Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTEK KLINIK KMB 1

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


GANGGUAN KEBUTUHAN NUTRISI DAN CAIRAN
AKIBAT PATOLOGI SISTEM PEREDARAN DARAH
DI BIMBING OLEH :
Gustop Amatiria,S.Kp.M.Kes

DISUSUN OLEH:
VENI ALPIONITA LESTARI
1814401072
TINGKAT II REGULER ll

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGANGANGGUAN
KEBUTUHAN NUTRISI DAN CAIRAN
AKIBAT PATOLOGI SISTEM PEREDARAN DARAH

A. DASAR TEORI
.1 DEFINISI DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah Variasi kadar glukosa darah naik/turun
dari rentang normal

.2 PENYEBAB
1. Hiperglikemia
a. Disfungsi pancreas
b. Resistensi insulin
c. Gangguan toleransi glukosa darah
d. Gangguan glukosa darah puasa
2. Hipoglikemia
a. Penggunaan insulin atau obat glikemik oral
b. Hiperinsulinemia (mis. Insulinoma)
c. Endokrinopati (mis. Kerusakan adrenal atau pituitary)
d. Disfungsi hati
e. Disfungsi ginjal kronis
f. Efek agen farmakologis
g. Tindakan pembedahan neoplasma
h. Gangguan metabolic bawaan (mis. Gangguan penyimpanan lisosomal,
galaktosemia, gangguan penyimpanan glikogen)

.3 GEJALA DAN TANDA MAYOR


1. Subjektif :
hipoglikemia
a. Mengantuk
b. Pusing
Hiperglikemia
a. Lelah atau lesu
2. Objektif:
hipoglikemia
a. Gangguan koordinasi
b. Kadar glukosa dalam darah/urine rendah
Hipeerglikemia
a. Kadar glukosa dalam darah/urine tinggi

.3 GEJALA DAN TANDA MINOR


1. Subjektif:
hipoglikemia
a. Palpitasi
b. Mengeluh lapar
Hiperglikemia
a. Mulut kering
b. Haus meningkat
2. Objektif:
hipoglikemia
a. Gemetar
b. Kesadaran menurun
c. Perilaku aneh
d. Sulit bicara
e. Berkeringat
Hiperglikemia
a. jumlah urine meningkat

.4 KONDISI KLINIS TERKAIT


1. Diabetes Mellitus
Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena
itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).

2. Hipoglikemia
Pada hipoglikemia ringan ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf
simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala
seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-
sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-
tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidak mampuan
berkonsentrasi, sakit kepala,vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, pati rasa di
daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan
emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan ganda dan perasaan ingin
pingsan. Kombinasi dari gejala ini (di samping gejala adrenergik) dapat terjadi pada
hipoglikemia sedang.
Pada hipoglikemia berat fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan yang
sangat berat, sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi
hipoglikemia yang di deritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami
disorientasi, serangan kejang, sulit di bangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan
kesadaran. ( Smeltzer. 2001 ).

3. Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat disebabkan defisiensi insulin yang dapat disebabkan oleh
proses autoimun, kerja pancreas yang berlebih, dan herediter. Insulin yang menurun
mengakibatkan glukosa sedikit yang masuk kedalam sel. Hal itu bisa menyebabkan
lemas dengan kadar glukosa dalam darah meningkat. Kompensasi tubuh dengan
meningkatkan glucagon sehingga terjadi proses glukoneogenesis. Selain itu tubuh
akan menurunkan penggunaan glukosa oleh otot, lemak dan hati serta peningkatan
produksi glukosa oleh hati dengan pemecahan lemak terhadap kelaparan sel.
Hiperglikemia dapat meningkatkan jumlah urin yang mengakibatkan dehidrasi
sehingga tubuh akan meningkatkan rasa haus (polydipsi). Penggunaan lemak untuk
menghasilkan glukosa memproduksi badan keton yang dapat mengakibatkan
anorexia (tidak nafsu makan), nafas bau keton dan mual (nausea) hingga terjadi
asidosis.
Dengan menurunnya insulin dalam darah asupan nutrisi akan meningkat
sebagai akibat kelaparan sel. Menurunnya glukosa intrasel menyebabkan sel mudah
terinfeksi. Gula darah yang tinggi dapat menyebabkan penimbunan glukosa pada
dinding pembuluh darah yang membentuk plak sehingga pembuluh darah menjadi
keras (arterisklerosis) dan bila plak itu telepas akan menyebabkan terjadinya
thrombus. Thrombus ini dapat menutup aliran darah yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit lain (tergantung letak tersumbatnya, missal cerebral dapat
menyebabkan stroke, ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal, jantung dapat
menyebabkan miocard infark, mata dapat menyebabkan retinopati) bahkan kematian

