisme pengluaran-panas dan suhu tubuh akan
naik. Jika kien berada di lingkungan tanpa baju hangat,
suhu tubh mungkin rendah karena penyebaran yang
efektif dan pengeluaran panas yang konduktif. Bayi dan
lansia paling sering dipengaruhi oleh suhu lingkungan
karena mekaisme suhu mereka kurang efisien.
c. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan
pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas
adalah hipertermia. Setiap penyakit atautrauma pada
hipotalamus dapat mempengaruhi mekanisme
pengeluaran panas. Hipertermia malignan adalah
kondisi bawaan tidak dapat mengontrol produksi panas,
yang terjadi ketika orang yang rentan menggunakan
obat-obatan anestetik tertentu.
d. Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau
lingkungan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi
mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut
heatstroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan
angka mortalitas yg tinggi. Klien berisiko termasuk
yang masih sangat muda atau sangat tua, yang memiliki
penyakit kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes atau
alkoholik. Yang juga termasuk beresiko adalah orang
yang mengkonsumsi obat yang menurunkan
kemampuan tubuh untuk mengeluarkan panas (mis.
Fenotiasin, antikolinergik, diuretik, amfetamin, dan
antagonis reseptor beta- adrenergik) dan mereka yang
menjalani latihan olahraga atau kerja yang berat (mis.
Atlet, pekerja kontruksi dan petani). Tanda dan gejala
heatstroke termasuk gamang, konfusi, delirium, sangat
haus, mual, kram otot, gangguan visual, dan bahkan
inkotinensia. Tanda yang paling dari heatstroke adalah
kulit yang hangat dan kering.
Penderita heatstroke tidak berkeringat karena
kehilangn elektrolit sangat berat dan malfungsi
hipotalamus. Heatstroke dengan suhu lebih besar dari
40,5 ºC mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari
semua organ tubuh. Tanda vital menyatakan suhu tubuh
kadang-kadang setinggi 45 ºC, takikardia dan hipotensi.
Otak mungkin merupakan organ yang terlebih dahulu
terkena karena sensitivitasnyaterhdap
ketidakseimbangan elektrolit. Jika kondisi terus
berlanjut, klien menjadi tidak sadar, pupil tidak reaktif.
Terjadi kerusakan nourologis yang permanen kecuali
jika tindakan pendinginan segera dimulai.
e. hipotermia
pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus
terhadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh
untuk memproduksi panas, mengakibatkan hipotermia.
Hipotermia diklasifikasikan melalui pengukuran suhu
inti. Hal tersebut dapat terjadi kebetulan atau tidak
sengaja selama prosedur bedah untuk mengurangi
kebutuhan metabolik dan kebutuhan tubuh terhada
oksigen.
Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara
berangsur dan tidak diketahui selama beberapa jam.
Ketika suhu tubuh turun menjadi 35 ºC, klien menglami
gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi,
dan tidak mampu menila. Jika suhu tubuh turun di
bawah 34,4 ºC, frekuensi jantung, pernafasan, dan
tekanan darah turun. kulit menjadi sianotik.
c. Perencanaan
Klien yang beresiko mengalami perubahan suhu
membutuhkan rencana perawatan individu yang
ditunjukkan dengan mempertahankan normotermia dan
mengurangi faktor resiko. Hasil yang diharapkan
ditetapkan untuk menentukan kemajuan ke arah
kembalinya suhu tubuh ke batas normal. Rencana
perawatan bagi klien dengan perubahan suhu yang
aktual berfokus pada pemulihan normotermia,
meminimalkan komplikasi dan meningkatkan
kenyamanan. (lihat rencana keperawatan)
d. Implementasi
diagnosa implementasi
Hipertermia yangMemantau keadaan
berhubungan dengan klien
proses infeksi Memberikan
asetaminofel
Mengukur suhu klien
e. Evaluasi
Semua intervensi keperawatan dievaluasi dengan
membandingkan respon aktual klien terhadap hasil yang
diharapkan dari rencana perawatan.hal ini menunjukkan
apakah tujuan keperawatan telah terpenuhi atau apakah
dibutuhkan revisi terhadap rencana.
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
Termoregulasi adalah Suatu pengaturan fisiologis
tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi panas
dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat
dipertahankan secara konstan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
termoregulasi yaitu : usia, olahraga, kadar hormon,
irama sirkadian, stres, lingkungan.
Askep klien dengan gangguan termoregulasi dapat
ditinjau dari pengkajian, perencanaan, diagnosa,
implementasi , dan evaluasi.
http://oryza-sativa135rsh.blogspot.com/2010/02/
bagaimana-tubuh-melakukan-regulasi.html
Soewolo, dkk.2003.FISIOLOGI
Campbell,dkk.2002.BIOLOGI.Jakarta:Penerbit
Erlangga.
Suhu Tubuh
Frekuensi Respirasi