Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PERCOBAAN VI

KADAR PROTEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI

Disusun Oleh:

Tarisa Perolin 10060321017


Vadia Amanda 10060321018
Dinah Shafira Abasi 10060321019
Najwa Fitri Rayyani 10060321020
Lidya Sri Barokah M.Y. 10060321021

Shift/Kelompok : A/3
Tanggal Praktikum : 31 Oktober 2022
Tanggal Laporan : 7 November 2022
Asisten Penanggung Jawab : Muhammad Adliansyah PH., S.Farm.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2022 M/ 1444 H
PERCOBAAN VI

KADAR PROTEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI

I. TUJUAN PERCOBAAN
Diharapkan mahasiswa dapat memahami metode identifikasi protein secara
kuantitatif dengan metode spektrofotometri.

II. TEORI DASAR


2.1 Analisis Kualitatif dan Kuantitatif
Teknik analisis data kualitatif adalah proses analisis data yang tidak melibatkan
atau berbentuk angka. Data yang diperoleh untuk penelitian menggunakan teknis
analisis data kualitatif umumnya bersifat subjektif. Pada penelitian kualitatif, peneliti
mendapatkan data dari banyak sumber dan menggunakan banyak metode. Data
kualitatif juga merupakan data dengan skala Nominal (bersifat membedakan) dan juga
Ordinal (membedakan dan juga mengurutkan). Kelebihan dalam metode kualitatif
adalah bersifat lebih detail dan mendalam, hasil penelitian dapat menggambarkan
pandangan realistis, dimana hal ini tidak bisa diukur secara numerik, dan proses
pengumpulan data bersifat fleksibel (Rijali, 2019).
Untuk menjamin kondisi yang digunakan dalam analisis kuantitatif stabil dan
reprodusibel, baik pada penyiapan sampel atau proses kromatografi, berikut beberapa
syarat yang harus dipenuhi dalam analisis kuantitatif.
1. Analit (solute) harus telah diketahui dan terpisah sempurna dari komponen-
komponen lain dalam kromatogram.
2. Baku dengan kemurnian yang tinggi dan telah diketahui harus tersedia.
3. Prosedur kalibrasi yang sudah diketahui harus digunakan (Rohman, 2009).
2.2 Protein
Protein berasal dari bahasa Yunani “proteios” yang berarti pertama atau utama.
Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian dari sel.
Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem komunikasi
antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel. Karena itulah
sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada protein khususnya hormon,
antibodi, dan enzim (Fatchiyah, 2011).
Protein adalah zat makanan yang mengandung nitrogen yang diyakini sebagai
faktor penting untuk fungsi tubuh, sehingga tidak mungkin ada kehidupan tanpa
protein (Muchtadi, 2010). Protein merupakan makromolekul yang terdiri dari rantai
asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida membentuk rantai peptida dengan
berbagai panjang dari dua asam amino (dipeptida), 4-10 peptida (oligopeptida), dan
lebih dari 10 asam amino (polipeptida) (Gandy, J.W., 2014). Tiap jenis protein
mempunyai perbedaan jumlah dan distribusi jenis asam amino penyusunnya.
Berdasarkan susunan atomnya, protein mengandung 50 – 55% atom karbon (C), 20 –
23% atom oksigen (O), 12 – 19% atom nitrogen (N), 6 – 7% atom hidrogen (H),
dan0,2 – 0,3% atom sulfur (S) (Estiasih, T., 2016).
Protein adalah zat pembangun yang penting dalam siklus kehidupan manusia.
Protein digunakan sebagai zat pembangun tubuh untuk mengganti dan memelihara sel
tubuh yang rusak, reproduksi, mencerna makanan dan kelangsungan proses normal
dalam tubuh. Sumber protein adalah kacangkacangan dan hasil olahannya, telur, teri,
ikan segar, daging, udang, susu dan sebagainya perlu ditambahkan dalam menu
makanan sebagai zat tambahan darah untuk mencegah dan mengatasi anemia (Adriani
dan Wirjatma, 2012).

Menurut Fatciyah dkk (2011), protein dapat dikelompokkan menjadi empat


tingkat struktur, yaitu :
a. Struktur polimer
Struktur polimer menggambarkan sekuens linier residu asam amino dalam suatu
protein. Sekuens asam amino selalu dituliskan dari struktur sekunder, tersier, dan
kuartener. Faktor yang menentukan untuk menjaga atau menstabilkan ketiga tingkat
struktur tersebut adalah ikatan kovalen yang terdapat dalam struktur primer.
b. Struktur sekunder
Struktur sekunder dibentuk karena adanya ikatan hidrogen antara hidrogen
amida dan oksigen kerbonil dari rangka peptida. Struktur sekunder utama meliputi α-
heliks dan β-strands (termasuk β-sheets).
c. Struktur tersier
Struktur tersier menggambarkan rantai polipeptida yang mengalami folded
sempurna yang kompak. Beberapa polipetida folded terdiri dari beberapa protein
glubar yang berbeda dihubungkan oleh residu asam amino. Unit tersebut dinamakan
domain. Struktur tersier distabilkan oleh interaksi antara gugus R yang terletak tidak
bersebelahan pada rantai polipeptida. Pembentukan struktur tersier membuat struktur
primer dan sekunder menjadi saling berdekatan.
d. Struktur kuartener
Struktur kuartener melibatkan asosiasi dua atau lebih rantai polipeptida yang
membentuk multi sub unit atau protein oligomerik. Rantai polipeptida yang
membentuk multi sub unit atau protein oligomerik. Rantai polipeptida penyusun
protein oligomerik dapat sama atau berbeda.
Protein mempunyai beberapa fungsi protein:
1. Membentuk jaringan dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
2. Memelihara jaringan tubuh, memperbaiki serta mengganti jaringan yang rusak atau
mati.

3. Menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan


dan metabolisme serta antibodi yang diperlukan.
4. Mengatur keseimbangan air yang terdapat dalam tiga kompartemen, yaitu
intraseluler, ekstraseluler/intraseluler dan intravaskuler (Adriani dan Wirjatma
2012).
Protein memiliki peran yang penting bagi tubuh, namun menurut Kurniawan
(2014), terlalu banyak mengkonsumsi protein hewani akan membuat sistem pencernaan
sulit untuk diuraikan dan diserap secara menyeluruh karena sia-sia makanan yang tidak
dapat diserap oleh tubuh akan menumpuk dan akhirnya membusuk didalam usus.
Racun yang dihasilkan oleh sisa-sisa makanan yang menumpuk akan dinetralkan oleh
hati. Kondisi inilah yang mengakibatkan sebagian besar enzim didalam usus dan hati
menguras energinya hanya untuk melindungi tubuh dari racun-racun yang ada di dalam
pencernaan. Kerugian yang didapatkan oleh tubuh adalah protein akan terbuang sia-sia
melalui urine.
2.3 Metode Pengujian Kadar Protein
Analisa Kuantitatif Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode,
yaitu: Metode konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi,
titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut. Metode modern, yaitu
metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV.
Digunakan untuk protein terlarut.
1) Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total
pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi
dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan
menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang
terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan
secara titrasi.
2) Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan
membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya
sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH
sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p.,
akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang
dalam 30 detik.
3) Metode lowry
Reaksi antara Cu2+ dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan
asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan ( merupakan residu protein) akan
menghasilkan warna biru. Warna yang terbentuk terutama dari hasil reduksi
fosfomolibdat dan fosfotungstat, oleh karena itu warna yang terbentuk tergantung pada
kadar tirosin dan triptofan dalam protein. Metode lowry memiliki keuntungan karena
100 kali lebih sensitif dari metode biuret. Senyawa fenol juga dapat mengganggu hasil
penetapan. Gangguan ini dapat dihilangkan dengan cara mengendapkan potein dengan
TCA, hilangkan supernatannya lalu melarutkannya kembali endapan protein yang
diendapkan oleh TCA tadi, kemudian dianalisis selanjutnya.
4) Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)
5) Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan
fenilalanin yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi
maksimum pada 280 nm, sedang untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada
278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih
pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi
protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya
asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm. Pengukuran pada 260 nm
untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260
menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel.
(Nurlaela, 2000)
2.4 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometer adalah alat untuk mengkur transmitan atau absorban suatu
sampel sebagai fungsi panjang gelombang, tiap media akan menyerap cahaya pada
panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa atau warna yang terbentuk
(Cairns, 2009) Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada
suatu objek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan di
serap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang di serap
sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet(Sastrohamidjojo, 2007)
Spektrofotometer UV-VIS adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet
(200-350nm) dan sinar tampak (350-800nm) oleh suatu senyawa. Serapan cahaya UV
atau VIS (cahaya tampak) mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-
elektron dari orbital keadan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi
berenergi lebih rendah.
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh
suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Sinar ultraviolet
(UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible)
mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran spektrofotometri
menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik yang cukup
besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak
dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat
berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan
bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer (Rohman, 2007).
Prinsip kerja spektrofotometer adalah penyerapan cahaya pada panjang
gelombang tertentu oleh bahan yang diperiksa. Tiap zat memiliki absorbansi pada
panjang gelombang tetentu yang khas. Panjang gelombang dengan absorbansi tertinggi
digunakan untuk mengukur kadar zat yang diperiksa. Banyaknya cahaya yang
diabsorbsi oleh zat berbanding lurus dengan kadar zat. Memastikan ketepatan
pengukuran, kadar yang hendak diukur dibandingkan terhadap kadar yang diketahui
(standar). Setelah dimasukan blangko (KEMENKES, 2010).

III. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu ball pipet, gelas beker 100 mL,
labu takar 50 mL, neraca analitis, pengaduk kaca, pipet tetes, pipet ukur 1 mL dan 5
mL, spektrofotometer UV-Vis Double Beam, dan tabung reaksi dan raknya.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu aquadest, larutan standar
albumin 10 mg/mL, NaOH 3%, reagen biuret, dan telur ayam.

IV. PROSEDUR
Dibuat larutan sampel albumin dengan cara menimbang putih telur sebanyak 2 g,
lalu ditambahkan sedikit akuades agar agak cair, dan ditambahkan 3-5 tetes larutan
NaOH 3%. Kemudian ditambahkan sedikit akuades. Campuran dimasukan ke dalam
labu ukur 50 mL kemudian digenapkan dengan akuades hingga tanda batas dan diaduk
hingga larutan homogen. Kemudian, disiapkan 7 tabung reaksi lalu diberi label:
blangko, larutan sampel,dan larutan standar 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 0,8 mL dan 1,0
mL. Dibuat seri sebagai berikut:

Ke dalam tabung 1 ditambahkan 1 mL larutan sampel dan 5 tabung larutan


standar ditambahkan aquadest untuk diencerkan hingga volume 1 mL. Pada tabung 1
dimasukan 8 mL Biuret, sedangkan tabung 2 hingga 7 ditambahkan 4 mL larutan
Biuret. Kemudian, diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar dan dibaca absorbansi
pada panjang gelombang 540 nm dengan alat spektrofometer dengan menggunakan
tabung 1 sebagai blanko. Dibuat kurva standar dan cari persamaan regresinya dan
ditentukan kadar protein sampel putih telur dengan memasukan nilai absorbandi sampel
ke persamaan garis pada kurva standar

V. DATA PENGAMATAN
Data pengamatan yang diperoleh dari percobaan adalah sebagai berikut:

Konsentrasi
No. Absorbansi
Tabung (x) (y)
mg/L
ppm
2 2000 0,2 0,098
3 4000 0,4 0,197
4 6000 0,6 0,291
5 8000 0,8 0,388
6 10000 1,0 0,481

Persamaan regresi linear


y = 𝑎 ± 𝑏𝑥
a = 0,0039
b = 0,4785 𝑥
r = 0,9999
Abs. sampel : 0,352

y = 0,0039 + 0,4785 𝑥
0,352 = 0,4785 𝑥 + 0,0039
x = 0,727 ppm

Kadar sampel uji : 2 g/50 mL → 2000 mg/50 mL → 40 mg/mL

0,727 ppm
% kadar protein = x 100%
40 ppm

= 1,8175 %
Grafik Larutan Standar Albumin
0,6
0,5 y = 0,4785x + 0,0039
R² = 0,9999

Absorbansi
0,4
0,3
Absorbansi
0,2
Linear (Absorbansi)
0,1
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
Konsentrasi (ppm)

VI. PEMBAHASAN
Protein merupakan makromolekul yang terdiri dari rantai asam amino yang
dihubungkan oleh ikatan peptida membentuk rantai peptida dengan berbagai panjang
dari dua asam amino (dipeptida), 4-10 peptida (oligopeptida), dan lebih dari 10 asam
amino (polipeptida) (Gandy, J.W., 2014). Berdasarkan strukturnya, protein terdiri atas
atom C, H, O, N, dan S. Kandungan atom karbon (C), 50 – 55% 20 – 23% atom
oksigen (O) 20 – 23%, atom nitrogen (N) 12 – 19%, atom hidrogen (H) 6 – 7%, dan
atom sulfur (S) 0,2 – 0,3% (Estiasih, T., 2016). Protein adalah zat pembangun yang
penting dalam siklus kehidupan manusia. Protein digunakan sebagai zat pembangun
tubuh untuk mengganti dan memelihara sel tubuh yang rusak, reproduksi, mencerna
makanan dan kelangsungan proses normal dalam tubuh.
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan kadar protein secara
spektrofotometri. Pemerikasan kadar protein bertujuan untuk mengetahui adanya
kelainan pada hati. Hati merupakan organ tempat terjadinya metabolisme protein yang
mengubah gugus amino dan NH2 (Guyton dan Hall, 2008). Adapun untuk prinsip dari
percobaan ini yaitu pemeriksaan total protein dengan metode Ion kupri dalam suasana
alkaslis akan membentuk senyawa kompleks yang berwarna ungu dan intensitas
warnanya diukur denga spektrofotometer menggunakan panjang grlombang 540 nm.
Penentuan kadar protein ini dilakukan dengan metode Biuret. Biuret merupakan
reagen berisi Na K Tartrat, ion cupri dan larutan alkali. (Sumardjo, 2008). Reagen
biuret terdiri dari larutan NaOH dan CuSO4 (Burtis, Aswood. 2008). Metode Biuret
termauk ke dalam metode kolometri. Metode kolorimetri yaitu mengukur warna suatu
zat sebagai perbandingan. Biasanya cahaya putih digunakan sebagai sumber cahaya
untuk membandingkan absorpsi cahaya relatif terhadap suatu zat. (Mendham, J. et.al.,
1991) sehingga dengan metode ini dapat teramati perbandingan angtara larutan standar
dan larutan sampel.
Spektrofotometri berkaitan dengan hukum Lambert-Beer, dimana ketika cahaya
masuk melalui monokromator akan mengubah cahaya yang mulanya polikromatis
menjadi cahaya polikromatis kemudian cahaya ini sebagian disersp dan sebagian yang
lain akan menyebabkan refleksi permukaan sehigga intensitasnya menjadi bekurang.
Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan ini yaitu pembuatan larutan
sampel albumin dengan ditimbang putih telur sebanyak 2 gram menggunakan neraca
analitik kemudian ditambahkan sedikit akuades agar putih telur menjadi agak cair.
Penimbangan dilakukan untuk memperoleh massa atau berat dari sampel yang
diinginkan. Kemudian ditambahkan 5 NaOH 3% yang berfungsi menjadi katalisator
dengan cara mengubah suasana larutan menjadi basa sehinngga ikatan-ikatan ionik
terputus dan reaksi berlangsung menjadi lebih cepat (Poedjiadi, 2008). Ditambahkann
sedikit aquades ke dalam larutan kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur dan
ditambahkan aquades hingga tanda batas. Penambahan aquades dilakukan secara hati-
hati agar tidak melewati tanda batas yang nantinya akan mempengaruhi konsentrasi.
Selajutnya dilakukan homogenisasi secara manual dengan membolak-balikkan
labu ukur yang berisi larutan. Tujuan dari homogenisasi ini adalah untuk membuat
seluruh campuran dalam larutan menjadi seragam (Fellows, 2000). Kemudian disiapkan
7 tabung yang berbeda untuk dijadikan sebagai larutan blanko, larutan sampel dan
larutan standar. Larutan blanko adalah larutan tidak berisi analit atau larutan tanpa
sampel. Blanko biasanya digunakan untuk tujuan kalibrasi sebagai larutan pembanding
(Parhan, 2018). Larutan blanko pada percobaan ini yang digunakan adalah aquadest
yang ditambahkan 8 mL larutan Biuret. Larutan standar adalah larutan yang
konsentrasinya sudah diketahui (Syukri, 1999). Dalam percobaan ini larutan standar
yang digunakan adalah larutan albumin dengan volume berbeda di setiap tabungnya
dan ditambahkan dengan 4 mL larutan Biuret. Sedangkan larutan sampel adalah larutan
yang diteliti. Larutan sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan yang
mengandung putih telur, NaOH, dan aquades yang telah dibuat pada tahap pembuatan
larutan sampel albumin. Pada tahapan ini seluruh larutan mengalami perubahan warna
yang mulanya tidak berwarna menjadi warna biru hingga ungu dengan kepekatan yang
berbeda setiap tabungnya. Kepekatan warna yang dihasilkan menentukan tingkat
konsentrasi protein, semakin pekat warna atau semakin ungu warna yang dihasilkan
maka konsentrasi protein dalam larutan semaki tinggi. Hal ini terjadi dikarenakan ion
Cu2+ dari pereaksi biuret dalam suasana basa bereaksi dengan gugus N pada ikatan
peptida yang menyusun protein, dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu
atau violet (Bintang, 2010).
Seluruh larutan yang telah dibuat diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar
dengan tujuan untuk mempercepat reaksi. Setelah diinkubasi dilakukan pembacaan
absorbansi pada panjang gelombang 540 nm yang merupakan panjang gelombang
maksimum yang dapat diserap oleh protein. Protein dapat menghasilkan dua spektrum
cahaya maksimum yaitu pada panjang gelombang 540 nm dan 270 nm tetapi 540 nm
lebih disarankan karena banyaknya senyawa lain yang dapat terserap pada panjang
gelombang 270 nm (Praira, 2008).
Hasil absorbansi yang didapatkan pada percobaan kali ini yaitu untuk larutan
standar 0,2 adalah 0,098; larutan standar 0,4 adalah 0,197; larutan standar 0,6 adalah
0,291; larutan standar 0,8 adalah 0,388; larutan standar 1,0 adalah 0,481; dan larutan
sampel adalah 0,352. Setelah itu, dibuat kurva standar dan persamaan regresi linear,
kurva standar merupakan kurva kalibrasi dari sederet larutan standart larutan yang
sebaiknya mempunyai komposisi cuplikan (Harjito, 2019). Pada persamaan regresi
linear didapatkan persamaan y = 0,4785 𝑥 + 0,0039. Persamaan garis ini akan
digunakan untuk menghitung kadar protein dalam larutan blanko dan larutan sampel,
dengan hasil nilai x yaitu 0,727 ppm. Kemudian dihitung kadar persentase protein
dengan rumus kadar = konsentrasi sampel/massa zat yang dikalikan dengan 100%,
maka hasil yang didapatkan adalah sebesar 1,8175%.
Pada literatur dinyatakan bahwa nilai absorbansi yang baik adalah berada pada
rentang 0,2-0,8 (Hetty Nur Handayani et al., 2021). Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa nilai absorbansi pada percobaan kali ini sudah berada pada rentang
yang baik. Apabila larutan yang digunakan terlalu encer maka akan mempengaruhi
nilai absorbansinya yaitu dibawah 0,2, maka untuk mengatasinya dapat dilakukan
pemekatan pada sampel uji, dan untuk faktor lainnya yang dapat mempengaruhi
perbedaan hasil adalah suhu, pH, dan adanya zat pengotor (Kurniawati & Alfanah,
2019). Pada hasil kurva yang didapat konsentrasi protein berbanding lurus dengan
absorbansi panjang gelombang maksimum, dimana kurva menandakan bahwa hasil
percobaan sesuai dengan teori yaitu semakin tinggi konsentrasi maka warna yang
dihasilkan semakin pekat, sehingga cahaya yang diserap akan semakin banyak dan
menyebabkan nilai absorbansinya semakin besar. Hal ini sudah sesuai dengan hukum
Lambert-Beer yang menyatakan bahwa semakin besar absorbansi larutan, semakin
besar konsentrasi zat terlarut (Mukti W, 2020).
VII. KESIMPULAN
Pada percobaan ini didapatkan hasil bahwa pembentukan kompleks berwarna
dapat teridentifikasi dengan menggunakan spektrofotometri UV Sinar-Tampak dengan
absorbansi 0,727 ppm pada panjang gelombang 540 nm dan % kadar protein sebanyak
1,8175 %.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Adriani, M. dan Wirjatmadi, B. (2012). Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan.


Kencana, Jakarta.

Bintang, M. (2010). Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Burtis, C.A., et al (2008). Lipids, Lipoproteins, Apolipoproteins, and Other


Cardiovascular Risk Factor. In: Tietz Textbook of Clinical Chemistry and
Molecular Diagnostic. Vol. 1. St. Louis, Missouri: Elsevier: 903-968.

Cairns D. (2009). Essentials of Pharmaceutical Chemistry Second Edition (Intisari


Kimia Farmasi Edisi Kedua). Penerjemah : Puspita Rini. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Day, R A, dan Underwood, A L., (2002), Analsis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam,
Erlangga, Jakarta

Estiasih, T., dkk. (2016). Kimia dan Fisik Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.

Fatchiyah, E. L, Arumingtyas S, Widyarti, Rahayu, S. (2011). Biologi Molekuler


Prinsip Dasar Analisis. Jakarta: Erlangga.

Fellows, PJ. (2000). Food Processing Technology Technology- Principles and Practice.
Woodhead Publishing, Limited.England.

Gandy, J.W., et al. (2014). Gizi dan Dietetika. Diterjemahkan oleh : Hutagalung,
M.S.B., dkk. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.

Guyton dan Hall. (2008). Buku ajar Fisiologi Kedokteran ed. 11. Jakarta: EGC,.

Hardjono Sastrohamidjojo. (2007). Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty.

Harjito. (2019). Perbandingan Metode Kurva Kalibrasi / Standar Dan Metode Adisi
Standar Pada Pengujian Chrom Total Dalam Bahan Makanan Menggunakan
Spektromteri Serapan Atom ( SSA ). Jurnal Inovasi Dan Pengelolaan
Laboratorium, 1(1).

Hetty Nur Handayani, Kaliawan, & Nanang Setio Pambudi. (2021). PERBANDINGAN
PENENTUAN ANTOSIANIN PADA BUNGA ROSELLA DENGAN
MENGGUNAKAN UV-VIS SPEKTROMETRI DAN PENCITRAAN WARNA.
Jurnal Teknik Ilmu Dan Aplikasi, 9(1). https://doi.org/10.33795/jtia.v9i1.5

Kementerian Kesehatan RI, (2010). Profil Kesehatan Indonesia 2010.

Kurniawan, M (2014). Persepsi Tubuh dan Gangguan Makan pada Remaja, Jurnal Gizi
Klinik Indonesia: Vol 11 No. 3.

Kurniawati, P., & Alfanah, H. (2019). Perbandingan Metode Penentuan Kadar


Permanganat dalam Air Kran Secara Titrimetri dan Spektrofotometri UV-Vis.
IJCA (Indonesian Journal of Chemical Analysis), 2(2).
https://doi.org/10.20885/ijca.vol2.iss2.art3

Muchtadi, D. (2010). Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Alfabeta, Bandung.

Mukti W, K. (2020). Analisis Spektroskopi Uv-Vis. Jurnal Farmasi Dan Ilmu


Kefarmasian Indonesia, June.

Nurlaela Abd. Kadir, Nurhayati Bialangi dan Netty Ischak, “Analisis Protein Ikan Nike
Asal Gorontalo” (Laporan Penelitian Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas
Matematika dan Ipa UNG, Gorontalo, 2000).

Rijali, A. (2019). ANALISIS DATA KUALITATIF. Alhadharah: Jurnal Ilmu


Dakwah, 17(33). https://doi.org/10.18592/alhadharah.v17i33.2374

Anda mungkin juga menyukai