Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM
”PENGUKURAN KADAR PROTEIN DENGAN METODE BRADFORD DAN
LOWRY”

Disusun Oleh :
Kelompok 3

Felisha Salma Nabilah Reanto (1910412022)


Fivi Mona Bareno (1910413012)
Nanda Farel Pisya (1910413021)
Nisa Alfia Larasati (1910413023)

Tanggal Praktikum : 27 Mei 2022

LABORATORIUM BIOKIMIA JURUSAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam melakukan kegiatan sehari-hari, manusia memerlukan energi, energy
tersebut dapat diperoleh dari berbagai bahan makanan. Secara umum bahan
makanan tersebut mengandung karbohidrat, protein dan lemak. Protein merupakan
bioppolimer polipeptida yang tersusun dari sejumlah asam amino yang
dihubungkan oleh ikatan peptida. Protein merupakan biopolymer yang multifungsi,
yaitu sebagai structural pada sel maupun jaringan organ, sebagai enzim suatu
biokatalis, sebagai pengemban atau pembawa senyawa atau zat ketika melalui
biomembran sel dan sebagai zat pengatur (Hawab., 2004).
Kata protein berasal dari ‘protos’ atau ‘proteos’ yang berarti pertama atau
utama (Poedjiadi dan Supriyanti., 2009). Protein merupakan makromolekul yang
paling berlimpah di dalam sel dan menyusun lebih dari setengah berat kering pada
hampir semua organisme. Protein merupakan instrument yang mengekspresikan
informasi genetik. Protein mempunyai fungsi unik bagi tubuh, antara lain
menyediakan bahan-bahan yang penting peranannya untuk pertumbuhan dan
memelihara jaringan tubuh, mengatur kelangsungan proses di dalam tubuh dan
memberi tenaga jika keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh karbohidrat dan lemat.
Protein ada yang reaktif karena asam amino penyusunnya mengandung gugus
fungsi yang reaktif, seperti SH, -OH, NH2 dan –COOH, contoh protein aktif adalah
enzim, hormone, antibody dan protein transport (Fessenden., 1986).
Dalam penentuan kadar protein dapat dilakukan berbagai cara. Refraktori
merupakan metode penentuan kadar protein yang sangat cepat pelaksanaannya dan
hanya memerlukan sedikit bahan, namun tidak spesifik jadi hanya digunakan untuk
pengenalan protein. Uji biuret merupakan metode penentuan konsentrasi dengan
cara meneteskan protein ke dalam larutan CuSO4 dari berbagai macam konsentrasi.
Penentuan kekeruan dengan Nephlelometer yaitu penentuan intensitas kekeruhan
dengan memberikan standar sufosalisilat pada larutan protein, namun metode ini
jarang digunakan. Fotometri (reaksi warna), yaitu dengan meneteskan biuret atau
fenol ke dalam larutan protein, reaksi warna akan menjadi biru dari reagensia biuret
dan reduksi asam heteropoli. Penyisaan basah menurut Kjehdahl merupakan
metode analitik klasis sehingga perlu persiapan lama dan N dari non protein ikut
dalam perhitungan. Selain itu, penentuan kadar protein dengan menggunakan
metode Lowry akan memberikan warna biru yang intensitasnya bergantung pada
konsentrasi protein yang ditera. Sementara uji Bradford merupakan suatu uji untuk
mengukur konsentrasi protein total secara kolorimetri dalam suatu larutan
(Lehninger., 1997).
Protein merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang
dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung
karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadangkala sulfur serta fosfor
(Rosmawati., 2013). Asam amino sendiri merupakan molekul dengan gugus
karboksil (-COOH) dan amino (-NH2) yang terikat dengan gugus acak (-R).
perbedaan gugus acak ini menentukan jenis asam amino serta menentukan protein
yang terbentuk. Gugus pada asam amino tersebut dapat berupa senyawa aromatik,
rantai panjang karbon, sulfide, amina dan sebagainya (Underwood and Day., 1993).
Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup ,
kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Protein terlibat dalam
sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon,
sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transporasi hara.
Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi
organisme yang tidak mampu membentuk asam amino (Rosmawati., 2013).
Protein menupakan komponen makromolekul utama yang dibutuhkan
makhluk hidup. Fungsi protein lebih diutamakan untuk sintesis protein-protein baru
sesuai kebutuhan tubuh, sementara karbohidrat dan lipid digunakan untuk
menjamin ketersediaan energi untuk tubuh (Pacheco et al., 2008). Protein sebagai
salah satu dari biomolekul yaitu materi dasar atau makromolekul penyusun sel atau
organisme hidup. Selain itu, biomolekul protein merupakan komponen kimia
terbanyak pada organisme hidup, hal ini berkaitan dengan fungsi biologi protein.
Berdasarkan peranan protein pada fungsi biologi, protein dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a). Protein sebagai enzim, merupakan protein yang dapat berfungsi sebagai
katalisator (Hawab., 2003). Ampir seluruh reaksi kimia yang terjadi di tingkat sel
dikatalisis oleh enzim. Beberapa contoh enzim yang banyak dimanfaatkan saat ini
seperti glukosa oksidade yang mengkatalisis glukosa menjadi asam glukonat dan
urikase yaitu enzim yang dapat membongkar asam urat menjadi alantonin.
b). Protein transport, merupakan protein yang dapat mengikat dan membawa
molekul atau ion yang khas dari satu organ ke organ lainnya. Contoh protein
transport yang mudah adalah myoglobin yang menyimpan dan mendistribusikan
oksigen ke dalam otot (Matta dan Wibraham., 1992).
c). Protein Nutrient sering disebut juga protein penyimpanan, protein ini merupakan
cadangan makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan
(Hawab., 2003). Beberapa contoh protein ini sering kita temukan dalam kehidupan
sehari-hari seperti ovalbumin yang merupakan protein utama putih telur dan kasein
sebagai protein utama susu.
d). Protein Kontraktil juga dikenal sebagai protein motil, di dalam sel organisme
protein ini berperan untuk bergerak seperti aktin dan myosin. Kedua protein ini
merupakan filament yang berfungsi untuk bergerak di dalam system kontraktil dan
otot kerangka (Astuti., 2009).
e). Protein Struktural, jenis protein ini berperan untuk menyangga atau membangun
struktur biologi makhluk hidup (Matta dan Wibraham., 1992). Misalnya kolagen
adalah protein utama dalam urat dan tulang rawan yang memiliki kekuatan dan liat
(Astuti., 2009).
Protein juga dapat digolongkan berdasarkan bentuk dan proses
pembentukan serta sifat fisiknya. Terdapat empat struktur protein, yaitu struktur
primer, sekunder, tersier dan kuartener (Chang Raymond., 2005).
a). Stuktur Primer adalah rantai polipeptida sebuah protein yang terdiri dari asam-
asam amino yang dihubungkan satu sama lain secara kovalen melalui ikatan peptide
yang membentuk rantai lurus dan panjang sebagai untaian polipeptida.
b). Struktur Sekunder, pada stuktur sekunder protein sudah mengalami interaksi
molekul melalui rantai samping asam amino. Ikatan pembentuk struktur ini
didominasi oleh ikatan hydrogen antar rantai samping yang membentuk pola
tertentu bergantung pada orientasi ikatan hidrogennya.
c). Struktur Tersier merupakan struktur yang dibangun oleh struktur primet atau
sekunder yang distabilkan oleh interaksi hidrofobik, hidrofilik, jembatan garam,
ikatan hydrogen dan ikatan disulfide (antar atom S) sehingga strukturnya menjadi
kompleks (Poedjiadi dan supriyanti., 2009)
d). Struktur Kuartener merupakan hasil interaksi dari beberapa molekul protein
tersier setiap unit molekul tersier disebut dengan subunit dan keseluruhan rantai
polipeptida disebut dengan struktur kuartener.
Protein susu merupakan kelompok molekul yang sangat heterogen, terdiri
dari lima kategori yaitu kasein, protein, whey, protein globul lemak susu, enzim dan
protein minor lainnya. Protein utama adalah kasein dan protein whey. Protein susu
bukan hanya berfungsi sebagai asupan kecukupan gizi, tetapi juga fungsi lainnya.
Bahkan susu mengandung berbagai senyawa bioaktif dengan sifat khusus yang
terkait dengan perkembangan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup bayi, salah
satunya adalah sebagai amtimikroba (R.Susanti & E.Hidayat., 2016).
Dalam percobaan kali ini digunakan metode Bradford dan Lowry yang
menggunakan suatu pereaksi pewarna yang mampu mengikat protein di dalam
sampel. Pereaksi yang digunakan dalam metode Bradford adalah Coomassie
Brilliant Blue G-250 dan untuk metoda Lowry menggunakan pereaksi Lowry A, B
dan C. konsentrasi protein diukur berdasarkan optikal density pada panjang
gelombang 595 nm untuk metoda Bradford dan 750 nm untuk metoda Lowry.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijabarkan, rumusan masalah dari percobaan ini
adalah :
1. Bagaimana kurva standar dibuat dengan metode Bradford dan Lowry?
2. Bagaimana kadar protein dapat ditentukan dalam sampel susu?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini adalah:
1. Untuk membuat kurva standar protein dengan menggunakan metode
Bradford dan Lowry
2. Untuk menentukan kadar protein dalam sampel susu
BAB II.
METODE PRAKTIKUM
2.1 Alat praktikum
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah labu ukur 10 mL (Pyrex), tabung
reaksi 15 mL (IWAKI), gelas piala 250 mL dan 500 mL (IWAKI), pipet takar 1 mL
dan 10 mL (Pyrex), batang pengaduk, pipet tetes (Onemed), tabung kuvet kuarsa
(Hellma), rak tabung reaksi, bola hisap (D&N), hotplate, spektrofotometer genesys-
20 visible.
2.2 Bahan praktikum
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah susu sapi murni, akuades, larutan
standar BSA Bovin Serum Albummin 1 mg/mL (Himedia), reagen Lowry A, reagen
Lowry B dan reagen lowry C, reagen Bradford: Coomasi Briliant Blue G-250
(Merck) dalam etanol 95%, tissue.
2.3 Prosedur Kerja
2.3.1 Pembuatan Kurva Standar BSA dengan Metode Bradford
Larutan standar BSA Bovin Serum Albummin 1 mg/mL diencerkan secara seri
dalam konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mg/mL ke dalam labu ukur 10 mL.
Lalu diencerkan masing-masing dengan akuades sampai tanda batas dan
dihomogenkan. Selanjutnya diambil sebanyak 0,5 mL masing-masing larutan
tersebut ke dalam tabung reaksi. Lalu, ditambahkan sebanyak 5 mL reagen
Bradford ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut, dan diinkubasi
(didiamkan) pada suhu ruang selama 10 menit. Nilai absorban dari masing-masing
larutan kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595
nm. Kemudian hasil yang terukur diplotkan ke dalam grafik sehingga diperoleh
grafik garis lurus dan persamaan y= ax+ b.
2.3.2 Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Bradford
Sampel protein dari susu sapi murni diencerkan sebanyak 100 kali dengan akuades.
Selanjutnya diambil sebanyak 0,5 mL larutan tersebut ke dalam tabung reaksi. Lalu,
ditambahkan sebanyak 5 mL reagen Bradford ke dalam masing-masing tabung
reaksi tersebut, dan diinkubasi (didiamkan) pada suhu ruang selama 10 menit. Nilai
absorban dari larutan sampel protein kemudian diukur dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 595 nm. Kemudian dihitung konsentrasi sampel
berdasarkan kurva standar BSA dengan metode Bradford.
2.3.3 Pembuatan Kurva Standar BSA dengan Metode Lowry
Larutan standar BSA Bovin Serum Albummin 1 mg/mL diencerkan secara seri
dalam konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mg/mL ke dalam labu ukur 10 mL.
Lalu diencerkan masing-masing dengan akuades sampai tanda batas dan
dihomogenkan. Selanjutnya diambil sebanyak 2 mL masing-masing larutan
tersebut ke dalam tabung reaksi. Lalu, ditambahkan sebanyak 1,8 mL reagen Lowry
A ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut, dan dikocok lalu diinkubasi
(didiamkan) pada suhu ruang selama 10 menit. Tepat setelah 10 menit, ditambahkan
sebanyak 0,2 mL reagen Lowry C ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut,
dan dikocok lalu diinkubasi kembali pada suhu ruang selama 10 menit. Tepat
setelah 10 menit kedua, ditambahkan sebanyak 0,8 mL reagen Lowry C ke dalam
masing-masing tabung reaksi tersebut, dan dikocok lalu diinkubasi kembali pada
suhu 50°C selama 10 menit. Nilai absorban dari masing-masing larutan kemudian
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 750 nm. Kemudian hasil
yang terukur diplotkan ke dalam grafik sehingga diperoleh grafik garis lurus dan
persamaan y= ax+ b.
2.3.4 Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Lowry
Sampel protein dari susu sapi murni diencerkan sebanyak 100 kali dengan akuades.
Selanjutnya diambil sebanyak 2 mL larutan tersebut ke dalam tabung reaksi Lalu,
ditambahkan sebanyak 1,8 mL reagen Lowry A ke dalam masing-masing tabung
reaksi tersebut, dan dikocok lalu diinkubasi (didiamkan) pada suhu ruang selama
10 menit. Tepat setelah 10 menit, ditambahkan sebanyak 0,2 mL reagen Lowry C
ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut, dan dikocok lalu diinkubasi
kembali pada suhu ruang selama 10 menit. Tepat setelah 10 menit kedua,
ditambahkan sebanyak 0,8 mL reagen Lowry C ke dalam masing-masing tabung
reaksi tersebut, dan dikocok lalu diinkubasi kembali pada suhu 50°C selama 10
menit. Nilai absorban dari larutan sampel protein kemudian diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 750 nm. Kemudian dihitung konsentrasi
sampel berdasarkan kurva standar BSA dengan metode Lowry.
2.4 Bagan Alir
2.4.1 Pembuatan Kurva Standar BSA dengan Metode Bradford

Larutan standar BSA 1 mg/mL


- diencerkan

Larutan standar BSA


0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mg/mL

- reagen Bradford
- diukur pada 595 nm
- diplotkan hasil

Kurva standar BSA

2.4.2 Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Bradford

Sampel Protein Kurva Standar BSA


- diencerkan
- reagen Bradford
- diukur pada 595 nm

Absroban sampel

- dibandingkan hasil dengan standar

Hasil
2.4.3 Pembuatan Kurva Standar BSA dengan Metode Lowry

Larutan standar BSA 1 mg/mL


- diencerkan

Larutan standar BSA


0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mg/mL

- reagen Lowry A; Lowry B; Lowry C


- diukur pada 750 nm
- diplotkan hasil

Kurva standar BSA


2.4.2 Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Lowry

Sampel Protein Kurva Standar BSA


- diencerkan
- reagen Lowry A; Lowry B; Lowry C
- diukur pada 750 nm

Absroban sampel

- dibandingkan hasil dengan standar

Hasil
BAB III.
HASIL DAN DISKUSI
3.1 Hasil Data
Pada percobaan ini analisa kadar protein di uji dengan metoda Bradford dan metoda
Lowry. Metoda yang digunakan berdasarkan prinsip pengukuran kadar protein
dalam larutan menggunakan spektrofotometer untuk mengukur absorban dengan
panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang yang digunakan yaitu 595 nm
untuk metoda Bradford dan 750 nm untuk metode Lowry. Pengukuran panjang
gelombang pada metoda Bradford sama halnya dengan yang dilakukan oleh (Anam,
2010) yaitu karena campuran menghasilkan warna, sehingga secara kolorimetri
dapat diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri (Lambert‐Beer)
pada panjang gelombang 465‐595 nm (cahaya tampak). Pengukuran dengan
spektrofotometer didasarkan pada perbandingan nilai absorban dari larutan sampel
dengan larutan standar. Prinsip dari spektrofotometer yaitu pengukuran serapan
pada suatu larutan yang berwarna.

Gambar 1. Larutan standar dan sampel yang telah diberi reagen spesifik
(a) metode Bradford (b) metode Lowry

3.1.1. Pembuatan Kurva Standar BSA untuk Metode Bradford


Tabel 1. Metoda Bradford
Panjang Gelombang Konsentrasi(mg/mL) Absorban Metoda Bradford
595 nm 0 0,406
595 nm 0,2 0,436
595 nm 0,4 0,439
595 nm 0,6 0,446
595 nm 0,8 0,454
595 nm 1 0,458
3.1.2. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Bradford
Panjang Gelombang Sampel (susu sapi murni) Absorban
595 nm 100 x pengenceran 0,408
3.1.3. Pembuatan Kurva Standar BSA untuk Metode Lowry
Tabel 2. Metoda Lowry
Panjang Gelombang Konsentrasi(mg/mL) Absorban Metoda Bradford
750 nm 0 0,077
750 nm 0,2 0,442
750 nm 0,4 0,887
750 nm 0,6 0,9922
750 nm 0,8 1,229
750 nm 1 1,46

3.1.4. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Lowry


Panjang Gelombang Sampel (susu sapi murni) Absorban
750 nm 125 x pengenceran 0,841

3.1.5 Grafik Metoda Bradford

Grafik hubungan Absorban dan Konsentrasi


Sampel Susu Sapi
Bradford
0.47
0.46
Absorban(0,408)

0.45
y = 0.0459x + 0.4169
0.44
R² = 0.8514
0.43
0.42
0.41
0.4
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Sample Susu 100x Pengenceran

Gambar 2. Kurva Stabdar BSA Metoda Bradford


3.1.6 Grafik Metoda Lowry

Grafik Hubungan Absorban dan Konsentrasi


sampel susu sapi
Lowry
1.6
1.4
Absorban (0,841)

1.2
1
y = 1.3402x + 0.1778
0.8
R² = 0.9661
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Sampel susu 125x pengenceran

Gambar 3. Kurva Standar BSA Metoda Lowry


Dari grafik yang dilampiran diatas didapatkan nilai R = 0,8514 pada metoda
Bradford, R = 0,9661 pada metoda Lowry. Berdasarkan analisa nilai R pada grafik,
jika nilai R yang dihasilkan dalam pengukuran suatu sampel dengan persamaan
regresi linear mendekati 1 maka dapat dikatakan pembuatan kurva standar untuk
menentukan konsentrasi dalam suatu sampel baik. Titik potong antara grafik
dengan persamaan linear juga mendekati garis persamaan linear, dari titik potong
tersebut maka dapat ditentukan berapa konsentrasi dalam suatu sampel. Setelah
dilakukan perhitungan pada lampiran 2.
3.2 Diskusi
Pengukuran kadar protein dengan metode Bradford dan Lowry bertujuan
melakukan analisa kadar protein dalam suatu sampel menggunakan kurva standar
protein. Sampel yang digunakan adalah susu sapi murni yang akan ditentukan kadar
proteinnya. Penentuan kadar protein pada sampel menggunakan kurva standar
protein dari larutan standar BSA (Bovin Serum Albumin). Bovine Serum Albumin
(BSA) merupakan salah satu protein yang mempunyai kandungan protein yang
berlimpah dalam plasma dengan konsentrasi 5g/500 ml. Di samping itu, BSA
mempunyai komposisi asam amino sebanyak 20 macam (Friedli, 2006).
Percobaan yang telah dilakukan mengenai pengukuran kadar protein dengan
metode Bradford dan Lowry. Tujuannya adalah membuat kurva standar protein
dengan metode Bradford dan Lowry serta menentukan kadar protein dalam sampel
susu. Susu yang digunakan adalah susu kedelai dan susu sapi murni. Prinsip kerja
metode Lowry adalah adanya reaksi kompleks protein dengan reagen folin
Ciocalteu. Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode biuret. Reaksi
yang terlibat adalah Cu (II) akan tereduksi menjadi Cu (I) dalam suasana alkalis.
Ion Cu+ kemudian mereduksi reagen folin Ciocalteu, kompleks phosphomolybdat-
phosphotungstat menghasilkan heteropolymolybdenum blue akibat reaksi oksidasi
gugus aromatik (rantai samping asam amino) yang memberikan warna biru pada
larutan (Sarita et al., 2021).
Prinsip dari metode Bradford adalah pengikatan zat pewarna Commasive
Briliant Blue G-250 (CCB) yang terdapat dalam pereaksi Bradford dengan protein
yang mengandung residu asam amino dengan rantai samping aromatik (tirosin,
triptofan, dan fenilalanin) atau bersifat basa (arginin, histidin, dan leusin)
membentuk kompleks berwarna biru (Ha et al., 2022).
Pada metode Bradford, dilakukan pengenceran larutan standar BSA dengan variasi
konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mg/mL dari larutan induk 1 mg/mL.
Pengenceran bertujuan untuk memperkecil konsentrasi agar bisa diukur nilai
absorbannya menggunakan spektrofotometer dan mengionkan larutan BSA agar
bereaksi dengan reagen yang diberikan. Saat ditambahkan reagen Bradford terjadi
pengikatan langsung zat warna Commasive Briliant Blue G-250 (CCB) pada
protein. Larutan diinkubasi selama 10 menit agar larutan dapat bereaksi secara
sempurna sehingga dihasilkan warna biru dan hasil yang didapatkan sesuai dengan
literatur. Pengukuran absorban menggunakan spektrofotometer dilakukan pada
panjang gelombang 595 nm yang merupakan panjang gelombang maksimum
terhadap nilai absorban pada warna biru tersebut (Ha et al., 2022). Metode Bradford
banyak digunakan karena cara pewarnaannya yang praktis dan memiliki nilai
sensitivitasnya empat kali dari metode Lowry. Metode ini dapat mendeteksi sampel
yang mengandung protein kurang 0,01 mg/mL. Selain itu metode bradford lebih cepat
dan akurat, melibatkan langkah-langkah pencampurang yang lebih sedikit, tidak
memerlukan pemanasan dan memberikan respon kolorimetri lebih stabil dibandingkan
dengan metode Lowry.
Pada metode Lowry, dilakukan pengenceran larutan standar BSA dengan variasi
konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 mg/mL dari larutan induk 1 mg/mL. Larutan
standar yang sudah dibuat dengan berbagai variasi konsentrasi ditambahkan dengan
reagen Lowry dimana terdiri dari reagen Lowry A , Lowry B, dan Lowry C. Ketika
penambahan reagen Lowry A larutan bening. Fungsi Lowry A adalah sebagai
pemberi suasana basa, sesuai dengan literatur bahwa Cu tereduksi dalam suasana
basa. Ketika penambahan reagen Lowry B larutan menjadi kuning. Lowry B
bertindak sebagai sumber Cu2+ dalam suasana basa akibat adanya ikatan peptida
pada protein Cu2+ tereduksi menjadi Cu+. Ketika penambahan reagen Lowry C
warna kuning yang dihasilkan lebih jelas. Pada Lowry C terdapat reagen Folin
Ciocalteu. Ion Cu+ dari residu asam amino seperti tirosin, triptofan, sistein bereaksi
dengan reagen Folin Ciocalteau, mereduksi reagen Folin Ciocalteau menjadi
kompleks phosphomolybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai
samping asam amino) yang memberi warna biru intensif yang dapat dideteksi
secara kolorimetri. Kekuatan warna biru tergantung pada kandungan tirosin
(kandungan asam aminonya). Ion Cu+ bertindak sebagai katalis.
Pada metode Lowry didasarkan pada proses reduksi oleh residu tirosin yang
ada dalam sampel protein dengan konstituen yang terdapat dalam reagen Lowry (Folin
–Ciocalteu), sehingga interaksi tersebut menghasilkan warna kuning. Metode Lowry
diukur pada panjang gelombang 750 nm. Berdasarkan percobaan bahwa semakin besar
konsentrasi larutan maka semakin besar intensitas warna yang dihasilkan dan nilai
absorban dari larutan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan hukum Lambert-Beer,
dimana konsetrasi sebanding atau berbanding lurus dengan nilai absorban.
Larutan diinkubasi selama 10 menit agar larutan dapat bereaksi secara
sempurna sehingga warna yang dihasilkan stabil. Pengukuran absorban
menggunakan spektrofotometer dilakukan pada panjang gelombang 750 nm yang
merupakan panjang gelombang maksimum terhadap nilai absorban pada warna biru
tersebut.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan nilai R = 0,8514
pada metode Bradford dan nilai R = 0,9661 pada metode Lowry. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil percobaan yang telah dilakukan cukup baik karna nilai
R yang didapatkan mendekati satu. Nilai R pada metode Lowry diperoleh lebih
besar dibandingkan metode Bradford. Kesalahan pada praktikum disebabkan oleh
saat penambahan reagen Lowry C tidak dilakukan pada ruang gelap karena Folin
Ciocalteu sensitif terhadap cahaya. Semakin besar konsentrasi larutan, warna
larutan yang terbentuk semakin pekat dan nilai absorban yang diperoleh saat
pengukuran menggunakan spektrofotometer semakin besar. Hasil yang didapatkan
sesuai dengan teori berdasarkan hukum Lambert-Beer dimana konsentrasi
berbanding lurus dengan absorban. Pada metode Bradford, konsentrasi protein
dalam sampel susu yaitu 0,1939 mg/mL saat 100 x pengenceran. Pada metode
Lowry, konsentrasi protein dalam sampel susu yaitu 0,494876 mg/mL saat 125x
pengenceran.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan :
1. Dari kurva standar larutan BSA yang diperoleh didapatkan nilai R = 0,8514 pada
metode Bradford dan nilai R = 0,9661 pada metode Lowry.
2. Pada metode Bradford, konsentrasi protein dalam sampel susu yaitu 0,1939
mg/mL saat 100 x pengenceran. Pada metode Lowry, konsentrasi protein dalam
sampel susu yaitu 0,494876 mg/mL saat 125x

4.2 Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka disarankan :
1. Penambahan reagen Lowry C dilakukan pada ruang gelap.
2. Pastikan reagen Bradford dan lowry yang digunakan masih baru dan tidak
terkontaminan.
3. Usahakan agar BSA dan reagen lowry C berada pada suhu optimumnya
sebelum dan saat penambahan.
4. Teliti dalam melakukan pengenceran dan membuat variansi konsentrasi standar
DAFTAR PUSTAKA
Anam, K. (2010) Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Bradford,
Bioteknologi. Bioteknologi, IPB.
Astuti Nafsiati. 2009. Konsep Dasar Kimia. Malang: UIN Malang Press.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar (Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1).
Jakarta: Erlangga.
Copriady, J., Azmi, J. and Maharani, M. (2012) ‘Isolasi Karakterisasi dan
Penentuan Kadar Laktalbumin Susu Sapi Fries Holdstein dengan Metode
Lowry’, Jurnal Natur Indonesia, 13(2). doi: 10.31258/jnat.13.2.134-137.
Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
H.M. Hawab. 2003. Pengantar Biokimia. Bogor: Bayu Media.
Harjanto, S. (2017) ‘Perbandingan Pembacaan Absorbansi Menggunakan
Spectronic 20 D+ dan Spectrophotometer UV-Vis T 60U Dalam Penentuan
Kadar Protein dengan Larutan Standar BSA’, Jurnal Kimia Sains dan
Aplikasi, 20(3). doi: 10.14710/jksa.20.3.114-116.
Lehninger, A.L., Nelson,D.L. and Cox,M.M.(1993). Principles of Biochemistry,
New York: Worth Publishers, hal. 993-998.
Pacheco MTB, Costa Antunes AE, & Sgarbieri VC. 2008. New Technological and
physiological functional properties of milk proteins. In: Boscoe AB, Listow
CR, editors, Protein Research Progress. New York: Nova Science
Publishers Inc. pp. 117-168.
Poedjiadi, A dan Supriyanti, T. (2009) Dasar-dasar Biokimia Edisi Revisi Jakarta :
UI-Press.
Rizky, Ha, B. (2022) ‘). Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Fibrinolitik Bakteri
Bacillus cereus yang Diisolasi dari Air Hutan Mangrove Maroon Edupark
Semarang secara In Vitro’, Farmasi Indonesia, 19.
Rosmawati, T. 2013. Lama Perebusan terhadap Kandungan Protein pada Kerang
Darah (Anadara granosa). Jurnal Biology Science & Education. 2(2): 103-
109
Sarita, R. N., Fitriana, A. S. and Prabandari, R. (2021) ‘Perbandingan Kadar Protein
pada Kacang Hijau dan Sari Kacang Hijau yang Diperjualbelikan dengan
Metode Spektrofotometri UV-Vis’, in Seminar Nasional Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat.
Scopes, S. (1982) Protein purification. New York: Spring Verlag.

Susanti R., E Hidayat. Profil protein susu dan produk olahannya. 2016. Jurnal
MIPA 39(2)(2016): 98-106.
Tazkiah, N. P., Rosahdi, T. D. and Supriadin, A. (2019) ‘Isolasi dan Karakterisasi
Enzim Amilase dari Biji Nangka (Artocarpus heterophillus)’, al-Kimiya,
4(1). doi:10.15575/ak.v4i1.5079.
Underwood, A. . and Day, R. . (1993) Di Analisa Ilmu Kuantitatif. keempat.
Erlangga.
Wilbraham, C. Antony dan Matta, S. Michael. 1992. Pengantar Kimia Organik dan
Hayati. Bandung. ITB.
Lampiran 1. Tugas Pendahuluan
1. Jelaskan apa itu protein?
Jawab:
Protein merupakan sumber asam amino yang terdiri dari unsur C, H, O, dan N.
Protein berfungsi sebagai zat pembangun jaringan-jaringan baru, pengatur
proses metabolisme tubuh dan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi
tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat. Protein tersusun dari
berbagai asam amino yang masing-masing dihubungkan dengan ikatan peptida.
Peptida adalah jenis ikatan kovalen yang menghubungkan suatu gugus
karboksil satu asam amino dengan gugus amino asam amino lainnya sehingga
terbentuk suatu polimer asam amino.
2. Jelaskan jenis protein berdasarkan tingkatan strukturnya!
Jawab:
b. Struktur Primer
Struktur primer merupakan struktur utama yang ada pada protein. Struktur
primer terbentuk atas asam amino penyusun protein yang terhubung melalui
ikatan amida atau pun peptida. Panjang dan urutan struktur primer protein
merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap
fungsi protein.
c. Struktur Sekunder
Struktur sekunder merupakan struktur protein tiga dimensi lokal yang
terbentuk dari serangkaian struktur asam animo yang ada pada protein yang
kestabilannya diatur oleh ikatan hidrogen yang ada pada struktur primer
protein. Beberapa bentuk struktur sekunder yang ada pada protein yaitu
alpha helix, beta – turn, beta – sheet, dan gamma – turn.
d. Struktur Tersier
Struktur tersier merupakan tingkatan ketiga yang ada pada struktur
penyusun protein. Struktur tersier tersusun atas gabungan berbagai macam
molekul yang ada dalam struktur sekunder. Bentuk struktur tersier yang ada
pada protein biasanya berupa gumpalan – gumpalan terentu. Beberapa
model struktur tersier protein ini biasanya dapat berinteraksi secara fisik
tanpa membentuk ikatan kovalen tertentu dan membentuk oligomer yang
stabil atau pun membentuk struktur kuartener.
e. Struktur Kuartener
Struktur kuartener merupakan tingkatan struktur terakhir yang ada pada
protein. Beberapa contoh struktur kuartener yang dapat ditemui dengan
mudah di beberapa bahan makanan yaitu insulin dan juga enzim Rubisco.
3. Jelaskan lima fungsi biologi protein beserta contoh nama proteinnya!
Jawab:
a. Protein enzim
Protein yang mempunyai kekhususan tinggi dan paling bervariasi adalah
protein yang mempunyai aktivitas katalisa yakni enzim. Hampir semua
reaksi biomolekul organik didalam sel dikatalisa oleh enzim. Ada sekitar
2.000 jenis enzim yang mempunyai reaksi katalisa berbeda ditemukan
dalam berbagai bentuk. COntohnya enzim papain digunakan untuk
melunakkan daging dan enzim renin untuk proses fermentasi pembuatan
keju.
b. Protein Hormon
Salah satu jenis protein adalah yang berfungsi sebagai bahan kimia dasar
pembentuk hormon. Hormon ini bertindak sebagai pembawa pesan kimia
yang mengantarkan pesan melalui aliran darah. Setiap hormon ini akan
memengaruhi satu sel tertentu di dalam tubuh yang dikenal sebagai sel
target
c. Protein Transport
Protein di dalam tubuh juga berfungsi ibaratnya sebagai pengantar molekul
dan zat-zat gizi di dalam tubuh keluar dan masuk ke dalam sel. Contohnya
adalah hemoglobin. Hemoglobin adalah protein pembentuk sel darah
merah. Hemoglobin akan mengikat oksigen dan mengantarkannya ke
jaringan yang membutuhkan oksigen dari paru-paru
d. Protein Struktural
Jenis protein paling besar adalah protein struktural. Protein struktural
berfungsi sebagai komponen penting yang membangun konstruksi tubuh
dari tingkat sel. Contoh protein struktural yang paling umum adalah kolagen
dan keratin. Protein jenis keratin adalah protein yang kuat dan berserat
sehingga dapat membentuk struktur kulit, kuku, rambut, dan juga gigi.
Sementara, protein struktural berbentuk kolagen berfungsi sebagai
pembentuk tendon, tulang, otot, tulang rawan, dan juga kulit.
e. Protein Pengikat
Protein pengikat memiliki fungsi untuk mengikat zat gizi dan molekul untuk
digunakan nantinya. Contohnya adalah pengikat besi. Tubuh menyimpan
besi dalam tubuh dengan feritin. Feritin ini adalah protein yang bertugas
pengikat besi. Ketika nantinya besi dibutuhkan lagi untuk membentuk sel
darah merah maka besi dalam feritin akan dilepaskan.
4. Jelaskan perbedaan prinsip pengukuran kadar protein dengan metoda Bradford
dan metoda Lowry!
Jawab:
a. Prinsip pengukuran metoda Bradford pengikatan zat warna Coomasie
Brilliant Blue G250 (CBBG) dengan protein yang memberikan warna biru
pada =595 nm
b. Prinsip pengukuran metoda Lowry berdasarkan reduksi Cu(II) menjadi
Cu(I) dalam suasana alkalis kemudian ion Cu(I) mereduksi reagen folin-
ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphothungstat menghasilkan
hetero-polymolybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai
samping asam amino) yang memberikan warna biru dan diukur pada =750
nm
5. Cari dan jelaskan dua metoda lain untuk pengukuran kadar protein!
Jawab:
a. Metoda Kjehdahl, merupakan analisa protein dengan prinsip digesti suatu
sampel dengan asam kuat sehingga ikatan peptida akan terurai melepas
atom nitrogen, yang kadarnya dianalisis dengan teknik titrasi.
b. Metoda Dumas Termodifikasi. Metode ini berdasarkan kemampuan protein
menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Atau secara
kimiawi atau fisik memodifikasi protein untuk membuatnya menyerap (atau
membaurkan) cahaya di daerah UV-visible.
6. Jelaskan dalam bentuk tabel perbandingan, kelebihan dan kekurangan keempat
metoda pengukuran kadar protein tersebut!
Jawab:
Metoda Prinsip Kelebihan Kekurangan
Protein yang berbeda
memerlukan faktor
Digestion
Presisi yang koreksi yang berbeda
Kjehdahl Netralisasi
tinggi karena susunan residu
Titrasi
asam amino yang
berbeda
Pemanasan
protein pada suhu
Tidak Ukuran sampel yang
tinggi kemudian
Dumas menggunakan kecil menyulitkan
nitrogen
Termodifikasi senyawa kimia mendapatkan sampel
dipisahkan dan
toksik yang representatif
dideteksi dengan
konduktor termal
Pengompleksan
Memiliki
dengan zat warna
tingkat Mudah terkontaminasi
Bradford Coomasie
sensitifitas dengan deterjen
Brilliant Blue
yang tinggi
G250 (CBBG)
Redoks dan Dapat Sensitifitas mudah
pengompleksan mengukur dipengaruhi oleh
Lowry dengan protein dalam senyawa senyawa
phosphomolibdat- konsentrasi seperti EDTA dan
phosphothungstat yang rendah karbohidrat
Lampiran 2. Skema Kerja
1. Pembuatan Kurva Standar BSA dengan Metode Bradford

Larutan standar BSA 1 mg/mL

- diencerkan dengan akuades pada variasi konsentrasi 0;


0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mg/mL dalam labu ukur 10 mL
- dipipet 0,5 mL ke dalam masing-masing tabung reaksi

Larutan standar BSA


0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mg/mL

- ditambahkan 5 mL reagen Bradford


- dikocok dan diinkubasi 10 menit pada suhu ruang
- diukur absorbannya pada panjang gelombang 595 nm
dengan alat spektrofotometer genesys-20 visible.
- diplotkan ke dalam grafik
-
Kurva standar BSA

2. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Bradford

Sampel Protein

- diencerkan dengan akuades 100 kali dalam gelas piala


- dipipet 0,5 mL ke dalam tabung reaksi
- ditambahkan 5 mL reagen Bradford
- dikocok dan diinkubasi 10 menit pada suhu ruang
- diukur absorbannya pada panjang gelombang 595 nm
dengan alat spektrofotometer genesys-20 visible.

Absorban Sampel

- dibandingkan dengan standar dan dihitung konsentrasi


sampel

Hasil
3. Pembuatan Kurva Standar BSA dengan Metode Lowry

Larutan standar BSA 1 mg/mL

- diencerkan dengan akuades pada variasi konsentrasi 0;


0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mg/mL dalam labu ukur 10 mL
- dipipet 0,5 mL ke dalam masing-masing tabung reaksi

Larutan standar BSA


0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mg/mL

- ditambahkan 1,8 mL reagen Lowry A


- dikocok dan diinkubasi 10 menit pada suhu ruang
- ditambahkan 0,2 mL reagen Lowry B
- dikocok dan diinkubasi 10 menit pada suhu ruang
- ditambahkan 0,5 mL reagen Lowry C
- dikocok dan diinkubasi 10 menit pada suhu 50°C
- diukur absorbannya pada panjang gelombang 750 nm
dengan alat spektrofotometer genesys-20 visible.
- diplotkan ke dalam grafik
-
Kurva standar BSA
4. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Lowry
Sampel Protein

- diencerkan dengan akuades 100 kali dalam gelas piala


- dipipet 0,5 mL ke dalam tabung reaksi
- ditambahkan 1,8 mL reagen Lowry A
- dikocok dan diinkubasi 10 menit pada suhu ruang
- ditambahkan 0,2 mL reagen Lowry B
- dikocok dan diinkubasi 10 menit pada suhu ruang
- ditambahkan 0,5 mL reagen Lowry C
- dikocok dan diinkubasi 10 menit pada suhu 50°C
- diukur absorbannya pada panjang gelombang 750 nm
dengan alat spektrofotometer genesys-20 visible.

Absorban Sampel

- dibandingkan dengan standar dan dihitung konsentrasi


sampel

Hasil
Lampiran 3. Data dan Perhitungan
1. DATA
1.1. Pembuatan Kurva Standar BSA untuk Metode Bradford
Tabel 1. Metoda Bradford
Panjang Gelombang Konsentrasi(mg/mL) Absorban Metoda Bradford
595 nm 0 0,406
595 nm 0,2 0,436
595 nm 0,4 0,439
595 nm 0,6 0,446
595 nm 0,8 0,454
595 nm 1 0,458

1.2. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Bradford


Panjang Gelombang Sampel (susu sapi murni) Absorban
595 nm 100 x pengenceran 0,408
1.3. Pembuatan Kurva Standar BSA untuk Metode Lowry
Tabel 2. Metoda Lowry
Panjang Gelombang Konsentrasi(mg/mL) Absorban Metoda Bradford
750 nm 0 0,077
750 nm 0,2 0,442
750 nm 0,4 0,887
750 nm 0,6 0,9922
750 nm 0,8 1,229
750 nm 1 1,46

1.4. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Lowry


Panjang Gelombang Sampel (susu sapi murni) Absorban
750 nm 125 x pengenceran 0,841
2. PERHITUNGAN
2.1 Pembuatan Larutan Standar BSA variasi konsentrasi
Dilakukan Pengenceran Larutan Standar BSA dalam Labu Ukur 10 mL dari Konsentrasi 1 ppm
1. Konsentrasi 0 ppm
V1 × C1 = V2 × C2
V1 × 1 ppm = 10 mL × 0, 2 ppm
V1 = 2 mL

2. Konsentrasi 0,2 ppm


V1 × C1 = V2 × C2
V1 × 1 ppm = 10 mL × 0, 2 ppm
V1 = 2 mL

3. Konsentrasi 0,4 ppm


V1 × C1 = V2 × C2
V1 × 1 ppm = 10 mL × 0, 4 ppm
V1 = 4 mL

4. Konsentrasi 0,6 ppm


V1 × C1 = V2 × C2
V1 × 1 ppm = 10 mL × 0,6 ppm
V1 = 6mL

5. Konsentrasi 0,8 ppm


V1 × C1 = V2 × C2
V1 × 1 ppm = 10 mL × 0, 8 ppm
V1 = 8 mL

6. konsentrasi 1 ppm
V1 × C1 = V2 × C2
V1 × 1 ppm = 10 mL × 1 ppm
V1 = 10 mL
Pengenceran 100 kali Sampel Susu Sapi Murni dalam Labu Ukur 10 mL
𝑉𝑙𝑎𝑏𝑢
Faktor Pengenceran =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
10 𝑚𝐿
=
100

= 0,1 mL

2.2 Persamaan Regresi


A) Pengukuran Kadar Protein Metoda Bradford
NO Konsentrasi (ppm) (X) Absorban (λ) (Y) XY X2
1 0 0,406 0 0
2 0,2 0,436 0,0872 0,04
3 0,4 0,439 0,1756 0,16
4 0,6 0,446 0,2676 0,36
5 0,8 0,454 0,3632 0,64
6 1 0,458 0,458 1
Ʃ 3 2,639 1,3516 2,2
𝑥̅ = 0,5 𝑦̅ = 0,439833 0,225267 0,366667

𝑛 Ʃxy − Ʃx . Ʃy
𝐵 =
𝑛 Ʃ𝑥 2 − (Ʃ〖x)〗2
(6)(1,3516) − (3) . (2,639 )
𝐵 =
(6) (2,2) − 32

B = 0,0458
𝐴 = 𝑦̅ − 𝐵𝑥̅
= (0,439833) – 0,0458 × (0,5)
= 0,416933
y = A + Bx
= 0,416933+ 0,0458 (X)
Pengukuran kadar sampel protein pada metoda Bradford
Y (λ Sampel Bradford) = 0,408
Y = 0,416933 + 0,0458(x)
0,408 = 0,416933 + 0,0458(x)
X = 0,1939
B) Pengukuran Kadar Protein Metoda Lowry
NO Konsentrasi (ppm) (X) Absorban (λ) (Y) XY X2
1 0 0,077 0 0
2 0,2 0,442 0,0884 0,04
3 0,4 0,887 0,3548 0,16
4 0,6 0,9922 0,59532 0,36
5 0,8 1,229 0,9832 0,64
6 1 1,46 1,46 1
Ʃ 3 5,0872 3,48172 2,2
𝑥̅ = 0,5 𝑦̅ = 0,847867 0,580287 0,366667

𝑛 Ʃxy − Ʃx . Ʃy
𝐵 =
𝑛 Ʃ𝑥 2 − (Ʃ〖x)〗2
(6)(3,48172) − (3) . (5,0872 )
𝐵 =
(6) (2,2) − 32
B = 1,34017
𝐴 = 𝑦̅ − 𝐵𝑥̅
= (0,847867) – 1,34017× (0,5)
= 0,177782
y = A + Bx

= 0,177782+ 1,34017 (X)


Pengukuran kadar sampel protein pada metoda Lowry
Y (λ Sampel Lowry) = 0,841
Y = 0,177782 + 1,34017X
0,841 = 0,177782 + 1,34017X
X = 0,494876
3 Grafik
3.1 Metoda Bradford

Grafik hubungan Absorban dan Konsentrasi


Sampel Susu Sapi
Bradford
0.47
0.46
Absorban(0,408)

0.45
0.44 y = 0.0459x + 0.4169
0.43 R² = 0.8514
0.42
0.41
0.4
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Sample Susu 100x Pengenceran

3.2 Metoda Lowry

Grafik Hubungan Absorban dan Konsentrasi


sampel susu sapi
Lowry
1.6
1.4
Absorban (0,841)

1.2
1
y = 1.3402x + 0.1778
0.8
R² = 0.9661
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Sampel susu 125x pengenceran

Anda mungkin juga menyukai