Anda di halaman 1dari 7

BAHAN BACAAN

PROGRAM SERTIFIKASI KEAHLIAN DAN SERTIFIKASI PENDIDIK (KEAHLIAN GANDA)

Mata Kegiatan Pengujian Mutu Bahan Hasil Pertanian


BB 2.6
Nama Kegiatan Pengujian Kimiawi Bahan Hasil Pertanian

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan:


 Mampu melakukan pengujian mutu bahan hasil pertanian dan produk olahannya
secara kimiawi

Materi Pembelajaran:
Pengujian Kadar Protein

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronutrien
lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul
daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi, maka
protein ini dapat juga di pakai sebagai sumber energi. Keistimewaan lain dari protein adalah
strukturnya yang selain mengandung N, C, H, O, kadang mengandung S, P, dan Fe.

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, Protein adalah sumber asam- asam amino yang
mengandung unsur yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung
pula posfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan
tembaga.

Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa
juta yang terdiri atas rantai-rantai asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida.
Asam amino yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen ; beberapa
asam amino mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium, dan cobalt. Unsur nitrogen adalah
unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam
karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen merupakan 16% dari berat protein. Molekul protein lebih
kompleks dari pada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit
asam amino yang membentuknya (Almatsier. S, 1989).

Selama proses pengolahan protein dapat mengalami perubahan-perubahan yang dapat


memberikan pengaruh terhadap karakteristik produk pangan. Perubahan-perubahan tersebut
antara lain adalah proses denaturasi karena paparan panas yang menyebabkan perubahan
kelarutan, sehingga akan mempengaruhi tektur pada bahan pangan; proses oksidasi yang
dikatalisis oleh cahaya akan menyebabkan penyimpangan flavor; proses degradasi enzimatik

Page | 1
BAHAN BACAAN
PROGRAM SERTIFIKASI KEAHLIAN DAN SERTIFIKASI PENDIDIK (KEAHLIAN GANDA)

yang akan menyebabkan perubahan pada tekstur dan flavor (bisa menyebabkan terbentuknya
flavor pahit); dan proses pembekuan yang dapat menyebabkan protein mengalami perubahan
konformasi dan kelarutannya.

Protein dalam bahan biasanya terdapat dalam bentuk ikatan fisik yang renggang maupun ikatan
kimiawi yang lebih erat dengan karbohidrat atau lemak. Karena adanya ikatan-ikatan ini maka
terbentuk senyawa-senyawa glikoprotein dan lipoprotein yang berperan besar dalam penentuan
sifat fisik bahan misalnya pada sistem emulsi atau adonan roti.

Dengan adanya pemanasan, misalnya protein dalam bahan makanan akan mengalami perubahan
dan membentuk persenyawaan dengan bahan lain, yaitu antara asam amino hasil perubahan
protein dengan gula-gula pereduksi yang membentuk senyawa rasa dan aroma makanan. Protein
murni dalam keadaan tidak dipanaskan hanya memiliki rasa dan aroma yang tidak berarti.
Perlakuan pemanasan mungkin sangat diperlukan dalam bahan makanan untuk mempersiapkan
bahan hingga sesuai dengan selera konsumen. Namun perlakukan pemanasan yang berlebihan
dapat merusak protein sehingga mengubah nilai gizinya.

Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah
nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl,
seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883.

Pengujian kandungan protein bertujuan menera atau menentukan jumlah kandungan protein
dalam bahan atau sampel. Peneraan jumlah protein dalam bahan dilakukan berdasarkan
peneraan empiris (tidak langsung), yaitu melalui penentuan kandungan N yang ada dalam bahan,
kemudian nilai N dikonversikan sebagai protein (metode kjeldahl). Penentuan dengan cara
langsung atau absolut, misalnya dengan pemisahan, pemurnian atau penimbangan protein, akan
memberikan hasil yang lebih tepat tetapi sangat sukar, membutuhkan waktu lama, keterampilan
tinggi dan mahal.

Pengujian penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang
ditentukan, akan tetapi secara teknis sulit dilakukan dan adanya jumlah kandungan N senyawa
lain selain protein dalam bahan, walaupun sangat sedikit, maka penentuan jumlah N total
dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan
cara Kjeldahl sering disebut kadar protein kasar (crude protein).

a. Melaksanakan Pengujian Protein


Sebelum malaksanakan pengujian ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yang akan
Page | 2
BAHAN BACAAN
PROGRAM SERTIFIKASI KEAHLIAN DAN SERTIFIKASI PENDIDIK (KEAHLIAN GANDA)

berpengarh terhadap hasil pengujian. Tahapan tersebut antara lain


1) Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara coning (pembagian secara mekanis).
2) Preparasi sampel (penyiapan sampel uji).
Tahapan yang berkaitan dengan penyiapan sampel uji, yaitu identifikasi, pencatatan, dan
penyiapan sampel. Dalam penyiapan sampel, penggunaan peralatan pelindung diri harus
digunakan sesuai dengan metode standar dan persyaratan keselamatan. Dalam penyiapan
sampel sering harus memberikan perlakuan khusus terhadap sampel, misalnya pengabuan,
pelarutan, penyaringan dan sentrifugasi. Tujuan dari perlakuan tersebut adalah untuk
memudahkan dalam proses pengujian. Bahan yang akan diuji diidentifikasi sesuai dengan metode
standar dan persyaratan keselamatan.
Identifikasi bahan yang akan diuji bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan pengujian. Informasi
deskripsi bahan uji yang diperoleh selama identifikasi selanjutnya dicatat dan dibandingkan
dengan spesifikasi. Bila terdapat ketidak sesuaian diantara keduanya, segera dicatat dan
dilaporkan. Setelah semuanya tercatat, sampel disiapkan mengikuti metode standar yang sesuai.

Contoh atau sampel yang diambil untuk analisa harus bersifat representatif artinya mewakili sifat
keseluruhan bahan. Yang paling ideal tentunya apabila keseluruhan bahan dianalisa. Dapat
diambil antara 5 – 20% apabila sudah cukup memadai, namun apabila terlalu banyak, cukup
diambil akar pangkat dua dari berat (atau volume bahan seluruhnya). Dan sampel tersebut harus
diambil dari sebanyak mungkin tempat (bagian) sehingga seluruh bagian terwakili. Sebenarnya,
apabila bahan sudah memiliki tingkat homogenitas yang tinggi, jumlah sampel cukup sedikit saja.

Setelah mendapatkan sampel yang representatif, bahan sampel tersebut umumnya perlu
dipersiapkan sebelum dianalisa. Persiapan atau perlakuan yang diperlukan misalnya meliputi:
pemisahan atau penghilangan bahan asing dari bahan, pencampuran bahan sehingga homogen,
pengecilan ukuran, penghancuran dan penghalusan. Untuk penentuan kadar protein, sampel
seharusnya memiliki ukuran kehalusan lebih kecil dari 20 mesh.

3) Pelaksanaan Pengujian Protein dengan Metode Kjeldahl


Salah satu metode yang sering digunakan untuk mengpengujian kandungan protein yang
terkandung dalam sampel, baik itu dari nabati maupun hewani adalah metode Kjeldahl.
Keuntungan menggunakan metode Kjeldahl adalah secara universal, metode ini digunakan
sebagai standart international dan digunakan sebagai pembanding metode lainnya. Sedangkan
kekurangannya adalah sulit memberikan hasil yang sebenarnya (true value) protein, sebab prinsip
pengukuran adalah mengukur semua kandungan nitrogen yang ada dalam sampel dan tidak
semua nitrogen tersebut berasal dari protein. Sehingga untuk beberapa sampel tertentu
Page | 3
BAHAN BACAAN
PROGRAM SERTIFIKASI KEAHLIAN DAN SERTIFIKASI PENDIDIK (KEAHLIAN GANDA)

dibutuhkan faktor koreksi karena masing-masing sampel memiliki perbedaan susunan asam
amino (amino acid sequences).
Penjelasan tentang metode Kjeldahl dapat dengan mudah dilakukan dengan mengikuti reaksi
berikut:

Pengujian protein dengan metode Kjeldahl dapat dilihat pada mekanisme reaksi diatas. Reaksi
tersebut secara umum dibagi menjadi 3 tahap, antara lain:
1. Tahap Destruksi
Destruksi merupakan proses dimana semua protein yang terkandung didalam sampel didestruksi
(dipecah), sehingga ikatan peptida terpecah sampai terbentuk ammonia dalam bentuk ion
ammonium (NH4+). Dalam tahap destruksi ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat
sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya dan akan terjadi pemecahan ikatan polipeptida.
Elemen karbon dan hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogen (N)
dalam sampel akan diubah menjadi (NH4)2SO4.

Dari hasil ini terbentuk senyawa ammonium sulfat (NH4)2SO4, yang merupakan reaksi antara ion
ammonium dengan asam sulfat. Proses destruksi dilakukan dengan memanaskan sampel protein
pada temperature 3700C. Pada proses ini juga ditambah asam sulfat sebagai agen pengoksidasi
dan katalis untuk meningkatkan laju reaksi.

Asam sulfat yang dipergunakan untuk destruksi diperhitungkan adanya bahan protein, lemak dan
karbohidrat. Untuk mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9 gram asam sulfat, untuk 1 gram
lemak diperlukan 17,8 gram, sedangkan 1 gram karbohidrat diperlukan asam sulfat yang paling
banyak dan memerlukan waktu destruksi cukup lama, maka sebaiknya lemak dihilangkan lebih

Page | 4
BAHAN BACAAN
PROGRAM SERTIFIKASI KEAHLIAN DAN SERTIFIKASI PENDIDIK (KEAHLIAN GANDA)

dahulu sebelum destruksi dilakukan. Asam sulfat yang digunakan minimum 10 mL (18,4 gram).
Sampel yang dianalisa sebanyak 0,4 – 3,5 gram atau mengandung nitrogen sebanyak 0,02 – 0,04
gram. Untuk cara mikro Kjeldahl bahan tersebut lebih sedikit lagi yaitu 10 – 30 mg. Untuk
mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO
( 20:1 ). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan
katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat.
Tiap 1 gram K2SO4 dapat menaikkan titik didih 3oC. Suhu destruksi berkisar antara 370 – 410oC.

Protein yang kaya asam amino histidin dan triptofan umumnya memerlukan waktu yang lama dan
sukar dalam destruksinya. Untuk bahan seperti ini memerlukan katalisator yang relatif lebih
banyak. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan selenium.
Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena selain menaikkan titik didih, selenium juga
mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.

Reaksi yang terjadi selama destruksi bila digunakan HgO :


HgO + H2SO4  HgSO4 + H2O
2HgSO4  Hg2SO4 + SO2 + 2On
Hg2SO4 + 2H2SO4  2Hg2SO4 + 2H2SO4 + SO2
(CHON) + On + H2SO4  CO2 + H2O + (NH4)2SO4

Amonium sulfat yang terbentuk dapat bereaksi dengan merkuri oksida membentuk senyawa
kompleks. Apabila dalam destruksi menggunakan raksa sebagai katalisator maka sebelum proses
destilasi Hg harus diendapkan lebih dahulu dengan K2S atau dengan tiosulfat agar senyawa
kompleks merkuri-amonia pecah menjadi amonium sulfat. Penggunaan selenium lebih reaktif
dibandingkan merkuri dan kupri sulfat, tetapi selenium mempunyai kelemahan yaitu karena
oksidasi yang sangat cepat maka nitrogennya justru mungkin ikut hilang. Hal ini dapat diatasi
dengan pemakaian selenium yang sangat sedikit yaitu kurang dari 0,25 gram. Berbeda dengan
merkuri, pemakaian selenium sebagai katalisator tidak perlu diberikan perlakuan lagi sebelum
destilasi dimulai.
Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna. Agar analisa
lebih tepat maka pada tahap destruksi ini dilakukan pula perlakuan blanko yaitu untuk koreksi
adanya senyawa N yang berasal dari pereaksi yang digunakan.

2. Tahap Destilasi
Tahap destilasi berfungsi untuk mendapatkan gas ammonia (NH3). Proses destilasi dilakukan
dengan cara menaruh hasil destruksi ke destilator. Pada proses ini dilakukan dengan
penambahan basa hidroksida (NaOH) sehingga hasil dari reaksi NaOH dengan ammonium sulfat
Page | 5
BAHAN BACAAN
PROGRAM SERTIFIKASI KEAHLIAN DAN SERTIFIKASI PENDIDIK (KEAHLIAN GANDA)

menghasilkan gas ammonia. Gas ammonia ini dikondensasi sehingga menjadi destilat (cair),
dimana destilat ini ditampung ke suatu gelas kimia yang sudah terdapat asam borat (reaksi 3).
Pada reaksi nomor 3, terlihat hasil reaksi antara asam borat dengan ammonia menghasilkan ion
ammonium dan ion borat.

Pada tahap destilasi ini, amonium sulfat yang larut dalam air diubah menjadi ammonia (NH3) yang
berbentuk gas dengan penambahan NaOH sampai alkalis (pH dinaikan) dan dipanaskan. Agar
selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung
gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya
akan ditangkap oleh larutan asam standar.

Asam standar yang dapat dipakai adalah asam klorida atau asam borat 4% dalam jumlah yang
berlebihan. Agar kontak antara asam dan amonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung
destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih
maka diberi indikator misalnya campuran indikator brom kresol hijau dan metil merah dan indikator
fenofltalein. Destilasi diakhiri bila sudah semua amonia terdestilasi sempurna dengan ditandai
destilat tidak bereaksi basa.

3. Tahap Titrasi
Langkah terakhir dalam proses pengujian protein adalah tahap titrasi. Dengan perkembangan
teknologi saat ini proses titrasi ini dapat dilakukan dengan metode potensiometri. Metode ini
dilakukan dengan menggunakan elektrode pH. Larutan yang telah mengandung ion borat (hasil
reaksi no. 3) dititrasi dengan larutan HCl (asam klorida) dan dilakukan dengan metode
potensiometri. Proses ini ditunjukkan melalui reaksi nomor 4, dimana proses titrasi ini dilakukan
sampai ion borat menjadi asam borat (netral) dengan adanya ion klorida. Maka berapa jumlah
asam klorida yang digunakan akan berfungsi sebagai data untuk mengkalkulasi hasil protein
sampel tersebut. Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida
yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N).

Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang
selama 30 detik bila menggunakan indikator fenolftalein.Selisih jumlah titrasi blanko dan sampel
merupakan jumlah ekivalen nitrogen.

ml NaOH (blanko - sampel)


%N = x N.NaOH x 14,008 x 100%
berat sampel (g) x 1000

Page | 6
BAHAN BACAAN
PROGRAM SERTIFIKASI KEAHLIAN DAN SERTIFIKASI PENDIDIK (KEAHLIAN GANDA)

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi
dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan
indikator campuran (Brom kresol hijau dan metil merah). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warna larutan dari biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan
jumlah ekivalen nitrogen.

ml HCl (blanko - sampel)


%N = ––––––––––––––––––––––– x N.HCl x 14,008 x 100%
berat sampel (g) x 1000

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor.
Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada presentase N yang menyusun
protein dalam suatu bahan. Besarnya faktor perkalian untuk beberapa bahan disajikan pada tabel
berikut:

Tabel 2.38. Faktor konversi N beberapa bahan pangan


Bahan Faktor konversi
Bir, sirup, biji-bijian, ragi 6,25
Buah-buahan, teh, anggur, malt 6,25
Makanan ternak 6,25
Beras 5,95
Roti, gandum, makaroni, mie 5,70
Kacang tanah 5,46
Kedelai 5,75
Kenari 5,18
Susu 6,38
Gelatin 5,55

Page | 7

Anda mungkin juga menyukai