PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dan fungsi protein ?
2. Bagaimana cara menganalisis kualitatif kadar protein ?
3. Bagaimana cara menganalisis kuantitatif kadar protein ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dan fungsi protein
2. Untuk mengetahui cara menganalisis kualitatif kadar protein
3. Untuk mengetahui cara menganalisis kuantitatif kadar protein
BAB II
1
PEMBAHASAN
A. Pengertian Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini di
samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun
dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C,H,O
dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein mengandung pula
fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan
tembaga. Sebagai zat pembangun protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan
baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk
membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada.
Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah, yaitu
dengan menimbulkan tekanan osmotic koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke
dalam pembuluh darah. Sifat atmosfer protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa,
dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh. Protein dalam tubuh manusia,
terutama dalam sel jaringan, bertindak sebagai bahan membrane sel, dapat membentuk
jaringan pengikat misalnya kolagen dan elastin, serta membentuk protwin yang inert seperti
rambut dan kuku. Di samping itu protein yang bekerja sebagai enzim, bertindak sebagai
plasma (albumin), membentuk antibody, membentuk komplek dengan molekul lain, serta
dapat bertindak sebagai bagian sel yang bergerak. Kekurangan protein dalam waktu lama
dapat mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit.
B. Fungsi Protein
2
Analisa protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu : Secara kualitatif terdiri
atas reaksi Xantoprotein, reaksi Hopskins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi
Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri atas metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode
Lowry, metode spetrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.
1. Analisa Kualitatif
a. Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein.
Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila
dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul
protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
b. Reaksi Hopskins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi
Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat
dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole,
asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan
protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan
tersebut.
c. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat.
Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih
yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk
fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang
berwarna.
d. Reaksi Nitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amonia akan menghasilkan warna merah dengan
protein yang mempunyai gugus SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat
memberikan hasil positif.
e. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi
ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang
mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah.
f. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4
encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida
3
asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu
ditandai dengan timbulnya warna merah violet.
2. Analisa Kuantitatif
Analisa kuantitatif ini digolongkan menjadi 2 yaitu : metode konvensional yaitu
metode Kjeldahl (destruksi, destilasi, dan titrasi) dan titrasi formol. Digunakan untuk protein
tidak terlarut. Metode modern yaitu metode Lowry, spektrofotometri visible (biuret), dan
spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.
a. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann
Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang
dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada
kemudian dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel.
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada
asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan
asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan
amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap
secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan
modifikasi untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat.
Metode ini masih merupakan metode standar untuk penentuan kadar protein. Karena
metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor
konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi
6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk banyak jenis
makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu
proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
a) Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2
dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk
mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan
HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan
penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi
berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga
diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain
menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi
rendah atau sebaliknya.
4
b) Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi
superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka
dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap
oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak
antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup
sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka
diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
c) Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang
bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai
dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik
bila menggunakan indikator PP.
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang
bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N
dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari
biru menjadi merah muda.
Langkah kerja :
1. Timbang 1 gram bahan yang telah dihaluskan, masukkan ke dalam labu Kjeldahl ( jika
kandungan protein tinggi, misal kedelai, gunakan bahan kurang dari 1 g ).
2. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam
sulfat pekat.
3. Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap
dan teruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi jernih. Tambahkan
pemanasan kurang lebih 30 menit, matikan pemanasan dan biarkan sampai dingin.
4. Tambahkan 100 ml aquadest ke dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan
beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan terakhir
tambahkan perlahan-lahan larutan NaOH 50% yang telah didinginkan dalam lemari es.
5
5. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu Kjeldahl
perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian panaaskan dengan cepat
sampai mendidih.
6. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi larutan baku HCl 0,1 N sebanyak
50 ml dan ditambah indikator MR 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung
pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan HCl 0,1 N.
7. Proses destilasi selesai apabila destilat yang ditampung 75 ml. Sisa larutan HCl 0,1 N
yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N. Titik akhir
titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan
titrasi blanko.
Keuntungan :
1. Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan
metode standar dibanding metode lain.
2. Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini
banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
Kerugian:
1. Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua
nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.
2. Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu
asam amino yang berbeda.
3. Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis
4. Teknik ini membutuhkan waktu lama.
c.Metode Lowry
Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A : merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat
dengan perbandingan (1:1)
6
Pembuatan reagen Lowry B : campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml NaOH 0,1
N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium
natrium tartrat 2%.
Penetapan Kadar :
Pembuatan kurva baku :
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 g/ml (Li). Buat
seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut :
Tambahkan ke dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan selama 10
menit. Lalu tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok dan biarkan selama 20 menit. Baca
absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm terhadap blanko.
Penyiapan sampel :
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan
dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis
proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan).
Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifius 11.000 rpm selama 10 menit,
pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya dilarutkan kembali
dengan asam asetat pH 5 misal sampai 10 ml. Ambil volume tertentu dan lakukan
penetapam selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari penambahan reagen Lowry A
sampai seterusnya.
Penetapan Kadar:
Pembuatan kurva baku :
Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen biuret dan aquadest misal dengan
komposisi sebagai berikut : setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada panjang gelombang
550 nm terhadap blanko yang terdiri dari 800 l reagen biuret dan 200 l aquadest.
Persiapan Sampel
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu
dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya,
kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein
7
yang mengendap dengan sentrifius 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya.
Presipitat yang merupakan proteinnya dilarutkan kembali dengan asam asetat pH 5 misal
sampai 10 ml. Ambil sejumlah l larutan tersebut secara kuantitatif kemudian tambah reagen
biuret. Setelah 10 menit, baca absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm terhadap
blanko yang berisi reagen biuret dapar asetat pH 5.
e. Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya triptofan, tirosin, dan fenilalanin yang
mempunyai gugus aromatik. Triptofan memiliki absorpsi maksimum pada panjang
gelombang 280 nm, sedangkan tirosin pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat
dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan
sebagai estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu
dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat pada pengukuran 260 nm. Rasio absorpsi
280/260 menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel.
Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran
BAB III
PENUTUP
8
A. Kesimpulan.
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini di
samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun
dan pengatur. Analisa protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu : Secara kualitatif
terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi Hopskins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida,
dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri atas metode Kjeldahl, metode titrasi formol,
metode Lowry, metode spetrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.