Laprak 3 Edit
Laprak 3 Edit
(Metode Biuret)
Oleh :
Kelompok 3 Gelombang A
1
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
A. Judul Praktikum......................................................................................................3
B. Waktu Praktikum....................................................................................................3
C. Tujuan Praktikum...................................................................................................3
D. Manfaat Praktikum.................................................................................................3
A. Protein Total...........................................................................................................4
A. Hasil.....................................................................................................................15
B. Pembahasan..........................................................................................................15
C. Aplikasi Klinis......................................................................................................17
BAB V PENUTUP................................................................................................17
Kesimpulan.....................................................................................................22
Daftar Pustaka.................................................................................................23
BAB I
2
PENDAHULUAN
A. Judul Laporan
Pemeriksaan Total Protein Metode Biuret
B. Tanggal Praktikum
Selasa, 2 April 2019
C. Waktu Praktikum
15.00 – 17.00 WIB
D. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan total protein dalam darah
dengan metode Biuret.
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan menyimpulkan hasil pemeriksaan total
protein pada saat praktikum setelah membandingkannya dengan nilai
normal.
2. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi / penyakit apa saja yang berkaitan
dengan kadar total protein abnormal dalam darah.
E. Manfaat Praktikum
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi protein
Protein berarti “pertama atau utama” merupakan makromolekul yang
paling berlimpah didalam sel dan menyusun lebih dari setengah berat
kering pada hampir semua organisme. Asam amino, unit struktur protein,
dan peptida sederhana, yang terdiri dari beberapa asam amino yang
digabungkan oleh ikatan peptida. Struktur protein yang terdiri dari
polipeptida yang mempunyai rantai yang amat panjang, tersusun atas
banyak unit asam amino (Natsir, 2018).
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh
karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber
asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang
tidak memiliki oleh lemak atau karbohidrat (Natsir, 2018).
Protein adalah komponen yang terdiri atas atom karbon, hidrogen,
nitrogen, oksigen, dan beberapa ada yang mengandung sulfur. Tersusun
dari serangkaian asam amino dengan berat molekul yang relatif sangat
besar, yaitu berkisar 8000 sampai 10.000 (Nirmala, 2010).
Protein yang tersusun hanya dari asam amino disebut protein
sederhana. Adapaun yang mengandung bahan selain asam amino, seperti
turunan vitamin, lemak, dan karbohidrat disebut protein kompleks. Secara
biokimiawi, 20% dari susunan tubuh orang dewasa terdiri dari protein.
Kualitas protein ditentukan oleh jumlah dan jenis asam aminonya
(Nirmala, 2010).
Protein berfungsi nyaris dalam setiap aspek kehidupan selular, dan bisa
terdapat ribuan atau bahkan puluhan ribu protein berbeda dalam sebuah sel
tunggal. Enzim yang mengkatalis kebanyakan reaksi kimiawi dalam sel,
terbuat dari rantai-rantai protein. Sejumlah hormon misalnlya insulin juga
terbuat dari protein. Fungsi-fungsi lain yang melibatkan protein adalah
pesinyalan sel, respo-respon imun (antibodi), faktor-faktor penggumpalan
darah, struktur kromatin (histon) pergerakan (motor antarmolekular),
4
unsur-unsur sitoskeletal (tubulin), protein-protein kontraktil (myosin dan
aktin) matriks ekstraseluler (kolagen), dan lain-lain (Susan et al., 2007).
Protein adalah polimer panjang yang tersusun atas asam-asam amino,
yang seringkali disebut sebagai residu yang terikat secara kovalen oleh
ikatan peptida. Secara ilmiah, terdapat 20 jenis asam amino yang berbeda
pada protein. Semua asam amino yang terionisasi secara biologis dengan
sempurna, kecuali prolin, memiliki struktur umum. Karbon-α adalah atom
sentral tempat sebuah gugus amino (NH3+) dan sebuah gugus karbksil
(COO-) melekat. Seiring meningkatnya pH melebihi kenetralan,
lingkungan yang semakin basa cenderung menetralisasi gugus-gugus
karboksil yang asam dari protein. Seiring menurunnya pH di bawah
kenetralan, lingkungan yang semakin asam cenderung mentralisasi gugus-
gugus amino yang basa (Susan et al, 2007).
Total protein terdiri atas albumin (60%) dan globulin (40%). Bahan
pemeriksaan yang digunakan untuk pemeriksaan total protein adalah
serum. Bila menggunakan bahan pemeriksaan plasma, kadar total protein
akan menjadi lebih tinggi 3 – 5 % karena pengaruh fibrinogen dalam
plasma (LeFeverKee, 2007).
B. Fungsi protein
Protein adalah makromolekul yang kompleks secara fisik dan
fungsional yang melakukan peran sangat penting yang banyak. Beberapa
fungsi protein adalah sebagai berikut:
1. Filamen aktin dan miosin pada kontraksi otot.
Massa otot terbentuk dari 75% air dan lebih dari 20% protein.
Dua protein utama adalah aktin dan miosin.
a. Monomer G-aktin membentuk 25% protein otot
berdasarkan berat. Pada kekuatan ionil fisiologis dan
2+
dengan keberadaan Mg G-aktin mengalami polimerisasi
secara non kovalen untuk membentuk filamen heliks-ganda
tak larut yang disebut F-aktin (Murray, 2014).
5
b. Miosin adalah suatu famili protein, dengan paling sedikit 12
kelas yang telah berhasil diidentifikasi dalam genom
manusia. Miosin membentuk 55% protein otot berdasarkan
berat dan membentuk filament tebal. Miosin adalah
heksamer asimetris dengan massa molekul sekitar 460 kDa.
Miosin otot rangka mengikat aktin untuk membentuk
aktomiosin (aktin-miosin) (Murray, 2014).
2. Hemoglobin mengangkut oksigen
Protein heme myoglobin dan hemoglobin menjaga persediaan
oksigen yang sangat penting untuk metabolisme oksidatif.
a. Mioglobin, suatu protein monomerik otot merah yang
berguna untuk menyimpan oksigen sebagai cadangan untuk
menghadapi kekurangan oksigen (Murray, 2014).
b. Hemoglobin, suatu protein tetramerik eritrosit yang
berfungsi mengangkut O2 ke jaringan dan mengembalikan
CO2 dan proton ke paru-paru (Murray, 2014).
3. Protein berguna sebagai antibodi
Plasma dalam darah terdiri dari air, elektrolit, metabolit,
nutrient, protein, dan hormone. Protein total dalam plasma manusia
memiliki konsentrasi sekitar 7,0-7,5 g/dl dan membentuk bagian
terbesar dari bahan padat plasma. Protein plasma sebenarnya
adalah campuran kompleks yang mencakup tidak saja protein-
protein sederhana, tetapi juga protein terkonjugasi, misalnya
glikoprotein dan berbagai tipe lipoprotein. Selain itu, ribuan
antibodi juga terdapat dalam plasma manusia, meskipun pada
keadaan normal jumlah masing-masing antibodi biasanya cukup
rendah. Beberapa contoh protein plasma yang berguna sebagai
antibody adalah immunoglobulin, protein komplemen, dan β2-
mikroblogulin (Murray, 2014).
6
4. Albumin berguna untuk menentukan tekanan osmotik plasma
Albumin (69 kDa) adalah protein utama plasma manusia dan
membentuk sekitar 60% protein plasma total. Sekitar 40% albumin
terdapat dalam plasma, dan 60% sisanya terdapat di ruang
ekstrasel. Oleh karena massa molekulnya yang relative rendah dan
konsentrasinya yang tinggi, albumin diperkirakan menentukan
sekitar 75%-80% tekanan osmotic plasma manusia. Fungsi penting
lain dari albumin adalah kemampuannya mengikat ligan. Ligan-
ligan tersebut mencakup asam lemak bebas, kalsium, hormone
steroid tertentu, bilirubin, dan sebagai triptofan plasma. Selain itu,
albumin tampaknya berperan penting dalam mengangkut tembaga
di tubuh manusia (Murray, 2014).
5. Protein menyusun histon
Histon adalah suatu famili kecil protein dasar yang saling
berkaitan. Histon H1 adalah protein yang berikatan paling longgar
dengan kromatin. Oleh sebab itu, ikatan tersebut mudah dilepaskan
dengan larutan garam setelah kromatin menjadi semakin mudah
larut. Unit susunan kromatin yang larut ini adalah nukleosom.
Nukleosom mengandung empat jenis utama histon, yaitu H2A,
H2B, H3, dan H4 (Murray, 2014).
7
Adapun sifat-sifat kimia protein sebagai berikut :
1. Protein dapat larut dalam larutan yang berbeda
Ada protein yang larut dalam air, ada pula yang tidak larut
dalam air, tetapi semua protein tidak larut dalam pelarut lemak
seperti misalnya etil eter. Daya larut protein akan berkurang jika
ditambahkan garam, akibatnya protein akan terpisah sebagai
endapan. Apabila protein dipanaskan atau ditambahkan alkohol,
maka protein akan menggumpal. Hal ini disebabkan alkohol
menarik mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein.
Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai
molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan
dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa).
Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan
H+, sehingga protein bermuatan positif. Bila pada kondisi ini
dilakukan elektrolisis, molekul protein akan bergerak kearah
katoda. Dan sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul
protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif,
sehingga molekul protein akan bergerak menuju anoda (Sumitro,
2010).
2. Umumnya terdiri dari 20 macam asam amino
Terdapat ikatan kimia lain yang menyebabkan terbentuknya
lengkungan-lengkungan rantai polipeptida menjadi struktur tiga
dimensi protein. Strukturnya tidak stabil terhadap beberapa faktor
seperti pH, radiasi, temperatur, medium pelarut organik dan
deterjen. Umumnya reaktif dan sangat spesifik, disebabkan
terdapatnya gugusan samping yang reaktif dan susunan khas
struktur makromolekul (Ellya, 2010).
8
D. Klasifikasi protein
Digolongkan menurut struktur molekulnya, kelarutannya, adanya
senyawa lain dalam molekulnya, tingkat degradasi dan fungsinya.
1. Berdasarkan struktur susunan molekul (Sumardjo , 2009)
a. Protein Fibriler/Skleroprotein adalah protein yang berbentuk
serabut. Kegunaannya untuk membentuk struktur dan jaringan,
contohnya kolagen yang terdapat dalam tulang rawan, miosin
pada otot, kreatin pada rambut, fibrin pada gumpalan darah.
b. Protein Globuler/Sferoprotein adalahprotein yang berbentuk
bola, contohnya enzim dan hormon.
2. Berdasarkan kelarutannya (Sumardjo , 2009) :
a. Albumin, larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas.
Contohnya albumin telur.
b. Globulin, tidak larut dalam air terkoagulasi oleh panas.
Contohnya ovoglobulin dalam kuning telur, legumin dalam
kacang-kacangan.
c. Glutelin, tidak larut dalam pelarut netral. Contohnya glutenin
dalam gandum dan orizenin dalam beras
d. Prolamin atau gliadin, larut dalam alkohol 70-80% dan tidak
larut dalam air maupun alkohol absolut. Contohnya gliadin
dalam gandum, hordain dalam barley dan zein dalam jagung
e. Histon, larut dalam air tidak larut dalam amonia encer.
Contohnya globin dalam hemoglobin
f. Protamin, larut dalam air dan tidak terkoagulasi oleh panas.
Contohnya salmin dalam ikan salmon, klupein dalam ikan
hering
3. Berdasarkan adanya senyawa lain (Sumardjo , 2009) :
a. Protein sederhana, tidak mengandung senyawa non protein
b. Protein yang mengandung senyawa non protein, contonya
Nukleoprotein (P+asam nukleat), Glikoprotein (P+KH),
Fosfoprotein (P+Fosfat), Lipoprotein (P+L)
9
4. Berdasarkan Degradasi yang biasanya merupakan tingkat
permulaan denaturasi (proses yang mengubah struktur molekul
tanpa memutuskan ikatan kovalen). (Sumardjo , 2009)
a. Protein alami, dalam keadaan seperti protein dalam sel.
b. Turunan protein yang merupakan hasil degradasi protein pada
tingkat permulaan denaturasi.
1) Protein turunan primer (hasil hidrolisis yang ringan
2) Protein turunan sekunder (hasil hidrolisis yang berat)
E. Struktur Protein
Pembagian tingkat organisasi struktur protein ada empat kelas yakni
struktur primer, struktur sekunder, dan struktur tersier. Sedangkan
klasifikasi protein dibagi berdasarkan sifat biologisnya, berdasarkan sifat
kelarutannya dan gugus prostetiknya (Katili, 2010).
Pada struktur primer ini ikatan antar asam amino hanya ikatan peptida
(ikatan kovalen). Struktur ini dapat digambarkan sebagai rumus bangun
yang biasa ditulis untuk senyawa organik. Pada ikatan ini tidak terdapat
ikatan atau kekuatan lain yang menghubungkan asam amino dengan satu
dan lainnya. Pada struktrur sekunder dimana rantai asam amino bukan
hanya dihubungkan oleh ikatan peptida tetapi juga diperkuat oleh ikatan
hidrogen. Karena ikatan peptida adalah planar maka dalam satu molekul
protein dapat berotasi hanya C-N dan C-C terhadap sumbu (struktur
primer), sehingga memungkinkan suatu protein yang disebut -heliks.
Struktur tersier terbentuk karena terjadinya pelipatan (folding) rantai
-heliks, konformasi , maupun gulungan rambang suatu polipeptida,
membentuk protein globular, yang struktur tiga dimensinya lebih rumit
daripada protein serabut. Struktur kuartener terbentuk dari beberapa
bentuk tersier dan bisa terdiri dari promoter yang sama atau yang
berlainan. Agregasi dari banyak polipeptida dapat membentuk sebuah
protein tunggal yang fungsional (Patong et al., 2012).
10
F. Protein plasma
Protein plasma dapat dipisahkan menjadi tiga kelompok besar ─
fibrinogen, albumin, dan globulin ─ berdasarkan pemakaian natrium atau
sulfat dengan berbagai konsentrasi. Metode tersering yang digunakan
untuk menganalisis protein plasma adalah elektroforesis (Murray et al.,
2014) .
Albumin adalah protein utama dalam plasma manusia (3,4-4,7 g/dL)
dan membentuk sekitar 60% protein plasma total. Sekitar 40% albumin
terdapat dalam plasma, dan 60% sisanya terdapat di ruang ekstrasel.
Hampir semua protein plasma pada manusia ─ kecuali albumin ─ adalah
glikoprotein (Murray et al., 2014). Beberapa fungsi protein plasma, antara
lain :
1. Antiprotease : Antikimotripsin, α1 –Antitripsin, α2 –
Makroglobulin, Antitrombin.
2. Pembekuan darah : Berbagai faktor pembekuan, fibrinogen
3. Enzim : Berfungsi dalam darah, misalnya faktor
pembekuan, kolinesterase. Kebocoran dari sel atau jaringan,
misalnya aminotransferase.
4. Hormon : Eritropoetin.
5. Pertahanan tubuh : Imunoglobulin, protein komplemen, β2 –
mikroblogulin.
6. Respon peradangan : Protein respons fase akut (mis. Protein
reaktif-C, α1 –glikoprotein asam [orosomukoid])
7. Onkofetal : α1 –Fetoprotein (AFP)
8. Protein pengangkut :
a. Albumin (berbagai ligan, termasuk bilirubin, asam lemak
bebas, ion [Ca2+], logam [Cu2+, Zn3+], metheme, steroid,
hormone lain, dan berbagai obat)
b. Seruloplasmin (mengandung Cu2+; albumin mungkin lebih
penting dalam pengangkutan Cu2+ secara fisiologis)
c. Globulin pengikat kortikosteroid (transkortin) (mengikat
kortisol)
11
d. Haptoglobin (mengikat hemoglobin ekstrakorspuskular)
e. Lipoprotein (kilomikron, VLDL, LDL, HDL)
f. Hemopeksin (mengikat heme)
g. Protein pengikat retinol (mengikat retinol)
h. Globulin pengikat hormone seks (mengikat testoteron,
estradiol)
i. Globulin pengikat tiroid (mengikat T4, T3)
j. Transferin (mengankut besi)
k. Transtiretin (dahulu pra-albumin; mengikat T4 dan membentuk
suatu kompleks dengan protein pengikat retinol) (Murray et al.,
2014).
G. Denaturasi Protein
Denaturasi adalah perusakan sifat yang umum suatu bahan, seperti
penambahan methanol atau aseton dalam alcohol agar tidak bisa diminum
atau mengubah bentuk fisik seperti protein atau asam nukleotida yang
diakibatkan oleh pemanasan atau zat kimia tertentu (Dorland, 2012).
Denaturasi protein adalah perusakan konfigurasi protein (struktur
tersier), dengan pemanasan, mengubah pH atau dengan cara fisik atau
kimia, yang mengakibatkan perubahan sifat isik dan hilangnya aktivitas
biologic protein (Dorland, 2012).
Untuk mengarakterisasi suatu protein, harus dilakukan pemurnian
protein dengan memisahkannya dari campuran kompleks biologis. Sumber
protein biasanya menggunakan darah atau jaringan atau mikroorganisme.
Sel atau jaringan dihomogenisasi dalam larutan buffer isotonic. Biasanya
pada pH fisiologis dan 4oC untuk mengurasi denaturasi protein selama
pemurnian (Baynes, 2009).
12
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat
1. Torniequet
2. Spuit 3cc
3. Sentrifugator
4. Tabung reaksi 3 ml
5. Rak tabung reaksi
6. Mikropipet (10µl-100µl)
7. Mikropipet (100µl-1000µl)
8. Yellow tip
9. Blue tip
10. tabung vacutainer
11. Spektrofotometer
B. Bahan
1. Sampel serum
2. Reagen biuret
C. Cara Kerja
Sampling darah 3 cc
13
Vacuum tube non-EDTA
Inkubasi 20 menit
6. Perhitungan
|Test|
Kadar trigliserida (mg/dl) :
|.| Std
7. Nilai Normal :
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Probandus
a. Nama : Fathi Tsamara Ghufron Rifa’i
b. Usia : 19 tahun
c. Jenis kelamin : Laki – laki
2. Hasil yang didapatkan pada sampling darah yang sudah diberi reagen
menunjukkan hasil 4,76 gr/dL.
3. Interpretasi dari hasil yang trigliserida yang didapatkan adalah kadar
protein total pada probandus menurun dengan kadar normal 6,2-8,5
gr/dL untuk rentang usia 3 tahun sampai dengan dewasa..
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum kadar protein total darah sebesar 4,76
gr/dL pada probandus sehingga interpretasinya menurun untuk usia 3
tahun sampai dengan dewasa. Mudah sekali untuk menentukan kadar
protein tubuh, salah satunya dengan tes darah. Berikut ini penjelasan
umum tentang kadar protein total di dalam tubuh :
1. Dewasa : 6,2-8,5 gr/dL
2. Anak-anak :
a. Prematur : 4,2-7,6 gr/dL
b. Bayi baru lahir : 4,6-7,4 gr/dL
c. Bayi : 6,0-7,0 gr/dL
d. Anak : 6,2-8,0 gr/dL
15
Metode yang digunakan untuk uji kualitatif yaitu metode dengan
reagen biuret. Reagen biuret merupakan reagen yang digunakan untuk
membuktikan keberadaan gugus kimia ikatan peptida dalam protein.
Reagen ini adalah campuran senyawa anorganik seperti kalium hidroksida,
kalium natrium tartrat dan tembaga. Dengan adanya ikatan peptida, ion
tembaga (II) membentuk kompleks koordinasi berwarna biru keunguan
dalam larutan basa (Bintang, 2010).
16
Pengukuran konsentrasi dengan spektrofotometer didasarkan pada
hukum Lambert-Beer, yang menyatakan bahwa pengukuran intensitas
cahaya yang masuk dibandingkan dengan banyaknya atom-atom dan
panjang medium serapan (Nelson, 2010).
C. Aplikasi Klinis
17
2. Peningkatan Kehilangan Albumin
a. Kehilangan Ginjal
Dengan berat molekul 66 kDa, kehilangan albumin melalui
glomerulus minimal (kurang dari 30 mg per hari) pada orang sehat.
Kehilangan yang meningkat dapat terjadi karena alasan fisiologis seperti
demam, olahraga, atau alasan yang berhubungan dengan postur.
Keseimbangan antara filtrasi glomerulus dan reabsorpsi tubular
menentukan keberadaan albumin dalam urin. Kerusakan glomerulus
menyebabkan peningkatan kehilangan albumin melalui urin. Cedera pada
glomerulus dapat terjadi pada kebanyakan kondisi penyakit.
( Gounden,2018)
Sindrom nefrotik ditandai dengan hilangnya albumin dan
protein melalui ginjal. Proteinuria dengan kisaran nefrotik dianggap
sebagai kehilangan 3,5 atau lebih gram protein per periode 24 jam.
( Gounden,2018)
Terlepas dari proteinuria yang signifikan, sindrom nefrotik
ditandai dengan hipoalbuminemia, peningkatan edema, dan adanya asites
karena tekanan onkotik yang rendah. Hyperlipidemia dianggap sebagai
hasil dari hati yang meningkatkan produksi lipoprotein untuk
mengompensasi albumin serum rendah, peningkatan produksi faktor
pembekuan, dan peningkatan risiko trombosis. Bergantung pada penyebab
sindrom nefrotik, sindrom ini dapat muncul pada masa kanak-kanak,
dewasa, dan pada manula. Kerusakan glomerulus dapat terjadi karena
obat-obatan toksin eksogen, logam berat, agen kemoterapi, melalui
autoantibodi yang diarahkan pada membran basal glomerulus seperti pada
penyakit autoimun seperti SLE, atau antibodi yang dihasilkan setelah
infeksi seperti streptokokus Grup B. Keganasan seperti multiple myeloma
juga berhubungan dengan perkembangan sindrom nefrotik. (Brock,2016)
18
Penyakit ginjal kronis (CKD): Salah satu definisi CKD
termasuk keberadaan albuminuria yang signifikan 30 hingga 300 mg per
24 jam selama setidaknya 3 bulan. Ini dapat terjadi dengan ada atau tidak
adanya penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR). Penyakit ginjal stadium
akhir (ESRD) dikaitkan dengan proteinuria dan albuminuria yang
signifikan bersama dengan hipoalbuminemia serum. Hipoalbuminemia
pada ESRD juga merupakan hasil dari penurunan sintesis dan peningkatan
degradasi protein dalam kondisi ini. (Brock,2016)
Albuminuria juga dapat terjadi selama penyakit kronis seperti
diabetes mellitus dan hipertensi esensial tetapi tidak menghasilkan
hipoalbuminemia serum kecuali jika total protein hilang dalam kisaran
nefrotik. (Brock,2016)
b. Kehilangan Usus
Enteropati yang kehilangan protein ditandai dengan hilangnya
banyak protein termasuk albumin melalui saluran GI yang melebihi
sintesis. Ini mengarah pada hipoalbuminemia. Ada beberapa penyebab
PLE yang meliputi penyakit GI dan kondisi yang tidak berhubungan
dengan usus (seperti penyakit jantung dan SLE). Mekanisme kehilangan
protein pada PLE secara luas dapat dibagi menjadi 3 kategori: (1) penyakit
yang terkait dengan peningkatan tekanan limfatik (mis.,
Lymphangiectasis); (2) penyakit dengan erosi mukosa (mis., Penyakit
Crohn); dan (3) penyakit tanpa erosi mukosa (mis., penyakit seliaka).
(Brock,2016)
19
d. Terbakar
Pasien dengan luka bakar mengalami peningkatan
permeabilitas pembuluh darah yang mengakibatkan ekstravasasi albumin
dari intravaskular ke kompartemen ekstravaskular. Ada juga respons fase
akut yang memengaruhi sintesis protein hati yang menyebabkan
penurunan kadar albumin serum lebih lanjut. (Weaving,2016)
Kadar albumin serum juga digunakan untuk menilai tingkat
keparahan luka bakar pada pasien ini dan sebagai prediktor mortalitas dan
morbiditas. (Weaving,2016)
e. Sepsis
Sepsis dikaitkan dengan peningkatan permeabilitas vaskular
dan kebocoran kapiler yang mengakibatkan hilangnya albumin dari
kompartemen intravaskular. Terlepas dari ini, ada juga pengurangan
sintesis dan peningkatan katabolisme albumin dengan adanya sepsis yang
signifikan. (Levitt,2016)
20
4. Gagal Jantung
Hipoalbuminemia sering terjadi pada pasien dengan gagal
jantung. Hipoalbuminemia pada gagal jantung adalah kombinasi dari
berbagai faktor termasuk malnutrisi, peradangan, dan cachexia serta
hemodilusi, disfungsi hati, enteropati yang kehilangan protein, dan
peningkatan kehilangan ekstravaskular. Risiko hipoalbuminemia dengan
gagal jantung meningkat pada pasien usia lanjut. (Levitt,2016)
21
BAB V
PENUTUP
1) Protein sangat penting bagi tubuh, baik selular maupun no- selular.
2) Protein tersusun dari asam amino dengan ikatan peptida.
3) Hasil uji kadar protein pada praktikum kali ini menunjukan kadar yang
menurun.
22
DAFTAR PUSTAKA
Brock F, Bettinelli LA, Dobner T, Stobbe JC, Pomatti G, Telles CT. Prevalence of
hypoalbuminemia and nutritional issues in hospitalized elders. Rev Lat
Am Enfermagem. 2016 Aug 08;24:e2736.
Ellya, E., S. 2010. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Trans Info Media.
23
Levitt DG, Levitt MD. Human serum albumin homeostasis: a new look at the
roles of synthesis, catabolism, renal and gastrointestinal excretion, and the
clinical value of serum albumin measurements. Int J Gen
Med. 2016;9:229-55.
Murray, R. K., Bender, D. A., Botham, K. M., Kennelly, P. J., Rodwell, V. W.,
Weil, P. A. 2014. Biokimia Harper edisi 29. Jakarta: EGC.
Natsir, N.,A . Latifa, S . 2018 . Analisis Kandungan Protein Total Ikap Kakap
Merah dan Ikan Kerapu Bebek . Jurnal Biologi Science and Edocation
. Vol 7 (1) . 49 – 55.
Nelson, Behrmen, Kliegman, dkk. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15
vol 2. Jakarta : EGC.
Patong, A.R., dkk., 2012, Biokimia Dasar, Lembah Harapan Press, Makassar.
24
Weaving G, Batstone GF, Jones RG. Age and sex variation in serum albumin
concentration: an observational study. Ann. Clin. Biochem. 2016
Jan;53(Pt 1):106-11.
25