Anda di halaman 1dari 25

PEMERIKSAAN TOTAL PROTEIN

(Metode Biuret)

Oleh :
Kelompok 3 Gelombang A

Sahrul Z. Z. Nuhuyanan G1A014060


Haniy Thri Afifaningrum G1A018006
Sendi Gumilang Kurniasari G1A018018
Muhammad Rifqi Setiawan Y. G1A018030
Fadhilah Zahratil Halimah G1A018044
Naufal Putra Ramadhan G1A018057
Naufal Dzulhijar G1A018069
Agastya Bayuasa Rattananda G1A018081
Fathi Tsamara Ghufroon Rifai G1A018095
Afifah Khairunnisa G1A018107
Heidy Angelina Mulyadi G1A018119

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian praktikum Biokimia


Kedokteran Blok Basic Science of Digestive and Nephrourinary System pada
Jurusan Kedokteran Umum
Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

Diterima dan disahkan


Purwokerto, 5 April 2019
Asisten,

Nabilah Hanna Puspadewi


G1A016022

1
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................1

DAFTAR ISI...........................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3

A. Judul Praktikum......................................................................................................3
B. Waktu Praktikum....................................................................................................3
C. Tujuan Praktikum...................................................................................................3
D. Manfaat Praktikum.................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4

A. Protein Total...........................................................................................................4

BAB III METODE PRAKTIKUM.....................................................................13

A. Alat dan Bahan.....................................................................................................13


B. Cara Kerja.............................................................................................................14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................15

A. Hasil.....................................................................................................................15
B. Pembahasan..........................................................................................................15
C. Aplikasi Klinis......................................................................................................17

BAB V PENUTUP................................................................................................17

Kesimpulan.....................................................................................................22

Daftar Pustaka.................................................................................................23

BAB I

2
PENDAHULUAN

A. Judul Laporan
Pemeriksaan Total Protein Metode Biuret
B. Tanggal Praktikum
Selasa, 2 April 2019

C. Waktu Praktikum
15.00 – 17.00 WIB

D. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan total protein dalam darah
dengan metode Biuret.
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan menyimpulkan hasil pemeriksaan total
protein pada saat praktikum setelah membandingkannya dengan nilai
normal.
2. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi / penyakit apa saja yang berkaitan
dengan kadar total protein abnormal dalam darah.

E. Manfaat Praktikum

1. Mengetahui proses metabolisme protein.

2. Mengukur kadar total protein dengan metode Biuret.

3. Menganalisis hasil pemeriksan kadar kadar total protein dalam darah.

4. Menerapkan hasil pemeriksaan kadar total protein untuk menegakkan


diagnosis.

5. Menerapkan hasil pemeriksaan kadar total protein untuk penelitian kimia


darah.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi protein
Protein berarti “pertama atau utama” merupakan makromolekul yang
paling berlimpah didalam sel dan menyusun lebih dari setengah berat
kering pada hampir semua organisme. Asam amino, unit struktur protein,
dan peptida sederhana, yang terdiri dari beberapa asam amino yang
digabungkan oleh ikatan peptida. Struktur protein yang terdiri dari
polipeptida yang mempunyai rantai yang amat panjang, tersusun atas
banyak unit asam amino (Natsir, 2018).
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh
karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber
asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang
tidak memiliki oleh lemak atau karbohidrat (Natsir, 2018).
Protein adalah komponen yang terdiri atas atom karbon, hidrogen,
nitrogen, oksigen, dan beberapa ada yang mengandung sulfur. Tersusun
dari serangkaian asam amino dengan berat molekul yang relatif sangat
besar, yaitu berkisar 8000 sampai 10.000 (Nirmala, 2010).
Protein yang tersusun hanya dari asam amino disebut protein
sederhana. Adapaun yang mengandung bahan selain asam amino, seperti
turunan vitamin, lemak, dan karbohidrat disebut protein kompleks. Secara
biokimiawi, 20% dari susunan tubuh orang dewasa terdiri dari protein.
Kualitas protein ditentukan oleh jumlah dan jenis asam aminonya
(Nirmala, 2010).
Protein berfungsi nyaris dalam setiap aspek kehidupan selular, dan bisa
terdapat ribuan atau bahkan puluhan ribu protein berbeda dalam sebuah sel
tunggal. Enzim yang mengkatalis kebanyakan reaksi kimiawi dalam sel,
terbuat dari rantai-rantai protein. Sejumlah hormon misalnlya insulin juga
terbuat dari protein. Fungsi-fungsi lain yang melibatkan protein adalah
pesinyalan sel, respo-respon imun (antibodi), faktor-faktor penggumpalan
darah, struktur kromatin (histon) pergerakan (motor antarmolekular),

4
unsur-unsur sitoskeletal (tubulin), protein-protein kontraktil (myosin dan
aktin) matriks ekstraseluler (kolagen), dan lain-lain (Susan et al., 2007).
Protein adalah polimer panjang yang tersusun atas asam-asam amino,
yang seringkali disebut sebagai residu yang terikat secara kovalen oleh
ikatan peptida. Secara ilmiah, terdapat 20 jenis asam amino yang berbeda
pada protein. Semua asam amino yang terionisasi secara biologis dengan
sempurna, kecuali prolin, memiliki struktur umum. Karbon-α adalah atom
sentral tempat sebuah gugus amino (NH3+) dan sebuah gugus karbksil
(COO-) melekat. Seiring meningkatnya pH melebihi kenetralan,
lingkungan yang semakin basa cenderung menetralisasi gugus-gugus
karboksil yang asam dari protein. Seiring menurunnya pH di bawah
kenetralan, lingkungan yang semakin asam cenderung mentralisasi gugus-
gugus amino yang basa (Susan et al, 2007).
Total protein terdiri atas albumin (60%) dan globulin (40%). Bahan
pemeriksaan yang digunakan untuk pemeriksaan total protein adalah
serum. Bila menggunakan bahan pemeriksaan plasma, kadar total protein
akan menjadi lebih tinggi 3 – 5 % karena pengaruh fibrinogen dalam
plasma (LeFeverKee, 2007).

B. Fungsi protein
Protein adalah makromolekul yang kompleks secara fisik dan
fungsional yang melakukan peran sangat penting yang banyak. Beberapa
fungsi protein adalah sebagai berikut:
1. Filamen aktin dan miosin pada kontraksi otot.
Massa otot terbentuk dari 75% air dan lebih dari 20% protein.
Dua protein utama adalah aktin dan miosin.
a. Monomer G-aktin membentuk 25% protein otot
berdasarkan berat. Pada kekuatan ionil fisiologis dan
2+
dengan keberadaan Mg G-aktin mengalami polimerisasi
secara non kovalen untuk membentuk filamen heliks-ganda
tak larut yang disebut F-aktin (Murray, 2014).

5
b. Miosin adalah suatu famili protein, dengan paling sedikit 12
kelas yang telah berhasil diidentifikasi dalam genom
manusia. Miosin membentuk 55% protein otot berdasarkan
berat dan membentuk filament tebal. Miosin adalah
heksamer asimetris dengan massa molekul sekitar 460 kDa.
Miosin otot rangka mengikat aktin untuk membentuk
aktomiosin (aktin-miosin) (Murray, 2014).
2. Hemoglobin mengangkut oksigen
Protein heme myoglobin dan hemoglobin menjaga persediaan
oksigen yang sangat penting untuk metabolisme oksidatif.
a. Mioglobin, suatu protein monomerik otot merah yang
berguna untuk menyimpan oksigen sebagai cadangan untuk
menghadapi kekurangan oksigen (Murray, 2014).
b. Hemoglobin, suatu protein tetramerik eritrosit yang
berfungsi mengangkut O2 ke jaringan dan mengembalikan
CO2 dan proton ke paru-paru (Murray, 2014).
3. Protein berguna sebagai antibodi
Plasma dalam darah terdiri dari air, elektrolit, metabolit,
nutrient, protein, dan hormone. Protein total dalam plasma manusia
memiliki konsentrasi sekitar 7,0-7,5 g/dl dan membentuk bagian
terbesar dari bahan padat plasma. Protein plasma sebenarnya
adalah campuran kompleks yang mencakup tidak saja protein-
protein sederhana, tetapi juga protein terkonjugasi, misalnya
glikoprotein dan berbagai tipe lipoprotein. Selain itu, ribuan
antibodi juga terdapat dalam plasma manusia, meskipun pada
keadaan normal jumlah masing-masing antibodi biasanya cukup
rendah. Beberapa contoh protein plasma yang berguna sebagai
antibody adalah immunoglobulin, protein komplemen, dan β2-
mikroblogulin (Murray, 2014).

6
4. Albumin berguna untuk menentukan tekanan osmotik plasma
Albumin (69 kDa) adalah protein utama plasma manusia dan
membentuk sekitar 60% protein plasma total. Sekitar 40% albumin
terdapat dalam plasma, dan 60% sisanya terdapat di ruang
ekstrasel. Oleh karena massa molekulnya yang relative rendah dan
konsentrasinya yang tinggi, albumin diperkirakan menentukan
sekitar 75%-80% tekanan osmotic plasma manusia. Fungsi penting
lain dari albumin adalah kemampuannya mengikat ligan. Ligan-
ligan tersebut mencakup asam lemak bebas, kalsium, hormone
steroid tertentu, bilirubin, dan sebagai triptofan plasma. Selain itu,
albumin tampaknya berperan penting dalam mengangkut tembaga
di tubuh manusia (Murray, 2014).
5. Protein menyusun histon
Histon adalah suatu famili kecil protein dasar yang saling
berkaitan. Histon H1 adalah protein yang berikatan paling longgar
dengan kromatin. Oleh sebab itu, ikatan tersebut mudah dilepaskan
dengan larutan garam setelah kromatin menjadi semakin mudah
larut. Unit susunan kromatin yang larut ini adalah nukleosom.
Nukleosom mengandung empat jenis utama histon, yaitu H2A,
H2B, H3, dan H4 (Murray, 2014).

C. Sifat kimiawi protein

Protein adalah makromolekul yang tersusun atas asam – asam amino,


dengan kata lain protein juga merupakan polimer yang tersusun oleh
banyak monomer asam – asam amino yang berikatan satu sama lain
dengan ikatan peptida. Protein berperan biologis, terutama dalam
membangun unit terkecil kehidupan yaitu sel. Peran biologis itu misalnya
pada trasnformasi energy, bioenergi, dan pada proses dinamisasi yang
berkesinambungan (Sudarmadji, 2006).

7
Adapun sifat-sifat kimia protein sebagai berikut :
1. Protein dapat larut dalam larutan yang berbeda
Ada protein yang larut dalam air, ada pula yang tidak larut
dalam air, tetapi semua protein tidak larut dalam pelarut lemak
seperti misalnya etil eter. Daya larut protein akan berkurang jika
ditambahkan garam, akibatnya protein akan terpisah sebagai
endapan. Apabila protein dipanaskan atau ditambahkan alkohol,
maka protein akan menggumpal. Hal ini disebabkan alkohol
menarik mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein.
Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai
molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan
dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa).
Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan
H+, sehingga protein bermuatan positif. Bila pada kondisi ini
dilakukan elektrolisis, molekul protein akan bergerak kearah
katoda. Dan sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul
protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif,
sehingga molekul protein akan bergerak menuju anoda (Sumitro,
2010).
2. Umumnya terdiri dari 20 macam asam amino
Terdapat ikatan kimia lain yang menyebabkan terbentuknya
lengkungan-lengkungan rantai polipeptida menjadi struktur tiga
dimensi protein. Strukturnya tidak stabil terhadap beberapa faktor
seperti pH, radiasi, temperatur, medium pelarut organik dan
deterjen. Umumnya reaktif dan sangat spesifik, disebabkan
terdapatnya gugusan samping yang reaktif dan susunan khas
struktur makromolekul (Ellya, 2010).

8
D. Klasifikasi protein
Digolongkan menurut struktur molekulnya, kelarutannya, adanya
senyawa lain dalam molekulnya, tingkat degradasi dan fungsinya.
1. Berdasarkan struktur susunan molekul (Sumardjo , 2009)
a. Protein Fibriler/Skleroprotein adalah protein yang berbentuk
serabut. Kegunaannya untuk membentuk struktur dan jaringan,
contohnya kolagen yang terdapat dalam tulang rawan, miosin
pada otot, kreatin pada rambut, fibrin pada gumpalan darah.
b. Protein Globuler/Sferoprotein adalahprotein yang berbentuk
bola, contohnya enzim dan hormon.
2. Berdasarkan kelarutannya (Sumardjo , 2009) :
a. Albumin, larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas.
Contohnya albumin telur.
b. Globulin, tidak larut dalam air terkoagulasi oleh panas.
Contohnya ovoglobulin dalam kuning telur, legumin dalam
kacang-kacangan.
c. Glutelin, tidak larut dalam pelarut netral. Contohnya glutenin
dalam gandum dan orizenin dalam beras
d. Prolamin atau gliadin, larut dalam alkohol 70-80% dan tidak
larut dalam air maupun alkohol absolut. Contohnya gliadin
dalam gandum, hordain dalam barley dan zein dalam jagung
e. Histon, larut dalam air tidak larut dalam amonia encer.
Contohnya globin dalam hemoglobin
f. Protamin, larut dalam air dan tidak terkoagulasi oleh panas.
Contohnya salmin dalam ikan salmon, klupein dalam ikan
hering
3. Berdasarkan adanya senyawa lain (Sumardjo , 2009) :
a. Protein sederhana, tidak mengandung senyawa non protein
b. Protein yang mengandung senyawa non protein, contonya
Nukleoprotein (P+asam nukleat), Glikoprotein (P+KH),
Fosfoprotein (P+Fosfat), Lipoprotein (P+L)

9
4. Berdasarkan Degradasi yang biasanya merupakan tingkat
permulaan denaturasi (proses yang mengubah struktur molekul
tanpa memutuskan ikatan kovalen). (Sumardjo , 2009)
a. Protein alami, dalam keadaan seperti protein dalam sel.
b. Turunan protein yang merupakan hasil degradasi protein pada
tingkat permulaan denaturasi.
1) Protein turunan primer (hasil hidrolisis yang ringan
2) Protein turunan sekunder (hasil hidrolisis yang berat)

E. Struktur Protein
Pembagian tingkat organisasi struktur protein ada empat kelas yakni
struktur primer, struktur sekunder, dan struktur tersier. Sedangkan
klasifikasi protein dibagi berdasarkan sifat biologisnya, berdasarkan sifat
kelarutannya dan gugus prostetiknya (Katili, 2010).
Pada struktur primer ini ikatan antar asam amino hanya ikatan peptida
(ikatan kovalen). Struktur ini dapat digambarkan sebagai rumus bangun
yang biasa ditulis untuk senyawa organik. Pada ikatan ini tidak terdapat
ikatan atau kekuatan lain yang menghubungkan asam amino dengan satu
dan lainnya. Pada struktrur sekunder dimana rantai asam amino bukan
hanya dihubungkan oleh ikatan peptida tetapi juga diperkuat oleh ikatan
hidrogen. Karena ikatan peptida adalah planar maka dalam satu molekul
protein dapat berotasi hanya C-N dan C-C terhadap sumbu (struktur
primer), sehingga memungkinkan suatu protein yang disebut -heliks.
Struktur tersier terbentuk karena terjadinya pelipatan (folding) rantai
-heliks, konformasi , maupun gulungan rambang suatu polipeptida,
membentuk protein globular, yang struktur tiga dimensinya lebih rumit
daripada protein serabut. Struktur kuartener terbentuk dari beberapa
bentuk tersier dan bisa terdiri dari promoter yang sama atau yang
berlainan. Agregasi dari banyak polipeptida dapat membentuk sebuah
protein tunggal yang fungsional (Patong et al., 2012).

10
F. Protein plasma
Protein plasma dapat dipisahkan menjadi tiga kelompok besar ─
fibrinogen, albumin, dan globulin ─ berdasarkan pemakaian natrium atau
sulfat dengan berbagai konsentrasi. Metode tersering yang digunakan
untuk menganalisis protein plasma adalah elektroforesis (Murray et al.,
2014) .
Albumin adalah protein utama dalam plasma manusia (3,4-4,7 g/dL)
dan membentuk sekitar 60% protein plasma total. Sekitar 40% albumin
terdapat dalam plasma, dan 60% sisanya terdapat di ruang ekstrasel.
Hampir semua protein plasma pada manusia ─ kecuali albumin ─ adalah
glikoprotein (Murray et al., 2014). Beberapa fungsi protein plasma, antara
lain :
1. Antiprotease : Antikimotripsin, α1 –Antitripsin, α2 –
Makroglobulin, Antitrombin.
2. Pembekuan darah : Berbagai faktor pembekuan, fibrinogen
3. Enzim : Berfungsi dalam darah, misalnya faktor
pembekuan, kolinesterase. Kebocoran dari sel atau jaringan,
misalnya aminotransferase.
4. Hormon : Eritropoetin.
5. Pertahanan tubuh : Imunoglobulin, protein komplemen, β2 –
mikroblogulin.
6. Respon peradangan : Protein respons fase akut (mis. Protein
reaktif-C, α1 –glikoprotein asam [orosomukoid])
7. Onkofetal : α1 –Fetoprotein (AFP)
8. Protein pengangkut :
a. Albumin (berbagai ligan, termasuk bilirubin, asam lemak
bebas, ion [Ca2+], logam [Cu2+, Zn3+], metheme, steroid,
hormone lain, dan berbagai obat)
b. Seruloplasmin (mengandung Cu2+; albumin mungkin lebih
penting dalam pengangkutan Cu2+ secara fisiologis)
c. Globulin pengikat kortikosteroid (transkortin) (mengikat
kortisol)

