Anda di halaman 1dari 22

Laporan Akhir Biokimia

Penentuan Gula Pareduksi secara Spektrofotometri

Disusun Oleh :
Kelompok 3

Felisha Salma Nabilah Reanto (1910412022)


Fivi Mona Bareno (1910413012)
Nanda Farel Pisya (1910413021)
Nisa Alfia Larasati (1910413023)

Tanggal Praktikum : 21 April 2022

LABORATORIUM BIOKIMIA JURUSAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang teori
1.1.1 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan suatu golongan senyawa yang terdiri dari atau dapat
dihidrolisis menjadi polisakarida aldehid dan keton. Karbohidrat dalam tanaman
berupa amilum atau pati. Amilum adalah homopolimer (suatu polimer yang
terbentuk oleh hanya satu macam unit monomerik) dari glukosa yang digabung oleh
mata rantai yang sama dengan maltosa. Macam amilum utama adalah amilosa dan
amilopektin (bila dilarutkan dengan iodin memberikan warna merah ungu),
sedangkan amilosa memberikan warna biru.
Proses fotosintesis akan menghasilkan karbohidrat, terutama glukosa,
diantara berbagai karbohidrat yang penting dapat dibentuk oleh tumbuhan dari
glukosa adalah selulosa, sukrosa dan pati atau amilum. Amilum didalam tumbuhan
banyak tersimpan dalam akar, umbi atau biji-bijian, butir-butir amilum itu
sebenarnya semula terdapat di dalam kloroplas daun sebagai hasil fotosintesis. Pada
kebanyakan tumbuhan dikotil juga monokotil, pati mulai terkumpul pada daun
segera setelah terjadi proses fotosintesis yang berjalan cepat, sehingga pada
tanaman dikotil mempunyai daun pati sedangkan tanaman monokotil mempunyai
daun gula (Nurcahyani et al., 2019).
Karbohidrat mempunyai fungsi biologi penting lainnya, Pati dan glikogen
berperan sebagai penyedia sementara glukosa. Polimer karbohidrat yang tidak larut
berperan sebagai unsur struktural dan penyangga di dalam dinding sel bakteri dan
tanaman dan pada jaringan pengikat dan dinding sel organisme Karbohidrat lain
berfungsi sebagai pelumas sendi kerangka, sebagai perekat di antara sel, dan
senyawa pemberi spesifi sitas biologi pada permukaan sel hewan (Wahjuni, 2013).
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau keton. Nama karbohidrat
berasal dari kenyataan bahwa kebanyakan senyawa golongan ini mempunyai rumus
empiris, yang menunjukkan bahwa senyawa tersebut adalah karbon “hidrat”, dan
memiliki nisbah karbon terhadap oksigen sebagai 1: 2: 1. Sebagai contoh rumus
eimpiris D-glukosa adalah C6H12O0 (Wahjuni, 2013).
Terdapat tiga golongan utama karbohidrat: monosakarida, oligosakarida,
dan polisakarida (lihat diktat biokimia ). Monosakarida adalah gula sederhana
memiliki satu unit aldehide atau keton. Golongan ini juga mempunyai sedikitnya
satu atom karbon asimetrik, karenanya terdapat dalam bentuk stereoisomer. Gula
yang paling banyak di alam adalah: ribosa, fruktosa, dan manosa adalah rangkaian
gula-D. Gula sederhana dengan 5 atau lebih atom karbon dapat barada dalam bentuk
cincin-tertutup hemiasetal, sebagai furanosa (cincin beranggota-lima) atau piranosa
(cincin beranggota-enam) (Wahjuni, 2013).
1.1.2 Hidrolisis Karbohidrat
Hidrolisis adalah suatu reaksi peruraian antara suatu senyawa dengan air
agar senyawa tersebut pecah atau terurai. Pada reaksi hidrolisis pati dengan air, air
akan menyerang pati pada ikatan 1,4-α-glukosida menjadi rantai yang lebih pendek.
Hasilnya berupa dekstrin, sirup atau glukosa, tergantung pada derajat pemecahan
rantai polisakharida dalam pati. Jika perbandingan suspensi dan waktu tepat,
dekstrin yang terbentuk akan terhidrolisis menjadi glucosa (Suarsa, 2017).
Reaksi antara pati dengan air berlangsung sangat lambat, sehingga perlu
bantuan katalisator, bisa berupa enzim atau asam. Katalisator yang sering
digunakan adalah katalisator asam, Katalisator asam yang sering digunakan adalah
asam khlorida, asam sulfat, asam nitrat dan asam yang sering digunakan dalam
industri adalah asam khlorida (HCl) karena garam yang terbentuk tidak berbahaya
yaitu garam dapur (NaCl). Disamping katalisator asam, dapat juga digunakan
katalisator enzim yang berasal dari fungi atau bakteri, sering juga dipakai
kombinasi dari keduanya. Hidrolisis tepung untuk mendapatkan sirup atau gula cair
