Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa kesehatan adalah merupakan hak asasi
manusia. Pada pasal 28 H dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. Selanjutnya pada pasal 34 ayat 3 dinyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan berupaya
mempertahankan yang sehat untuk tetap sehat. Berdasarkan UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian kesehatan selain sebagai hak
asasi manusia, kesehatan juga merupakan suatu investasi.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) 2005 - 2025, dinyatakan
bahwa dalam mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka
kesehatan bersama-sama dengan pendidikan dan peningkatan daya beli keluarga/masyarakat adalah tiga
pilar utama untuk meningkatkan kualitas SDM dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Dalam
RPJP-N, dinyatakan pula pembangunan nasional di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan didasarkan
kepada perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan
manfaat dengan perhatian khusus kepada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut
dan keluarga miskin. Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, juga diperhatikan dinamika
kependudukan, epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan IPTEK, serta
globalisasi dan demokratisasi dengan semangat kemitraan dan kerjasama lintas sektoral.
Berbagai studi menunjukkan bahwa tenaga kesehatan merupakan kunci utama dalam
keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Tenaga kesehatan memberikan kontribusi
hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan kesehatan. Dalam laporan WHO tahun 2006, Indonesia
termasuk salah satu dari 57 negara yang menghadapi krisis SDM kesehatan, baik jumlahnya yang kurang
maupun distribusinya.
Menghadapi era globalisasi, adanya suatu Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan yang
menyeluruh sangat diperlukan. Di era globalisasi berarti terbukanya negara-negara di dunia bagi produk-
produk baik barang maupun jasa yang datang dari negara manapun dan mau tidak mau harus dihadapi. Di
bidang kesehatan, Indonesia mengupayakan dalam kepentingan perdagangan internasional jasa melalui
WTO (World Trade Organization), CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement ), AFAS (ASEAN
Framework Agreement on Services ) dan perjanjian bilateral. Salah satu moda dalam pasokan
perdagangan jasa internasional adalah migrasi sumber daya manusia. Dalam hubungan ini, melalui Sidang
Umum Kesehatan Sedunia Tahun 2010, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah mengadopsi Global
Code of Practice on the International Recruitment of Health Personnel . Walaupun bersifat sukarela,
Indonesia sebagai negara anggota WHO, perlu ikut mendukung dan melaksanakan prinsip-prinsip dan
rekomendasi Global Code dalam migrasi internasional tenaga kesehatan. Semua ini perlu dapat
diakomodasikan dalam Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan.
Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan
perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek
kelembagaan (organisasi), sumber daya manusia aparatur dan ketatalaksanaan (business process).
Tujuan reformasi birokrasi adalah membangun aparatur negara agar mampu mengemban misi, tugas dan
fungsi serta peranannya masing-masing, secara bersih, efektif dan efisien, dalam rangka meningkatkan
pelayanan publik yang lebih baik.
Selanjutnya melalui paradigma Good Governance sebagai alternatif penyelenggaraan pemerintahan,
perlu diaktualisasikan dalam mengatasi berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi Daerah dalam
pelaksanaan otonomi daerah, sehingga perlu dijamin perkembangan kreativitas dan aktivitas yang
mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, demokratisasi serta kemandirian   Daerah.
 Seiring    dengan   adanya  keinginan untuk mewujudkan paradigma Good Governance tersebut,
maka sistem penyelenggaraan pemerintah daerah di era otonomi saat ini, hendaknya memperhatikan
prinsip-prinsip  demokrasi dan pemberdayaan, pelayanan, transparansi dan akuntabilitas, partisipasi,
kemitraan, desentralisasi, konsistensi kebijaksanaan dan kepastian hukum. Dimana akuntabilitas
merupakan perwujudan kewajiban suatu Instansi, Badan dan Lembaga Pemerintah untuk
mempertanggungjawaban keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi Instansi bersangkutan.
Salah satu langkah awal yang penting dalam melakukan reformasi birokrasi adalah melaksanakan
Analisis Beban Kerja. Analisis beban kerja dilakukan dengan pertimbangan bahwa Sumber Daya Manusia  
merupakan asset yang harus dikelola dengan baik agar Visi, Misi dan Tujuan dapat tercapai dengan baik.
Optimalisasi pemberdayaan kapasitas Sumber Daya Manusia dengan alokasi beban kerja dan jabatan
dapat memotivasi kerja pegawai
Manfaat perencanaan kebutuhan SDMK adalah dapat memanfaatkan SDM dalam melaksanakan tugas-
tugas organisasi dengan lebih baik. Penempatan SDM dihitung berdasarkan kebutuhan dan beban kerja
sehingga lebih efektif. Menjadi dasar penyusunan program kerja bagi satuan kerja yang menangani SDM
dalam organisasi.  Mengantisipasi mutasi pegawai atau menggantikan pegawai yang habis masa kontrak
khususnya untuk pegawai tidak tetap.
Regulasi dan kebijakan terkait dengan ABK adalah: Kepmenpan No.  75 Tahun 2004 tentang Perhitungan
Kebutuhan PNS Berdasarkan Beban Kerja. Kepmenkes No.81 Tahun 2004 (revisi). Permenpan  No. 26
tahun 2011 Pedoman Perhitungan Jumlah Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil Untuk Daerah. Peraturan
Kepala BKN No.19 Tahun 2011 tentang Analisis Beban Kerja. Peraturan Kepala BKN No 37 Tahun 2011
tentang Pedoman Penataan PNS serta  Permenkes No.53 Tahun 2012 tentang Pedoman Analisis Beban
Kerja Di Lingkungan Kemenkes RI. Undang-Undang No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, pasal
14 ayat 2 menyatakan  perencanaan tenaga kesehatan disusun secara berjenjang (dimulai dari fasilitas
pelayanan kesehatan, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah provinsi, sampai dengan
pemerintah secara nasional) berdasarkan ketersediaan tenaga kesehatan dan kebutuhan
penyelenggaraan pembangunan dan upaya kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indenesia
No 43 tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Peraturan Bupati Maros No 71 Tahun 2018
Tentang Susunan Organisasi Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis daerah Pusat
Kesehatan Masyarakat Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Maros. Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia No 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Analisis
Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indenesia No 43 tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat pasal 1 bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu tempat yang di gunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative yang
di lakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/ atau masyarakat.

Seiring dengan kemajuan jaman dan teknologi, masyarakat semakin pintar dan semakin sadar

akan kebutuhan kesehatannya. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan akan pelayanan kesehatan akan
selalu meningkat. Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang belum

sepenuhnya dimanfaatkan oleh masyarakat.

Dalam penyelenggaraannya, pelayanan kesehatan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu

tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan ( continue ), dapat diterima (acceptable),

dapat dicapai (accessible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality).

Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan.

Jenis dan jumlah Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban

kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan

persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja. Jenis Tenaga

Kesehatan paling sedikit terdiri atas: dokter atau dokter layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan,

tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga

gizi, dan tenaga kefarmasian. Tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan,

administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas.

B.     Rumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran umum tentang keadaan puskesmas marusu dalam menentukan kebutuhan
ketenagaan ?
2. Bagaimana perencanaan kebutuhan ketenagaan kesehatan dan Analisis Beban Kerja yang ada di
puskesmas marusu ?
3. Bagaimana Pendayagunaan tenaga kesehatan di puskesmas marusu ?
C.    Maksud Dan Tujuan
Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011 - 2025 merupakan rencana jangka
panjang dengan maksud memberikan arah dan acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam
pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan secara komprehensif dan menyeluruh.
penyusunan analisis beban kerja adalah untuk menyediakan instrumen dalam proses penataan
kelembagaan/SDM Sekretariat Daerah, melakukan penilaian beban kerja Unit Kerja, yang hasilnya akan
dipergunakan sebagai bahan ( input) bagi proses perencanaan penataan/penyempurnaan struktur
organisasi dan kepegawaian dengan menggunakan metode estimasi beban kerja yaitu suatu metode
penyusunan kebutuhan berdasarkan Workload Indicators of Staffing Need (WISN). Metode WISN ini
adalah metode untuk menetapkan jumlah tenaga berdasarkan jenis kegiatan dan volume pelayanan pada
suatu unit atau institusi. Dan berdasar pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia No 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Analisis Analisis Jabatan dan
Analisis Beban Kerja dan Peraturan Menteri Kesehatan No 43 tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai