Anda di halaman 1dari 7

Kasus

KONSTIPASI

Seorang laki-laki usia 32 tahun, datang ke apotek menemui apoteker untuk meminta
saran pengobatan untuk mengatasi keluhan konstipasi yang dialaminya semenjak 5 hari yang
lalu. Seorang laki-laki usia 32 tahun, datang ke apotek menemui apoteker untuk meminta
saran pengobatan untuk mengatasi keluhan konstipasi yang dialaminya semenjak 5 hari yang
lalu.

Tugas Mahasiswa (Buatlah presentasi jawaban dari pertanyaan dibawah ini)

1. Jelaskan secara ringkas tentang penyakit konstipasi (patofisiologi, penyebab, gejala,


tujuan terapi dan sasaran terapi) !
2. Jelaskan konsep tatalaksana terapi penyakit konstipasi !
3. Jelaskan jenis dan pengelompokan obat sembelit !
4. Lakukan layanan swamedikasi sesuai dengan standart layanan kefarmasian di apotek
untuk pasien tersebut dengan cara memilihkan obat yang tepat untuk pasien ! (satu
mahasiswa berperan sebagai apoteker dan satu mahasiswa berperan sebagai pasien)
5. Jelaskan kegiatan yang harus dilakukan dalam layanan swamedikasi tersebut !
6. Jelaskan mekanisme aksi obat yang diserahkan kepada pasien !
7. Berikanlah edukasi kepada pasien untuk mencegah penyakit konstipasi ! (satu
mahasiswa berperan sebagai apoteker dan satu mahasiswa berperan sebagai pasien)
JAWABAN

1. Kontispasi merupakan gangguan pencernaan akibat penurunan kerja usus dimana


masalah pencernaan ini di tandai dengan keluhan susah buang air besar atau BAB
tidak lancar dalam jangka waktu tertentu.( kemenkes)

 Patofisiologi : dapat dimulai dari sisa sisa maanan yang tidak dapat dicerna
lagi oleh saluran penceraan akan masuk kedalam usus besar ( kolon ) sebagai
massa yang tidak mampet serta basah.
 Penyebab : kekurangan cairan, diet kurang serat,kurang aktivitas fisik
 Gejala : sulit buang air besar, dan frekuensinya kurang dari 3 kali dalam
seminggu.
 Tujuan terapi : secara farmakologi dan non farmakologi
 Sasaran terapi : massa feses, reflek peristaltic (usus besar).

2. Tatalaksana terapi penyakit konstipasi


 Terapi Non Farmakologi
a. Memberikan penjelasan mengenai konstipasi
b. Meningkatkan konsumsi makanan berserat dan minum air yang cukup
(minimal 30-50 ml/kgBB/hari untuk orang dewasa sehat dengan aktivitas
normal)
c. Meningkatkan aktivitas fisik/olah raga
d. Mengatur kebiasaan defekasi
e. Menghindari mengejan
f. Mengusahakan buang air besar setelah makan pagi ( melatih reflex post-
prandial bowel movement) atau waktu yang dianggap sesuai dan cukup
g. Edukasi untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan laksatif.
 Terapi Farmakologi
a. Laksatif
 Bulk forming agent: psyllium, methyl cellulose
 Laksatif osmotic: polyethylene glycol (PEG), gula yang tidak diabsorbsi
(laktulosa, sorbitol dan manitol) dan garam yang bersifat laksatif
(magnesium hidroksida dan sodium fosfat)
 Laksatif stimulan: bisacodyl, senna dan sodium picosulfat
b. Stimulan sekretorik: Lubiproston ( dosis yang direkomendsikan 2x24 mcg
dikonsumsi bersama makanan selama 28 hari)
c. Lain-lain
 Prucalopride (prokinetik) bekerja pada reseptor 5-HT4 (agonis selektif).
 Suppositoria : bisacodyl
d. Probiotik
 Terapi medikamentosa
Peningkatan asupan serat secara berthap dan atau penggunaan agen osmotic
seperti larutan magnesium ataupun polyethylene glikol (PEG). Penambahan
laksatif stimulan seperti bisacodyl/sediaan suppositoria gliserol (PEG),
penggunaan laksatif sebaiknya diberikan dalam 30 menit setelah makan untuk
menyelaraskan efek kerja obat dengan respons gastrokolon. Penggunaan obat
baru lubiproston/ linaclotide dapat digunakan bila terapi laksatif tidak
memberikan respon yang baik.
 Terapi biofeedback
Biofeedback adalah pendekatan terapi perilaku yang memperbaiki kontraksi otot
pelvis dan sfingter ani eksterna pada waktu defekasi pada pasien dengan disfungsi
defekasi. Alat seperti manometri anorektal digunakan untuk mengukur tekanan
sfingter ani eksterna.
 Terapi biofeedback sampai saat ini memang tidak tersedia secara luas namun
merupakan salah satu terapi non- farmakologi yang menjanjikan untuk
penatalaksanaan konstipasi di masa depan.

3. Jenis dan Pengelompokan Obat Sembelit


Berdasarkan bentuknya:
1) Tablet : Dulcolax (Bisacodyl)
2) Kapsul : Laxing (Cassiae sennae folium 100 mg, Aloe vera folium 33
mg, Foeniculi vulgaris semen 20 mg)
3) Sirup : Laxadine (Phenolphthalein 55 mg, liqd paraffin 1,200 mg,
glycerin 378 mg)
4) Suppositoria : Bisacodyl supp
5) Enema : Microlax enema (Na Lauryl Sulfoacetate 45 mg, Na Citrate
450 mg, Sorbic Acid 5 mg, Sorbitol 4.465 mg, PEg-400 625 mg)

Berdasarkan Mekanisme kerjanya:


1) Obat Pencahar Tipe Bulk-forming (Serat)
Laksatif tipe ini memiliki cara kerja yaitu dengan meningkatkan serapan
cairan pada usus, sehingga feses menjadi lebih lembek, mengembang, dan mudah
dikeluarkan.
Contoh : Benefiber, Mecamucil, Fibercon, Fiber-Lax dan Equilactin.

2) Obat Pencahar Tipe Lubrikan


Sesuai dengan namanya, pencahar ini berfungsi untuk melumasi atau
melicinkan. Kandungan minyak dalam obat ini dapat melapisi dinding usus
sehingga mencegah kotoran mengeras dan memperlancar pergerakannya.
Meskipun laksatif jenis ini sangat efektif mengatasi sembelit, namun
penggunaannya sebaiknya hanya untuk jangka pendek. Jika digunakan dalam
jangka panjang, zat minyak dari obat pencahar ini dapat menyerap vitamin larut
lemak dan mengurangi penyerapan jenis obat tertentu sehingga tidak maksimal
diserap tubuh.
Contoh : Paraffin Liq.
3) Obat Pencahar Tipe Pelunak Feses (Stool Softener)
Stool softener dikenal juga sebagai emollient laxative. Cara kerjanya dengan
membasahi dan melembutkan feses berkat kandungan bahan aktif berupa dokusat
atau surfaktan sehingga feses lebih mudah untuk dikeluarkan. Berbeda dengan tipe
pencahar lainnya, tipe pelunak feses ini perlu waktu lebih lama dalam
menjalankan fungsinya, sekitar seminggu atau lebih. Obat ini biasanya
direkomendasikan untuk mereka yang baru menjalani operasi, wanita yang baru
melahirkan atau penderita wasir.
Contoh : Na.Dokusat / Docusat Sodium (Laxatab)

4) Obat Pencahar Tipe Osmotik (hiperosmolar)


Obat pencahar tipe ini bekerja dengan meningkatkan kadar air dalam usus dan
jaringan di sekitarnya. Lebih banyak air pada usus berarti membuat tinja lebih
lunak dan mudah untuk dibuang. Beberapa pencahar jenis ini seperti Miralax,
Paralax, MOM (milk of magnesia) dan Kristalose merupakan obat dengan zat
aktif penghidrogenasi yang dapat menarik cairan ke usus. (Sidik, 2017).
Contoh : PEG, Lactulosa, Miralax, Paralax, Mg Sterarat, Sorbitol, Manitol

5) Obat pencahar Tipe Laksatif Stimulant


Obat pencahar stimulan bekerja dengan cara memicu kontraksi (pergerakan)
otot di usus. Efeknya, proses tinja mencapai usus besar dan juga kolon bisa lebih
cepat.
Contoh : Bisacodyl, Sennoside

6) Obat pencahar Tipe Saline


Bekerja dengan cara memicu aktivitas peristalik di dalam usus besar, sekaligus
meningkatkan retensi cairan pada usus.
Contoh : Fleet Enema, Fleet Phospho-Soda (Sodium biphosphate, Disodium
phosphate), Magnesium Sitrat

4. Samedikasi pada penderita konstipasi yang tidak mempan pada perubahan pola
hidup maka dapat diberikan diberikan beberapa obat golongan laksatif yang laAim,
disertai KIE yang tepat dan benar karena penggunaan dari obat pencahar tidak boleh
untuk jangka panjang. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan diare,
sehingga akan kehilangancairan dan elektrolit tubuh, khususnya defisiensi kalium
yang berujung pada hilangnya kepadatan otot polos. Laksatif adalah obat yang
membantu meningkatkan motilitas usus,massa tinja dan frekuensi buang air besar
pada saat konstipasi. Sehingga pemilihan obat dari golongan laksatif yang tepat
tergantung dari penyebab konstipasi itu sendiri
 Laksatif Osmotik
Laktulosa 15-30 mL (menyebabkan efek osmotik pada usus besar.
Digunakan untuk konstipasi akut, golongan osmotik tidak diserap melainkan
dapat meningkatkan sekresi air dalam usus)
 Laksatif Stimulan
Bisacodyl 10 mg (obat golongan ini bekerja memiliki onset kerja yang cepat
dan hanya digunakan bila pengobatan lain gagal. Obat ini bekerja pada ujung
saraf dinding usus dan memicu kontraksi otot)

5. Standar Terapi Swamedikasi Konstipasi


Sebelum menggunakan terapi pengobatan, sangat dianjurkan untuk pemberian
terapi Non Farmakologi : makan makanan berserat, olahraga, banyak minum air putih,
tidak menahan BAB. Selain itu, terapi farmakologi juga dilakukan selama terapi
farmakologi dilakukan agar semakin memberikan efek lancar BAB kembali.
Terapi Farmakologi, yang dapat digunakan secara mandiri (swamedikasi) adalah
1) Softening
 Bulk Forming
Mengikat air dan ion dalam lumen kolon sehingga volume tinja akan
bertambah dan konsistensinya juga lunak.
Contoh : Metil selulosa, Psillium, Pholycarbopil.
 Emolient
Melunakkan tinja tanpa merangsang peristaltik usus.
Contoh : Dokusate
 PEG
Polietilen glikol 17 gram dilarutkan dalam 120-240 ml air, per oral,
digunakan sekali sehari, selama maksimal 7 hari
 Lactulosa
10-20 gram atau dapat ditingkatkan sampai 40 gram, per oral, diberikan
dalam satu dosis per hari
 Sorbitol
30-150 ml sebagai larutan 70% diberikan satu kali secara oral, atau 120 mL
sebagai larutan 25-30% diberikan satu kali sebagai enema[3,11,15]
2) Stimulan
Merangsang mukosa, saraf intramural atau otot polos usus sehingga
meningkatkan peristaltik dan sekresi lendir usus.
Contoh : Bisakodil 5-15 mg diberikan satu kali sehari maksimal 30 mg per-oral,
Sennoside 15 mg, satu kali sehari, per oral [3,11]
3) Osmotik
Menarik air ke dalam lumen usus dan tinja menjadi lebih lembek setelah 3-6 jam.
Peristaltik usus meningkat akibat pengaruh tidak langsung karena daya
osmotiknya .
Contoh : Magnesium sitrat, Mg SO4, Mg OH

6. Jelaskan mekanisme aksi obat yang diserahkan kepada pasien !

 Laksatif Osmotik
Bekerja dengan meningkatkan kadar air dalam usus dan jaringan di sekitarnya.
Lebih banyak air pada usus berarti membuat tinja lebih lunak dan mudah untuk
dibuang.
 Laksatif Stimulan
Bekerja dengan cara memicu kontraksi (pergerakan) otot di usus. Efeknya,
proses tinja mencapai usus besar dan juga kolon bisa lebih cepat.

7. Berikanlah edukasi kepada pasien untuk mencegah penyakit konstipasi ! (satu


mahasiswa berperan sebagai apoteker dan satu mahasiswa berperan sebagai pasien)
 Memperbanyak konsumsi serat dari sayur, buah, beras merah, sereal, biji-bijian,
serta kacang-kacangan

 Memenuhi kebutuhan cairan dengan minum air putih setidaknya 1,5–2 liter tiap
hari

 Menghindari makanan yang mengandung sedikit serat, seperti makanan olahan


dan daging

 Menghindari terlalu banyak mengonsumsi susu dan kafein. Konsumsi terlalu


banyak susu dapat meningkatkan kemungkinan konstipasi, sedangkan kafein
dapat menimbulkan dehidrasi yang bisa memicu sembelit.

 Berolahraga secara rutin, setidaknya 30 menit setiap hari

 Tidak menunda buang air besar


 Mengatur kebiasaan buang air besar agar dapat dilakukan dengan leluasa dan
nyaman

Anda mungkin juga menyukai