Anda di halaman 1dari 34

ANALISIS KOMPONEN PANGAN

Makalah
disusun guna memenuhi tugas

mata kuliah : Kimia Bahan Makanan

dosen pengampu :Hanifah Setyowati M.Pd

Oleh:

Kelompok 5

1. Zia Nujunda Shaumi (1708076015)


2. Dewi Makhfiroh (1708076016)
3. Citra Nur Fatikhah (1708076020)
4. Adinda Nur K. S (1708076024)
5. Rafika Sarah Aulia (1708076032)

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan pangan merupakan masalah pokok bagi penduduk di seluruh dunia,
tidak terkecuali Indonesia. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling esensial
untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Sebagai makhluk yang bernyawa manusia
tidak dapat melangsungkan hidup dan kehidupannya untuk berkembang biak dan
bermasyarakat. Oleh karena itu kebutuhan manusia terhadap pangan menjadi prioritas utama
yang pemenuhannya tidak dapat ditunda.
Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat
pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan
masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 7 tahun
1996 tentang pangan. Dalam UU tersebut disebutkan Pemerintah menyelenggarakan
pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara masyarakat
menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan
sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu,
aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli mereka.
Disamping itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan
dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui peningkatan
teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk
mengkonsumsi anekaragam pangan dengan gizi seimbang. PP Ketahanan Pangan juga
menggarisbawahi untuk mewujudkan ketahanan pangan dilakukan pengembangan sumber
daya manusia yang meliputi pendidikan dan pelatihan di bidang pangan, penyebarluasan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang pangan dan penyuluhan di bidang pangan. Di samping
itu, kerjasama internasional juga dilakukan dalam bidang produksi, perdagangan dan
distribusi pangan, cadangan pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan serta
riset dan teknologi pangan.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana prinsip analisis proksimat?
b. Bagaimana analisis asam amino?
c. Bagaimana analisis protein?
d. Bagaimana analisis karbohidrat?
e. Bagaimana analisis mineral ?

C. Tujuan Masalah
a. Mengetahui prinsip analisis proksimat
b. Mengetahui beberapa analisis asam amino
c. Mengetahui beberapa analisis protein
d. Mengetahui analisis karbohidrat
e. Mengetahui tentang analisis mineral
BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisis Proksimat
1. Pengertian dan Prinsip Analisis Proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu metode pengujian kimiawi untuk mengetahui
kandungan nutrien suatu bahan baku pangan. Metode analisis proksimat pertama kali
dikembangkan oleh Henneberg dan Stohman pada tahun 1860 di sebuah laboratorium
penelitian di Weende, Jerman (Hartadi et al., 1997 dalam https://repository.ipb.ac.id).
Metode analisis ini sering dikenal juga dengan analisis Weende.
Menurut McDonald et. al, 1995 dalam https://repository.ipb.ac.id), analisis
proksimat dibagi menjadi enam fraksi nutrien, yaitu: kadar air (moisture), abu (ash),
protein kasar (crude protein), lemak kasar (ether extract), serat kasar, dan bahan ekstrak
tanpa nitrogen (nitrogen free extract).

Bahan
makanan

Air Bahan Kering

Abu Bahan Organik

Bahan Organik Tanpa


Protein Kasar
Nitrogen

Lemak Kasar Karbohidrat

Bahan Ekstrak Tanpa


Serat Kasar
Nitrogen
Skema analisis proksimat bahan pangan McDonald et al.
Pada prinsipnya, bahan pakan terdiri atas dua bagian, yaitu air dan bahan kering
yang dapat diketahui melalui pemanasan pada suhu 1050C. Selanjutnya bahan kering
dapat dipisahkan antara kadarabu dan kadar bahan organik melalui pembakaran dengan
suhu 5000C. Bahan organik dapat dipisahkan menjadi komponen nitrogennya yang
kemudian dihitung sebagai protein degan metode Kjeldahl dan bagian lainnya bahan
organik tanpa nitrogen. Bahan organik tanpa nitrogen dapat dipisahkan menjadi
karbohidrat dan lemak. Karbohidrat selanjutnya dapat dipisahkan menjadi serat kasar dan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (Sutardi, 2012).
Hasil analisis proksimat biasanya disajikan sebagai nilai kadar dalam satuan %.
Beberapa metode analisis komponen mayor yang populer adalah sebagai berikut:
a. Analisa kadar air : termogravimetri
b. Analisa kadar abu : dry-ashing, termogravimetri
c. Analisa kadar lipida : soxhlet extraction
d. Analisa kadar protein : analisa-N, Kjeldahl mikro
e. Analisa gula reduksi : metode Nelson-Somogyi
2. Manfaat Analisis Proksimat
a. Kandungan zat gizi mayor suatu bahan dapat diketahui
b. Data hasil analisis proksimat dapat digunakan dalam menyusun formula atau resep
makanan, contohnya resep makanan untuk bayi dan makanan khusus penderita
diabetes
c. Data kandungan karbohidrat, lipida, dan protein secara bersama-sama dapat
mengkalkulasi nilai kalori darisuatu bahan pangan
d. Data analisis proksimat dapat dimanfaatkan dalam membandingkan kualitas
komoditas sejenis, yaitu apakah potensial sebagai bahan makanan sumber kalori,
sumber protein, sumber mineral, dan sebagainya
e. Data analisis kadar air dapat digunakan dalam mempertimbangkan daya tahan bahan
makanan, apakah bahan harus segera diproses atau dapat disimpan terlebih dahulu,
bagaimana teknik penyimpanan yang sesuai, dan lain sebagainya (https://osf.io).
3. Keunggulan dan Kelemahan Analisis Proksimat
Analisis proksimat memiliki beberapa keunggulan, yaitu:
a. Metode yang digunakan untuk mengetahui komposisi kimia bahan pangan tidak
membutuhkan teknologi yang canggih dalam pengujiannya
b. Menghasilkan data analisis secara garis besar, dapat menghitung nilai total
digestible nutrient (TDN), dan dapat memberikan penilaian secara umum
pemanfaatan suatu bahan pangan.
Sedangkan kelemahan dari analisis proksimat adalah tidak dapat menghasilkan
kadar dari suatu komposisi kimia secara tepat dan tidak dapat menjelaskan tentang daya
cerna serta tekstur dari suatu bahan pangan (Suparjo, 2010).
B. Prinsip-Prinsip Analisis Proksimat
1. Prinsip Analisis Asam Amino
Analisis komposisi asam amino dalam protein bertujuan untuk mengetahui mutu
protein yang dalam hal ini dibutuhkan ketepatan (accuracy) dan ketelitian (precision)
data yang tinggi. Untuk analisis asam-asam amino itu sendiri dewasa ini telah dapat
dilakukan dengan berbagai teknik seperti kromatografi penukar ion, kromatografi cairan
berkinerja tinggi, kromatografi gas, yang sudah dikembangkan sedemikian rupa sehingga
dapat memberikan ketepatan dan ketelitian yang tinggi. Namun sebelum contoh bahan
berprotein itu dianalisis dengan teknik tersebut, perlu dilakukan penguraian protein
tersebut menjadi komponen-komponen asam aminonya. Penguraian protein ini dilakukan
melalui cara hidrolisis dengan asam, alkali atau enzim. Masalah utama yang dihadapi
dalam analisis asam-asam amino dalam berbagai bahan adalah bagaimana dapat
diperoleh larutan hidrolisat yang kadar asam-asam aminonya sesuai dengan komposisi
asam amino dalam contoh tersebut. Jadi apabila sebuah contoh yang mengandung protein
dihidrolisis, misalnya dengan larutan HCl 6N pada suhu 110°C selama 24 jam dalam
suatu tabung tertutup, protein yang terkandung dalam contoh itu diharapkan terurai
dengan sempurna menjadi asam-asam amino bebas. Hasil analisis asam-asam amino
tersebut diharapkan sesuai dengan komposisi asam-asam amino yang sebenarnya.
Namun telah banyak diketahui bahwa beberapa asam amino tertentu dapat
mengalami kerusakan (degradasi) atau perubahan dalam kondisi hidrolisis seperti di atas.
Besar-kecilnya degradasi, selain tergantung kepada kondisi hidrolisis, juga kepada zat-
zat atau komponen lain yang berasal dari matriks contohnya: karbohidrat, lemak, unsur
mineral dan sebagainya); bahkan asam amino yang satu dapat berinteraksi dengan asam
amino yang lain. Dengan demikian komposisi asam amino dalam larutan hidrolisat
menjadi kurang sesuai dengan komposisinya dalam contoh yang dihidrolisis. Maka hasil
analisis hidrolisat mengandung kesalahan yang perlu dikoreksi. Selain itu juga belum
tentu bahwa semua asam amino telah dibebaskan dengan sempurna dari struktur
proteinnya
Cara yang sering digunakan untuk menguraikan asam amino dari penyusunnya
adalah dengan hidrolisis menggunakan HCl 6N. Kadar protein dalam bahan biologis
dapat berkisar dari nol hingga 30 - 40 %, kecuali untuk protein murni yang dapat
mendekati 90 % atau lebih. Untuk menganalisis komposisi asam amino dalam bahan
seperti ini tidaklah mudah, terutama apabila protein harus dipisahkan dari komponen-
komponen matriks bahan yang lain (karbohidrat, lemak, dan sebagainya) terlebih dahulu.
Masalah utama yang dihadapi ialah efek komponen matriks terhadap penguraian protein
dan terhadap asam-asam amino yang telah dibebaskan dalam larutan hidrolisat. Mudah
rusaknya beberapa asam amino tertentu oleh asam atau zat lain yang dapat bereaksi
dengan matriks tersebut. Selain protein, komponen bahan lainnya seperti karbohidrat
juga akan mengalami penguraian dalam proses hidrolisis itu. Kemudian hasil-hasil
penguraian itu dapat berinteraksi dengan asam amino. Yang paling tak dikehendaki ialah
berubah atau rusaknya asam-asam amino yang telah dibebaskan dari struktur proteinnya.
Kemungkinan reaksi-reaksi itu akan berkurang apabila kadar komponen non-protein
lebih kecil, sehingga efek matriks lebih kecil.
Karbohidrat dapat mengganggu karena terbentuknya senyawa humin, yang berupa
partikel-partikel yang dapat menyerap asam-asam amino tertentu seperti sistin, trip tofan,
tirosin, arginine, dsb. Beberapa asam amino justru tidak terpengaruh, misalnya leusin,
valin, isoleusin. Lemak yang juga dapat mengganggu dapat dihilangkan dengan cara
ekstraksi menggunakan pelarut organik. Dengan demikian tantangan yang dihadapi ialah
bagaimana meningkatkan kestabilan atau mencegah kerusakan asam-asam amino dalam
proses hidrolisis yang dipakai tersebut. Asam-asam amino yang tidak mengalami
degradasi ialah prolin, glisin, alanin, leusin, sedangkan asam-asam amino yang lain akan
mengami kerusakan yaitu seperti diuraikan di bawah ini:
a. Sistin
Apabila sistin dipanaskan dalam larutan HCl 6N, sebagian akan berubah
menjadi sistein.
RSSR + H2O  RSH + RSOH
Adanya oksigen (dari udara) dapat mempercepat reaksi tersebut terlebih jika ada
triptofan atau karbohidrat. Apabila ada karbohidrat dalam hidrolisat akan terbentuk
humin. Partikel-partikel humin dapat mengadsorpsi sistin dan berkondensasi menjadi
sistein. Makin banyak humin yang terjadi, makin banyak sistin yang hilang.
Dipercepatnya dekomposisi sistin oleh adanya karbohidrat dapat disebabkan oleh
bereaksinya sistein dengan gula sederhana yang terjadi sebagai hasil penguraian
polisakarida oleh asam.
b. Metionin
Metionin dapat teroksidasi oleh oksigen dari udara membentuk metionin
sulfoksida. Oleh karena itu, hidrolisis dengan kondisi yang bebas oksigen telah
dilakukan demikian pula penambahan fenol ke media hidrolisis untuk mencegah
oksidasi tersebut.
c. Valin dan Isoleusin
Ikatan peptida yang mengandung isoleusin atau valin amat sulit diuraikan
dengan hidrolisis asam ini. Diperlukan waktu hidrolisis yang lama pada 110°C (100
jam atau lebih) untuk membebaskan semua valin dan isoleusin dari protein
induknya.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mencegah gangguan dan mengurangi
kerusakan asam amino dalam proses hidrolisis dengan HCI 6N diuraikan sebagai berikut.
a. Gangguan lemak perlu dicegah melalui ekstraksi contoh dengan pelarut organik
untuk mengambil lemak yang terkandung di dalamnya. Pelarut organik yang dipakai
misalnya ialah petroleum eter, eter, klorofom, dan sebagainya
b. Guna mengurangi gangguan karbohidrat, volume larutan HCI 6N yang digunakan
hendaknya berIebihan untuk menekan konsentrasi komponen karbohidrat dalam
media hidrolisis. Penggunaan HCI 6N yang disarankan ialah "500 volumes", artinya
500 mg (= 0,50 mL) HCI 6N per mg sampel
c. Dalam analisis triptofan, contoh tidak dihidrolisis dengan larutan HCI 6N,
melainkan dengan larutan basa seperti NaOH atau Ba(OH)2 atau dengan enzim. Hal
ini untuk mencegah kerusakan triptofan
d. Degradasi metionin dalam media HCI 6N dapat dicegah dengan menambahkan zat-
zat seperti misalnya fenol asam tioglikolat atau meniadakan okigen yang dapat
mengoksidasi metionin. Cara yang kini banyak dipakai ialah melakukan oksidasi
metionin yang terikat dalam protein contoh dengan asam perfonnat menjadi
metionin-sulfon, sebelum contoh dihidrolisis dengan HCI 6N.
2. Prinsip Analisis Protein
Istilah protein diperkenalkan pada tahun 1830-an oleh pakar kimia Belanda
bernama Mulder, yang merupakan salah satu dari orang-orang pertama yang mempelajari
kimia dalam protein secara sistematik. Ia secara tepat menyimpulkan peranan inti dari
protein dalam sistem hidup dengan menurunkan nama dari bahasa Yunani proteios, yang
berarti “bertingkat pertama”. Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih
dari separuh bagian dari sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen
utama dari sistem komunikasi antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di
dalam sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada protein
khususnya hormon, antibodi dan enzim (Bray, 1988).
a. Fungsi dan Peranan Protein
Protein memegang peranan penting dalam berbagai proses biologi. Peran-
peran tersebut antara lain:
1) Katalis enzimatik
Hampir semua reaksi kimia dalam sistem biologi dikatalisis oleh enzim dan
hampir semua enzim adalah protein.
2) Transportasi dan penyimpanan
Berbagai molekul kecil dan ion-ion ditansport oleh protein spesifik.
Misalnya transportasi oksigen di dalam eritrosit oleh hemoglobin dan
transportasi oksigen di dalam otot oleh mioglobin.
3) Koordinasi gerak
Kontraksi otot dapat terjadi karena pergeseran dua filamen protein. Contoh
lainnya adalah pergerakan kromosom saat proses mitosis dan pergerakan
sperma oleh flagela.
4) Penunjang mekanis
Ketegangan kulit dan tulang disebabkan oleh kolagen yang merupakan
protein fibrosa.
5) Proteksi imun
Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan dapat mengenal serta
berkombinasi dengan benda asing seperti virus, bakteri dan sel dari organisma
lain.
6) Membangkitkan dan menghantarkan impuls saraf
Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh oleh protein
reseptor. Misalnya rodopsin adalah protein yang sensitif terhadap cahaya
ditemukan pada sel batang retina. Contoh lainnya adalah protein reseptor pada
sinapsis.
7) Pengaturan pertumbuhan dan diferensiasi
Pada organisme tingkat tinggi, pertumbuhan dan diferensiasi diatur oleh
protein faktor pertumbuhan. Misalnya faktor pertumbuhan saraf mengendalikan
pertumbuhan jaringan saraf. Selain itu, banyak hormon merupakan protein.
b. Analisis Protein
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ;
 Secara kualitatif terdiri atas: reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi
Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi.
 Secara kuantitatif terdiri dari; metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode
Lowry, dan metode spektrofotometri UV.
Analisis kualitatif
1) Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan
protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi
kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzene
yang terdapat pada molekul protein. Jadi reaksi ini positif untuk protein yang
mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan. Jika kulit terkena nitrat berwarna
kuning, hal tersebut terjadi karena reaksi xantoprotein.
2) Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan
pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat
dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur
dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga
membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan
terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.
3) Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam
nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan
menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh
pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena
terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4) Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna
merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang
mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5) Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada
dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi
arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna
merah.
6) Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan
larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang
mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain.
Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah
violet atau biru violet.
Analisis kuantitatif
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode
konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi
formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut. Metode modern, yaitu metode
Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV. Digunakan
untuk protein terlarut.
1) Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen
total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen.
Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang
sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali
dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam
larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Prosedur:
a) Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl
(kalau kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan bahan kurang dari 1
g).
b) Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan
15 ml asam sulfat pekat.
c) Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai
berhenti berasap dan teruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan
sudah menjadi jernih. Tambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit,
matikan pemanasan dan biarkan sampai dingin.
d) Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang
didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml
larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan perlahan-
lahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah
didinginkan dalam lemari es.
e) Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu
Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian
panaskan dengan cepat sampai mendidih.
f) Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku
asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indikator merah metil 0,1% b/v
(dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan
masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N.
g) Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml.
Sisa larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi
dengan larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai
jika terjadi perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan
titrasi blanko.
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut:
V NaOH blanko−V NaOH sampel
x NaOH x 14,008 x 100 % x Fk ❑
berat sampel (mg)
Keterangan:
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16
2) Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan
formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini
berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi
antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan
tepat. Indikator yang digunakan adalah pp, akhir titrasi bila tepat terjadi
perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3) Metode Lowry
Protein dengan asam fosfotungstat-fosfomolibdat pada suasana alkalis
akan memberikan warna biru yang intensitasnya bergantung pada konsentrasi
protein yang ditera. Konsentrasi protein diukur berdasarkan optical density
(OD) pada panjang gelombang 600 nm (OD terpilih). Untuk mengetahui
banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva standar yang
melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan OD. Biasanya digunakn
protein standar Bovine Serum Albumin (BSA) atau Albumin Serum Darah Sapi.
Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstat-
fosfomolibdat (1:1); dan larutan Lowry B yang terdisi dari Na-karbonat 2%
dalam NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-tartrat 2%. Cara penentuannya
adalah sebagai berikut: 1 ml larutan protein ditambah 5 ml Lowry B, digojog
dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A digojog
dan dibiarkan 20 menit, selanjutnya diamati OD-nya pada panjang gelombang
600 nm. Cara Lowry 10-20 kali lebih sensitif daripada cara UV atau cara Biuret.
(Noegrohati et al., 2002)
4) Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan
fenilalanin yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi
maksimum pada 280 nm, sedang untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum
pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang
gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk
estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu
dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada
260 nm. Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi
oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada
dalam suatu tabel. Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran.
3. Prinsip Analisis Lipid
Analisis lipid dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ;
 Analisis lipid sederhana; penentuan kadar minyak/lemak, penentuan angka
peroksida minyak/lemak
 Analisis lipid kompleks; ekstraksi dan pemisahan kolsterol, penentuan kolesterol
total serum darah
Analisis Lipid Sederhana:
a. Penentuan Kadar Minyak/Lemak
Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan dengan alat
ekstraktor Soxhlet. Ekstraksi dengan alat Soxhlet merupakan cara ekstraksi yang
efisien, karena pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali. Dalam penentuan
kadar minyak atau lemak, bahan yang diuji harus cukup kering, karena jika masih
basah selain memperlambat proses ekstraksi, air dapat turun ke dalam labu dan akan
mempengaruhi dalam perhitungan (Ketaren, 1986:36).
Kadar minyak dapat dihitung dengan rumus:
(B− A)100
Kadar minyak (%) =
berat bahan(gr )
Keterangan:
A = berat labu kosong
B = berat labu dan ekstrak minyak (gr)
b. Penentuan Angka Peroksida Minyak/Lemak
Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak.
Minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh
oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan
untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Dalam
metoda ini minyak dilarutkan ke dalam larutan asam asetat glacial-kloroform (3:2)
yang kemudian ditambahkan KI. Dalam campuran tersebut akan terjadi reaksi KI
dalam suasana asam dengan peroksida yang akan membebaskan I2. Kemudian I2
yang dibebaskan selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat
(Anwar, 1996:396).
Rumus perhitungan angka peroksida dalam minyak adalah sebagai berikut:
(a−b) x N x 1000
Angka peroksida =
G
Keterangan :
Angka peroksida dinyatakan dalam milligram ekivalen per 1000 gram minyak.
a = jumlah ml larutan natrium tiosulfat untuk titrasi sampel
b = jumlah ml larutan natrium tiosulfat untuk titrasi blangko
N = normalitas larutan natrium tiosulfat setelah distandarisasi
G = masa minyak dalam gram.
Analisis Lipid Kompleks:
a. Ekstraksi dan Pemisahan Kolesterol
Untuk identifikasi adanya senyawa kolesterol dapat digunakan uji Salkowski
dan uji Libermann-Buchard.
1) Uji salkowski
Uji salkowski merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk
mengidentifikasinkebeadaan kolesterol. Reaksi positif yang menandakan adanya
kolesterol untuk uji salkowski yaitu timbul warna merah dibagian kloroform
sedangkan dibagian asam berwarna kuning dengan florosensi hijau bila dilihat
dengan sinar refleksi.
2) Uji Libermann-Buchard
Prinsip metode ini adalah apabila kolesterol direaksikan dengan asam
asetat anhidrid dan aam sulfat pekat dalam lingkungan bebas air, maka akan
terbentuk warna hijau-biru yang intensitas akibat pembentukan polimer
hidrokarbon tak jenuh. Reaksi arna diawali protonasi gugus hidroksi dalam
kolesterol dan menyebabkan lepanya air untuk menghasilkan karbonin 3,5
kolestadiena, yang selanjutnya dioksidasi oleh ion sulfonat.
b. Penentuan Kolesterol Total Serum Darah
Anhidrid asetat bereaksi dengan kolesterol dalam larutan kloroform
menghasilkan suatu larutan berwarna hijau kebiruan yang karakteristik. Sampai saat
ini belum diketahui secara pasti gugus kromofor yang menimbulkan warna tersebut,
namun diduga melibatkan reaksi esterifikasi gugus hidroksi pada posisi ketiga
seperti terlihat pada susunan molekulnya.
Darah atau serum darah diekstraksi dengan campuran alkohol-aseton yang
bertujuan memindahkan kolesterol dan lipida-lipida lain serta mengendapkan
protein. Kemudian pelarut organik dievaporasi pada penangas air (waterbath).
Residu keringnya kemudian dilarutkan dalam kloroform. Campuran kloroform
kemudian ditentukan secara klorimetri menggunakan reagen Lieberman-Burchard.
Kolesterol serum darah secara normal berkisar dari 100 – 250 mg/100 ml. Rata-rata
jumlah kolesterol dalam serum darah adalah 200 mg/100 ml, pada usia 25 tahun
yang lebih lanjut meningkat secara perlahan dengan meningkatnya usia sampai usia
40 – 50 tahun. Wanita umumnya menunjukkan kadar kolesterol yang lebih rendah
dari pada pria sampai dicapai saat menopause. Penentuan kolesterol total dapat
dilakukan dengan alat spektronik-20 atau alat spektro fotometer lain yang lebih
canggih (mis: Shimadzu UV-Vis Recording Spectrophotometer UV-160).
4. Prinsip Analisis Karbohidrat
a. Pengertian
Karbohidrat adalah kelompok senyawa yang mengandung unsur C, H, dan O.
Senyawa-senyawa karbohidrat memiliki sifat pereduksi karena adanya gugus
karbonil dan bentuk aldehid atau keton. Senyawa ini juga memiliki banyak
gugusunan senyawa-senyawa hidroksil. Karena itu, karbohidrat merupakan suatu
polihodroksi aldehid atau polihidroksi keton, atau turunan senyawa-senyawa
tersebut. Karbohidrat atau sakarida mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai sumber
bahan bakar (energi) dan sebagai bahan penyusunan struktur selatan. Jenis – jenis
karbohidrat yang berada dalam makanan sebagai berikut:
a. Pati
Pati merupakan polisakarida utama yang terdapat pada tanaman, terutama
pada tanaman yang merupakan pangan pokok, seperti sereal (padi, gandum) dan
umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang).
b. Glikogen
Glikogen merupakan bentuk simpanan karbohidrat utama pada jaringan
hewan, terutama terdapat pada organ hati dan jaringan otot. Kandungan glukosa
dalam glikogen merupakan sumber kaya energi. Glikogen juga dapat ditemukan
dalam sirup jagung, serelia, susu, dan kecambah.
c. Dekstrin
Dekstrin merupakan produk antara hidrolisis pati menjadi maltose dan
akhirnya menjadi glukosa. Dekstrin bersifat lebih mudah larut dan lebih manis
dari pati biasa. Salah satu hasil proses degredasi pati adalah sirup jagung yang
dibuat dari pati jagung.
d. Selulosa
Selulosa merupakan komponen utama dinding sel pada tanaman. Sebagai
molekul yang tidak dapat dicerna tubuh dan tidak larut air, selulosa termasuk ke
dalam kelompok serat pangan dan bukan merupakan pangan sumber energi.
Makanan yang mengandung serat diantaranya adalah biji-bijian, kacang-
kacangan, tanaman akar, dan tanaman kubis.
e. Amilum
Amilum merupakan karbohidrat dalam bentuk simpanan bagi tumbuh-
tumbuhan dalam bentuk granul yang dijumpai dalam umbi dan akarnya. Jagung,
beras dan gandum kandungan amilum nya lebih dari 70%. Sedangkan pada
kacang-kacangan sekitar 40%. Amilum tidak larut didalam air panas.
b. Makanan yang Mengandung Karbohidrat
Bahan makanan Nilai KH Bahan makanan Nilai KH
Gula pasir 94,0 Tempe 12,7
Gula pati 76,0 Tahu 1,6
Pati 87,6 Pisang ambon 25,8
Bihun 82,0 Apel 14,9
Macaroni 78,7 Manga harumanis 11,9
Jagung kuning 73,7 Papaya 12,2
Krupuk udang dengan 68,2 Daun singkong 13,0
pati
Mie kering 50,0 Wortel 9,3
Roti putih 50,0 Bayam 6,5
Ketela pohon 34,7 Kangkung 5,4
Ubi jalar merah 27,9 Tomat masak 4,2
Kentang 19,2 Hati sapi 6,0
Kacang hijau 62,9 Telur bebek 0,8
Kacang kedelai 34,8 Telur ayam 0,7
Kacang tanah 23,6 Susu sapi 4,3
Kacang merah 59,5
c. Dampak Konsumsi Karbohidrat
Kekurangan karbohidrat dapat menyebabkan suplai energi berkurang.
Akibatnya tubuh mencari alternatif zat gizi yang dapat menggantikan karbohidrat,
yaitu lemak dan protein. Apabila peristiwa tersebut berlangsung terus menerus
tanpai suplai karbohidrat yang cukup, lemak tubuh akan terpakai dan protein yang
seharusnya digunakan untuk pertumbuhan jadi berkurang. Akibatnya, tubuh semakin
kurus dan menderita Kekurangan Energi Protein (KEP). Sebaliknya jika kelebihan
mengkonsumsi karbohidrat menyebabkan suplai energi berlebihan. Energi yang
berlebih tersebut akan diseintesis menjadi lemak tubuh, sedangkan lemak yang telah
tersedia dalam tubuh tidak terpakai untuk energi. Akibatnya, penimbunan lemak
terus menerus terjadi dan mengakibatkan kegemukan atau obesitas. Efek dari
obesitas adalah timbulnya penyakit degeneratif, seperti hipertensi, jantung koroner,
diabetes dan stroke.
d. Analisis karbohidrat:
Diantara model analisis karbohidrat yang banyak digunakan adalah penentuan
total karbohidrat dengan metode by different dan kadar gula. Analisis karbohidrat
dengan metode by different dalam analisis proksimat dihitung berdasarkan = 100% -
(kadar air + kadarabu + kadar lemak + kadar protein).
1) Persiapan Sampel Untuk Penetapan Karbohidrat:
Analisis karbohidrat/gula dalam bahan pangan memerlukan tahap
persiapan yang bertujuan untuk memisahkan gula dari matrik bahan pangan.
Hasil dari tahap persiapan sampel ini dapat digunakan untuk analisis total gula,
gula pereduksi dan gula non-pereduksi.
Dalam penetapan karbohidrat/gula sampel perlu dipisahkan dulu dari
komponen-komponen yang dapat mengganggu analisis seperti senyawa
nitrogen, lipida, fenolik, dan pigmen-pigmen yang larut. Senyawa tersebut dapat
mengganggu filtrasi ataupun ikut bereaksi sehingga meganggu pengukuran gula.
Prinsip dalam percobaan ini adalah sampel dalam bentuk cair dibuat basa
dengan penambahan CaCO3, agar asam-asam yang terdapat dalam sampel tidak
menghidrolisa gula yang ada selama pemanasan. Pemanasan sampel diperlukan
untuk menginaktivasi enzim-enzim penghidrolisa gula. Untuk menghilangkan
pigmen, senyawa berwarna dan senyawa koloid ditambahkan Pb-asetat basa.
Kelebihan Pb-asetat dihilangkan dengan penambahan Na/K-oksalat. Jika sampel
berbentuk padat, maka perlu dilakukan ekstraksi dengan menggunakan alkohol
80%. Gula sangat sensitif dengan alkohol konsentrasi tinggi, maka perlu
dihilangkan dengan pemanasan rendah.
Pereaksi:
a) CaCO3
b) Pb-asetat
c) Natrium Oksalat
d) Alkohol 80%
Peralatan:
a) Timbangan analitik
b) Gelas piala 600 ml
c) Penangas air / Water bath
d) Labu takar 500 ml, 250 ml
e) Kertas Whatman No. 2
f) pH meter
g) Waring blender
h) Kapas
Prosedur Kerja:
a) Sampel Cair
 Timbang dengan tepat sejumlah sampel yang jika dilarutkan dalam air
akan memberikan gula pereduksi dengan konsentrasi tidak lebih dari
200 mg/25 ml (biasanya digunakan sebanyak 29 gram sampel dalam
500 ml larutan).
 Pindahkan sampel ke dalam gelas piala 600 ml, tambahkan 200 – 300
ml air dan 2 gram CaCO3, didihkan selama 30 menit. Selama
pendidihan tambahkan air secukupnya agar volumenya tetap.
 Dinginkan larutan tersebut, pindahkan ke dalam labu takar 500 ml,
kemudian tambahkan larutan Pb-asetat jenuh perlahan-lahan sampai
larutan jernih (umumnya dibutuhkan 3 – 5 ml Pb-asetat).
 Tepatkan volume larutan sampai tanda tera dengan air, campur sampai
merata dan saring melalui kertas saring whatman No.2.
 Tambahkan Natrium oksalat kering secukupnya (kira-kira 1gram)
untuk mengendapkan semua Pb, campur sampai merata, dan saring
kembali.
 Filtrat siap dipakai untuk penetapan karbohidrat. Jika tidak langsung
dipakai, kemudian tambahkan sedikit asam benzoat dapat disimpan
dalam refrigerator dalam waktu tertentu (waktu yang lama akan
merusak sampel).
b) Sampel Padat
 Timbang sejumlah sampel (20 – 30 gram), tambahkan alkohol 80%
dengan perbandingan 1 : 1 atau 1 : 2.
 Hancurkan sampel dengan menggunakan waring blender sampai semua
gula terekstrak.
 Pindahkan semua hancuran ke dalam gelas piala secara kuantitatif
 Saring sampel dengan menggunakan kapas, tempatkan filtrat dalam
gelas piala. Sisa padatan pada kapas dicuci dengan alkohol 80% sampai
seluruh gula terlarut dalam filtrat.
 pH filtrat diukur. Jika asam, tambahkan CaCO3 sampai cukup basa.
Panaskan pada penangas air 100oC selama 30 menit.
 Saring kembali dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 2
 Hilangkan alkohol dengan memanaskan filtrat pada penangas air yang
suhunya dijaga ± 85o C, jika akan kering, tambahkan air secukupnya.
Dapat pula penghilangan alkohol tersebut dilakukan dengan bantuan
vakum.
 Jika masih ada endapan maka sampel perlu disaring kembali. Lakukan
penambahan Pb-asetat jenuh dan menghilangkan Pb dengan Na-oksalat
seperti persiapan sampel cair.
 Tepatkan volume larutan sampai volume tertentu dengan air. Kocok
agar tercampur merata.
 Larutan siap digunakan untuk penetapan gula. Jika diperlukan larutan
dapat diencerkan secukupnya. Jika akan digunakan keesokan harinya,
maka larutan ini harus disimpan pada refrigerator pada batas waktu
tertentu (tidak boleh terlalu lama, karena sampel akan rusak).
2) Penetapan Total Gula (Metode Refraktofotometri)
Prinsip pada percobaan ini adalah didasarkan pada total soluble solid
(total padatan terlarut) yang ada dalam larutan gula karena total soluble solid ini
pada dasarnya merupakan kadar gula total dalam suatu bahan.
Peralatan:
a) Refraktofotometer
b) Pipet tetes
c) Kertas lensa / tissue
Prosedur Kerja:
a) Bersihkan prisma pada refraktometer dengan kertas lensa atau tissue.
b) Ambil sampel dengan pipet tetes, kemudian letakan pada permukaan prisma
dan secara perlahan ditutup
c) Nilai Brix dapat diketahui dengan melihat batas gelap dan terang. Nilai brix
menunjukan kandungan gula total dalam larutan.
d) Ulangi pengukuran untuk ketepatan.
e) Bersihkan kembali refraktometer yang telah digunakan.
3) Penetapan Kadar Pati dengan Metode Luff Schoorl
Prinsip pada percobaan ini adalah hidrolisis pati menjadi gula-gula
pereduksi yang kemudian ditetapkan secara luff schoorl. Gula-gula pereduksi
(glukosa, maltosa) dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+. Kemudian Cu2+ yang
tidak tereduksi (sisa) dapat dititer secara iodometri. Jumlah Cu 2+ asli ditentukan
dalam suatu percobaan blanko dan dari perbedaannya dapat ditentukan jumlah
gula dalam larutan yang dianalisis.
Pereaksi:
a) HCl 3%
b) NaOH 4 N
c) KI 30%
d) H2SO4 25%
e) Na2S2O3 0,1 N
f) Larutan Luff schoorl
g) Larutan Kanji 0,5%
Peralatan:
a) Labu takar 250 ml, 100 ml Erlenmeyer
b) Buret
c) Water bath/Penangas air
Prosedur Kerja:
a) Timbang dengan teliti kurang lebih 3 gram sampel dan masukan ke dalam
erlenmeyer 500 ml.
b) Tambahkan HCl 30% sebanyak 200 ml dan beberapa butir batu didih.
c) Hubungkan dengan kondensor dan didihkan selama 3 jam.
d) Netralkan dengan NaOH 4 N dan tambahkan 1 ml asam asetat pekat
e) Masukkan ke dalam labu takar 250 ml dan tepatkan sampai tanda tera.
f) Saring.
g) Pipet 10 ml filtrat dari persiapan sampel ke dalam erlenmeyer 500 ml
bertutup.
h) Tambahkan 15 ml air, batu didih dan 25 ml larutan luff school.
i) Panaskan sekitar 2 menit sampai mendidih dan didihkan terus selama 10
menit dalam water bath.
j) Angkat dan dinginkan secepatnya dengan es
k) Setelah dingin tambahkan 10 – 15 ml larutan KI 30% dan 25 ml larutan
H2SO4 25% dengan perlahan-lahan
l) Segera titrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N dan larutan kanji 0.5% sebagai
indikator. Kanji baru ditambahkan pada saat warna telah berubah menjadi
kuning
m)Lakukan juga terhadap blanko dengan mengganti larutan sampel/filtrat
dengan air.
Perhitungan:
( mLblanko−mL sampel ) x N tio
Larutan Na2S2O3 yang digunakan = =Z
0,1
Z lihat pada tabel Luff schoorl untuk melihat kandungan gulanya (mg glukosa)
mG glukosa x FP x 0,95 x 100 %
Kadar Pati (%) =
berat sampel (mG )
FP = Faktor Pengencer
4) Penetapan Kadar Laktosa
Pereaksi: HCl
Peralatan:
a) Erlenmeyer
b) Pemanas (Hot plate)
c) Cawan porselin
d) Kertas saring
e) Pipet 25 ml
Prosedur Kerja:
a) Pipet sampel susu sebanyak 25 ml, masukkan ke dalam Erlenmeyer.
b) Tambahkan asam klorida (HCl) ke dalam sampel sampai pH-nya menjadi
sekitar 4 – 5
c) Sampel disaring dan filtratnya dipanaskan sampai timbul gumpalan-
gumpalan, kemudian disaring kembali.
d) Tempatkan filtrat pada cawan porselin yang kering dan sudah diketahui
bobotnya.
e) Keringkan pada suhu sekitar 4o C.
f) Kristal-kristal laktosa akan menempel pada dinding dan dasar cawan
g) Timbang bobot cawan
Perhitungan:
W 2−W 1 x 100 %
% Laktosa (b/v) =
mL sampel
W1 = Berat cawan kosong (gram)
W2 = Berat cawan + kristal laktosa (gram)
5) Penetapan Kadar Pektin
Pereaksi:
a) NaOH 1 N
b) Asam asetat 1 N
c) CaCl2 1 N
d) Aquades
e) Larutan AgNO3
Peralatan:
a) Erlenmeyer
b) Labu Takar
c) Kertas saring
d) Penangas / Hot plate
e) Pipet
f) Oven Pengering
g) Gelas Piala 600 ml
Prosedur Kerja:
a) Timbang sampel sebanyak kurang lebih 50 gram
b) Tambahkan dengan aquades 400 ml
c) Panaskan sambil diaduk (kurang lebih 30 menit)
d) Masukkan dalam labu takar 500 ml, tera dengan aquades.
e) Saring dengan kertas saring whatman No. 4
f) Ambil filtratnya sebanyak 50 ml, netralkan dengan NaOH 1 N
g) Tambahkan dengan aquades sehingga menjadi 250 ml
h) Ambil filtratnya 150 ml, tambahkan 10 ml NaOH 1 N
i) Diamkan semalam
j) Tambahkan 50 ml asam asetat 1 N, dan 25 ml CaCl2 1N, aduk dan diamkan.
k) Panaskan kurang lebih 1 – 2 menit, cuci dengan air panas (pencucian sampai
bebas Cl, diuji dengan AgNO3
l) Saring dengan kertas saring whatman No. 1 yang telah dikeringkan dan
diketahui bobotnya
m)Endapan serta kertas saring dioven semalam pada suhu 100oC
n) Timbang sampai bobot tetap
Perhitungan:
W 2−W 1 X 100 %
% Pektin (b/b) =
Berat sampel
W1 = Berat kertas saring kosong (g)
W2 = Berat kertas saring + endapan (g)
5. Prinsip Analisis Mineral
a. Persiapan Sampel Untuk Penetapan Mineral
Untuk menentukan kandungan mineral bahan makanan, bahan tersebut harus
dihancurkan/didestruksi terlebih dulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan
kering (dry ashing) dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut
tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta
sensitivitas cara yang digunakan.
Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral kecuali
merkuri dan arsen. Cara ini membutuhkan sedikit ketelitian dan mampu menganalisa
bahan lebih banyak daripada pengabuan basah. Pengabuan kering dapat dilakukan
untuk menganalisa kandungan Ca, P, dan Fe, akan tetapi kehilangan K dapat terjadi
apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi. Oleh karena itu untuk menganalisa K
harus dihindari pemakaian suhu lebih tinggi dari 480○C. Suhu 450○C tidak dapat
digunakan jika akan menganalisa kandungan Zn, penggunaan suhu yang terlalu
tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut (misal timah
putih).
Pengabuan basah memberikan beberapa keuntungan. Suhu yang digunakan
tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur
daripada menggunakan cara pengabuan kering. Cara pengabuan basah pada
prinsipnya adalah menggunakan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada
suhu rendah dengan maksud menghindari kehilangan mineral akibat penguapan.
Pada tahap selanjutnya, proses seringkali berlangsung sangat cepat pengaruh asam
perklorat atau hydrogen peroksida. Pengabuan basah pada umumnya digunakan
untuk menganalisa arsen, tembaga, timah hitam, timah putih, dan seng.
b. Persiapan Sampel Untuk Penetapan Mineral dengan Pengabuan Kering (Dry Ash)
1) Timbang dengan tepat sampel sebanyak yang dikehendaki di dalam cawan silika
yang telah diketahui beratnya.
2) Panaskan sampel di atas Hot plate atau pembakar Burner dengan api sedang
untuk menguapkan sebanyak mungkin zat organik yang ada (sampai sampel
tidak berasap lagi)
3) Pindahkan cawan ke dalam tanur dan panaskan pada suhu 300○C sampai semua
karbon berwarna keabuan, kemudian naikan suhu sampai 420○C. Pada
umumnya pengabuan dilakukan pada 450○C, waktu yang dibutuhkan
tergantung pada sifat bahan, biasanya 5–7 jam (apabila dikehendaki penggunaan
suhu rendah misalnya 420○C dengan waktu semalam).
4) Jika diperkirakan belum semua karbon teroksidasi ambil cawan dari dalam tanur
dan dinginkan. Tambahkan 1 – 2 ml HNO3 pekat, uapkan sampai kering dan
masukkan lagi ke dalam tanur sampai pengabuan dianggap selesai.
5) Ambil cawan dari tanur, dinginkan, catat berat abu yang dihasilkan.
6) Tutup cawan dengan gelas arloji , perlahan-lahan tambahkan 40 – 50 ml HCl
encer (1+1) dengan menggunakan pipet. Gelas arloji berfungsi untuk mencegah
muncratnya campuran.
7) Panaskan cawan diatas waterbath selama 30 menit, angkat tutupnya dan bilas.
Lanjutkan pemanasan selama 30 menit untuk mendehidrasi silica.
8) Tambahkan 10 ml HCl (1 + 1) dan air untuk melarutkan garam-garam.
9) Saring menggunakan kertas saring Whatman No. 44, masukan filtrat ke dalam
labu takar 100 ml.
10) Bilas residu yang tertinggal dalam cawan 1 s.d 2 kali menggunakan HCl (1+1) ,
kemudian cuci residu yang tertinggal dalam kertas saring menggunakan HCl
(1+1) juga.
11) Encerkan sampai tanda tera dengan menggunakan aquades.
12) Kembalikan kertas saring ke dalam cawan , baker dan abukan dalam tanur pada
suhu 450○C selama 1 jam, kemudian dinginkan dan timbang. Perlakuan ini
memberi perkiraan kandungan silika di dalam sampel.
c. Persiapan Sampel Untuk Penetapan Mineral dengan Pengabuan Basah (Wet
Digestion)
Peralatan: Gunakan labu kjeldahl berleher panjang kapasitas 300 ml dengan groud
glass joint no. 1324. Hubungkan dengan extension untuk mengkondensasi uap ke
dalam fume kondenser dan ditambah dengan side tap funnel untuk memasukkan
pereaksi. Untuk digestion gunakan mild steel rack bagian atasnya menggunakan
asbestos dan berlubang untuk tempat labu. Leher labu disangga dengan penyangga
disamping digestion stand. Extension harus masuk ke dalam fume kondenser.
Pereaksi:
1) HNO3 pekat
2) H2SO4 pekat
3) Asam perklorat
4) Hidrogen peroksida
Prosedur kerja:
Ada tiga macam cara pengabuan basah yang dapat dilakukan, yaitu:
1) Pengabuan basah menggunakan HNO3 dan H2SO4
Timbang sejumlah sampel yang mengandung 5 - 10 gram padatan dan
masukkan ke dalam labu kjedhal. Tambahkan 10 ml H2SO4 dan 10 ml HNO3
dan beberapa buah batu didih. Panaskan perlahan-lahan sampai larutan
berwarna gelap, hindari pembentukan buih yang berlebihan. Tambahkan 1 – 2
ml HNO3 dan lanjutkan pemanasan sampai larutan lebih gelap lagi. Lanjutkan
penambahan HNO3 dan pemanasan selama 5 – 10 menit sampai larutan tidak
gelap lagi (semua zat organik telah teroksidasi), kemudian dinginkan.
Tambahkan 10 ml aquades (larutan akan menjadi tidak berwarna atau menadi
kuning muda jika mengandung Fe) dan panaskan sampai berasap. Dinginkan
dan encerkan sampai volume tertentu.
Catatan:
 Hindari pemanasan yang berlebihan yang mengakibatkan kegosongan untuk
mencegah penguapan arsenat yang mungkin terdapat pada sampel
 Jika menggunakan sampel basah (banyak mengandung air), panaskan lebih
dulu dengan HNO3 sebelum ditambah H2SO4, perlakuan selanjutnya sama
dengan jika menggunakan sampel padat.
2) Pengabuan basah menggunakan HNO3, H2SO4, dan HClO4
Timbang sejumlah sampel, masukan ke dalam labu kjeldhal, Tambahkan 4
ml asam perklorat (HClO4), beberapa batu didih dan HNO 3 secukupnya untuk
menyempurnakan oksidasi zat organik (kurang lebih 7 ml tiap gram sampel
yang digunakan). Kemudian tambahkan pula 5 ml H2SO4 sampai diaduk
perlahan. Panaskan perlahan-lahan dengan panas rendah selama 5 – 10 menit,
sampai timbul asap tebal. Pindahkan/matikan pemanas/pembakar gas,
dinginkan larutan. Panaskan lagi dengan panas rendah selama 5 – 10 menit
sampai timbul asap H2SO4 putih tebal. Besarkan panas/api dan lanjutkan
pemanasan selama 1 – 2 menit. Larutan pada tahap ini tidak berwarna atau
kuning muda jika mengandung Fe. Jika diperkirakan masih ada karbonnya,
tambah 1 – 2 ml HNO3 dan panaskan Dinginkan dan encerkan sampai volume
tertentu dengan menggunakan aquades.
Catatan:
 Pengabuan asam perklorat pada proses “digestion” dapat menyebabkan
ledakan dan apabila digunakan dan apabila digunakan bersama-sama asam
nitrat dan asam sulfat dapat menyebabkan ledakan yang lebih besar lagi,
oleh karena itu cara ini sangat berbahaya dan harus dilakukan sangat hati-
hati.
 Kerjakan di dalam ruang asap yang terisolasi dengan baik
 Gunakan masker pada waktu melakukan “digestion” di kamar asap.
 Jangan naikan suhu pemanasan sampai oksidasi zat organik oleh HNO3 dan
H2SO4 selesai. Naikkan suhu pemanasan hanya untuk memberi kesempatan
agar asam perklorat bereaksi.
 Pada waktu pemanasan , jangan sampai kering, paling tidak 2–3 ml H 2SO4
selalu terdapat dalam labu (untuk menghindari kekurangan asam dan titik
didih yang tinggi setelah HNO3 habis). Jika tidak ada H2SO4, pemanasan
dapat menyebabkan terurainya Amonium perklorat yang disertai dengan
ledakan.
3) Pengabuan basah menggunakan HNO3, H2SO4, dan H2O2
Lakukan perlakuan pengabuan menggunakan H2SO4 dan HNO3 point 1 s.d
6. Tambahkan 2 – 3 ml H2O2 30% dan beberapa tetes HNO3 Panaskan sampai
residu tidak berwarna atau pengurangan warna kuning muda tidak terjadi lagi.
Dinginkan dan encerkan dengan 10 ml aquades, kemudian uapkan sampai
berasap. Encerkan lagi dengan 5 ml aquades dan uapkan lagi sampai berasap.
Encerkan dengan aquades sampai volume tertentu.
d. Analisis Beberapa Mineral
1) Penetapan Kalsium
Prinsip dalam percobaan ini adalah Kalsium diendapkan sebagai kalsium
oksalat. Endapan dilarutkan dalam H2SO4 encer panas dan dititrasi dengan
KMnO4.
Pereaksi:
a) Amonium Oksalat jenuh
b) Indikator merah metil (larutan 0,5 gram merah metal dalam 100 ml alkohol
95%).
c) Asam asetat encer (1+4).
d) Asam sulfat encer (1+4) ; masukkan dengan perlahan-lahan asam sulfat ke
dalam air sambil diaduk-aduk, dinginkan dan encerkan sampai volume
tertentu.
e) Amonium Hidroksida encer (1+4).
f) KMnO4 0,1 N
g) KMnO4 0,01 N (encerkan KMnO4 0,1 N sampai 100 ml menggunakan air, 1
ml 0,2 emg Ca, dan buat jika akan segera digunakan.
Prosedur Kerja:
a) Pipet 20 – 100 ml larutan abu hasil pengabuan kering, masukkan ke dalam
gelas piala 250 ml. Jika perlu tambahkan 25 – 50 ml akuades.
b) Tambahkan 10 ml larutan ammonium oksalat jenuh dan 2 tetes indikator
merah metil
c) Buat larutan menjadi sedikit basa dengan menambah ammonia encer
kemudian buat larutan menjadi sedikit asam dengan menambah beberapa
tetes asam asetat sampai warna larutan merah muda (pH 5.0).
d) Panaskan larutan sampai mendidih, kemudian diamkan selama minimum 4
jam atau semalam pada suhu kamar.
e) Saring menggunakan kertas saring Whatman No. 42 dan bilas dengan
aquades panas sampai filtrat bebas oksalat (jika menggunakan HCl dalam
pembuatan larutan abu, filtrat hasil saringan terakhir harus bebas Cl dengan
mengujinya menggunakan AgNO3).
f) Lubangi ujung kertas saring menggunakan batang gelas. Bilas dan pindahkan
endapan dengan H2SO4 encer (1+4) panas ke dalam gelas piala bekas tempat
mngendapkan kalsium. Kemudian bilas satu kali lagi dengan air panas.
g) Selagi panas (70○C - 80○C) titrasi dengan KMnO4 0,01 N sampai larutan
berwarna merah jambu permanen yang pertama.
h) Masukkan kertas saring dan lanjutkan titrasi sampai tercapai warna merah
jambu permanen yang kedua.
Perhitungan:
Hasil titrasi x 0,2 x total volume larutan abu x 100
mg Ca/100 g sampel =
vol larutan abu yang digunakan x b sampel yang diabukan
mg Ca/100 g sampel =

Hasiltitrasi x N KMnO 4 x 2 0 x total volume larutan abu x 100


vollarutan abu yang digunakan x b sampel yang diabukan
2) Penetapan Magnesium
Prinsip dalam percobaan ini adalah di dalam larutan alkali yang telah
dihilangkan kalsium dan besinya, magnesium diendapkan sebagai magnesium
ammonium fosfat. Endapan dilarutkan di dalam larutan asam dan jumlah fosfor
dapat ditentukan secara kolorimetrik, dengan demikian jumlah magnesium juga
dapat ditentukan.
Pereaksi:
a) Larutan jenuh ammonium oksalat (NH4)2C2O4.H2O
b) Indikator merah metal.
c) Larutan Amonium fosfat (NH4)2HPO4 2%
d) Larutan Amonium hidroksida (NH4OH) 10% v/v.
e) Asam Klorida 0,1 N
f) Larutan Asam Molibdat (larutkan 25 g amonium molibdat di dalam 300 ml
air tanpa dipanasi. Encerkan 37 ml H 2SO4 sampai 200 ml menggunakan air
dan tambahkan ke dalam larutan ammonium molibdat. Simpan dalam botol
coklat.
g) Larutan Hidrokuinon 2% , Tambahkan 1 tetes H2SO4 setiap 100 ml larutan.
Buang jika larutan menjadi warna coklat.
h) Larutan Sodium Sulfit (Na2SO3) 10%, siapkan yang baru setiap minggu
(untuk rutin)
i) Potasium dihidrogen fosfat (KH2PO4).
Prosedur Kerja:
a) Pipet 10 ml larutan abu, masukkan ke dalam tabung sentrifuse 15 ml
berskala. Tambahkan 1 tetes indikator merah metil.
b) Netralkan larutan dengan NH4OH.
c) Tambahkan 1 ml ammonium oksalat dan encerkan larutan menjadi 13 ml
dengan menggunakan air.
d) Aduk dan diamkan semalam.
e) Sentrifuse selama 10 menit dan buang endapannya.
f) Ambil 1 ml larutan supernatant tersebut kemudian masukkan ke dalam
tabung sentrifuse 15 ml.
g) Tambahkan 3 ml air, 1 ml ammonium fosfat, dan 2 ml NH 4OH, aduk dan
diamkan semalam.
h) Sentrifuse selama 7 menit, buang larutan supernatant, tambahkan 5 ml
NH4OH encer.
i) Sentrifuse lagi selama 7 menit dan buang larutan supernatant.
j) Keringkan endapan dengan meletakkan tabung di dalam wadah berisi air
panas.
k) Tambahkan 1 ml HCl encer dan 5 ml air untuk melarutkan endapan.
l) Tambahkan 1 ml asam molibdat, 0,5 ml hidrokuinon dan 0,5 ml Na-sulfit.
Aduk dan diamkan 30 menit.
m)Pindahkan larutan ke dalam kuvet dan baca absorbansinya pada kolorimeter
dengan menggunakan filter merah no.66
n) Atur skala alat pada angka 0 dengan menggunakan air.
Kurva standar:
a) Larutkan 0,4389 g potassium dihidrogen fosfat di dalam air dan encerkan
sampai volume 1 liter. (1 ml = 0,1 mg P =0,0784 mg Mg)
b) Untuk menyiapkan kurva standar, gunakan alikout dari larutan standar dari
0,1 sampai 0,5 ml.
c) Kerjakan setiap standar seperti langkah k – n di atas.
3) Penetapan Besi
Prinsip dalam percobaan ini adalah Kandungan besi di dalam bahan pangan
dianalisa dengan mengkonversi besi dari bentuk fero menjadi feri dengan
menggunakan oksidator seperti K2S2O8 (Potasium persulfat) dan H2O2
(Hidrogen peroksida), kemudian direaksikan dengan KSCN (Potasium tiosianat)
sehingga membentuk feritiosianat yang berwarna merah. Warna yang terbentuk
dapat diukur absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang
480 nm.
Pereaksi:
a) H2SO4 pekat
b) Larutan Potasium persulfat jenuh (K2S2O8): Larutkan 7–8 gram K2S2O8 bebas
besi dengan 100 ml air di dalam sebuah botol bertutup gelas, campur merata.
Bagian yang tidak larut akan mengendap di dasar botol, dianggap sebagai
kehilangan karena dekomposisi. Kocok sebelum digunakan dan simpan di
dalam lemari es.
c) Larutan Potasium tiosianat (KSCN) 3N : Larutkan 146 gram KSCN di dalam
air dan diencerkan samapi 500 ml. saring jika keruh. Tambah 20 ml aseton
murni untuk menaikkan “keeping quality”.
d) Larutan Besi Standar: Larutkan 0,702 gram kristal FeSO4(NH4)2SO4. 6H2O
didalam 100 ml air. Tambahkan 5 ml H2SO4 pekat, hangatkan sebentar dan
tambah potassium permanganat pekat tetes demi tetes sampai satu tetes
terakhir menghasilkan warna tetap. Pindahkan ke dalam labu takar 1 liter ,
bilas dengan air dan encerkan sampai tanda tera (1 ml = 0,1 mg ion feri).
Larutan ini stabil.
Prosedur Kerja:
a) Gunakan larutan abu yang dihasilkan dari pengabuan kering
b) Ke dalam tiga tabung reaksi bertutup yang terpisah masukkan larutan seperti
berikut ini:
Jenis larutan Blanko Standar Sampel
(mL) (mL) (mL)
Larutan besi standar 0 1 0
Larutan abu 0 0 5
Air 5 4 0
H2SO4 0,5 0,5 0,5
K2S2O8 1 1 1
KSCN 2 2 2
c) Masing-masing tabung encerkan sampai volume 15 ml dengan air.
d) Ukur Absorbansi warna larutan dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 480 nm (blanko pada 100% transmisi)
Perhitungan :
Absorbansi sampel x 0,1 x volume total larutan abu
Mg Besi/100g =
Absorbansi standar x 5 x berat sampel sebelum pengabuan

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Analisis proksimat merupakan suatu metode pengujian kimiawi untuk mengetahui
kandungan nutrien suatu bahan baku pangan. analisis proksimat dibagi menjadi enam
fraksi nutrien, yaitu: kadar air (moisture), abu (ash), protein kasar (crude protein),
lemak kasar (ether extract), serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (nitrogen free
extract).
2. Analisis komposisi asam amino dalam protein bertujuan untuk mengetahui mutu
protein yang dalam hal ini dibutuhkan ketepatan (accuracy) dan ketelitian (precision)
data yang tinggi. Untuk analisis asam-asam amino itu sendiri dewasa ini telah dapat
dilakukan dengan berbagai teknik seperti kromatografi penukar ion, kromatografi
cairan berkinerja tinggi, kromatografi gas, yang sudah dikembangkan sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan ketepatan dan ketelitian yang tinggi.
3. Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ;
4. Secara kualitatif terdiri atas ; reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon,
reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi.
5. Secara kuantitatif terdiri dari ; metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry,
dan metode spektrofotometri UV.
6. Analisis lipid dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ;
7. Analisis lipid sederhana ; penentuan kadar minyak/lemak, penentuan angka peroksida
minyak/lemak
8. Analisis lipid kompleks ; ekstraksi dan pemisahan kolsterol, penentuan kolesterol total
serum darah
9. Karbohidrat adalah kelompok senyawa yang mengandung unsur C, H, dan O. Senyawa-
senyawa karbohidrat memiliki sifat pereduksi karena adanya gugus karbonil dan bentuk
aldehid atau keton. Diantara model analisis karbohidrat yang banyak digunakan adalah
penentuan total karbohidrat dengan metode by different dan kadar gula. Analisis
karboohidrat dengan metode by different dalam analisis proksimat dihitung berdasarkan
= 100% - (kadar air + kadarabu + kadar lemak + kadar protein).
10. Untuk menentukan kandungan mineral bahan makanan, bahan tersebut harus
dihancurkan / didestruksi terlebih dulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan
kering (dry ashing) dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut
tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta
sensitivitas cara yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairil, dkk. (1996). Pengantar Praktikum Kimia Organik. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, DIKTI.

Bray, D. (1988). Fibrous protein structure. Trends in Biochemical Sciences, 13(8), 325.
https://doi.org/10.1016/0968-0004(88)90133-8

Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.

Noegrohati, S., Izul Falah, I., Kimia Farmasi, B., Farmasi, F., Kimia, J., Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, F., & Gadjah Mada, U. (2002). Estimasi Kadar Protein Dalam
Bahan Pangan Melalui Analisis Nitrogen Total Dan Analisis Asam Amino
Estimation of Protein Concentration in Food By Total Nitrogen and Amino Acid
Analyses. Majalah Farmasi Indonesia, 13(131), 34–43.
Poedjiadi, Anna dan Titin supriyanti. 2009. Dasar-dasar Biokimia. Bandung.UI Press.

Sumardi. 1995. Preparasi Contoh untuk Analisis Asam Amino dari Berbagai Bahan
Berprotein. Jurnal Puslitbang Kimia Terapan, LIPI

Suparjo. 2010. Analisis Bahan Pakan Secara Kimiawi. Laboratorium Makanan Ternak.


Fakultas Peternakan. Universitas Jambi. Jambi.

Sutardi, T.R. 2012. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.

Yenrina, Rina. 2015. Metode Analisis Bahan Pangan dan Komponen Bioaktif. Padang.
Andalas University Press

https://repository.ipb.ac.id (diakses 13 Maret 2020)

https://osf.io (diakses 13 Maret 2020)

Anda mungkin juga menyukai