Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN

PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIDIARE

METODE TRANSIT INTESTINAL

DosenPengampu :

Apt. NurRahayuningsih, M.Si

Apt. AnisaPebiansyah, M.Si

DisusunOleh :

Kelompok : 3 (Tiga)
Kelas : 2C
Anggota :

SiskaNurgifani 31120140

Vina Audina 31120141


Sopyan Supriatna 31120131

Trianti Nur anugrahayati 31120143

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2021/2022
PERCOBAAN XII
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIDIARE
METODE TRANSIT INTESTINAL
I. TujuanPraktikum
Untuk memahami aktivitas obat antidiare dan pencahar pada model hewan
percobaan melalui metode transit intestinal.
II. PrinsipPercobaan
1. Diare adalah kondisi yang ditandai keluarnya feses secara abnormal
dalam interval waktu yang sangat singkat. Kondisi ini disebabkan oleh
berbagai sebab di antaranya perubahan diet, intoleransi makanan seperti
laktosa, gangguan inflamasi pada usus karena mengonsumsi obat
seperti antibiotik, kandungan magnesium dalam antasida, infeksi
bakteri (keracunan obat) atau infeksi virus (rotavirus pada anak-anak).
Diare khususnya pada anak-anak dan orang tua, lebih cepat
menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi ini bersifat fatal dan perlu
penanganan medis secepatnya (MIMS Indonesia, 2009).
2. Diare adalah kondisi ketidakseimbangan absorpsi dan sekresi air dan
elektrolit. Mekanisme patofisiologis yang mengganggu keseimbangan
air dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya diare yaitu:
 Perubahan transport ion aktif yang disebabkan oleh penurunan
absorpsi natrium atau peningkatan sekresi klorida;
 Perubahan motilitas usus;
 Peningkatan osmolaritas luminal;
 Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan (ISO Farmakoterapi,
2009).
3. Laksatif atau pencahar adalah makanan atau obat-obatan yang diminum
untuk membantu mengatasi sembelit dengan membuat kotoran bergerak
dengan mudah di usus. Dalam operasi pembedahan, obat ini juga
diberikan kepada pasien untuk membersihkan usus sebelum operasi
dilakukan. Laksatif merupakan obat bebas. obat yang biasanya
digunakan untuk mengatasi konstipasi atau sembelit. Biasanya obat ini
hanya digunakan saat mengalami konstipasi atau sembelit saja karena
mempunyai efek samping.
 Pencahar pembentuk tinja (bulk laxative)
Pencahar jenis ini umum beredar di pasaran, baik yang berasal
dari serat alamiah seperti psyllium ataupun serat buatan sepertu
metil selullosa. Keduanya sama efektif dalam meningkatkan
volume tinja. Obat ini cukup aman digunakan dalam waktu
yang lama tetapi memerlukan asupan cairan yang cukup.
 Pelembut tinja/feses
Obat jenis ini dipakai oleh usia lanjut sebagai sebagai pelembut
feses. Obat ini mempunyai efek sebagai surfaktan yang
menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga dapat
meresap dan feses jadi lembek.
 Pencahar stimulan/perangsang
Contoh golongan ini adalah senna, bisacodil. Senna aman
dipakai untuk usia lanjut. Efek obat ini menstimulasi dan
meningkatkan peristaltik atau gerakan usus.
 Pencahar hiperosmoler (osmotic laxative)
Mempunyai efek menahan cairan dalan usus dan mengatur
distribusi cairan dalam tinja. Jenis ini mempunyai cara kerja
seperti spon sehingga tinja mudah melewati usus. Jenis
golongan ini seperti laktulosa dan sorbitol.
 Enema
Enema dimaksudkan untuk merangsang terjadinya evakuasi
tinja sehingga bisa keluar. Pemberian ini harus hati – hati pada
usia lanjut karena sering mengakibatkan efek samping.
(Joyce, 1996).
III. DasarTeori
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200
mg/hari) yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi
BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau
tanpa inkontinensia fekal (Daldiyono, 1990). Terdapat dua jenis diare,
yaitu diare akut dan kronis. Diare akut, bercampur dengan air dan
memiliki gejala yang datang tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari.
Bila mengalami diare akut, penderita akan mengalami dehidrasi dan
penurunan berat badan jika tidak diberika makan dam minum. Sedangkan,
Diare kronik adalah diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14 hari
yang disebabkan oleh virus, Bakteri dan parasit, maupun non infeksi
(Daldiyono, 1990).
Beberapa patogen menyebabkan diare dengan meningkatkan daya
dorong pada kontraksi otot, sehingga menurunkan waktu kontak antara
permukaan absorpsi usus dan cairan luminal. Peningkatan daya dorong ini
mungkin secara langsung distimu-lasi oleh proses patofisiologis yang
diaktivasi oleh patogen, atau oleh peningkatan tekanan luminal karena
adanya akumulasi fluida. Pada umumnya, peningkatan daya dorong tidak
dianggap sebagai penyebab utama diare tetapi lebih kepada faktor
tambahan yang kadang-kadang menyertai akibat-akibat patofisiologis dari
diare yang diinduksi oleh patogen (Anne, 2011).
Anti diare adalah obat-obat yang digunakan untuk menanggulangi
atau mengobati penyakit diare yang disebabkan oleh bakteri atau kuman,
virus, cacing atau keracunan makanan. Gejala diare adalah buang air besar
berulang kali dengan banyak cairan kadangkadang disertai mulas (kejang-
kejang perut) kadang-kadang disertai darah atau lendir. Beberapa obat anti
diare yang dapat digunakan sebagai pertolongan saat terjadi diare, yaitu
adsorben dan obat pembentuk massa, Anti motilitas, Pengobatan diare
kronis (Neal, 2005).
Upaya penatalaksanaan pada penderita diare sebagian besar dengan
rehidrasi yang berfungsi untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat
adanya dehidrasi. Walaupun demikian diare yang berkelanjutan harus
diatasi dengan pengobatan simtomatik dan pengobatan kausatif (Pratiwi,
2015). Pengobatan diare juga dapat dilakukan dengan beberapa golongan
obat diantaranya antimotilitas, adsorben, antisekresi, dan antibiotic
(Suherman, 2013).
Laksansia atau pencahar bekerja dengan cara menstimulasi gerakan
peristaltik dinding usus sehingga mempermudah buang air besar (defikasi)
dan meredakan sembelit. Tujuannya adalah untuk menjaga agar tinja
(feces) tidak mengeras dan defikasi menjadi normal. Makanan yang masuk
ke dalam tubuh akan melalui lambung, usus halus, dan akhirnya menuju
usus besar/ kolon. Di dalam kolon inilah terjadi penyerapan cairan dan
pembentukan massa feses. Bila massa feses berada terlalu lama dalam
kolon, jumlah cairan yang diserap juga banyak, akibatnya konsistensi feses
menjadi keras dan kering sehingga dapat menyulitkan pada saat
pengeluaran feses. Konstipasi merupakan suatu kondisi di mana seseorang
mengalami kesulitan defekasi akibat tinja yang mengeras, otot polos usus
yang lumpuh maupun gangguan refleks defekasi yang mengakibatkan
frekuensi maupun proses pengeluaran feses terganggu. Frekuensi defekasi/
buang air besar (BAB) yang normal adalah 3 sampai 12 kali dalam
seminggu (Arif & Sjamsudin, 1995).
Terapi farmakologis dengan obat laksatif/ pencahar digunakan
untuk meningkatkan frekuensi BAB dan untuk mengurangi konsistensi
feses yang kering dan keras. Secara umum, mekanisme kerja obat
pencahar meliputi pengurangan absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan
osmolalitas dalam lumen, dan meningkatkan tekanan hidrostatik dalam
usus. Obat pencahar ini mengubah kolon, yang normalnya merupakan
organ tempat terjadinya penyerapan cairan menjadi organ yang
mensekresikan air dan elektrolit (Dipiro, et al, 2005).
Loperamid merupakan antispasmodik, di mana mekanisme
kerjanya yang pasti belum dapat dijelaskan. Secara in vitro pada binatang
Loperamide menghambat motilitas/perilstaltik usus dengan mempengaruhi
langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus. Secara invitro dan
pada hewan percobaan, Loperamide memperlambat motilitas saluran cerna
dan mempengaruhi pergerakan air dan elektrolit di usus besar. Pada
manusia, Loperamide memperpanjang waktu transit isi saluran cerna.
Loperamid menurunkan volum feses, meningkatkan viskositas dan
kepadatan feses dan menghentikan kehilangan cairan dan elektrolit. Tinta
cina ini berguna sebagai indikator untuk megetahui kecepatan motilitas
usus (Ansel, 2005).
Metode Transit Intestinal dapat digunakan untuk mengevaluasi
aktivitas obat antidiare, laksansia, antispasmodik, berdasarkan
pengaruhnya pada rasio jarak usus yang ditempuh oleh suatu marker dalam
waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan
mencit atau tikus. Metode transit intestinal yang menjadi parameter
pengukuran adalah rasio antara jarak rambat marker dengan panjang usus
keseluruhan. Jika suatu bahan mempunyai efek antidiare maka rasio
rambat marker yang dihasilkan kecil sebaliknya jika bahan yang
mempunyai efek laksatif maka rasio yang dihasilkan lebih besar
(Ganiswarna, S., 1950).
IV. AlatdanBahan
- Norit 5%
- PGA 1%
- Loperamide HCl
- Hewan uji mencit
- Alat bedah
- Stopwatch
- Sonde oral
- Spuit
V. Prosedur
Hewan uji Pemberian
Setelah 45
dipuaskan sediaan uji
menit diberi
selama 18 jam sesuai
suspense
timbang dan perlakuan
norit
tandai yang
ditetapkan

Usus Hewan di
Panjang usus
dikeluarkan korbankan secara
mencit diukur
sampai disokasi tulang
teregang leher

Hitung rasio normal


yang ditempuh
terhadap panjang usus
seluruhnya
Ukur seluruh
panjang usus

VI. PerhitunganDosis
1. Loperamid dosis 1mg
a. Konversi dosis mencit = 1mgx0,0026 = 0,0026mg/20gr BB mencit
b. Berat serbuk yang diambil =0,0026mgx176,05mg=0,46mg/20gr
BB mencit
5 ml
c. Larutan stok 5ml = x 0,46 mg=11,5 mg/5 ml
0,2 ml
2. Dosis 2mg
a. Konversi dosis mencit = 2mgx0,0026 = 0,0052mg/20gr BB mencit
b. Berat serbuk yang diambil =0,0052mgx176,05mg=0,92mg/20gr
BB mencit
5 ml
c. Larutan stok 5ml = x 0,92mg=23 mg/5 ml
0,2 ml
3. Dosis 4mg
a. Konversi dosis mencit = 4mgx0,0026 = 0,010mg/20gr BB mencit
b. Berat serbuk yang diambil =0,010mgx176,05mg=1,76mg/20gr BB
mencit
5 ml
c. Larutan stok 5ml = x 1,76 mg=44 mg/5 ml
0,2 ml
4. Dosis 8mg
a. Konversi dosis mencit = 8mgx0,0026 = 0,0208mg/20gr BB mencit
b. Berat serbuk yang diambil =0,0208mgx176,05mg=3,66mg/20gr
BB mencit
5 ml
c. Larutan stok 5ml = x 3,66 mg=37 mg/5 ml
0,2 ml
5. PGA 1% (kontorl negatif) dibuat 5ml
1
x 5 ml=0,05 gr /5 ml
100
6. Norit 5%
5
x 10 ml=0,5 gr
100
PGA 2% untuk norit
2
x 10 ml=0,2 gr
100

VII. Data HasilPengamatan

KelompokUji Tikus PanjangUsus PanjangUsus yang %


Keseluruhan DilaluiNorit RasioJarakU
sus
Kontrolnegatif 1 72,5 cm 40,8 cm 56,27 %
(PGA 2%)
2 53 cm 36 cm 67,92 %
Kontrolpositif 1 57,5 cm 21 cm 36,52 %
Loperamid 2
2 53 cm 31 cm 58,49 %
mg
Dosis I 1 58,5 cm 14,5 cm 24,78 %
Loperamid 1
2 51 cm 24 cm 47,05 %
mg
Dosis 1 61 cm 23 cm 37,70%
IILoperamid 4
2 55 cm 25,5 cm 46,36 %
mg
Dosis 1 62 cm 17,3 cm 27,90 %
IIILoperamid 8
2 52 cm 17,5 cm 33,65 %
mg

PerhitunganRasioJarakUsus :

panjang usus yang dilaaui norit


×100%
panjang usus seluruhnya

 Kontrolnegatif
40,8 cm
- Mencit 1 = ×100%
72,5 cm
= 56,27 %
36 cm
- Mencit 2 = ×100%
53 cm
= 67,92 %
 Kontrolpositif
21 cm
- Mencit 1 = ×100%
57,5 cm
= 36,52 %
31 cm
- Mencit 2 = ×100%
53 cm
= 58,49 %
 Dosis I
154,5 cm
- Mencit 1 = ×100%
58,5 cm
= 24,78 %
24 cm
- Mencit 2 = ×100%
51 cm
= 47,05 %
 Dosis II
23 cm
- Mencit 1 = ×100%
61 cm
= 37,7 %
25,5 cm
- Mencit 2 = ×100%
55 cm
= 46,36 %
 Dosis III
17,3 cm
- Mencit 1 = ×100%
62 cm
= 27,90 %
17,5 cm
- Mencit 2 = ×100%
52 cm
= 33,65 %
VIII. Pembahasan
IX. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Diktat. Percobaan XIII Pengujian Aktivitas Antidiare Metode Transit Intestinal.


Tasikmalaya. Universitas Bakti Tunas Husada.

Kurnia Sukmawati, Ika, Elin Yulinah Sukandar, and Neng Fisheri Kurniati. 2020.
“Aktivitas Antidiare Daun Harendong (Malestoma Malabathricum L).” Journal
Syifa Sciences and Clinical Research 2(1).
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jsscr,E-.

Mahbubah, Fitrianingsih, S. P., & Choesrina, R. (2020). Uji Aktivitas Antidiare


Ekstrak Etanol Kulit Buah Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex A.
Froehner) terhadap Mencit Swiss Webster Jantan. Prosiding Farmasi, 128-134.

Suherman, L. P., Hermanto, F., & Pramukti, L. (2013). EFEK ANTIDIARE


EKSTRAK ETANOL DAUN MINDI (Melia azedarach Linn) PADA MENCIT
SWISS WEBSTER JANTAN. KARTIKA JURNAL ILMIAH FARMASI,, 38-44.

Sukmawati, I. K., Sukandar, E. Y., & Fisheri, K. N. (2020). Aktivitas Antidiare


Daun Harendong (Malestoma malabathricum L). Journal Syifa Sciences and
Clinical Research, 39-48.
LAMPIRAN

BB Mencit 1 Pemberian PGA Pemberian Norit Pembunuhan


Mencit
Panjang usus Mencit

Anda mungkin juga menyukai