11
d. Haptoglobin (mengikat hemoglobin ekstrakorspuskular)
e. Lipoprotein (kilomikron, VLDL, LDL, HDL)
f. Hemopeksin (mengikat heme)
g. Protein pengikat retinol (mengikat retinol)
h. Globulin pengikat hormone seks (mengikat testoteron,
estradiol)
i. Globulin pengikat tiroid (mengikat T4, T3)
j. Transferin (mengankut besi)
k. Transtiretin (dahulu pra-albumin; mengikat T4 dan membentuk
suatu kompleks dengan protein pengikat retinol) (Murray et al.,
2014).

G. Denaturasi Protein
Denaturasi adalah perusakan sifat yang umum suatu bahan, seperti
penambahan methanol atau aseton dalam alcohol agar tidak bisa diminum
atau mengubah bentuk fisik seperti protein atau asam nukleotida yang
diakibatkan oleh pemanasan atau zat kimia tertentu (Dorland, 2012).
Denaturasi protein adalah perusakan konfigurasi protein (struktur
tersier), dengan pemanasan, mengubah pH atau dengan cara fisik atau
kimia, yang mengakibatkan perubahan sifat isik dan hilangnya aktivitas
biologic protein (Dorland, 2012).
Untuk mengarakterisasi suatu protein, harus dilakukan pemurnian
protein dengan memisahkannya dari campuran kompleks biologis. Sumber
protein biasanya menggunakan darah atau jaringan atau mikroorganisme.
Sel atau jaringan dihomogenisasi dalam larutan buffer isotonic. Biasanya
pada pH fisiologis dan 4oC untuk mengurasi denaturasi protein selama
pemurnian (Baynes, 2009).

12
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Alat
1. Torniequet
2. Spuit 3cc
3. Sentrifugator
4. Tabung reaksi 3 ml
5. Rak tabung reaksi
6. Mikropipet (10µl-100µl)
7. Mikropipet (100µl-1000µl)
8. Yellow tip
9. Blue tip
10. tabung vacutainer
11. Spektrofotometer

B. Bahan

1. Sampel serum
2. Reagen biuret

C. Cara Kerja

Sampling darah 3 cc

13
Vacuum tube non-EDTA

Sentrifugasi 4000rpm selama 10 menit

Serum 10 µl Reagen 1000 µl

Inkubasi 20 menit

Spektofotometer dengan panjang gelombang 546 nm

6. Perhitungan

|Test|
Kadar trigliserida (mg/dl) :
|.| Std

7. Nilai Normal :

Bayi : 4,6 – 7,0 gr/dL

3 tahun s.d. dewasa 6,2 – 8,5 gr/dL

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Probandus
a. Nama : Fathi Tsamara Ghufron Rifa’i
b. Usia : 19 tahun
c. Jenis kelamin : Laki – laki
2. Hasil yang didapatkan pada sampling darah yang sudah diberi reagen
menunjukkan hasil 4,76 gr/dL.
3. Interpretasi dari hasil yang trigliserida yang didapatkan adalah kadar
protein total pada probandus menurun dengan kadar normal 6,2-8,5
gr/dL untuk rentang usia 3 tahun sampai dengan dewasa..
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum kadar protein total darah sebesar 4,76
gr/dL pada probandus sehingga interpretasinya menurun untuk usia 3
tahun sampai dengan dewasa. Mudah sekali untuk menentukan kadar
protein tubuh, salah satunya dengan tes darah. Berikut ini penjelasan
umum tentang kadar protein total di dalam tubuh :
1. Dewasa : 6,2-8,5 gr/dL
2. Anak-anak :
a. Prematur : 4,2-7,6 gr/dL
b. Bayi baru lahir : 4,6-7,4 gr/dL
c. Bayi : 6,0-7,0 gr/dL
d. Anak : 6,2-8,0 gr/dL

Pada pemeriksaan ini menggunakan prinsip Metode Biuret.


Pertama-tama larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian
direaksikan dengan ion kupri membentuk kompleks berwarna ungu.
Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan kadar protein, semakin
pekat warnanya maka kadarproteinnya pun semakin besar (Murray, 2014).

15
Metode yang digunakan untuk uji kualitatif yaitu metode dengan
reagen biuret. Reagen biuret merupakan reagen yang digunakan untuk
membuktikan keberadaan gugus kimia ikatan peptida dalam protein.
Reagen ini adalah campuran senyawa anorganik seperti kalium hidroksida,
kalium natrium tartrat dan tembaga. Dengan adanya ikatan peptida, ion
tembaga (II) membentuk kompleks koordinasi berwarna biru keunguan
dalam larutan basa (Bintang, 2010).

Reaksi reagen biuret dengan ikatan peptida yaitu sebagai berikut :

Gambar : Proses terbentuknya ikatan peptida

Hasil pengamatan menunjukan hasil positif karena dihasilkan


perubahan warna menjadi biru keunguan. Perubahan warna yang terjadi
karena terbentuknya atas penambahan CuSO4 yang menghasilkan warna
biru keunguan pada reaksi yang positif memiliki gugus Cu2+, NH, dan
gugus CO pada ikatan peptidanya (Goretti, 2014).
Pada penentuan konsentrasi protein cara biuret dengan
menggunakan alat spektrfotometer. Spektrofotometer merupakan alat yang
digunakan untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya
dengan panjang gelombbang tertentu pada suatu objek kaca atau kuarsa
yang disebut cuvet. (Ngili, 2010)

16
Pengukuran konsentrasi dengan spektrofotometer didasarkan pada
hukum Lambert-Beer, yang menyatakan bahwa pengukuran intensitas
cahaya yang masuk dibandingkan dengan banyaknya atom-atom dan
panjang medium serapan (Nelson, 2010).

C. Aplikasi Klinis

1. Penurunan Produksi Albumin


Berkurangnya produksi albumin adalah penyebab langka
hipoalbuminemia. Gangguan hati kronis yang signifikan dan parah
diperlukan sebelum penurunan nyata dalam albumin plasma.
Hipoalbuminemia adalah gambaran sirosis hati kronis dan lanjut. Paling
umum, sintesis albumin yang tidak adekuat dengan adanya peningkatan
katabolisme karena penyakit sistemik yang signifikan berkontribusi
terhadap hipoalbuminemia secara keseluruhan.( Gounden,2018).
a. Kekurangan Nutrisi
Kwashiorkor, bentuk parah dari malnutrisi energi-protein,
muncul pada bayi dan anak-anak. Mereka memiliki kadar albumin serum
yang rendah karena berkurangnya pasokan asam amino ke hati serta
defisiensi nutrisi lainnya, terutama zat besi dan seng. (Cabrerizo, 2015)
Selain hemoglobin, albumin adalah molekul protein dengan
bentuk varian terbanyak. Albumin yang sangat rendah atau tidak terdeteksi
dalam serum (konsentrasi albumin serum kurang dari 1 g / L) mencirikan
kelainan langka yang dikenal sebagai analbuminaemia. Orang-orang ini
tampaknya memiliki jumlah albumin yang cukup untuk bertahan hidup
dalam kondisi normal. Mereka hadir di usia dewasa dengan edema perifer,
kelelahan, dan hiperlipidemia tetapi biasanya tidak ada aterosklerosis yang
terkait. Pasien umumnya stabil secara hemodinamik. (Cabrerizo, 2015)

17
2. Peningkatan Kehilangan Albumin
a. Kehilangan Ginjal
Dengan berat molekul 66 kDa, kehilangan albumin melalui
glomerulus minimal (kurang dari 30 mg per hari) pada orang sehat.
Kehilangan yang meningkat dapat terjadi karena alasan fisiologis seperti
demam, olahraga, atau alasan yang berhubungan dengan postur.
Keseimbangan antara filtrasi glomerulus dan reabsorpsi tubular
menentukan keberadaan albumin dalam urin. Kerusakan glomerulus
menyebabkan peningkatan kehilangan albumin melalui urin. Cedera pada
glomerulus dapat terjadi pada kebanyakan kondisi penyakit.
( Gounden,2018)
Sindrom nefrotik ditandai dengan hilangnya albumin dan
protein melalui ginjal. Proteinuria dengan kisaran nefrotik dianggap
sebagai kehilangan 3,5 atau lebih gram protein per periode 24 jam.
( Gounden,2018)
Terlepas dari proteinuria yang signifikan, sindrom nefrotik
ditandai dengan hipoalbuminemia, peningkatan edema, dan adanya asites
karena tekanan onkotik yang rendah. Hyperlipidemia dianggap sebagai
hasil dari hati yang meningkatkan produksi lipoprotein untuk
mengompensasi albumin serum rendah, peningkatan produksi faktor
pembekuan, dan peningkatan risiko trombosis. Bergantung pada penyebab
sindrom nefrotik, sindrom ini dapat muncul pada masa kanak-kanak,
dewasa, dan pada manula. Kerusakan glomerulus dapat terjadi karena
obat-obatan toksin eksogen, logam berat, agen kemoterapi, melalui
autoantibodi yang diarahkan pada membran basal glomerulus seperti pada
penyakit autoimun seperti SLE, atau antibodi yang dihasilkan setelah
infeksi seperti streptokokus Grup B. Keganasan seperti multiple myeloma
juga berhubungan dengan perkembangan sindrom nefrotik. (Brock,2016)

18
Penyakit ginjal kronis (CKD): Salah satu definisi CKD
termasuk keberadaan albuminuria yang signifikan 30 hingga 300 mg per
24 jam selama setidaknya 3 bulan. Ini dapat terjadi dengan ada atau tidak
adanya penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR). Penyakit ginjal stadium
akhir (ESRD) dikaitkan dengan proteinuria dan albuminuria yang
signifikan bersama dengan hipoalbuminemia serum. Hipoalbuminemia
pada ESRD juga merupakan hasil dari penurunan sintesis dan peningkatan
degradasi protein dalam kondisi ini. (Brock,2016)
Albuminuria juga dapat terjadi selama penyakit kronis seperti
diabetes mellitus dan hipertensi esensial tetapi tidak menghasilkan
hipoalbuminemia serum kecuali jika total protein hilang dalam kisaran
nefrotik. (Brock,2016)

b. Kehilangan Usus
Enteropati yang kehilangan protein ditandai dengan hilangnya
banyak protein termasuk albumin melalui saluran GI yang melebihi
sintesis. Ini mengarah pada hipoalbuminemia. Ada beberapa penyebab
PLE yang meliputi penyakit GI dan kondisi yang tidak berhubungan
dengan usus (seperti penyakit jantung dan SLE). Mekanisme kehilangan
protein pada PLE secara luas dapat dibagi menjadi 3 kategori: (1) penyakit
yang terkait dengan peningkatan tekanan limfatik (mis.,
Lymphangiectasis); (2) penyakit dengan erosi mukosa (mis., Penyakit
Crohn); dan (3) penyakit tanpa erosi mukosa (mis., penyakit seliaka).
(Brock,2016)

c. Kehilangan Extravascular (3 Kehilangan Ruang)


Hilangnya albumin dari intravaskular ke kompartemen
ekstravaskular menyebabkan hipoalbuminemia.

19
d. Terbakar
Pasien dengan luka bakar mengalami peningkatan
permeabilitas pembuluh darah yang mengakibatkan ekstravasasi albumin
dari intravaskular ke kompartemen ekstravaskular. Ada juga respons fase
akut yang memengaruhi sintesis protein hati yang menyebabkan
penurunan kadar albumin serum lebih lanjut. (Weaving,2016)
Kadar albumin serum juga digunakan untuk menilai tingkat
keparahan luka bakar pada pasien ini dan sebagai prediktor mortalitas dan
morbiditas. (Weaving,2016)

e. Sepsis
Sepsis dikaitkan dengan peningkatan permeabilitas vaskular
dan kebocoran kapiler yang mengakibatkan hilangnya albumin dari
kompartemen intravaskular. Terlepas dari ini, ada juga pengurangan
sintesis dan peningkatan katabolisme albumin dengan adanya sepsis yang
signifikan. (Levitt,2016)

3. Albumin dan Penyakit Kritis


Kehadiran penyakit kritis dikaitkan dengan hipoalbuminemia
melalui berbagai mekanisme. Penyakit kritis mengubah distribusi albumin
antara kompartemen intravaskular dan ekstravaskular, mempengaruhi laju
sintesis albumin dan meningkatkan pembersihan dan degradasi albumin.
Peningkatan kebocoran kapiler yang bertanggung jawab untuk
permeabilitas pembuluh darah adalah hasil dari berbagai faktor termasuk
efek sitokin seperti TNF-alpha dan IL-6, kemokin, aksi prostaglandin dan
komponen pelengkap serta endotoksin dari bakteri gram negatif.
(Levitt,2016)
Laju sintesis juga menurun pada penyakit kritis, dan ini diduga
sebagai akibat dari peningkatan transkripsi gen untuk protein fase akut
positif seperti protein C-reaktif dan penurunan laju transkripsi albumin
mRNA. (Levitt,2016)

20
4. Gagal Jantung
Hipoalbuminemia sering terjadi pada pasien dengan gagal
jantung. Hipoalbuminemia pada gagal jantung adalah kombinasi dari
berbagai faktor termasuk malnutrisi, peradangan, dan cachexia serta
hemodilusi, disfungsi hati, enteropati yang kehilangan protein, dan
peningkatan kehilangan ekstravaskular. Risiko hipoalbuminemia dengan
gagal jantung meningkat pada pasien usia lanjut. (Levitt,2016)

21
BAB V
PENUTUP

1) Protein sangat penting bagi tubuh, baik selular maupun no- selular.
2) Protein tersusun dari asam amino dengan ikatan peptida.

3) Hasil uji kadar protein pada praktikum kali ini menunjukan kadar yang
menurun.

4) Aplikasi klinis dari protein total adalah malabsorbsi, malnutrisi, dan


hepatitis akut.

22
DAFTAR PUSTAKA

Baynes, John W., Dominiczak, Marek H. 2009. Medical Biochemistry.


Philadelphia: Mosby Elsevier

Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga, Jakarta.

Brock F, Bettinelli LA, Dobner T, Stobbe JC, Pomatti G, Telles CT. Prevalence of
hypoalbuminemia and nutritional issues in hospitalized elders. Rev Lat
Am Enfermagem. 2016 Aug 08;24:e2736.

Cabrerizo S, Cuadras D, Gomez-Busto F, Artaza-Artabe I, Marín-Ciancas F,


Malafarina V. Serum albumin and health in older people: Review and
meta analysis. Maturitas. 2015 May;81(1):17-27

Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC


Rastogi, S.C. 2007. Biochemistry. New Delhi: Tata McGraw Hill.

Ellya, E., S. 2010. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Trans Info Media.

Gounden V, Jialal I. Hypoalbuminemia. [Updated 2018 Oct 27]. In: StatPearls


[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526080/

Joyce LeFever Kee. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.


Jakarta : EGC.

Katili, A. S., 2010, Struktur dan Fungsi Protein Kolagen (online),


(http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JPI/article/view/587), Jurnal
Penelitian, Vol : 2 (5), Hal : 19-29, Universitas Negeri Gorontalo,
Gorontalo.

23
Levitt DG, Levitt MD. Human serum albumin homeostasis: a new look at the
roles of synthesis, catabolism, renal and gastrointestinal excretion, and the
clinical value of serum albumin measurements. Int J Gen
Med. 2016;9:229-55.

Murray, R. K., Bender, D. A., Botham, K. M., Kennelly, P. J., Rodwell, V. W.,
Weil, P. A. 2014. Biokimia Harper edisi 29. Jakarta: EGC.

Natsir, N.,A . Latifa, S . 2018 . Analisis Kandungan Protein Total Ikap Kakap
Merah dan Ikan Kerapu Bebek . Jurnal Biologi Science and Edocation
. Vol 7 (1) . 49 – 55.

Nelson, Behrmen, Kliegman, dkk. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15
vol 2. Jakarta : EGC.

Nirmala. 2010. Nutrition and Food. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Ngili, Yohanis. 2010. Bio Kimia Dasar. Bandung: Rekayasa sains

Patong, A.R., dkk., 2012, Biokimia Dasar, Lembah Harapan Press, Makassar.

Purwanto, Maria Goretti Marianti (2014) Perbandingan Analisa Kadar Protein


Terlarut dengan berbagai Metode Spektroskopi UV-Visible. Jurnal Ilmiah
Sains & Teknologi, 7 (2). pp. 64-71. ISSN 0216-1540.

Sudarmadji, S. 2006. Teknik Analisa Biokimiawi.Yogyakarta: Liberty.

Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa


Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

24
Weaving G, Batstone GF, Jones RG. Age and sex variation in serum albumin
concentration: an observational study. Ann. Clin. Biochem. 2016
Jan;53(Pt 1):106-11.

25

Anda mungkin juga menyukai