4. Diabetes gestasional
Patofisiologi terjadinya diabetes gestasional secara umum terbagi menjadi dua
poin utama, yaitu keterlibatan unit fetoplacental dan keterlibatan jaringan adiposa
pada diabetes gestasional.
a. Keterlibatan Unit Fetoplacental
Resistensi insulin dan penurunan sensitivitas insulin selama kehamilan dapat
terjadi akibat peningkatan kandungan hormon-hormon terkait kehamilan, seperti
estrogen, progesteron, kortisol, dan laktogen plasental pada sirkulasi maternal.
Peningkatan hormon kortisol pada saat kehamilan dinilai merupakan pemicu
utama terjadinya penurunan toleransi glukosa pada kehamilan normal. Namun,
peneliti lain mengatakan bahwa peningkatan hormon estrogen dan progesteron
yang terjadi selama kehamilan merupakan hormon utama yang mengganggu
fungsi sel beta dalam kehamilan awal dan resistensi insulin pada kehamilan
lanjut.
Selama masa kehamilan, hormon plasenta laktogen (HPL) mulai dihasilkan
oleh plasenta setelah usia kehamilan 6 minggu. HPL berfungsi untuk mobilisasi
lipid dan asam lemak bebas. Pada trimester 2 kehamilan, kandungan HPL akan
meningkat 10 kali lipat. HPL akan menstimulasi terjadinya lipolisis sehingga
asam lemak bebas tersedia untuk menjadi bahan bakar ibu, glukosa dan asam
amino ibu dapat diberikan kepada fetus. Karena adanya peningkatan asam lemak
tersebut, pada ibu hamil yang memiliki faktor risiko, dapat terjadi gangguan pada
sensitivitas insulin yang menyebabkan episode hiperglikemia maternal diikuti
dengan hiperinsulinemia fetus.
b. Keterlibatan Jaringan Adiposa
Hormon-hormon turunan adiposit juga dinilai dapat menjadi mediator
terjadinya resistensi insulin selama kehamilan. Adiponektin merupakan hormon
adiposit yang memiliki fungsi anti diabetes. Adiponektin memiliki efek
meningkatkan sensitivitas insulin dengan menurunkan kadar trigliserida dalam
jaringan. Selain itu, adanya adiponektin dalam sirkulasi dapat menurunkan level
glukosa basal dengan menghambat kerja enzim glukoneogenik hepatik. Namun,
pada saat kehamilan terjadi penurunan kadar adiponektin dalam tubuh sehingga
terjadi peningkatan risiko resistensi insulin yang sering terjadi pada trimester
ketiga.
Selain adiponektin, terdapat keterlibatan Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α)
dalam terjadinya diabetes gestasional. Peningkatan kadar TNF-α memicu
resistensi insulin. Bersamaan dengan hormon leptin dan kortisol, TNF-α dapat
memicu down regulation reseptor insulin pada sel-sel maternal sehingga
menurunkan sensitivitas insulin

A.4. PENATALAKSANAAN MEDIS ( penatalaksanaan kondisi klinis terkait)


1. Diabetes mellitus
Terapi non farmakologi
a. Pengaturan diet
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak.
Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah:
1) Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati
kadar normal.
2) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
3) Mencegah komplikasi akut dan kronik.
4) Meningkatkan kualitas hidup.
b. Olah raga
Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari
pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya.

Terapi farmakologi
a. Insulin
Macam-macam sediaan insulin:
1) Insulin kerja singkat
2) Insulin kerja panjang (long-acting)
3) Insulin kerja sedang (medium-acting)
b. Obat Antidiabetik Oral
Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien
diabetes mellitus tipe 2. Farmakoterapi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan
menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat
1) Golongan Sulfonilurea
2) Golongan Biguanida
3) Golongan Tiazolidindion
4) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase

2. Hipoglikemia
a. Menurut PERKENI (2006) pedoman tatalaksana hipoglikemia sebagai
berikut
1) Glukosa diarahkan pada kadar glikosa puasa yaitu 120 mg/ dL
2) Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (IV) satu flakon (25 cc) Dex 40%
(10 gr Dex) dapat menaikkan kadar gkikosa kuang lebih 25-30 mg/d.
b. Manajemen Hipoglikemi meninut Soemadji (2006), Ruslh &Louise (2001).
Smeltzer & Bare (2003) sebagai berikut
 Tergantung derajat hipoglikemia:
1) Hipoglikenu ringan:
a) Diberikan 150-200 ml telh manis alau jus buah atan 6-10 bulu
permen atau 2 3 sendok teh sirup atau madu
b) Bila gejala tidak berkinang dalam 15 menit → ulangi
pemberiannya
c) Tidak dianjurkan unhik mengkonstumsi makanan Einggi kalori
→coklat, kue, donat, ice cream, cake
2) Hipoglikemi berat:
a) Tergantung pada tingkat kesadaran pasien
b) Bila klien dalam keadaan tidak sadar → jangan memberikan
makanan atau minuman→ ASPIRASI
 Terapi hipoglikemia:
1) Glukosa oral
2) Glukosa intravena
3) Glukagon1 mg (sc/im)
4) Thiamine 100 mg (iv/im) → pada pasien alkoholic → wernicke
encephalophaty
3. Hiperglikemia
Farmakologis:
a. Penggantian cairan
Pengobatan ini melalui oral maupun vena, dan pengobatan ini bertujuan agar
tubuh tidak dehidrasi sekaligus membantu menurunkan gula darah yang tinggi.
b. Penggantian elektrolit
Pengobatan hiperglikemia ini dilakukan dengan meningkatkan asupan mineral
dalam darah agar sel dan jaringan dapat berfungsi kembali dengan baik. Cairan
elektrolit akan diberikan melalui pembuluh darah.
c. Terapi insulin
Pemberian insulin lewat suntikan dapat membantu mengurangi penumpukan keton
dalam darah. Terapi insulin biasanya dilakukan bersama dengan penggantian
cairan dan elektrolit.
Non farmakologis:
a. Olahraga
Olahraga menjadi cara paling efektif untuk mengontrol gula darah yang tinggi.
Olahraga dapat membantu menurunkan kadar gula darah. Tanyakan kepada dokter
Anda apa jenis olahraga yang tepat untuk Anda.
Perhatian: Jika memiliki diabetes tipe 1 dan gula darah Anda tinggi, perlu
melakukan pemeriksaan keton dalam urin. Bila memiliki keton, jangan
berolahraga.
Jika memiliki diabetes tipe 2 dan gula darah tinggi, juga harus memastikan bahwa
tidak ada keton dalam urin dan terhidrasi dengan baik. Maka dokter mungkin
memberikan izin untuk berolahraga dengan hati-hati selama Anda merasa sanggup
melakukannya.
b. Menjaga pola makan
Kadar gula darah yang tinggi dapat dipicu oleh kebiasaan makan yang tidak benar.
Oleh karena itu, perlu mengatur kembali pola makan. Ikuti anjuran dokter atau
ahli gizi mengenai rencana diet dan menu makananyang diarahkan.

4. Diabetes gestasional
Non Farmakologi
a. Pemantauan Kadar Gula Darah
Sebaiknya pasien melakukan kunjungan antenatal rutin setiap bulan untuk
memantau kadar gula darah dan pertumbuhan fetus. 5th International Workshop-
Conference on Gestational Diabetes Mellitus merekomendasikan kadar gula
darah puasa <95 mg/dL, 1 jam postprandial <140 mg/dL, dan 2 jam post prandial
<120 mg/dL.
b. Aktivitas Fisik dan Kontrol Berat Badan
1) Aktivitas fisik yang dapat dilakukan adalah berenang, aerobic low impact,
berjalan, dan sepeda statis
2) Mengontrol berat badan selama masa kehamilan. Pada ibu yang memiliki
riwayat obesitas sebaiknya pertambahan berat badan tidak melebih 11,5 kg.
Pada ibu hamil yang memiliki berat badan ideal sebaiknya pertambahan berat
badan dijaga berkisar 0,5-2,5 kg pada trimester pertama dan 500 gram per
minggu pada trimester selanjutnya
c. Diet
Secara umum, kebutuhan kalori pada wanita dengan diabetes gestasional adalah
35-40 kcal/kg jika underweight, 30-34 kcal/kg pada berat badan yang ideal, dan
23-25 kcal/kg jika overweight. Intake protein adalah sebesar 1-1,5 gram/kg. Jenis
karbohidrat sederhana dan gula sebaiknya dikurangi dan digantikan dengan
sumber karbohidrat yang lebih sehat, seperti sayur-sayuran, buah, dan gandum
utuh. Makanan tinggi lemak dan produk olahan sebaiknya dihindari
Farmakologi
a. Terapi Insulin
dosis insulin yang direkomendasikan adalah 0,7-1,0 unit/kgBB per hari. Dosis ini
sebaiknya dibagi menjadi beberapa regimen menggunakan insulin kerja panjang
atau menengah yang dikombinasikan dengan insulin kerja cepat.
b. Terapi Obat Hipoglikemik Oral
1) Metformin diberikan 500 mg sekali sehari pada awal pengobatan dan dapat
ditingkatkan sampai 2500 mg per hari dibagi dalam beberapa dosis.
2) Glibenclamide dapat diberikan dengan dosis awal 2,5 mg satu kali sehari 1
jam sebelum makan dan maksimal sampai 10 mg. Namun 15-40% pasien yang
menggunakan medikasi oral untuk diabetes gestasional tetap membutuhkan
insulin
c. Aspirin
Beberapa studi terbaru merekomendasikan pemberian aspirin dosis rendah 50-150
mg/hari (biasanya 80 mg/hari) pada akhir trimester pertama kehamilan sampai
dengan kelahiran bayi untuk menurunkan risiko preeklampsia pada ibu hamil
dengan diabetes gestasional.

B. RENCANA KEPERAWATAN (lihat SLKI dan SIKI)


Diagnosa Keperawatan :
ketidakstabilan kadar glukosa darah
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kadar glukosa darah klien berada
pada rentang normal
Kriteria Hasil:
1. Koordinasi meningkat
2. Tingkat kesadaran meningkat
3. Mengantuk menurun
4. Pusing menurun
5. Lelah/lesu menurun
6. Rasa lapar menurun
7. Gemetar menurun
8. Berkeringat menurun
9. Mulut kering menurun
10. Rasa haus menurun
11. Perilaku aneh menurun
12. Kesulitan bicara menurun
13. Kadar glukosa dalam darah  membaik
14. Kadar glukosa dalam urin membaik
15. Palpitasi membaik
16. Perilaku membaik
17. Jumlah urin membaik

Intervensi :
Manajemen hiperglikemia
1. Monitor gula darah secara teratur
Rasional: Monitor gula darah untuk memantau tingkat kadar gula darah
2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia, seperti : lemah, letargi, sakit kepala
Rasional: Tanda awal hperglikemia padadiabetes antara lain peningkatan rasa
haus, sakit kepala, lemah, sering BAK, dan mudah lapar.
3. Berikan insulin sesuai yang diresepkan
Rasional: Pemberian insulin berfungsi untuk mempertahankan jumlah glukosa
dalam darah tetap normal.
4. Batasi aktifitas jika gula darah >250 mg/dl
Rasional: Pembatasan aktifitas pada pasien dengan gula darah &gt;250 mg/dl
bertujuan untuk mengurangi resiko cidera, dan resiko jatuh
5. Bantu pasien untuk menginterpretasikan hasil gula darah, memahami tanda gejala
dan manajemen hiperglikemia
Rasional: Pemahaman pasien tentang arti hasil gula darah membantu memonitor
dan memahami tanda gejala hiperglikemia sehingga mempermudah untuk
manajemen hiperglikemia sejak dini.
6. Fasilitasi ketaatan pasien pada program diet dan latihan aktifitas yang dianjurkan.
Rasional: Pemberian diet makanan pada pasien DM untuk mengontrol jumlah
kalori dan waktu makan sangat penting untuk mengontrol gula darah. Latihan
aktifitas juga membantu untuk mengontrol gul darah dan tekanan darah pasien
7. Berikan edukasi pada keluarga pasien tentang hasil pemeriksaan gula darah
Rasional: Edukasi tentang gula darah sangat penting untuk keluarga pasien,
sehingga membantu memonitor dan manajemen tanda gejala hiperglikemia
8. Lakukan pengecekan gula darah pada seluruh anggota keluarga
Rasional: Screening gula darah pada anggota keluarga bertujuan untuk melihat
riwayat penyakit
Manajemen Hipoglikemia
1. Identifkasi tanda dan gejala hipoglikemia
Rasional: untuk memberikan tindakan medis yang tepat
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
Rasional: untuk memantau kadar gula darah
3. Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah hipoglikemia
Rasional: mengurangi insulin atau agen oral dan/atau meningkatkan asupan
makanan untuk berolahraga
4. Kolaborasi pemberian dextrose, jika perlu
Rasional: untuk pasien yang tidak mampu menelan glukosa oral karena pingsan,
kejang, atau perubahan status mental
5. Kolaborasi pemberian glucagon, jika perlu
Rasional: pengobatan pertama untuk hipoglikemia berat
DAFTAR PUSTAKA

 Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical
Nursing. Mosby: ELSIVER
 Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
 Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
 Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai