Anda di halaman 1dari 5

I.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Laksatif

Laksatif adalah  obat - obatan yang diminum untuk membantu mengatasi


sembelit dengan membuat kotoran bergerak dengan mudah di usus. Dalam
operasi pembedahan, obat ini juga diberikan kepada pasien untuk membersihkan
usus sebelum operasi dilakukan. Laksatif merupakan obat bebas yang biasanya
hanya digunakan saat mengalami konstipasi atau sembelit saja karena
mempunyai efek samping (Katzung, 2012).

1. Golongan Aktif Lumen


a) Laksatif Bulk-forming
Laksatif bulk-forming adalah laksatif yang tidak dapat dicerna,
hidrofilik koloid yang menyerap air, membentuk suatu massa, gel
emolien yang mendistensi kolon dan meningkatkan peristaltik. Laksatif
ini berasal dari produk tumbuhan (psyllium, metilselulosa) dan serat
sintetis (polikarbofil). Bakteri yang memfermentasi serat tumbuhan
dalam kolon akan membuat menjadi kembung dan flatus (Katzung,
2014).
Tergantung pada sifat kimia dan solulibilitas air. Fermentasi serat
memiliki dua efek penting: (1) memproduksi rantai asam lemak pendek
yang tropik untuk epitel kolon. (2) meningkatkan massa bakteri.
Fermentasi dari serat pada umumnya akan menurunkan feses air, asam
lemak akan memberi efek prokinetik dan peningkatan massa bakteri
akan meningkatkan volume feses. Serat yang tidak terfermentasi akan
menyerap air dan meningkatkan massa volume. Pada umumnya serat
tidak solulibilitas, susah terfermentasi, seperti lignin sangat efektif untuk
meningkatkan massa dan transit (Goodman dan Gillman, 2018).

b) Laksatif osmotik
Kolon tidak dapat meningkatkan konsentrasi atau mendilusi cairan
feses. Cairan fekal isotonis di seluruh kolon. Osmotik laksatif larut
dalam air tetapi merupakan senyawa yang tidak dapat diserap yang
meningkatkan keairan feses karena peningkatan cairan fekal (Katzung,
2014).
Gula atau garam yang tidak dapat diserap digunakan untuk
konstipasi akut yang mencegah konstipasi kronis. Magnesium hidroksida
(susu magnesium) merupakan laksatif osmotik. Sebaiknya jangan
digunakan untuk jangka waktu yang lama yang memiliki penyakit
insufisiensi renal untuk mengurangi risiko hipermagnesia. Sorbitol dan
laktulosa adalah gula yang tidak dapat diabsorbi yang bisa digunakan
untuk mencegah atau mengobati konstipasi kronis. Gula ini akan
dimetabolisme oleh bakteri kolon, memproduksi flatus dan kram. Bahan
osmosis aktif dosis tinggi dapat menyebabkan evakuasi usus segera
(purgation) dalam 1-3 jam. Perpindahan cepat air ke usus halus distal
dan kolon menyebabkan dihasilkannya tinja cair bervolume besar diikuti
oleh redanya konstipasi. Purgative yang paling sering digunakan adalah
magnesium sitrat dan natrium fosfat (Katzung, 2012).
c) Agen surfaktan dan emolien
Agen surfaktan dan emolien yaitu garam dioktil adalah surfaktan
yang menurunkan tegangan permukaan feses sehingga terjadi
pencampuran substansi lemak dan air sehingga menghaluskan feses dan
mempermuda defekasi. Agen ini juga menstimulasi sekresi cairan dan
elektrolit dana mengubah permeabilitas mukosa. Minyak zaitun adalah
campuran antar hidrokarbon alifatik yang didapat dari petroleum.
Minyak ini tidak dapat dicerna dan diabsorbi sangat sedikit. Minyak
akan penetrasi feses sehingga terjadi pelunakan feses dan mengganggu
resorpsi air (Goodman dan Gillman, 2018).
Obat-obat ini melunakkan tinja, memungkinkan penetrasi air dan
lemak. Obat golongan ini dapat diberikan per oral atau per rektum. Obat
yang sering digunakan adalah dokusat (oral atau enema) dan supositoria
gliserin. Pada pasien rawat inap, dokusat sering diresepkan untuk
mencegah konstipasi dan mengurangi mengejan. Minyak mineral adalah
minyak kental jernih yang melumasi tinja, mencegah penyerapan air dari
tinja. Obat ini digunakan untuk mencegah dan mengobati impaksi tinja
pada anak dan orang dewasa yang mengalami debilitas. Obat ini terasa
tidak enak, tetapi dapat dicampur dengan jus (Katzung, 2012).
2. Golongan Stimulan laksatif
Stimulan laksatif akan menyebabkan pergerakan usus melalui
mekanisme yang masih belum dimengerti. Mekanisme-mekanisme ini yaitu
dengan secara langsung menstimulasi sistem saraf, elektrolit kolon dan
sekresi cairan. Terdapat kekhawatiran yaitu penggunaan jangka lama pencuci
perut akan menjadi dependensi dan kerusakan pleksus misenterikus yang
akan menyebabkan kolom dilatasi. Pencuci perut dapat digunakan jangka
lama khusus pada pasien yang secara neurologis lumpuh dan pasien yang
bedridden (Katzung, 2014).
a) Turunan difenilmetan
Turunan difenilmetan yaitu bisakodil muncul dalam bentuk
supositori dan tablet untuk mengobati konstipasi kronis dan akut.
Bisakodil digunakan seperti larutan PEG untuk pembersihan kolon
sebelum kolonoskopi. Bisakodil akan menyebabkan pergerakan usus
dalam waktu 6-10 jam saat diberikan secara oral dan 30-60 menit jika
diberikan secara rektal. Secara sistemik minimal diabsorbi dan terlihat
amat untuk penggunaan jangka lama dan akut (Katzung, 2014).
Bisakodil adalah obat medikasi sendiri yang menunjukkan peningkatan
kualitas hidup pada pasien dengan konstipasi kronis berdasarkan
penelitian klinis acak dalam waktu 4 minggu (Muller et al,. 2017).
b) Turunan antraquinon
Turunan antraquinon yaitu aloe, sena, dan kaskara muncul secara
alami dari tumbuhan. Laksatif ini susah diabsorbi dan setelah hidrolisis
di kolon akan memproduksi pergerakan usus dalam waktu 6-12 jam saat
diberikan secara oral dan dalam 2 jam jika diberikan melalui rektal.
Penggunaan kronis akan memberikan ciri kepada kolon berwarna coklat
“melanosis koli”. Terdapat kekhawatiran bahwa agen ini mungkin
karsinogenik tetapi penelitian epidemiologi tidak memberikan relasi
terhadap kanker kolorektal (Katzung, 2014).
c) Asam Risinoleat
Minyak jarak berasal dari kacang tanaman minyak jarak, Ricinus
communis. Kacang minyak jarak berasal dari toksin protein risin dan
juga minyak (trigliserida risinoleat). Trigliserida ini akan terhidrolisis di
usus kecil oleh kerja lipase menjadi gliserol dan agen aktif (asam
risinoleat). Bekerja di usus kecil untuk menstimulasi sekresi cairan,
elektrolit, dan mempercepat waktu transit GI (Goodman dan Gillman,
2018).
3. Golongan Senyawa Prokinetik
a) Agonis Reseptor 5-HT4
Stimulasi reseptor serotonin 5-HT4 pada ujung presinaptik
submukosa intrinsik primer akan meningkatkan pelepasan
neurotransmiter (calcitonin gene-related peptide) yang akan
menstimulasi neuron enterik untuk mendukung refleks peristaltik.
Tegaserod adalah agonis parsial serotonin 5-HT4 yang memiliki afinitas
tinggi kepada reseptor 5-HT4 tetapi tidak dapat mengikat secara lumayan
pada 5-HT3. Prucaloprid merupakan obat agonis yang memiliki afinitas
tinggi kepada reseptor 5-HT4 untuk mengobati konstipasi kronis di
wanita. Efek jangka lama dari agen-agen ini perlu dipelajari lebih lanjut
(Katzung, 2014).
b) Antagonis Reseptor Opioid
Pemberian opioid akut atau kronik dapat menyebabkan konstipasi
dengan menurunkan motilitas usus sehingga waktu transit memanjang
dan meningkatnya penyerapan air tinja. Pemakaian opioid setelah
pembedahan untuk mengobati nyeri serta opioid endogen juga dapat
memperlama berlangsungnya ileus pascaoperasi. Efek- efek ini terutama
diperantarai melalui reseptor opioid mu (µ) usus. Terdapat dua antagonis
selektif reseptor opioid-µ di pasaran metil naltrekson bromida dan
alvimopan. Karena tidak mudah menembus sawar darah otak, obat-obat
ini menghambat reseptor opioid-µ perifer tanpa memengaruhi efek
analgesiknya di susunan saraf pusat (Katzung, 2014).
Metilnaltrekson telah disetujui untuk mengobati konstipasi imbas
opioid pada pasien yang mendapat perawatan paliatif untuk penyakit
stadium lanjut yang kurang berespons terhadap obat lain. Obat ini
diberikan sebagai suntikan subkutis (0,15 mg/kg) setiap 2 hari.
Alvimopan telah disetujui untuk pemakaian jangka pendek untuk
mempersingkat periode ileus pascaoperasi pada pasien rawat inap yang
menjalani reseksi usus halus atau besar. Alvimopan (kapsul 12 mg)
diberikan per oral dalam 5 jam sebelum pembedahan dan dua kali sehari
setelah pembedahan sampai fungsi buang air besar pulih, tetapi tidak
lebih dari 7 hari. Karena kemungkinan terjadinya toksisitas
kardiovaskular, alvimopan saat ini dibatasi hanya untuk pemakaian
jangka pendek pada pasien rawat inap (Katzung, 2012).

Goodman dan Gilman. 2018. Manual Pharmacology and Therapeutics 13th Edition.
New York: McGraw Hill.

Katzung, B. G. 2012. Basic & Clinical Pharmacology. United States : Lange Medical
Publications.

Katzung, B. G., Anthony J. T. 2014. Basic & clinical pharmacology 13th Edition.
New York: McGraw-Hill Medical
Müller-Lissner, S., Erika R., Marion E., Harald W., Tobias M., and Michael A. 2017.
Bisacodyl and sodium picosulfate improve bowel function and quality of life
in patients with chronic constipation—analysis of pooled data from two
randomized controlled trials. Open Journal of Gastroenterology. Vol. 7 (1) :
32-43.

Anda mungkin juga menyukai