Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTEK KLINIK KMB 1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI

AKIBAT PATOLOGI SISTEM PENCERNANN (KONSTIPASI)

YANG DIBIMBING OLEH:


Gustop Amatiria,S.Kp.M.Kes

DISUSUN OLEH :

VENI ALPIONITA

1814401072

TINGKAT II REGULER II

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN
KEBUTUHAN ELIMINASI
AKIBAT PATOLOGI SISTEM PENCERNAAN (KONSTIPASI)

A. DASAR TEORI
A.1. DEFINISI DIAGNOSA KEPERAWATAN

Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan
normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya
keras dan kering. Konstipasi juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana membengkaknya
jaringan dinding dubur (anus) yang mengandung pembuluh darah balik (vena), sehingga
saluran cerna seseorang yang mengalami pengerasan feses dan kesulitan untuk melakukan
buang air besar. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia)
akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan
kemungkinan sebab lain yakni penggunaan obat-obatan seperti aspirin, antihistamin,
diuretik, obat penenang dan lain-lain. Kebanyakan terjadi jika makan makananan yang
kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika
sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.

A.2. PENYEBAB

Penyabab konstipasi bisa lebih dari satu faktor, dari pola makan dan hidup yang buruk, atau
kondisi medis tertentu. Sementara pada anak-anak, selain beberapa penyebab yang telah
disebutkan, kebiasaan menahan keinginan untuk buang air besar atau stres juga dapat
membuat mereka mengalami sembelit. Untuk mengatasi konstipasi, langkah penanganan
yang bisa dilakukan adalah dengan mengubah pola makan dan gaya hidup, pemberian obat,
atau prosedur operasi.
A.3. GEJALA DAN TANDA MAYOR
Subjektif

1. Defekasi kurang dari 2 kali seminggu


2. Pengeluaran fases lama dan sulit

Objektif

1. Feses keras
2. Peristalitik usus menurun

A.3. GEJALA DAN TANDA MINOR


Subjektif

1. Mengejan saat defekasi

Objektif

1. Distensi abdomen
2. Kelemahan umum
3. Teraba massa pada rektal

A.4. KONDISI KLINIS

Patofisiologi konstipasi dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor dari dalam lumen dan
faktor dari luar lumen.
Faktor dari Lumen Kolon dan Rektum

Ada tiga faktor dari dalam lumen yang dapat menyebabkan konstipasi, yaitu:

 Obstruksi kolon akibat keganasan, volvulus, atau striktur : obstruksi pada kolon akan
menyebabkan kesulitan pasase feses
 Berkurangnya motilitas usus : misalnya pada pasien yang menggunakan laksatif secara
berlebihan dalam waktu lama
 Obstruksi pada jalan keluar : misalnya akibat prolaps rektum, rectocele, spasme sfingter
anal eksternum, atau kerusakan nervus pudendus akibat komplikasi persalinan spontan

Faktor dari Luar Lumen

Beberapa faktor dari luar lumen yang dapat menyebabkan konstipasi adalah :
 Pola makan yang rendah serat, kurang cairan, serta konsumsi alkohol dan kafein yang
berlebihan
 Penggunaan obat yang mempengaruhi neurotransmitter yang mengatur gerakan kolon
 Gangguan sistemik seperti gangguan endokrin dan gangguan neurologi

A.4. PENATALAKSANAAN MEDIS ( penatalaksanaan kondisi klinis terkait)

Penatalaksanaan konstipasi adalah dengan terapi komprehensif untuk mengembalikan fungsi


defekasi yang fisiologis dan mempertimbangkan penyebab dari konstipasi. Pada pasien
konstipasi kronik yang tidak menunjukkan tanda bahaya, usia<40 tahun, tidak ditemukan
kelainan pada pemeriksaan colok dubur, dan diduga tidak ada konstipasi sekunder, terapi
empirik dapat dilakukan dengan rawat jalan yaitu terapi farmakologis dan nonfarmakologis.

1. Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi untuk konstipasi adalah modifikasi gaya hidup. Hal ini penting
untuk ditanamkan agar mencegah keluhan berulang.
 Konsumsi Serat. Pasien diminta untuk meningkatkan konsumsi makanan berserat
hingga 25 gram serat/hari dan minum air yang cukup ( sekitar 1,5-2,0 L/hari). Serat
bisa didapatkan dari sayur-sayuran dan buah-buahan. Pada CIC (Chronic Idiopathic
Constipation) serat yang disarankan adalah serat  yang larut dibandingkan serat tidak
larut. Contoh makanan yang tinggi serat larut adalah kubis, kedelai, alpukat, ubi
jalar, brokoli, dan pir.
 Konsumsi Probiotik. Pasien disarankan mengkonsumsi probiotik. Sudah
banyak bukti ilmiah mengenai probiotik yang menyatakan bahwa penggunaan
probiotik bermanfaat dalam mengurangi konstipasi, diare, dan mencegah irritable
bowel syndrome.
 Aktivitas Fisik. Aktivitas fisik yang regular, tiga kali seminggu, selama 60 menit,
dengan target 40-60%  dari target heart rate (THR) ditemukan dapat mengurangi
gejala konstipasi.
 Kebiasaan Defekasi. Pasien diedukasi agar tidak menahan buang air besar,
menghindari mengejan, membiasakan buang air besar setelah makan (melatih
reflek post-prandial bowel movement) atau saat waktu yang dianggap sesuai, dan
menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi.

2. Terapi Farmakologis

Tatalaksana farmakologis untuk konstipasi di antaranya adalah bulk-forming agent, stool


softener, laksatif lubrikan, prokinetik, agen osmotik, dan laksatif stimulan.

 Bulk Forming Agent


Golongan ini merupakan golongan laksatif yang bekerja dengan menyerap cairan di
intestinal, sehingga konsistensi feses menjadi lebih lunak dan lebih mudah dikeluarkan.
Contoh dari golongan ini adalah psyllium dan methylselulosa. Secara teoritis,
methylselulosa akan memproduksi lebih sedikit gas dan lebih mudah di toleransi. [2]
Sayangnya, obat ini belum tersedia di Indonesia.
 Stool Softener
Golongan obat ini lebih mudah digunakan, tetapi efektivitasnya menurun seiring dengan
pemakaian. Golongan obat ini lebih direkomendasikan sebagai profilaksis atau pada pasien
yang harus menghindari mengejan saat defekasi.
 Docusate : 240 mg per oral per hari, atau 120-200 mg diberikan sebagai enema.

 Laksatif Lubrikan
Laksatif berupa lubrikan berperan dalam tatalaksana konstipasi dengan cara melubrikasi
usus dan mencegah absorpsi air di usus. Contoh dari obat ini adalah paraffin oil yang
dimasukkan ke dalam anus. Bisa juga diberikan sediaan mineral oil, namun sayangnya
belum ada di Indonesia.

 Agen Osmotik
Golongan ini direkomendasikan untuk terapi jangka panjang pasien konstipasi dengan
waktu transit kolon yang lambat dan keluhan yang berulang walaupun sudah diberikan
suplementasi serat.
 Laktulosa : 10-20 gram diberikan dalam satu dosis atau dibagi menjadi dua dosis per hari.
 Sorbitol : 30-150 mL sebagai larutan 70% diberikan satu kali secara oral, atau 120 mL
sebagai larutan 25-30% diberikan satu kali sebagai enema
 Polyethylen glycol : 19 gram dilarutkan dalam 100-250 mL air digunakan sekali sehari,
selama maksimal 7 hari.

 Laksatif Stimulan
Golongan laksatif stimulan adalah yang paling sering digunakan dan mudah didapat.
Golongan ini juga termasuk obat-obat prokinetik yang meningkatkan motilitas usus.
 Tegaserod : 2 x 6 mg digunakan selama 4-6 minggu
 Bisacodyl : 5-10 mg diberikan saat malam hari, maksimal 20 mg
 Sennoside : 15-30 mg per oral 1-2 kali/hari
 Terapi Farmakologis pada Keadaan Khusus

Pada slow transit constipation, dianjurkan menggunakan terapi kombinasi laksatif stimulan


dan prokinetik selain terapi non-farmakologis.
Pasien dengan disfungsi anorektal (disfungsi dasar panggul), selain dengan pengobatan non
farmakologis dan laksatif, dapat dianjurkan untuk diberikan terapi biofeedback atau injeksi
toksin botulinum tipe A ke dalam otot pubo rektalis.
Pada konstipasi sekunder, selain mengatasi konstipasi, terapi ditujukan terhadap penyakit
yang mendasarinya.
Terapi operatif dapat dipertimbangkan pada konstipasi yang tidak respons terhadap berbagai
terapi medikamentosa, dengan syarat tanpa kelainan anorektal.

B. RENCANA KEPERAWATAN (lihat SLKI dan SIKI)

Diagnosa Keperawatan : Konstipasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klin dapat defekasi dengan teratur
(setiap hari)

Kriteria Hasil :
1. klien dapat buang air besar 1 kali sehari
2. Konsistensi feses lunak
3. Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
4. Mampu memilih makanan untuk mencegah konstipasi

Intervensi :

1. Observasi TTV.
Rasional : Untuk mngetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan
glukosa dalam darah.
2. Tentukan pola defkasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya.
Rasional : Mengembalikan keteraturan pola defekasi klien.
3. Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan.
Rasional : Memfasilitasi reflex defekasi.
4. Berikan cakupan nutrisi berserat ssuai dengan indikasi.
Rasional : Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan liminasi fekal.
5. Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari.
Rasional : Untuk melunakan feses.
6. Kolaborasi pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi.
Rasional : Untuk melunakan feses.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://budirahayu.ip-dynamic.com:81/sdki/d-0049-konstipasi/
2. https://www.alomedika.com/penyakit/gastroentero-
hepatologi/konstipasi/penatalaksanaan
3. https://www.alomedika.com/penyakit/gastroentero-
hepatologi/konstipasi/patofisiologi
4. https://www.sehatq.com/penyakit/konstipasi
5. http://thywie12-pj.blogspot.com/2013/12/askep-gangguan-pola-elominasi-
bab_13.html

Anda mungkin juga menyukai