dibuat pada kondisi operasi 140-150 °C dan waktu reaksi sekitar 20 – 25 menit
Reaksi hidrolisis dengan suhu tinggi biasanya dilakukan pada tekanan lebih besar
dari satu atmosfer supaya bahan tetap pada fase cair (Suarsa, 2017).
Hidrolisis dapat dilakukan dengan katalisator asam atau enzim pada suhu
dan pH tertentu serta pada waktu reaksi tertentu. Pemotongan pati oleh asam kurang
teratur dibandingkan dengan hasil pemotongan rantai pati oleh enzim, sehingga
hasilnya dalah campuran antara dekstrin, maltose dan glukosa. Glukosa kristal
adalah hasil kristalisasi larutan hidrolosis yang mengandung kadar glukosa tinggi.
Sirup glukosa dipergunakan dalam industri makanan dan minuman, terutama dalam
industri permen, selai dan pengalengan buah. Proses hidrolisa pati dengan asam
ditemukan pertama kali oleh Kirchoff pada tahun 1812, namun produksinya secara
komersil baru terlaksana pada tahun 1850. Pada proses ini sejumlah pati terlebih
dahulu diasamkan sampai sekitar pH 2 dipanasi dengan uap di dalam tangki
bertekanan sampai suhu 120 – 140 °C (Suarsa, 2017).
1.1.3 Gula Pereduksi
Sebagian karbohidrat bersifat gula pereduksi. Gula pereduksi adalah
golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawasenyawa penerima
elektron. Contohnya adalah glukosa dan fruktosa.Ujung dari suatu gula pereduksi
adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas. Semua
monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa),
kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi (Afriza &
Nilda, 2019).
Gula reduksi merupakan golongan gula atau karbohidrat yang dapat
mereduksi senyawa senyawa penerima elektron, semua monosakarida (glukosa,
fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa) kecuali sukrosa dan pati
(polisakarida) termasuk sebagai gula pereduksi (Anonim, 2015),sedangkan gula
non pereduksi misalnya adalah sukrosa. Kemanisan produk fermentasi dipengaruhi
hasil hidrolisis laktosa seperti glukosa, galaktosa dan sisa laktosa yang masing-
masing mempunyai kemanisan senilai 0,3; 0,7s dan 0,6 kemanisan sukrosa (Afriza
& Nilda, 2019).
Gula reduksi yang terdapat pada gula merah adalah glukosa dan fruktosa
yang dapat dimanfaatkan oleh BAL untuk mengkonversikan gula selain menjadikan
asam laktat tetapi juga menghasilkan senyawa lainya (asam organik) dan gula non
reduksinya adalah sukrosa. Sedangkan pada susu segar hanya terkandung laktosa
yang termasuk gula reduksi. Kadar gula reduksi menunjukkan banyaknya gula
sederhana (laktosa, glukosa, dan lain-lain) yang telah dipecah dan digunakan oleh
BAL untuk proses metabolisme. Caldwel (1995) menyatakan bahwa, selain laktosa
susu, bakteri asam laktat menggunakan jenis gula yang lain yaitu glukosa dan
fruktosa sebagai gula reduksi (Afriza & Nilda, 2019).
1.1.4Metode Somogyi Nelson
Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan
menggunakan pereaksi tembaga arsenomolibdat. Kupri mula-mula direduksi
menjadi kupro dengan pemansan larutan gula. Kupro yang terbentuk selanjutnya
dilarutkan dengan arsenomolibdat menjadi molibdenum berwarna biru yang
menunjukan ukuran konsentrasi gula dengan membandingkannya dengan larutan
standar, konsentrasi gula dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi warna yang
terbentuk dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur
absorbansinya (Al-kayyis & Susanti, 2016).
Metode Somogyi-Nelson merupakan metode penetapan kadar gula
pereduksi, dimana prinsipnya, gula pereduksi akan mereduksi ion Cu2+ menjadi
ion Cu+ , kemudian ion Cu+ ini akan mereduksi senyawa arsenomolibdat
membentuk kompleks berwarna biru kehijauan (Al-kayyis & Susanti, 2016).
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah dijabarkan di atas, maka didapatkan bahwa rumusan
masalah adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara pembuatan kuva standar gula pereduksi?
2. Bagaimana menentukan kadar gula reduksi dalam sampel?
1.3 Tujuan
Untuk menjawab rumusan masalah di atas, adapun tujuan percobaan ini adalah:
1. Membuat kurva standar pereduksi dengan metode somogyi nelson.
2. Menentukan kadar gula reduksi dari sampel.
BAB II. METODE PRAKTIKUM
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat dan Fungsi
Alat yang digunakan pada praktikum ini sebagai berikut. Spektrofotometer UV-Vis
digunakan sebagai alat ukur absorban dari larutan standar dan sampel yang
digunakan. Labu ukur 10 mL digunakan sebagai wadah pengenceran larutan standar
glukosa. Tabung reaksi digunakan sebagai wadah pencampuran antara larutan
standar, sampel dengan pereaksi yang digunakan. Pipet takar 1 mL dan 10 mL
digunakan sebagai alat untuk mengambil atau memindahkan larutan uji atau
pereaksi dalam mL tertentu. Bola hisap digunakan sebagai alat bantu untuk menarik
atau mendorong cairan pada penggunaan pipet takar. Kuvet sebagai wadah larutan
uji yang akan diukur absorbannya dengan menggunakan spektrofotmeter UV-Vis.
Gelas piala 250 mL sebagai wadah zat sementara. Gelas piala 500 mL digunakan
sebagai wadah pemanasan tabung reaksi. Botol semprot digunakan sebagai wadah
aquades. Rak tabung reaksi sebagai penyangga atau tempat meletakkan tabung
reaksi. Hotplate sebagai alat untuk memanaskan larutan standar dan sampel.
Stopwatch sebagai alat untuk menghitung waktu.
2.1.2 Bahan dan Fungsi
Bahan yang digunakan pada praktikum ini sebagai berikut. Larutan standar glukosa
digunakan sebagai larutan pembanding untuk memperoleh konsentrasi sampel yang
diukur berdasarkan nilai absorban yang didapat. Pereaksi Nelson A digunakan
sebagai pemberi suasana asam pada larutan standar dan sampel yang digunakan.
Pereaksi Nelson B digunakan sebagai oksidator pada larutan standar dan sampel
yang digunakan. Larutan sampel digunakan sebagai larutan uji yang akan
diktentukan konsentrasi gula reduksinya. Pereaksi fosfomolibdat digunakan
sebagai larutan pengompleks pada larutan standar dan sampel yang digunakan.
Akuades sebagai pelarut pada larutan standar dan sampel yang digunakan.
2.2 Cara Kerja
2.2.1 Pembuatan Kurva Standar
Pembuatan Kurva Standar meliputi cara kerja sebagai berikut. Larutan standar
glukosa dari konsentrasi 1000 ppm dibuat dalam variasi kosentrasi 0; 20; 40; 60;
80 dan 100 ppm dengan mengambil mL larutan sebanyak 0 mL; 0,2 mL; 0,4 mL;
0,6 mL; 0,8 mL dan 1 mL masing-masing ke dalam labu ukur 10 mL, lalu
diencerkan dengan menggunakan akuades dan dihomogenkan. Enam tabung reaksi
diambil dan diisikan dengan masing-masing 1 mL dari enam variasi konesetrasi
larutan standar tersebut, konsentrasi 0 ppm merupakan larutan blanko. Selanjutnya,
ditambahkan 1 mL pereaksi Nelson A dan Nelson B yang telah dibuat ( 25 mL : 1
mL) ke dalam tabung reaksi tersebut dan dikocok (terbentuk endapan merah).
Kemudian dipanaskan selama 20 menit, lalu dibiarkan dingin pada suhu ruang.
Selanjutnya, ditambahkan 1 mL pereaksi fosfomolibdat ke dalam tabung reaksi
tersebut dan dikocok untuk menghilangkan endapan yang terbentuk sebelumnya.
Kemudian ditambahkan 7 mL akuades dan dihomogenkan. Masing-masing larutan
standar kemudian diukur absorbannya pada panjang gelombang 540 nm
menggunakan spektrofotometer UV-Vis, dimulai dari larutan blanko. Hasil
pengukuran yang didapatkan, digunakan untuk membuat kurva standar untuk
melihat hubungan kosentrasi glukosa dengan absorban.
2.2.1 Penentuan Gula Reduksi dari Sampel
Penentuan Gula Reduksi dari Sampel meliputi cara kerja sebagai berikut. Sampel
yang diberikan asisten praktikum diambil sebanyak 1 mL lalu dipindahkan ke
dalam satu tabung reaksi. Selanjutnya, ditambahkan 1 mL pereaksi Nelson A dan
Nelson B yang telah dibuat ke dalam tabung reaksi tersebut dan dikocok (terbentuk
endapan merah). Kemudian dipanaskan selama 20 menit, lalu dibiarkan dingin pada
suhu ruang. Selanjutnya, ditambahkan 1 mL pereaksi fosfomolibdat ke dalam
tabung reaksi tersebut dan dikocok untuk menghilangkan endapan yang terbentuk
sebelumnya. Kemudian ditambahkan 7 mL akuades dan dihomogenkan. Larutan
sampel kemudian diukur dengan cara yang sama pada panjang gelombang 540 nm
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil pengukuran yang didapatkan,
digunakan untuk menentukan konsentrasi sampel terhadap kurva standar yang telah
diperoleh sebelumnya.
2.3 Bagan Alir Kerja
2.3.1 Pembuatan Kurva Standar

Larutan Standar Glukosa 1000 ppm

diencerkan dan ditambahkan pereaksi

Larutan Standar Glukosa 0, 20, 40,


60, 80, 100 ppm

diukur absorbannya pada panjang


gelombang 540 nm dengan
Spektrofotometer UV-Vis

Kurva Standar

2.3.2 Penentuan Gula Reduksi dari Sampel

Sampel

diencerkan dan ditambahkan pereaksi

Sampel siap uji

diukur absorbannya pada panjang


gelombang 540 nm dengan
Spektrofotometer UV-Vis

Absorban sampel

dibandingkan dengan kurva standar

Konsentrasi Gula Reduksi


BAB 3. HASIL DAN DISKUSI
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan mengenai penentuan gula reduksi
secara spektrofotometri. Tujuannya yaitu untuk menentukan kadar glukosa di
dalam sampel dan untuk mengetahui prinsip spektrofotometri secara biokimia.
Prinsip yang digunakan pada praktikum ini adalah spektrofotometri. Prinsip dari
spektrofotometri yaitu pengukuran berdasarkan besaran serapan sinar
monokromatis pada larutan berwarna (Gusnedi, 2013).
Sampel gula pereduksi yang digunakan adalah glukosa dari larutan standar glukosa
1000 ppm yang berfungsi sebagai larutan induk.

Gambar 2.
Kemudian dibuat larutan glukosa dengan variasi konsentrasi 20, 40, 60, 80
dan 100 ppm dengan mengencerkan larutan Standar Glukosa 1000 ppm. Diperoleh
variasi konsentrasi dari larutan standar glukosa, dengan larutan bening. Tujuan dari
pembuatan larutan sampel standar berbagai variasi yaitu untuk menunjukkan
perbandingan konsentrasi dengan absorbannya.

Gambar 3.
Lalu disiapkan 6 tabung reaksi, 5 tabung diisi dengan masing- masing 1 mL
variasi larutan standar, dan satu tabung tersisa untuk larutan blanko. Tabung reaksi
berisi larutan standar dengan variasi konsentrasi, serta blanko, dengan warna
larutan bening. Penempatan larutan-larutan sampel pada tabung reaksi
dimaksudkan untuk mempermudah dalam melakukan reaksi dan pengamatan pada
larutan.
Setelah itu ditambahkan masing-masing 1mL reagen Nelson . Reagen nelson
yang digunakan merupakan gabungan dari reagen nelson A dan reagen nelson B
dengan perbandingan volume 25 : 1 (mL). Warna dari reagen nelson ini adalah biru
(Nelson, 1944).
C6H12O6 + 2CuSO4 +Cu2O → C5H11O5COOH.

Larutan berubah warna dari bening menjadi biru dan ada endapan. Semakin
besar konsentrasi larutan warna larutan semakin pekat karena semakin banyak
glukosa yang mengalami oksidasi. Reagen Nelson A memberi suasana alkali karena
reaksi oksidator hanya dapat terjadi pada suasana alkali sedangkan Reagen Nelson B
sebagai oksidator yang mengandung CuSO4 dimana ion Cu2+ tereduksi menjadi Cu+.
Perubahan warna larutan menjadi biru setelah penambahan Reagen Nelson disebabkan
oleh terjadinya proses oksidasi dan reduksi didalam larutan glukosa. Endapan merah
bata disebabkan karena adanya peristiwa reduksi ion tembaga (II) oleh gugus karbonil
glukosa menjadi ion tembaga (I) (Hermanto et al., 2020).

Gambar 4.
Dipanaskan semua tabung dalam penangas air mendidih selama 20 menit.
Pemanasan dilakukan untuk meningkatkan energi kinetik antar partikel dalam
larutan glukosa, sehingga Reaksi yang terjadi akan semakin cepat. Kemudian
diambil dan didinginkan tabung hingga suhu ruangan (25°C) agar sampel tak
terbakar dan menurunkan energi kinetiknya agar sampel tidak rusak serta mencegah
terjadinya gelembung didalam larutan ketika ditambahkan dengan reagen
fosfomolibdat (Suroso, 2002).

Gambar 5.
Ditambahkan 1 mL reagen fosfomolibdat, dan di kocok hingga larut,
ditambahkan aquades sebanyak 7 mL dan di kocok sampai homogen. Larutan
berwarna biru pekat, setelah ditambahkan aquades warna biru nya menjadi
memudar. Penambahan fosfomolibdat sebagai pengompleks untuk memperjelas
intensitas warna dan melarutkan endapan, digunakan Reagen Fosfomolibdat.
Endapan merah bata (Cu2O) akan larut jika ditambahkan dengan
reagenfofomolibdat karena Cu+ diubah kembali menjadi Cu2+. Pelarutan endapan
dilakukan karena, metode yang digunakan adalah sepktrofotometri, dimana
endapan dapat mengganggu nilai absorban yang akan diukur. Penambahan akuades
dilakukan agar larutan tidak terlalu pekat untuk mempermudah pengukuran dengan
spektrofotometer (Razak et al., 2012).

Gambar 6.
Pengukuran absorban dilakukan pada panjang gelombang 540 nm yang
merupakan panjang gelombang maksimum dari glukosa dan kompleks berwarna
antara kuprooksida gula dan arsenomolybdate, selain itu juga untuk meminimalkan
adanya peningkatan absorban yang terukur . Ketika pengukuran menggunakan alat
spektrofotometer, larutan yang dimasukkan kedalam kuvet tidak boleh ada
gelembung. Adanya gelembung akan menghalangi penyerapan sinar monokromatis
yang dilewatkan pada larutan, sehingga hasil pengukuran tidak masksimal (Pratiwi
et al., 2018).
Tabel 1. Pengukuran absorban larutan standar glukosa dan larutan sampel
Absorban (λ)
NO Konsentrasi (ppm) (X)
(Y)
1 0 0,063
2 20 0,085
3 40 0,111
4 60 0,131
5 80 0,159
6 100 0,193
7 Sampel (25) 0,084
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa semakin besar
konsentrasi larutan, maka absorbannya akan semakin besar dan intensitas warna
larutannya semakin pekat serta semkain banyak gula reduksi yang mengalami
oksidasi. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh kadar glukosa dalam sampel
sebanyak 17,5 ppm, dimana absorban sampel mendekati absorban larutan standar
konsentrasi 20 ppm, dengan persen kesalahan yang diperoleh sebesar 30% yang
dapat dilihat pada lampiran 3. Besarnya persen kesalahan menendakan terdapat
pengerjaan prosedur kerja yang kurang baik dan tidak sesuai, sehingga
mempengaruhi hasil percobaan.
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Prinsip percobaan adalah spektrofotometri yaitu pengukuran berdasarkan
serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan berwarna pada panjang gelombang
tertentu.
2. Pembuatan kurva standar dari gula pereduksi dengan metode somogyi nelson
dapat dilakukan dengan penentuan nilai absorban dari variasi sampel larutan gula.
Nilai absorbansi yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran 3.
3. Penentuan kadar gula pereduksi dalam sampel dilakukan dengan perhitungan
menggunakan persamaan regresi dari data yang telah diperoleh. Dapat dilihat pada
lampiran 3.
4.2 Saran
Agar percobaan selanjutnya lebih baik, maka disarankan :
1. Teliti dalam melakukan pengenceran dan pengocokan.
2. Perhatikan alat yang digunakan, jangan sampai terkontaminasi zat lain.
3. Teliti dalam memipet larutan.
DAFTAR PUSTAKA
Afriza, R., & Nilda, I. (2019). Analisis Perbedaan Kadar Gula Pereduksi Dengan
Metode Lane Eynon Dan Luff Schoorl Pada Buah Naga Merah (Hylocereus
Polyrhizus). Jurnal Temapela, 2(2), 90–96.
https://doi.org/10.25077/temapela.2.2.90-96.2019
Al-kayyis, H. K., & Susanti, H. (2016). Perbandingan Metode Somogyi-Nelson
Dan Anthrone-Sulfat Pada Penetapan Kadar Gula Pereduksi Dalam Umbi
Cilembu (Ipomea batatas L.). Journal of Pharmaceutical Sciences and
Community, 13(02), 81–89. https://doi.org/10.24071/jpsc.2016.130206
Gusnedi, R. (2013). Analisis Nilai Absorbansi dalam Penentuan Kadar Flavonoid
untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat. Pillar of Physics, 2, 76–83.
Hermanto, D., Sanjaya, R. K., & Ismillayli, N. (2020). A Simple and Sensitive
Optode Sensor Glucose Based on Immobilization Benedict Into Nata Cellulose
Membranes. Jurnal Pijar Mipa, 15(4), 404–407.
https://doi.org/10.29303/jpm.v15i4.1352
Nelson, N. (1944). A photometric adaptation of the Somogyi method for the
determination of glucose. Journal Biol, 153(2), 375–379.
Nurcahyani, E., Aniqotun Mutmainah, N., Farisi, S., & Agustrina, R. (2019).
Analisis Kandungan Karbohidrat Terlarut Total Planlet Buncis (Phaseolus
Vulgaris L.) Menggunakan Metode Fenol-Sulfur Secara in Vitro. Analit:
Analytical and Environmental Chemistry, 4(01), 73–80.
https://doi.org/10.23960/aec.v4.i1.2019.p73-80
Pratiwi, Y. H., Ratnayani, O., & Wirajana, I. N. (2018). Perbandingan Metode Uji
Gula Pereduksi Dalam Penentuan Aktivitas ?-L-Arabinofuranosidase Dengan
Substrat Janur Kelapa (Cocos Nucifera). Jurnal Kimia, 134.
Razak, A. R., Sumarni, N. K., & Rahmat, B. (2012). Optimalisasi Hidrolisis
Sukrosa Menggunakan Resin Penukar Kation Tipe Sulfonat. Jurnal Natural
Science, 1(1), 119–131.
Suarsa, W. (2017). Hidrolisis Zat Pati Beras Merah Menggunakan Katalis Asam
Klorida. i–40.
Suroso, A. Y. (2002). Ensiklopedia Sains dan Kehidupan. Tarity Samudra Berlian:
Jakarta.
Wahjuni, S. (2013). Metabolisme Biokimia. In Journal of Chemical Information
and Modeling (Vol. 53, Issue 9).
Lampiran 1. Tugas Sebelum Praktikum
1. Berdasarkan gugus fungsi yang dipunyai, sebutkan pembagian karbohidrat!
Jawab:
a. Aldosa merupakan karbhidrat yang memiliki gugus aldehid (-CHO)
b. Ketosa merupakan karbohidrat yang memiliki gugus keton (-CO).
2. Sebutkan kelompok karbohidrat berdasarkan penguraiannya!
Jawab:
a. Monosakarida adalah karbohidrat yang paling sederhana (tidak dapat
diuraikan).
b. Disakarida adalah karbohidrat yang terdiri dari dua molekul monosakarida.
c. Oligosakarida adalah karbohidrat yang terdiri dari 3-10 molekul
monosakarida.
d. Polisakarida adalah karbohidrat terbesar yang terdiri dari banyak monomer
dari monosakarida.
3. Mengapa sukrosa termasuk gula non pereduksi?
Jawab:
Hal ini terjadi karena sukrosa tidak memiliki atom karbon anomer bebas (gugus
aldehid) yang telah digunakan untuk membentuk ikatan antara satu
monosakarida penyusunnya dengan yang lain dari karbon anomer kedua
komponen monosakarida tersebut.
4. Sebutkan contoh-contoh gula pereduksi!
Jawab:
Glukosa, fruktosa, galaktsa, maltosa, dan selulosa.
5. Apa fungsi dari reagen fosfomolibdat?
Jawab:
Reagen atau pereaksi fosfomolibdat berfungsi sebagai pengompleks untuk
memberikan warna yang lebih kuat sehingga larutan uji tersebut dapat diukur
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
6. Tuliskan prinsip kerja spektrofotmeter!
Jawab:
Prinsip kerja spektrofotometer didasari oleh serapan sinar mnokromatis dari
suatu larutan berwarna pada panjang gelombang tertentu.
7. Jelaskan perbedaan antara metode DNS dengan metode Samogi Nelson dan
Lowry.
Jawab:
Metode DNS digunakan untuk mengukur gula pereduksi dengan teknik
kalorimetri, sedangkan metode Samogi Nelson dan Lowry digunakan untuk
menentukan kadar glukosa di dalam darah.
Lampiran 2. Skema Kerja

A. Pembuatan Kurva Standar

Larutan Standar Glukosa 1000 ppm

dipipet masing-masing ke dalam labu


ukur 10 mL
0 mL 0,2 mL 0,4 mL 0,6 mL 0,8 mL 1 mL
0 ppm 40 ppm 100 ppm
20 ppm 60 ppm 80 ppm
mL

dipipet masing-masing 1 mL ke dalam 6 tabung reaksi


ditambahkan 1 mL pereaksi Nelson A dan Nelson B
Endapan Merah

dipanaskan selama 20 menit dan didinginkan

Hilangnya Endapan Merah

ditambahkan 1 mL pereaksi fosfomolibdat lalu dikocok

ditambahkan 7 mL akuades, lalu dihomogenkan

diukur absorbannya pada panjang gelombang 540 nm


dengan Spektrofotometer UV-Vis

Absorban Larutan Standar

Dintergrasikan konsentrasi larutan standar dan absorban


yang terukur

Kurva Standar
B. Penentuan Gula Reduksi dari Sampel

Sampel

dipipet 1 mL ke dalam tabung reaksi


ditambahkan 1 mL pereaksi Nelson A dan Nelson B

Endapan Merah

dipanaskan selama 20 menit dan didinginkan

Hilangnya Endapan Merah

ditambahkan 1 mL pereaksi fosfomolibdat lalu dikocok

ditambahkan 7 mL akuades, lalu dihomogenkan

diukur absorbannya pada panjang gelombang 540 nm


dengan Spektrofotometer UV-Vis

Absorban Sampel

ditentukan konsentrasi gula reduksi di dalam sampel

Konsentrasi Gula Reduksi


Lampiran 3. Data Perhitungan
1. Data dan Perhitungan
Pembuatan deret larutan Standar
Dilakukan pembuatan Larutan standar berbagai konsentrasi dengan melakukan pengenceran pada
larutan baku standar glukosa 1000 ppm dengan variasi konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm,
serta diberikan sebuah larutan sampel yang akan ditentukan konsentrasi kadar gula reduksinya.
A) Konsentrasi 0 ppm
V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 1000 ppm = 10mL × 0 ppm
V1 = 0 mL
B) Konsentrasi 20 ppm
V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 1000 ppm = 10mL × 20 ppm
V1 = 0,2 mL
C) Konsentrasi 40 ppm
V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 1000 ppm = 10mL × 40 ppm
V1 = 0,4 mL
D) Konsentrasi 60 ppm
V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 1000 ppm = 10mL × 60 ppm
V1 = 0,6 mL
E) Konsentrasi 100 ppm
V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 1000 ppm = 10mL × 100 ppm
V1 = 1 mL
F) Sample Larutan glukosa (sample)
V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 1000 ppm = 10mL × 25 ppm
V1 = 0,25 mL
2. Data Absorbansi
Dilakukan Uji Absorbansi pada variasi Larutan Standar Glukosa yang telah dibuat dengan
menggunakan instrumen Spektrofotometri untuk mendapatkan Kurva Standar gula reduksi.
Tabel 1. Pengukuran absorban larutan standar glukosa dan larutan sampel
Absorban (λ)
NO Konsentrasi (ppm) (X)
(Y)
1 0 0,063
2 20 0,085
3 40 0,111
4 60 0,131
5 80 0,159
6 100 0,193
7 Sampel 0,084
Tabel 2. Perhitungan regrasi larutan standar glukosa
Konsentrasi (ppm) Absorban (λ)
NO XY X2
(X) (Y)
1 0 0,063 0 0
2 20 0,085 1,7 400
3 40 0,111 4,44 1600
4 60 0,131 7,86 3600
5 80 0,159 12,72 6400
6 100 0,193 19,3 10000
Ʃ 300 0,742 46,02 22000
𝑥̅ = 50 𝑦̅ = 0,1236
A. Sample I 0,084

𝑛 Ʃxy − Ʃx . Ʃy
𝐵 =
𝑛 Ʃ𝑥 2 − (Ʃ〖x)〗2
6 . (46,02) – (300) . (0,742)
= 6 . (22000)− (300) 2

= 0,00127429 = 1,2 . 10-3


𝐴 = 𝑦̅ − 𝐵𝑥̅
= (0,123) – 1,2 . 10-3 × (50)
= 0,063
y = A + Bx
= 0,063 + 1.2. 10-3(X)
Penentuan Konsentrasi Pada Sampel
y = Absorban Sampel = 0,084
y = A + Bx
0,084 = 0,063 + 1.2. 10-3(X)
X= 17,5 ppm
Jadi Konsentrasi Larutan Sampel Glukosa yang diberikan adalah 17,5 ppm.
Persentase Kesalahan.
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 − 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = 𝑥 100%
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
25𝑚𝐿 – 17,5 𝑝𝑝𝑚
= 𝑥 100%
25𝑚𝐿

= 30%
3. Grafik

Grafik Konsentrasi (x) Terhadap Absorban


(Y)
0.25
y = 0.0013x + 0.06
R² = 0.9931
0.2
Absorban (λ)

0.15

0.1

0.05

0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)

Anda mungkin juga menyukai