Anda di halaman 1dari 11

BIOMOLEKUL

“Maltosa”

Kelompok 5
Disusun oleh:

1. Desy Puspitasari (141810301013)


2. Rohma Nur Fadilah (141810301014)
3. M. Hisyam N.A.G (141810301015)
4. M. Jamaludin (141810301016)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB 1. PENDAHULUAN
Karbohidrat merupakan golongan senyawa organik yang sangat melimpah
keberadaanya di bumi ini. Karbohidrat secara biokimia merupakan senyawa polihidroksil
aldehida atau polihidroksil keton, atau dapat diartikan juga sebagai senyawa yang dihidrolisis
akan menghasilkan senyawa polihidroksil aldehida atau polihidrida keton. Karbohidrat
mengandung gugus hidroksil dan gugus karbonil.
Karbohidrat menurut Sastrohamidjojo (2005) merupakan senyawa yang mengandung
unsur-unsur C, H dan O. Karbohidrat sangat banyak ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan,
yaitu sekitar 75%. Karbohidrat merupakan senyawa-senyawa organik dengan perbandingan
antara H dan O sebasar 2 berbanding 1 seperti halnya pada air, sehingga rumus empirisnya
dapat kita tulis sebagai CnH2nOn atau dapat kita singkat menjadi Cn(H2O)n.
Karbohidrat sangatlah beragam sifatnya. Perbedaan utama antara berbagai tipe
karbohidrat salah satunya adalah tipe molekulnya. Senyawa-senyawa yang termasuk dalam
karbohidrat memiliki berat molekul yang berbeda-beda dan sangat beragam bergantung dari
kekompleksan suatu struktur senyawanya yaitu dari senyawa yang sederhana yang
mempunyai berat molekul 90 hingga 50.000 bahkan lebih. Senyawa-senyawa yang beragam
tersebut dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu golongan monosakarida, disakarida
dan polisakarida (Supriyanti, 2005).
Monosakarida adalah karbohidrat yang sederhana. Monosakarida ini molekulnya
hanya terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis
dalam kondisi lunak menjadi karbohidrat lain. Monosakarida yang paling sederhana adalah
gliseraldehida dan dihidroksiaseton. Gliseraldehida disebut aldotriosa karena terdiri atas tiga
atom karbon dan mempunyai gugus aldehida. Dihidroksiaseton dinamakan ketotriosa karena
terdiri atas tiga atom karbon dan mempunyai gugus keton. Monosakarida yang terdiri atas
empat atom karbon disebut tetrosa dengan rumus C 4H8O4. Eritrosa adalah contoh aldotetrosa
dan eritrulosa adalah suatuketotetrosa. Pentosa adalah monosakarida yang mempunyai lima
atom karbon. Contoh pentosa adalah ribosa dan ribulosa. Dari rumusnya kita dapat
mengetahui bahwa suatuketopentosa. Pentosa dan heksosa (C6H12O6) merupakan
monosakarida yang penting dalam kehidupan. Contoh-contoh yang tergolong dalam
monosakarida adalah glukosa, fruktosa, galaktosa dan pentosa (McGilvery&Goldstein, 1996).
Senyawa yang termasuk oligosakarida memiliki molekul yang terdiri atas beberapa
molekul monosakarida. Dua molekul monosakarida yang beraitan satu dengan yang lain akan
membentuk satu molekul disakarida. Oligosakarida yang lain adalah trisakarida dan
tetrasakarida yang masing-masing terdiri atas tiga dan empat molekul monosakarida. Contoh-
contoh yang tergolong dalam disakarida adalah laktosa, maltosa dan sukrosa
(McGilvery&Goldstein, 1996).
Polisakarida pada umumnya memiliki bentuk molekul yang besar dan lebih kompleks
dibandingkan dengan monosakarida dan oligosakarida. Umumnya polisakarida berupa
senyawa berwarna putih dan tidak berbentuk kristal, tidak berasa manis dan tidak bersifat
mereduksi. Polisakarida yang dapat larut dalam air akan membentuk koloid. Polisakarida
yang penting diantaranya adalah amilum, glikogen, dekstrin dan selulosa (Poedjiadi, 2005).
Oligosakarida yang paling banyak ditemukan di alam adalah disakarida. Maltose
merupakan salah satu molekul disakarida yang terdiri atas 2 molekul glukosa. Maltosa
merupakan gula reduksi dan dapat larut dalam air. Maltosa tidak ditemukan dalam keadaan
bebas di alam, melainkan hasil degradasi pati oleh enzim atau hasil pengekstraksi sukrosa.
Maltosa juga dikenal sebagai gula gandum, hal ini karena disakarida ini diproduksi saat pati
dipecah oleh enzim amilase dan biasanya dijumpai pada biji yang berkecambah, seperti
gandum.
Maltosa dapat dipecah lagi menjadi 2 molekul glukosa dengan reaksi hidrolisis. Ada
sejumlah cara untuk melakukan uji kualitatif mengenai ada tidaknya keberadaan maltose
pada makanan, yaitu dengan menggunakan uji Benedict, uji Barfoed, uji Seliwanoff, dan
reaksi enzimatis.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Karbohidrat memiliki banyak macam penggolongan. Salah satunya adalah


penggolongan berdasarkan bisa tidaknya mengalami proses hidrilisis. Karbohidrat yang tidak
bisa dihrolisis ke suunan yang lebih simple dinamakan monosakarida, sedangkan untuk
karbohidrat yang dapat dihidrolisis menjadi dua molekul monosakarida dinamakan
disakarida. Disakarida merupakan hasil penggabungan dua satuan monosakarida. Dalam
molekul disakarida, kedua monosakarida berikatan secara ikatan glukosida. Contoh
disakarida antara lain sukrosa (gulatebu), maltose (gula gandum), dan laktosa (gula susu).
Ketiganya memiliki rumus molekul C12H22O11. Semua disakarida (laktosa, maltosa), kecuali
sukrosa termasuk kedalam contoh gula pereduksi. Gula pereduksi merupakan golongan gula
(karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima electron (Fessenden, 1990).
Salah satu macam dari disakarida adalah maltosa. Maltosa memiliki perbedaan yang
cukup mendasar dibandingkan dengan macam disakarida lainnya. Rasa dari maltose sedikit
kurang manis jika dibandingkan dengan sukrosa ataupun laktosa. Meski memiliki rasa yang
kurang manis, akan tetapi jenis gula ini masih memiliki banyak manfaat dan dibutuhkan oleh
semua mahluk hidup. Untuk dapat menmanfaatkannya , maka kita harus dapat mengenalinya
dengan cara mengujinya. Terdapat banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan
kandungan karbohidrat dalam bahan pangan, misalnya dengan cara kimiawi, fisik, enzimatis,
biokimia, maupun kromatografi baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Morrison,1983).
Salah satu uji kualitatif yang banyak dilakukan adalah uji dengan menggunakan
benedict Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat)
pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida
seperti laktosa dan maltosa. Nama Benedict merupakan nama seorang ahli kimia asal
Amerika, Stanley Rossiter Benedict (17 Maret 1884-21 Desember 1936). Benedict lahir di
Cincinnati dan studi di University of Cincinnati. Setahun kemudian dia pergi ke Yale
University untuk mendalami Physiology dan metabolisme di Department of Physiological
Chemistry. Prinsip dari perlakuan uji benedict adalah pereaksi akan bereaksi dengan gugus
aldehid, kecuali aldehid dalam gugus aromatik, dan alpha hidroksi keton. Molekul maltose
atau glukosa yang diuji dengan beberapa tahapan akan menunjukan hasil positif pada uji
benedict apabila pada uji tersebut terdapat hasil dengan terbentuknya warna merah bata pada
tabung reaksi yang telah dipanaskan. Semakin terang warna yang dihasilkan pada uji ini
maka menunjukkan semakin kuat pereduksi yang dimiliki oleh jenis gula tersebut (Poedjadi,
2005).
Uji fehling digunakan untuk menunjukkan adanya karbohidrat pereduksi
(monosakarida, laktosa, maltosa, dll),sehingga maltosa dapat diidentifikasi melalui uji
fehling.Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini
dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang mengoksidasi
atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu (II). Contoh gula yang
termasuk gula reduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain.
Sedangkan yang termasuk dalam gula non reduksi adalah sukrosa (Team Laboratorium Kimia
UMM, 2008).
Uji fehling ini digunakan untuk mengetahui adanya kandungan gula pereduksi dalam
karbohidrat. Gula pereduksi adalah karbohidrat yang dapat mereduksi senyawa pengoksidasi
lemah seperti Cu dalam pereaksi fehling. Agar berfungsi sebagai gula pereduksi, karbohidrat
harus mempunyai fungsi aldehid atau gugus fungsi hemi asetal yang dapat membuka menjadi
aldehid. Dari ketiga bentuk glukosa, hanya bentuk asiklik yang dioksidasi oleh pereaksi
fehling. Akhiran -osa digunakan dalam tatanama karbohidrat sistematik untuk menyatakan
suatu gula pereduksi (Keenan, 1986).
Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air untuk
memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Hidrolisis pati merupakan proses pemecahan
molekul amilum menjadi bagian-bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti dekstrin,
isomaltosa, maltosa dan glukosa (Rindit et al, 1998).
Pati merupakan polisakarida yang ditemukan dalam butiran padi-padian dan umbi-
umbian serta buah-buahan seperti pisang. Pisang yang berasa manis setelah masak merupaka
salah satu contoh terurainya zat pati menjadi glukosa. Zat pati yang dimasak maka
molekulnya akan pecah menjadi molekul yang lebih kecil semacam gula yang disebut
dekstrin, yang kemudian terurai menjadi maltosa dan kemudian menjadi glukosa. Penguraian
amilum pada pati hingga menjadi maltose dibantu oleh enzim amilase, melalui reaksi
hidrolisis. Reaksi tersebut sesuai dengan persamaan reaksi berikut:
2(C6H12O6)n + nH2O amilase nC12H22O11
Pati adalah polisakarida nutrien yang tersedia melimpah pada sel tumbuhan dan
beberapa mikroorganisme. Pati umumnya berbentuk granula dengan diameter beberapa
mikron. Granula pati mengandung campuran dari dua polisakarida berbeda, yaitu amilum dan
amilopektin. Jumlah kedua poliskarida ini tergantung dari jenis pati. Pati yang ada dalam
kentang, jagung dan tumbuhan lain mengandung amilopektin sekitar 75 – 80% dan amilum
sekitar 20- 25%. Komponen amilum merupakan polisakarida rantai lurus tak bercabang
terdiri dari molekul D-Glukopiranosa yang berikatan dengan glikosida. Struktur rantai lurus
ini membentuk untaian heliks, seperti tambang (Zulfikar, 2008).
Uji Barford adalah uji untuk membedakan monosakarida dan disakarida dengan
mengontrol kondisi pH serta waktu pemanasan. Prinsipnya berdasarkan reduksi Cu2+ menjadi
Cu+. Reagen Barfoed mengandung senyawa tembaga asetat. Kemudian dihasilkan endapan
cupro oksida berwarna merah bata yang menjadi indikasi hasil uji positifnya. Reagen Barfoed
terdiri dari tembaga(II) asetat 6%, asam asetat 1% dan air 93%. Reagen ini cukup beracun
karna keberadaan tembaga asetat. Sehingga dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit,
gangguan indera pengecap dan gangguan pernafasan. Produk ini dapat bereaksi dengan
kebanyakan logam untuk menghasilkan gas hidogen yang sangat mudah terbakar (Poedjadi,
2005).
Uji Barfoed direaksikan berbagai macam larutan karbohidrat seperti : laktosa,
fruktosa, galaktosa, maltosa, arabinosa, glukosa, sukrosa, amilum. Reagen Barfoed memiliki
bentuk larutan dan berwarna biru sedangkan macam-macam larutan karbohidrat berwarna
putih bening. Pada percobaan uji Barfoed, karbohidrat direduksi pada suasana asam. Dalam
asam, polisakarida atau disakarida akan terhidrolisis parsial menjadi sebagian kecil
monomernya. Hal inilah yang menjadi dasar untuk membedakan antara monosakarida,
oligosakarida/disakarida, dan polisakarida. Monomer gula dalam hal ini bereaksi dengan
fosfomolibdat membentuk senyawa berwarna biru. Reaksi ini positif untuk monosakarida.
Dibanding dengan monosakarida, polisakarida yang terhidrolisis oleh asam mempunyai kadar
monosakarida yang lebih kecil, sehingga intensitas warna biru yang dihasilkan lebih kecil
dibandingkan dengan larutan monosakarida. Disakarida juga akan memberikan hasil positif
pada larutan memberikan warna biru dan bagian bawah terdapat endapan kemerahan bila
dididihkan cukup lama hingga terjadi hidrolisis (Ngili,2009).
BAB 3. MEKANISME PERCOBAAN

 Uji Benedict

Disiapkan sebuah tabung reaksi yang yang nantinya akan isi dengan
maltosa 1%

Dibuat pereksi reagen benedict dengan melarutkan beberapa gram


Na-sitrat dan Na-karbonat dalam beberapa ml air aduk dan saring.
Kemudian ditambahkan larutan CuSO4 dalam air.
Dimasukan 5 ml reagen benedict dan 8 tetes larutan maltosa,
goyangkan tabung reaksi hingga semua tercampur merata.

Perhatikan warna yang dihasilkan. Dipanaskan untuk mengetahui


ada tidaknya pembentukan endapan.

Hasil
 Uji Fehling

Disiapkan tabung reaksi, berturut – turut diisi 10 tetes larutan


maltosa 2%

Ditambahkan 5 tetes fehling A dan 5 tetes fehling B pada tabung


reaksi, selanjutnya dikocok

Perhatikan warna yang dihasilkan. Dipanaskan untuk mengetahui


ada tidaknya pembentukan endapan.

Hasil

 Hidrolisis Pati

Dimasukkan 5 mL amilum 1% ke dalam tabung reaksi, kemudian


ditambahkan 2,5 mL HCl 2 N

Dicampurkan dengan baik, lalu dimasukkan ke dalam penangas air


mendidih. Setelah 3 menit, diujilah denga iodium dengan mengambil
2 tetes larutan ditambahkan 2 tetes iodium dalam porselin tetes

Dicatat perubahan warna yang terjadi. Kemudian dilakukan uji


iodium setiap 3 menit sampai hasil berwarna kuning pucat dan
dilanjutkan hidrolisis selama 5 menit
Didinginkan lalu diambil 2 mL larutan hidrolisism lalu netralkan
dengan NaOH 2% dan diuji dengan kertas lakmus
Diuji dengan Benedict dan disimpulkan apa yang dihasilkan
hidrolisis pati

Hasil
 Uji Barfoed

Disiapkan sebuah tabung reaksi yang yang nantinya akan isi dengan
maltosa 5%

Dimasukkan maltosa sebanyak 1 ml kedalam tabung reaksi dan


ditambahkan reagen barfoed sebanyak 1 ml

Perhatikan warna yang dihasilkan. Dipanaskan untuk mengetahui


ada tidaknya pembentukan endapan.

Hasil

BAB 4. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa hanya maltosa yang setelah di uji
benedict memperlihatkan adanya perubahan warna yaitu merah bata. Sehingga dapat
diketahui bahwa larutan maltose merupakan gula pereduksi. Hal ini dikarenakan maltose
mampu mereduksi senyawa pengoksidasi dan menghasilkan D-glukosa dan D-galaktosa ,
dimana maltose memiliki gugus karbonil yang berpotensi bebas pada residu gula glukosa,
sehingga maltose adalah disakarida pereduksi.
Benedict Reagen digunakan untuk menguji atau memeriksa kehadiran gula pereduksi
dalam suatu cairan. Disakarida yang bersifat redutor, dengan diteteskannya Reagen akan
menimbulkan endapan merah bata. Selain menguji adanya gula pereduksi, juga berlaku
secara kuantitatif, karena semakin banyak gula dalam larutan maka semakin gelap warna
endapan.
Dalam asam, disakarida akan terhidrolisis parsial menjadi sebagian kecil
monomernya. Hal inilah yang menjadi dasar untuk membedakan antara polisakarida,
disakarida, dan monosakarida. Monomer gula dalam hal ini bereaksi dengan fosfo molibdat
membentuk senyawa berwarna biru. Dibanding dengan monosakarida, disakarida yang
terhidrolisis oleh asam mempunyai kadar monosakarida yang lebih kecil, sehingga intensitas
warna biru yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan larutan monosakarida dan
menhasilkan warna merah bata. Warna merah bata yang terbentuk disebabkan oleh maltose
dan glukosa memiliki gugus aldehid yang bebas sehingga dapat mereduksi ion-ion tembaga
(Cu) yang terdapat pada larutan benedict menjadi Cu2O yang berwarna merah bata. Berikut
reaksi yang terjadi ;

Prinsip dari uji fehling ini adalah membedakan gugus aldehid dan keton dalam suatu
sampel dengan menambahkan reagen Fehling A dan Fehling B, dimana Fehling A adalah
CuSO4 dan Fehling B adalah campuran dari NaOH dan Na-K-tatrat. Dalam reaksi ini terjadi
reaksi reduksi dan oksidasi. Aldehid dioksidasi membentuk asam karboksilat, sementara ion
Cu2+ akan tereduksi menjadi Cu+. Hasil uji positif apabila dalam suatu sampel terbentuk
endapan merah bata (Raymond, 2009).
Pemanasan dalam reaksi ini bertujuan agar gugus aldehida pada sampel terbongkar
ikatannya dan dapat bereaksi dengan ion OH- membentuk asam karboksilat. Cu2O (endapan
merah bata) yang terbentuk merupakan hasil sampingan dari reaksi pembentukan asam
karboksilat.
Pereaksi Fehling dapat direduksi oleh selain karbohidrat yang mempunyai sifat
mereduksi juga dapat direduksi oleh reduktor lain. Pereaksi Fehling terdiri dari dua larutan
yaitu Fehling A dan Fehling B. Larutan Fehling A adalah CuSO4 dalam air, sedangkan
Fehling B adalah larutan garam KNatrat dan NaOH dalam air. Kedua macam larutan ini
disimpan terpisah dan baru dicampur menjelang digunakan untuk memeriksa suatu
karbohidrat.
Fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga diperoleh
suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam pereaksi Fehling, ion Cu2+ terdapat sebagai
ion kompleks. Pereaksi Fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO.Dalam pereaksi ini ion
Cu2+ direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa akan diendapkan sebagai Cu2O.
Fehling B berfungsih mencegah Cu²+ mengendap dalam suasana alkalis.Dengan larutan
glukosa 1%, pereaksi Fehling menghasilkan endapan berwarna merah bata, sedangkan
apabila digunakan larutan yang lebih encer misalnya larutan glukosa 0,1%, endapan yang
terjadi berwarna hijau kekuningan.Uji fehling menggunakan pereaksi fehling yang terdiri
dari campuran kupri sulfat, Na-K-tartrat dan natrium hidroksida dengan gula pereduksi dan
dipanaskan akan terbentuk endapan yang berwarna merah kecoklatan (Slamet sudarmadji et
all, 1986).
Hidrolisis pati dapat dibuktikan dari hasil amilum akan berubah warna ketika diuji
dengan larutan iodium dan benedict. Hasil uji dengan uji iodium dan dilanjutkan dengan uji
benedict menunjukkan adanya maltosa yang ditandai dengan berubahnya dari berwarna
kuning pucat menjadi merah bata. Hal ini menunjukkan bahwa pati tersebut berhasil
mengalami hidrolisis menjadi maltosa. Warna merah bata yang dihasilkan tersebut dihasilkan
karena terbentuknya endapan merah bata yang diakibatkan adanya ion Cu 2+ pada pereaksi
benedict pereduksi oleh gula pereduksi yang terkandung ppada larutan uji sehingga berubah
menjadi Cu+ dan setelah itu akan terbentuk endapan Cu2O yang berwarna merah bata. Hal ini
sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

RCHO + 2Cu2+ + 4OH- RCOOH + Cu2O + 2H2O


(Amilum) (Maltosa) Endapan
merah bata
2+
Mekanisme dari uji barfoed ini adalah Cu dari pereaksi Barfoed dalam suasana asam
akan direduksi lebih cepat oleh gula reduksi monosakarida daripada disakarida dan
menghasilkan Cu2O (kupro oksida) berwarna merah bata. Sedangkan dehidrasi fruktosa oleh
HCL pekat menghasilkan hidroksimetilfurfural dengan penambahan resorsinol akan
megalami kondensasi membentuk senyawa kompleks berwarna merah. Reaksi pada
monosakarida lebih cepat daripada senyawa disakarida karena pada senyawa disakarida harus
diubah menjadi monosakarida. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa glukosa, fruktosa dan
maltosa bereaksi positif yang ditandai dengan adanya endapan merah bata setelah
dipanaskan. Sedangkan pada sukrosa bereaksi negatif karena sukrosa tersusun atas glukosa
dan fruktosa yang berikatan sehingga tidak lagi terdapat gugus aldehid atau keton yang
bermutasi menjadi rantai terbuka serta tidak juga memiliki gugus pereduksi. Berikut adalah
reaksinya :

Dalam literatur menyatakan bahwa monosakarida pereduksi lebih optimal daripada


disakarida pereduksi, biasanya jika direkasikan dengan reagen Barfoed membentuk endapan
kuprooksida merah kecoklatan atau merah bata (Sudarmadji, 2006). Sehingga pada percobaan
dengan sampel glukosa, fruktosa dan maltosa sudah sesuai dengan literatur.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2009.Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Jilid I. Jakarta: Erlangga.


Fessenden & Fessenden, 1996, Kimia Organik, Jakarta, Erlangga.
Keenan, Kleinfelter. 1986. Kimia Untuk Universitas II. Erlangga. Jakarta.
Morrison, Robert Thornton. 1983. Organic Chemistry Fourth Edit. New York: New York
University.
Ngili, Yohanis. 2009. Biokimia Struktur dan Fungsi Biomolekul. Graham Ilmu. Yogyakarta.
Poedjadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI -
Press).
Rindit, Pambaylun, dkk. 1998. Laporan Penelitian : Mempelajari Hidrolisis Pati Gadung
(Dioscoreahispida Dernst) dengan Enzim α-amilase dan Gluko amilase untuk
Pembuatan Sirup Glukosa. Fakultas Pertanian UNSRI.Palembang.
Sudarmadji, Slamet, Bambang Haryono, Suhardi. 1986. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Pusat Antar Universitas Ilmu Pangan dan Gizi. Yogyakarta.
Zulfikar, 2008, Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai